Mendengar pekik kesakitan wanita paruh baya, Freya seketika langsung menoleh dan menghampiri wanita tersebut. Maya merintih terduduk kesakitan di lantai. Sebab, kaki wanita itu menginjak pecahan beling yang berserakan.Bukannya menolong, Freya justru berkacak pinggang di depan wanita yang sudah melahirkannya. "Mama kenapa ada di sini?!" bentak Freya dengan melebarkan matanya. "Mau mengawasiku! Mau menguping, ya! Makanya tidak usah mengendap-endap seperti pencuri!"Freya semakin mencecar dengan tuduhan yang tidak masuk akal hingga membuat sang ibu mendongak. "Freya! Mama ini tidak sedang mengupingmu! Mama hanya mau tau apa yang terjadi di kamarmu ini. Kenapa kamu membanting semuanya?"Freya tidak merasa kasihan sedikit pun dengan sang ibu, tetapi justru berdecih. "Cih, alasanmu saja!"Pelayan yang mendengar jeritan Maya pun langsung menyusul ke atas dengan hati-hati. Sang pelayan seketika mengernyit miris, merasa kasihan dengan Maya yang justru mendapat hinaan dari sang majikan. Frey
Pagi ini, di ruangan kamar luas yang di dominasi warna gold dan abu-abu, membuat kesan mewah pada ruangan tersebut. Max kembali disibukkan dengan pekerjaannya, setelah beberapa hari dibuat pusing dengan masalah kantor dan keluarga, terutama Chelsea.Grace yang duduk di tepi ranjang, melihat ke arah Max yang sedang merapikan dasinya di depan cermin. Wanita itu menyilangkan kaki, dan masih menggunakan gaun tidurnya."Kau tidak pergi ke kantor hari ini?" tanya Max melihat Grace dari pantulan cermin."Hm, tidak Max. Rencananya aku mau pergi bersama Agatha."Mendengar nama Agatha, sontak membuat Max membalikkan badan, menatap penuh tanya, "Mau ke mana kalian?"Seingat Max, terakhir kali istrinya datang pada acara pesta yang diadakan bersama Agatha, ia justru dibuat malu dengan tingkah para wanita itu."Aku hanya mau berbelanja, Max!" jawab Grace meyakinkan. "Ke mana lagi aku biasa pergi dengan dia ....""Kau tidak akan l
Agatha pun menjadi ikut penasaran dengan sosok yang dilihat sahabatnya. Gadis itu mengikuti tujuan pandangan Grace pada seorang laki-laki. "Kamu melihat siapa Grace, apa kamu mengenalnya?" bisik Agatha membuat wanita itu tersadar. "Ya, aku mengenalnya." Langkah keduanya semakin terkikis hingga kedua wanita itu berhadapan dengan laki-laki tersebut. Pria itu juga terkejut dengan ketidaksengajaan dirinya bertemu dengan Grace. "Grace?" Steve melebarkan mata, terkesiap. "Kamu juga ada di sini?" "Kenapa kamu di sini?" tanya Grace yang justru lebih penasaran. Bukan hal yang wajar bukan, karena tempat yang dikunjungi Steve adalah klinik kecantikan wanita? "Ah ... itu! Jangan kamu coba berpikir aku pria jadi-jadian ya ...!" tawanya tergelak. Pria itu langsung menangkap pemikiran negatif Grace terhadap dirinya. Grace hanya mengangguk-angguk, sedangkan Agatha masih membaca situasi. "Aku seratus persen pria, Grace! Jadi tidak usah mencurigaiku!" Grace yang sekarang ingin terbahak, me
