“Terima kasih, sayang,” bisik Hakya di telinga Kanaya yang sedang terlelap disampingnya.Malam dengan angin yang semilir, diterangi oleh sinaran bulan purnama, keduanya telah melewati malam yang syahdu dengan penuh harap dewa akan mengabulkan keinginan mereka untuk segera memiliki seorang anak. Mereka merindukan kondisi bumi yang tenang dan damai untuk menjadi tempat tinggal.Tiba-tiba hujan turun dengan sangat lebat.“Terima kasih, dewa. Engkau sudah menurunkan hujan ke bumi, biarkan penduduk bumi merasakan kesenangan dengan air rahmat yang engkau berikan ini,” ujar Hakya yang segera keluar kamar melihat hujan yang turun sangat lebat itu, tanpa diiringi petir dan badai.“Ini benar-benar hujan yang syahdu,” gumam Hakya sembari mengulurkan tangannya dan menampung air hujan dengan tangannya dan kemudian meminumnya.“Rahmat engkau yang begitu menyejukkan.”Hakya kembali ke kamar mereka, dan kembali merebahkan tubuhnya di samping Kanaya, mereka menghabiskan malam yang dingin berpelukan h
“Kamu akan kembali kesana secepat ini?” tanya Kanaya kepada Hakya dengan mata yang menatap tajam.Terlihat raut wajah kecewa di wajah Kanaya ketika melihat Hakya, karena dia masih ingin bersama sang suami. Dan bahkan mereka hanya menghabiskan satu malam bersama, Hakya sudah memilih untuk kembali ke kaki bukit dan meninggalkannya seorang diri diatas.“Kamu tidak merindukan aku?” tanya Kanaya lagi dengan suara yang serak menahan tangis.Pertanyaan Kanaya menghentikan tangan Hakya yang sedang menyendokkan sayur ke dalam piringnya. “Aku sangat merindukan kamu. Tapi, untuk saat ini aku harus menahan diriku. Aku harus berkorban sedikit saja, dan mengesampingkan semuanya demi tujuan yang sedang direncanakan ini, kalau tidak seperti ini semua rencana kita berantakan. Yang menderita bukan hanya kita, namun semua manusia,” jawab Hakya kemudian.“Waktu semakin habis, dan jika nanti kamu berhasil hamil dan keadaan bumi tidak lagi tandus dan kering. Apa yang bisa kita lakukan kalau kekuasaan ilmu
“Aku rasa tidak ada lagi yang harus aku bicarakan,” jawab Kanaya pelan sambil menunduk.Kanaya merasa dia sudah mengeluarkan semua uneg-uneg yang dia tahan. Karena dia sudah merasa tidak nyaman untuk tinggal sendirian di atas bukit itu.“Sekarang giliran aku yang akan berbicara, boleh?” tanya Hakya meminta pendapat sang istri.Kanaya hanya mengangguk mendengar apa yang Hakya sampaikan, karena dia juga ingin mendengar pembelaan seperti apa yang akan Hakya sampaikan. Apakah Hakya akan terus mencari alasan yang tidak jelas untuk menahannya diatas bukit itu.Hakya menghela nafas berat sebelum melanjutkan apa yang akan dia katakan.“Kamu pernah ikut aku menghadapi para iblis, kan? Saat kita kabur dari rumah, ketika tahu niat ayah dan ibu untuk menyerahkan kamu kepada pangeran ilmu hitam?” tanya Hakya lagi.Lagi-lagi Kanaya hanya bisa menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Hakya. Kalau mengingat kejadian saat itu juga seluruh bulu kuduk Kanaya berdiri, wajah iblis-i
