Share

Part 71

Author: Manda Azzahra
last update Last Updated: 2022-09-15 12:59:56

Kami sampai di salon spa elite bintang lima. Bu Sam turun dari mobil dengan gaya elegannya. Kenapa harus mengajakku ke sini? Kejadian tadi membuatku malu menatapnya. Apa lagi mendengar suara tawa pak supir yang sedikit tertahan.

Aku mengikuti wanita yang minta dipanggil mama tersebut sampai ke dalam. Mengikuti langkah kakinya yang super elegan tersebut dengan tergesa-gesa.

Beberapa wanita menunduk dan menyapa dengan hormat kepada kami. Sepertinya sudah mengenal mama sebagai langganan utama di tempat ini.

Kami digiring ke sebuah ruangan khusus. Tak ada tempat tidur berjejer seperti yang aku dan Aira sering datangi. Ruangan kali ini hanya khusus memiliki dua tempat tidur. Inikah yang disebut ruangan khusus vip? Wow.

Aku dan mama melepas pakaian kami dan menggantinya dengan handuk sebatas dada. Mama menikmati setiap pijatan yang dilakukan therapist. Begitu pun diriku.

Kenapa Mama mengajakku ke tempat seperti ini, sementara dia hanya diam tanpa bicara dan menikmati semuanya dalam diam
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Zabdan N Iren
jangan jangan Chaca anak mama nya malik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 72

    "Mereka sudah mati," jawabku asal, namun tulus berasal dari hati. "Dari mana kamu tau mereka sudah mati?" Mama juga menggunakan kata 'mati' yang kugunakan dari pada mengubahnya menjadi kata yang lebih halus lagi. "Bang Malik bilang, orang tuanya sudah meninggal saat seseorang meninggalkannya di panti. Jadi Bang Malik menyuruh Chaca untuk beranggapan begitu saja. Karena tidak ada hukuman yang pantas selain mati, untuk manusia yang tega membuang bayinya!" Mama tampak terkejut mendengar umpatanku. "Apa kamu membenci orang tuamu?""Chaca bahkan tidak mengenal mereka. Bagaimana bisa membenci?"Aku sudah tidak heran kenapa dia bertanya seperti itu. Dari semua orang yang kukenal, selalu menanyakan tentang keberadaan orang tuaku, begitu tahu kalau aku pernah dibesarkan di panti asuhan. Mulai dari sekolah, rekan-rekan kerja. Bahkan saat pertama kali aku membawa Bang Malik ke rumah ini. Dengan percaya diri dia bertanya dimana keberadaan orang tuaku, padahal dia sendiri tidak memilikinya. A

    Last Updated : 2022-09-15
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 73

    Hiss.. gara-gara begadang sama Aira tadi malam, aku jadi terlambat bangun. Bukannya dapat panggilan dari Bang Malik, malah pagi-pagi mendapat pesan yang tidak enak. [Kalau masih capek, istirahat aja ya, sayang.Nggak usah masuk kerja dulu.]Sudah kemarin seharian tidak ketemu, malah disuruh jangan masuk. Apa sedikit pun tidak ada rasa kepadaku? "Ra? Lihat sisirku nggak?" teriakku dari dalam kamar."Nggak," sahut Aira dari dapur. "Serius lho. Kemarin ada.""Ya ampun, Cha. Segala sisir diributin. Tuh di kamarku ada selusin. Tinggal pilih," omel Aira yang melihatku tergesa-gesa keluar dari kamar."Nggak sempat. Bang gojek udah dateng."Aku bergegas keluar karena ojek online yang kupesan memang sudah menunggu. Dan benar saja, untuk pertama kalinya dalam sejarah SunCo, aku datang terlambat. Rusak sudah reputasiku sebagai karyawan teladan. Aku memasuki dapur di mana mereka semua sudah memulai aktivitas. Bu Rini melotot sambil memandangku dari atas ke bawah. Mulutnya juga komat-kamit men

    Last Updated : 2022-09-15
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 74