Setelah satu hari kemarin menghabiskan waktu bersama Agatha, dan acara terakhir Steve mengajaknya makan. Kini, Grace sudah berada di rumah. Wanita itu sejenak termenung berdiri di balik tirai tipis, memandang keluar jendela.Meskipun Grace baru saja bersenang-senang dan tertawa, tetapi pikiran Grace tak lekang dari sang anak yang berada di sana. Wanita itu terus memikirkan siapa sosok yang sedang mencarinya di Jerman. Sebab, orang tersebut menduga ia mempunyai suami simpanan, bukan anaknya—Leon."Sebenarnya apa yang diinginkannya? Siapa orangnya yang berpikiran begitu ..."Teka-teki ini terus bergelayut di kepalanya. Hingga akhirnya lamunan wanita itu lenyap karena dering telepon."Papi ...?" Grace tersentak membaca nama penelpon pada layar datarnya. "Kenapa, ya?"Wanita itu terus bergumam sebelum menerima panggilan tersebut. Karena tidak mungkin sang ayah mertua menghubunginya jika tidak ada urusan yang sangat mendesak.Hingga beberapa nada dering itu berbunyi ..."Hallo, Pi?" sapa G
Setelah permintaan Alexander terlontar, suasana di meja makan menjadi senyap, dan membuat Felly mengambil alih situasi. Wanita paruh baya itu mencolek lengan sang suami agar tidak melanjutkan pembicaraan tersebut, mengingat kondisi dan keadaan Chelsea serta Darren yang masih berada dalam ruangan itu."Sebaiknya kita bahas nanti saja Pi, kita selesaikan makan malam dulu," pinta Felly.Mendengar hal itu membuat hati Chelsea terasa pilu. Wanita itu lantas tertunduk dalam, sambil mengaduk-aduk makanannya yang tidak ia habiskan."Chelsea mau tambah daging, mami ambilkan ya?" Felly berusaha mengalihkan perhatian Chelsea."Tidak usah Mi, ini saja sudah cukup. Chelsea sudah kenyang."Darren yang mengerti keadaan sang istri lantas membuka suara. "Mau kuantar ke kamar, Chel?"Tawaran Darren sangat bermanfaat saat ini. Rasanya Chelsea ingin segera mengakhiri makan malam itu, menghindari semua orang yang ada di ruangan tersebut. Rasa tidak percaya diri dan penyesalan masih menggelayuti dalam diri
Max langsung tersentak saat Grace mendorong dadanya kuat. Pria itu seketika menatap tajam dengan rahang mengeras. Tidak terpikirkan oleh Max jika Grace sangat berani menolaknya."Grace?! Kenapa kau mendorongku?!"Tetapi berbeda dengan Grace, wanita itu justru menyunggingkan senyuman, kemudian berjalan mengitari pria itu. Dengan jemari telunjuknya, ia menggerayangi tubuh sang pria dengan suara mendesah, "Kau ingin permainan ini dimulai, kan?"Max terus mengikuti gerakan Grace yang mengelilingi dirinya. Ia bahkan tidak tau apa yang akan dilakukan sang wanita padanya. "Cepat, apa yang akan kau lakukan, Grace! Tidak usah membuatku menunggu!"Cup! Grace mengecup bibir Max sekilas kemudian mutar tubuhnya seolah sedang menari, memamerkan kemolekan tubuhnya. "Tunggu, Max ... Kau harus lebih bersabar mengikuti permainanku ini," ucap Grace dengan suara mendayu. "Kau pasti akan menyukainya nanti ..."Max semakin mengepalkan tangan, menahan rasa geram. Sementara Grace terus menari di depan pria
Berulang kali Grace menegaskan dirinya sendiri, ia harus bisa bersatu dengan Max sebanyak lima kali. Terlebih, ia sudah menghitung dimana tepat masa suburnya saat ini. Peluang inilah yang digunakan Grace agar Max bisa cepat membuahinya. Mengingat pesan dokter, Max dikatakan tidak sehat jika dalam 12 kali mereka berhubungan, Grace tidak juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. "Sekarang waktu yang tepat!" batin Grace menyeringai, melangkah membawa anggur dalam gelas. Sedangkan satu tangan lain memegang cemeti. "Kau harus menikmati malam ini, Max ... Rileks-kan dirimu." Kebinalan Grace ternyata membuat Max sangat ingin menarik tangan. Sorot matanya penuh dengan gairah. "Ayo kita main sebentar ..." Grace mencipratkan anggur ke tubuh Max bagian atas. "Kamu tidak akan menyesali permainan malam ini ...." Grace menaruh gelas itu di atas meja nakas, lalu merangkak seperti bayi ke atas pangkuan Max. Ia melonggarkan ikatan tangan, agar pria itu bisa terlentang. "Sekarang, aku bena