    Aku menceritakan kejadian yang dialami mama waktu itu. Meski tidak tahu secara terperinci, aku harap Bang Malik dapat menjelaskan sesuatu. Ia hanya menggeleng, sembari berpikir. Namun ia juga belum menemukan apa pun. Bahkan putranya yang sudah bertahun-tahun hidup bersamanya juga tidak dapat menyimpulkan apa yang tiba-tiba terjadi. Apa mama memang selemah itu? Bahkan dia pernah hampir pingsan saat mendengar aku dan Bang Malik bukanlah saudara kandung. Aku pun tak lagi mempedulikannya. Mungkin memang seperti itu sikapnya. Mudah terkejut pada hal-hal yang sepele.Tapi lagi-lagi hal itu mengusikku. Hal sepele macam apa yang membuatnya duduk bersimpuh dengan wajah pucat seperti itu? Kemana pula dia sampai pulang larut malam?"Chaca?""Iya, Bang?""Semalam pulang cepat, ya?" Aku mengangguk. Kini kaitan tangannya kepadaku dilepaskan, kemudian berpindah menyilang ke dadanya. Matanya mulai menyipit. "Lupa, kalau punya pacar yang harus dikabari?" Eh? Tadinya aku ragu kalau dia tidak me

    Last Updated : 2022-09-15
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 75

    Kenapa hidupku harus terus berada dilingkaran orang-orang yang sama setiap harinya. Sejak kehamilannya, Aira juga terlihat semakin percaya diri. Mungkin karena bentuk perhatian dari suaminya yang semakin hari semakin takut akan kehilangan Aira dan calon bayinya. Oleh sebab itu, Aira yakin sekali, walau apa pun yang terjadi, suaminya pasti akan tetap membela. Tidakkah itu terlalu egois dan terkesan tamak? .Beberapa hari kemudian Bang Malik masih melaporkan kejadian yang dialami mamanya. Beliau terus-terusan mengurung diri dan sangat susah untuk di ajak bicara.Hal ini pernah terjadi saat Haikal sudah tinggal bersamanya. Mama terus-terusan menyendiri dan matanya sembab seperti habis menangis yang tiada henti. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli, aku bahkan tidak punya sedikit pun hati untuk sekedar prihatin atas apa yang dialaminya. Aku hanya menghargai dia sebagai mama dari orang yang kucintai. Tak ada hasrat tuk sekedar mengambil hatinya sebagai calon menantu atau apa pun itu. To

    Last Updated : 2022-09-15
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 76

    Mobil masih melaju, membelah kemacetan kota Medan di kala sore. Kami masih terjebak di lampu merah saat Bang Malik mengambil sesuatu dari laci mobil. "Ambillah!" ucapnya sambil memberikan sebuah kartu. Aku menyambut pemberiannya, dan memastikan kalau itu sebuah ATM. "Chaca udah punya," balasku, seraya kembali meletakkan kartu tersebut begitu saja. "Pakailah. Jangan lagi menerima apa pun dari Aira. Abang nggak mau kamu juga ikut menikmati uang om Harris."Aku terdiam. Ia masih juga memikirkan tentang hal itu rupanya."Chaca cuman merasa nggak enak. Apa yang nanti akan Mama katakan kalau sampai tau Chaca ikut menghabiskan uangnya.""Abang udah bilang, uang yang Abang punya nggak ada hubungannya dengan keluarga Mama."Lagi-lagi dia membahas soal uang. Bukannya kemarin kami sudah berhenti membahas soal itu. Aku hanya takut terjadi sesuatu lagi dengan pikirannya."Chaca udah besar, Bang. Chaca udah bisa menghasilkan uang sendiri. Jadi Abang nggak perlu merasa terbebani dengan kebutuhan

    Last Updated : 2022-09-16
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 77

    POV Bu Sam. Saat itu usia pernikahanku sudah memasuki usia sepuluh tahun. Tapi Tuhan belum juga memberikan kami anugerah berupa seorang anak. Mungkin karena kesibukanku yang selalu jarang di rumah dan membuatku lelah. Suamiku yang notabenenya adalah mantan karyawan di perusahaan milik keluargaku, memintaku untuk segera membatasi diri dalam kegiatan.Dengan terpaksa aku menolaknya karena saat itu aku baru mulai merintis usahaku sendiri. The Sun Corp. Nama yang kuambil dari arti yang sama dengan namaku. Syamsiyah yang berarti matahari. Aku berharap perusahaanku yang baru kurintis ini kelak akan seperti matahari yang selalu bersinar dan memberi manfaat bagi kehidupan banyak orang yang bernaung di dalamnya. Tiga tahun kemudian, dengan usaha dan kerja keras, aku berhasil membuka beberapa cabang, anak perusahaan dan mengembangkannya ke bisnis kuliner. Hingga SunCo memiliki sejumlah outlet dan menjadi tempat makan favorit di kota ini. Malam itu sesuatu terjadi, di tahun ke tiga belas p

    Last Updated : 2022-09-16
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 78