Setelah dari rumah sang ayah, Chelsea dan Darren kini sudah berada di rumahnya. Mobil pun berhenti tepat di halaman depan rumah tersebut. Dengan sigap Darren langsung membantu menurunkan kursi roda dan membantu sang istri pindah ke kursi roda itu. Sejak sang wanita mengalami kecelakaan, suasana di dalam rumah tersebut terasa dingin, membuat Darren menghentikan pergerakan kursi roda sang istri. "Chelsea ..." panggil Darren Chelsea yang hendak masuk ke kamar lebih dulu mendengar namanya disebut pun berhenti. Ia merasa ada sesuatu yang akan dikatakan suaminya. Seakan batinnya sudah bisa membaca apa yang akan diucapkan sang suami. Wanita itu bergeming sejenak, lalu menoleh, "Ada apa?" Darren menarik napas dalam, membuangnya panjang. Kemudian melangkah mendekati sang wanita. "Tidak ada. Aku hanya ingin mendorongmu." Pria itu sangat sedih dengan apa yang menimpa istrinya. Ia ingin menjadi pria yang berguna di saat Chelsea membutuhkannya. Namun, berbeda dengan Chelsea. Wanita itu just
Melihat reaksi Anna, Kenan melirik Chelsea sekilas lalu mengangguk lirih. Ia khawatir sang adik menolak keras hubungan keduanya. Kenan bahkan belum sempat mengatakan apapun pada gadis itu.Kedua mata Anna seketika mengembun, pelupuk matanya sudah basah. Anna sontak berlari ke arah Kenan, memeluknya. Anna menangis terisak."Hei, ada apa, Anna?" Kenan mengusap punggung sang adik.Pria itu justru kini tampak kebingungan. Ia menaikkan kedua alis, seraya melihat ke arah Chelsea, seolah bertanya.Sedangkan Chelsea pun justru menggendikkan bahu, menjawab isyarat, "Mana kutahu?" Anna yang tidak penjawab pertanyaan Kenan, pria itu kemudian bertanya lagi, "Kenapa kamu menangis? Kamu tidak suka tinggal di sini?" Kenan berpikir Anna tertekan karena menempati kamar mewah itu. Sebab, dari awal kedatangannya, kamar itulah yang menjadi pokok pembicaraan.Gadis itu menggeleng, namun masih dalam dekapan Kenan. Sang kakak semakin ti
Mobil yang dikemudikan Kenan baru saja berhenti tepat di garasi rumah mewah sang kekasih. Mereka baru saja tiba di rumah Chelsea. Anna dan Chelsea bergegas turun dari mobil, dan berjalan diikuti Kenan, menuju pintu utama rumah besar yang terlihat sangat megah."Wow, rumahnya besar sekali, Chelsea," decak kagum Anna sambil menatap takjub ke sekeliling. Matanya tampak berbinar.Chelsea tersenyum dengan bangga dengan menggandeng tangan adik Kenan, "Terima kasih, Anna. Ayo, aku tunjukkan kamar yang akan kamu pakai!"Mereka berjalan masuk ke dalam rumah, dan Anna semakin terkesima dengan kemewahan yang ada. Ruang tamu yang luas, lampu kristal yang menggantung indah di langit-langit, serta lantai marmer yang bersih dan berkilau membuat Anna semakin merasa seperti berada di dunia yang berbeda."Sungguh luar biasa, Chelsea. Aku makin penasaran dengan kamarku!" kata Anna, tak bisa menyembunyikan ketakjubannya.Chelsea tert
Akhirnya Anna memutuskan ikut bersama Chelsea ke kota. Meskipun terbesit keraguan sesaat Anna merepotkan, Chelsea adan Grace tidak henti merayu hingga gadis itu turut serta. Mereka pun bersiap kembali ke kota setelah memasukkan beberapa tas Anna ke bagasi belakang. Setelah Anna masuk ke dalam mobil, kini gantian Grace dan Chealsea yang masuk ke kursi tengah. "Hei, kenapa kamu duduk di situ?" tegur Max menaikkan dua alis, menatap bingung pada Chelsea. Chelsea justru hanya meringis tersenyum, mengabaikan larangan Max, "Hehehe ... Sementara, kamu duduk di depan bersama Kenan ya, Max ... Please ...!" pinta Chelsea mengatupkan kedua telapak tangan. Melihat wajah sang adik, Max hanya bisa menghela berat. Tidak merespon, namun wajahnya yang ditekuk terlihat sekali bila pria itu sedang kesal. Kenan melirik sekilas, dan memastikan ketiga wanita di kursi penumpang sudah aman. Perlahan roda ban mulai menggilas jalanan a
Setelah membuat minuman untuk para tamunya, Kenan dan Anna tidak mendapati mereka semua di ruang tamu. Kenan lalu pergi mencari keberadaan Chelsea. Pria itu samar-samar mendengar percakapan antara Chelsea dengan sang kakak. Hatinya terasa sakit, melihat keduanya terlibat percekcokan, dengan Chelsea yang terisak di sana. "Sampai kapanpun aku tidak akan merestui hubungan itu, Chelsea!" tegas Max menatap tajam.Sesaat Kenan menjauhi keduanya, tidak ingin terlihat menguping percakapan tersebut, lantas ia beralih mencari Anna yang justru sedang mengetuk pintu kamar mandi."Anda baik-baik saja, Nyonya?" Kenan justru lebih terkejut mendapati istri sang majikan sedang berada di dalam mandi dalam keadaan pucat.Padahal, beberapa jam yang lalu, Grace tampak ceria lebih dari siapapun di antaranya. Hal itu semakin membuat Kenan penasaran."Hm, aku baik-baik saja, Ken. Hanya ..." Grace tidak melanjutkan ucapannya, terdengar semakin lir
Mendengar celotehan Max yang tidak jelas, membuat Chelsea hampir meradang. Wanita itu ingin rasanya membunuh sang kakak dengan mencekik lehernya.Kenan langsung berusaha mencairkan suasana, mengalihkan perhatian sang kekasih. "Ayo, kita ke rumahku dulu. Pasti adikku senang kalau kalian datang. Di sana banyak hal yang bisa kalian lihat."Mereka pun mulai berjalan kembali ke mobil, dan melanjutkan perjalanan menuju rumah adik Kenan, berharap suasana akan semakin hangat dan ceria seiring berjalannya waktu.Setelah mobil berjalan beberapa saat, mereka sampai di sebuah rumah sederhana namun sangat nyaman, dikelilingi oleh taman yang hijau dan asri."Sudah sampai!" seru Kenan menghentikan mobilnya di halaman depan.Di depan pintu, seorang gadis muda dengan senyum lebar menyambut mereka. Anna, adik Kenan, berdiri di sana dengan wajah ceria, mengenakan gaun sederhana yang tampak pas dengan suasana desa. Begitu melihat Kenan turun dari m
Keesokan pagi, di langit cerah dan angin sepoi-sepoi berhembus, membuat suasana sangat nyaman. Chelsea, Kenan, Grace, dan Max sedang dalam perjalanan menuju kampung halaman Kenan. Mobil yang mereka tumpangi melaju di jalanan bebas hambatan, lalu menuju pedesaan yang tenang. Namun, meskipun perjalanan ini seharusnya menyenangkan, Max tampak tidak terpengaruh oleh suasana ceria di sekitarnya. "Wah, aku tidak sabar nih, tiba di sana. Kampung halaman Kenan pasti indah banget, kan?" seru Chelsea tersenyum lebar, menoleh ke belakang. Grace yang duduk di samping Max pun tak kalah melebarkan senyuman. Ia mengangguk dengan semangat, "Ya, pasti sangat seru! Kenan, kapan terakhir kali kamu ke sana?" Di samping Kenan, Chelsea berbicara riang, sementara Kenan tersenyum kecil menatap jalanan, sesekali mencuri pandang ke Max yang duduk di kursi penumpang dengan wajah datar dan terkesan acuh tak acuh. Kenan tersenyum hangat, "Sudah lama sekali, sih. Tapi saya yakin, Anda pasti suka, Nyonya