    Beberapa bulan berlalu, mas Ridwan tak pernah lagi mengungkit tentang Safira dan mendiang istrinya lagi. Dia selalu bersikap tunduk dan patih kepadaku. Tak pernah menyalahkan atau memakiku karena telah tega membuang bayinya begitu saja. Aku mencoba menata kembali hatiku untuknya, dan kami memulai lagi kehidupan yang baru. Ya, tak ada salahnya memberikan kesempatan kedua. Toh semua masalah sudah selesai. Tak ada lagi jejak penghianatannya. Keduanya sudah menghilang.Namun ada rasa yang lain di hati ini. Tiba-tiba saja aku merindukan bayi malang itu. Bayi yang selama sebulan selalu kupeluk dan kusayangi. Seperti ada sebuah rasa penyesalan di hati. Hingga beberapa bulan kemudian terdengar kabar duka cita dari adikku dan suaminya. Mereka hilang dalam sebuah kecelakaan dan mayatnya tak pernah ditemukan. Tinggallah keponakan malangku yang seketika menjadi yatim piatu. Aku membawanya pulang ke rumah dan kurawat seperti putraku sendiri. Dia yang selama ini terbiasa memanggilku tante, har

    Last Updated : 2022-09-16
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 79

    Aku begitu terhenyak mendengar kata-kata mama. Seriuskah dia dengan semua yang dia ucapkan? Aku masih tertegun, mencerna setiap kata-katanya barusan. Ibu kandungku, telah merebut suaminya? Apa mungkin ada cerita seperti itu? Perjalanan kami dari panti asuhan ke kota ini mamakan waktu semalaman. Sejauh itukah dia harus membuangku? Apa aku begitu mengganggu kehidupannya sehingga dia menyingkirkan aku sampai jauh ke luar kota? Tidak adakah panti asuhan di kota ini yang lebih baik dari panti asuhan yang selalu menyiksa kami itu? Setidaknya dia bisa meninggalkanku di masjid agar bisa ditemukan dan dibimbing oleh orang yang rajin ke masjid tentunya.Tidak. Keputusannya memang benar. Aku memang pantas mendapatkannya. Bahkan seharusnya aku mendapatkan tempat yang lebih buruk dari itu. Seketika hatiku merasa iba dengan wanita yang sedang bersimpuh di hadapanku ini. Betapa hinanya wanita yang telah merusak kebahagiaannya. "Maafkan Chaca, Ma." Tenggorokanku terasa tercekat. Mendadak suaraku

    Last Updated : 2022-09-16

Latest chapter

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 103 ( Ending )

    Aku memohon kepada Mama agar tetap merahasiakan ini kepada semua orang, termasuk om Ridwan sendiri. Aku lebih memilih statusku sebagai yatim piatu yang diadopsi oleh keluarga Om Jaka. Dengan begitu, aku akan belajar memaafkannya, dan memulai hubungan yang baru sebagai menantunya. Itu saja. Aku tak mau lagi ada drama air mata menjelang pernikahan. Biarlah ini sebagai hukuman atas dosa-dosa om Ridwan. Selamanya tidak pernah merasakan kehadiranku sebagai putri kandungnya. Semula Mama memang terlihat keberatan. Namun, melihat sorot mataku yang penuh keyakinan, dia terpaksa menuruti. Egois memang. Tapi, bukankah sebagai manusia yang punya perasaan, aku juga punya hak? Hanya itu satu-satunya cara hatiku bisa menerima kehadiran om Ridwan. Hanya sebagai Papanya Bang Malik."Mama mengerti, maaf kalau kami sebagai orang tua sudah menempatkan luka di hatimu. Menempatkanmu dalam posisi tersulit sebagai korban dari keegoisan orang-orang dewasa."Lagi, kata-kata yang sama seperti yang Aira ucapk

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 102

    Siang ini aku memasak makan siang, membereskan rumah, sementara Aira membawa Alya untuk pergi imunisasi. Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi. Aku membukakan pintu depan. Sesosok wanita itu kini berdiri kembali di hadapanku. Teringat saat terakhir kali kami saling menatap seperti ini. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Apa dia sakit? Dia tampak ragu untuk melangkah. Entah karena malu atau takut. Aku pun merasa demikian, masih merasa canggung dan tidak tahu bagaimana harus bersikap. Bukankah seingatku kami memang tak seakrab itu? Tapi entah kenapa gejolak hati ini ingin sekali memeluknya. Menumpahkan rasa rindu yang entah sejak kapan mengikutiku. Selalu berharap dapat kembali bertemu dan membicarakan apa saja layak nya seorang teman, atau..Ibu. "Silahkan masuk, Ma." Aku menawarinya dengan suara yang tertahan. Ingin sekali aku menyentuh dan memeluknya, namun dia juga terlihat sama takutnya denganku. Mama melangkahkan kaki masuk ke dalam. Memperhatikanku dari atas samp

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 101

    Sudah beberapa hari ini kerjaku hanya uring-uringan dan bermain bersama Alya saja. Suntuk juga rasanya menjadi pengangguran, setelah bertahun-tahun lamanya hidup dari kerjaan satu ke kerjaan lainnya. Mungkin aku tak lagi mempermasalahkan soal uang. Karena kini, Bang Malik yang menanggung semua kebutuhanku. Tapi tetap saja itu tak sesuai dengan jalan hidupku yang sehari-hari harus mengurung diri di rumah. Seperti biasa, Bang Malik menyempatkan diri untuk datang selepas bekerja. Aku mengajaknya ke balkon atas. Dia bilang sangat senang melihat bulan bersamaku, seperti waktu itu. "Abang punya sesuatu buat kamu," ucapnya. Aku menoleh untuk melihat apa yang dia bawa. Dia mengeluarkan sebuah kotak mungil dari kantong celana. Jantungku sudah ser-seran. Berharap apa yang ada dipikiranku, benar adanya. Kemudian dia membuka dan menunjukkannya kepadaku. Seperti yang kukira, itu sebuah cincin. Cantik sekali. Senyumku pun mengembang. Adegan seperti ini persis seperti yang ada di drama-drama ro

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 100

    Lagi-lagi aku berucap kata maaf. Mengaku salah telah meninggalkannya meski tahu dia sedang hamil dan membutuhkan seorang teman. "Alya sedang tidur," ucapnya. "Alya? Keponakanku?" Aira mengangguk. Aira menuntunku masuk ke kamarnya. Ada box bayi dengan mainan yang menggantung di atasnya. Bayi mungil itu tertidur pulas di dalamnya. Aku memberanikan diri untuk menggendong. Menciumi wajah dengan pipinya yang chubby itu. Sungguh terlihat seperti boneka. "Maafkan Tante, sayang. Maafkan Tante karena tidak ada di saat kamu lahir ke dunia ini." Aku kembali menciuminya sampai tubuh itu menggeliat karena merasa terganggu. Aku kembali mengunjungi kamar yang dulu aku tempati, Aira masih di kamarnya menidurkan Alya kembali. "Itu masih kamar kamu. Tinggallah lagi di sini. Aku sudah berpisah dari Mas Harris." Dia mengabarkan meski aku sudah mendengarnya dari Bang Malik. "Kenapa? Apa karena aku?""Entahlah, tapi kurasa itu keputusan yang benar. Aku juga tidak ingin nantinya Alya juga ikut merasa

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 99

    Kami keluar dari gedung pusat SunCo. Aku memang sudah meminta izin kepada Bang Malik untuk menemui Haikal. Dan dia sama sekali tidak keberatan. "Ingat, ya. Kamu sekarang calon istri Abang. Jangan macam-macam," ancamnya. Dia sengaja tak ikut agar tak ada rasa canggung dengan sikap Haikal. Benar saja, sejenak Haikal langsung takut untuk mendekatiku sebelum dia tahu bahwa pria itu hanya mengantarku sampai di luar. Mobil melaju ke arah jalan yang sudah tak asing lagi bagiku. Kemudian dia memasuki gerbang yang sudah setahun ini tak pernah lagi ku kunjungi. Lagi, seperti merasa pulang ke rumah sendiri. "Aku belum gajian. Kita makan siang di sini aja. Gratis," ujarnya sembari melangkahkan kaki ke ruangan. Tak ada yang berubah. Mereka terlihat asik makan dengan lahapnya. Sampai sepasang mata itu menangkap kedatangan kami. "We! Chaca datang. Tengok tu, we. Itu Chaca." Oji berteriak histeris seperti melihat selebriti yang berkunjung ke aula makan dapur SunCo. Puluhan pasang mata menatap