Permintaan Chelsea ingin berkenalan dengan adiknya pun langsung dikabulkan oleh Kenan. Sejak pagi, Chelsea sengaja menelpon Grace agar ikut ke kampung halaman Kenan.Awalnya Kenan menolak dengan berasalan canggung terhadap kakak iparnya, terlebih Max. Bukan ia marah karena perlakuan Max kemarin, namun Kenan masih belum terbiasa dengan pria dingin itu. Akan tetapi, Chelsea mengikis keraguan Kenan, jika sang kakak dan istrinya sangatlah baik. "Aku yakin nanti kamu akan terbiasa dengan kehadiran mereka, Ken. Bila kamu tidak mulai dari sekarang, aku rasa akan semakin sulit," bujuk Chelsea meyakinkan.Dengan sedikit keyakinan, Kenan mengangguk lalu tersenyum lirih, "Baiklah, bila itu maumu."Mendengar persetujuan Kenan, Chelsea duduk di sofa sambil memandangi ponselnya. Setelah beberapa saat, dia memutuskan untuk menghubungi Grace, langsung menggapai ponsel dan menelpon kakak iparnya. Dia tahu, mengajak Grace ke kampung halaman Kenan bi
Setelah beberapa hari lalu mendapat restu dari sang ayah dan ibu. Kini, Chelsea duduk di kursi dekat jendela, senyum manis terpancar dari wajahnya. Kenan, duduk di hadapan wanita itu, menatapnya penuh perhatian. Hari itu, Chelsea merasa bahagia sekali, karena ada sesuatu yang penting yang ingin ia sampaikan. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya wanita itu membuka mulut. Suara lembut, nan penuh dengan kebahagiaan pun mulai terdengar. "Ken ... ada hal yang aku ingin bilang. Papi dan mami, mereka merestui hubungan kita," ucap Chelsea dengan binar bahagia. Kenan menoleh terkejut, saat pria itu sedang mengaduk minumannya di dapur, "Benarkah? Wah ... semudah itu Tuan Alex dan Nyonya Felly merestui?" Mendengar ucapan Kenan, Chelsea seketika mencebik. Ia tidak suka mendengar penggilan untuk ayah dan ibunya, seolah ada jurang di antara Kenan dan orang tuanya. "Apa maksud sebutan Tuan dan Nyonya, Ken? Dia calon mertuamu, jadi ... Kamu juga harus mulai terbiasa menyebutnya sama d
Freya dan Jack berdiri di depan gerbang keberangkatan di bandara Internasional. Keduanya menunggu penerbangan mereka menuju Jerman. Wanita itu tampak tenang, meski suasana dalam hatinya penuh dengan tekad dan amarah. Jack, yang berdiri di sampingnya, lebih banyak diam, memahami bahwa situasi ini sangat serius. Ia tahu bahwa begitu sampai di Jerman, waktu akan sangat terbatas, dan misi mereka harus segera dimulai. Wanita itu melihat jam tangannya. Seolah menghitung detik-detik yang berlalu, lalu menatap Jack dengan tatapan tajam. "Alfonso dan Carlos akan menjemput kita di bandara, bukan? Setelah itu, kita langsung ke rumah sakit. Pokoknya aku tidak mau ada penundaan lagi," ucap Freya dengan tegas. Jack mengangguk memastikan, "Paham, Bos. Mereka pasti sudah siap. Tapi kau yakin untuk bertindak cepat seperti ini?" "Leon harus segera kita lenyapkan lebih dulu, Jack. Aku tidak bisa menunggu lagi, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalangi rencana ini! Anak buahmu sudah cu