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 98

    Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya kami mulai memasuki kota Medan. Aku meminta Bang Malik untuk segera singgah ke rumah nenek. Aku sangat ingin bertemu dengannya. Bukankah mereka keluarga pertama yang harus aku kunjungi? Nenek berdiri mematung dengan tubuh tuanya. Matanya berkaca-kaca saat aku menangis memohon maaf. Nenek memang tak tahu bagaimana caranya menunjukkan kasih sayang, tapi kali ini dia begitu erat memelukku. Tak tahan juga rasanya menahan rindu. "Kau sudah dewasa," ujarnya. "Jangan lagi bersikap seperti itu." Aku kembali menangis di pelukannya. Bang Malik tertidur di ruang tamu beralaskan ambal. Aku sudah menyuruhnya untuk tidur di kamar, namun dia menolak. "Di sini lebih nyaman," ujarnya. Untuk pertama kalinya aku melihat dia tertidur dengan pulas. Napasnya teratur dengan kedua tangan diletakkan di atas dada.Wajahnya terlihat lelah, hingga tak sadar kalau kini om Jaka juga ikut tertidur di sampingnya. Kupungut ponsel yang sedari tadi tergeletak begitu s

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 97

    Rasa bersalah selalu menghantui. Aku memohon kepada mama untuk tetap berusaha mencarinya. Di jalanan, lampu merah, bahkan melaporkan kehilangan ke kantor polisi. Nihil. Tak ada jejak sama sekali. Bayang-bayang wajah Chaca yang menangis dalam cengkraman tangan preman tersebut selalu muncul dalam mimpiku. Bertahun-tahun lamanya aku hidup dalam bayang-bayang gadis kecil itu. Rasa rindu selalu menyelimuti, berharap bisa menyentuh dan memeluknya lagi. Hari ini hari ulang tahun Chaca. Hari yang diputuskan sebagai tanggal lahirnya di malam di mana dia ditemukan. Jika dia masih hidup, usianya kini sudah tujuh belas tahun. Sweet seventeen, kata gadis-gadis yang dulu satu esema denganku.Aku kembali mengunjungi masjid raya, tempat di mana aku dan Chaca selalu menghabiskan waktu bersama. Tak lupa untuk merayakan ulang tahunnya dengan memberi sedekah ke anak-anak jalanan yang sengaja aku kumpulkan di sana.'Chaca sayang, bagaimana keadaanmu sekarang?' batinku dalam hati. "Maaf, apakah anda Ha

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 96

    POV MALIK.Aku mengenang kala kejadian waktu itu. Tubuhku yang terbaring lemah di... mungkin rumah sakit. Kulihat ada tiang yang menggantungkan cairan yang terhubung langsung dengan urat nadiku.Aku mencoba bergerak, merasai wajahku yang kini terasa tebal dan kaku. Kurasakan seluruhnya terbalut perban dengan rasa sakit yang luar biasa. Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Beberapa wanita berpakaian serba putih datang untuk memeriksa apa yang terjadi kepadaku. Tak lama seorang pria dewasa juga muncul, mungkin seorang dokter. Ya, samar kulihat dari pakaian putih bersihnya, dia seorang dokter. Hampir seminggu setelah aku terjaga, dokter membuka seluruh perban di wajahku. Disaksikan oleh sepasang suami istri dan anak lelaki mereka. Memandangku dengan cemas dan was-was. Apa aku ini terlihat seperti hewan buas bagi mereka? Sejenak kemudian, kulihat rasa lega di wajah mereka, seolah semua sedang baik-baik saja. "Siapa namamu, Nak?" tanya wanita paruh baya tersebut. "Hannan Maliki S

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 95

    Seperti janjiku kemarin, kami bersiap-siap berangkat. Aku dan Bang Malik berpamitan dengan mereka satu persatu. Runi memelukku dengan sangat erat, begitu juga dengan Wak Mis.Fatma yang tidak tahu apa-apa hanya tampak murung dan seperti tidak rela membiarkanku pergi. Namun dia kembali tersenyum saat ayahnya mengatakan kalau aku akan segera kembali. Pak Yaz sengaja tidak memberitahukannya, agar dia tidak menangis histeris karena takut kehilanganku. Pak Yaz mengulurkan tangan ke arah Bang Malik. Meminta maaf atas kesalahpahaman kemarin. Tangannya masih menggantung di udara, tanpa sambutan dari laki-laki yang tengah berdiri di sampingku. Masih tidak senang, rupanya. Aku menyenggol bahunya, lalu menariknya agar sedikit menunduk. Aku membisikkan sesuatu di telinganya. "Salamin. Atau Chaca yang akan menyambut uluran tangannya," ancamku. Dengan cepat dia menyambut telapak tangan Pak Yaz, kemudian menggoyang-goyangkannya seperti mereka sudah berteman cukup akrab."Awas kalau sampai bers

DMCA.com Protection Status