“Kenapa? Mari kita bersiap,” jawab Hakya sambil menatap Kanaya dengan tersenyum.Senyuman Hakya itu semakin membuat Kanaya merasa tidak nyaman, karena dia tahu kalau Hakya sedang merasa kecewa kepadanya karena terus merengek meminta ikut turun ke bawah.Kanaya menggeleng, membuat Hakya mengernyitkan keningnya karena keheranan. Kanaya yang sejak tadi menggebu-gebu dengan semua protesnya agar bisa ikut turun ke bawah, tiba-tiba saat ini seolah tidak mau ikut turun.“Ada apa, Kanaya?” tanya Hakya dan mendekat ke arah sang istri. Hakya kemudian meraih tangan Kanaya dengan lembut, dan tidak menunjukkan kalau sedang marah atau sedang merasa kesal dengan Kanaya.Hakya tidak ingin merusak suasana kebersamaan mereka, Hakya tahu kalau dia marah, maka hati Kanaya akan semakin sakit dan Kanaya akan semakin kecewa dengan Hakya.“Aku tidak marah. Kalau memang kamu ingin ikut turun ke bawah ya tidak masalah. Aku akan berusaha untuk menjaga kamu. Benar yang kamu katakan, aku memiliki murid yang banya
“Aku tidak apa-apa. Aku hanya gak jadi turun, aku masih betah kok disini,” jawab Kanaya pelan membuat Hakya semakin heran. Karena tadinya Kanaya begitu menggebu-gebu mau turn, dan sekarang tiba-tiba menghentikan semuanya.“Kamu aneh, saat aku ajak bersiap-siap malah tidak mau. Apakah aku membuat kamu marah?” tanya Hakya yang berusaha memahami situasinya.“Tidak! Hanya aku saja yang mau tinggal disini. Ada beberapa hal yang akan aku lakuin disini sendiri,” jawab Kanaya lagi.Hakya semakin bingung dengan apa yang dilakukan oleh Kanaya ini, entah apa yang merasukinya sehingga dia tiba-tiba mengurungkan niatnya. Hakya kembali duduk di dekat Kanaya, dan memegang tangan Kanaya mencari tahu apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Kanaya itu. Hakya takut kalau itu semua karena dia yang tidak peka, sehingga sulit untuk mengerti Kanaya.“Aku tahu kamu marah dan kecewa sama aku yang sudah mau turun dalam waktu yang cepat. Kalau kamu mau aku bisa tinggal beberapa hari lagi sebelum kita turun.
“Hakya!”Setelah iblis jahat itu menghilang, Hakya mendengar suara seseorang memanggilnya. Dan suara itu adalah suara yang sangat familiar di telinganya.Hakya membuka matanya, ternyata Kanaya yang sudah duduk di sampingnya dengan wajah yang khawatir.“Kanaya…,” panggil Hakya pelan.Sementara itu tubuh Hakya dipenuhi dengan keringat, dia seperti habis bertarung.“Kamu gapapa? Aku terkejut kamu tiba-tiba berteriak, sejak tadi aku panggil-panggil dan ternyata kamu disini. Aku sudah masak yang banyak untuk kamu bawa turun nanti,” ujar Kanaya menyunggingkan senyumannya. Dia merasa lega karena ternyata Hakya tidak apa-apa. Hakya hanya bermimpi.“Mungkin kamu terlalu berpikir keras untuk melakukan itu hingga sampai kamu terbawa dalam mimpi. Sebaiknya kamu segera turun, dan latih mereka dengan sekuat tenaga. Aku akan menunggu kamu di atas sini dengan setia. Aku bahkan bisa jalan-jalan dengan burung gagak, ada satu tempat yang belum sempat aku datangi. Mungkin nanti aku akan kesana bersama bu
“Ada apa? Kemana yang lain?” tanya Hakya yang mencoba menahan emosinya. Karena melihat tempat peristirahatan mereka juga tampak kacau balau.“Ada iblis yang berhasil masuk?” tanya Hakya lagi.Sementara itu Hofat yang yang tampaknya sedang mengumpulkan keberanian untuk menjelaskan kepada Hakya terus menunduk.“Duduklah, dan jelaskan kepada saya ada apa?” tanya Hakya memberikan kesempatan kepada Hofat untuk lebih tenang.Hofat hanya menunduk dan duduk disebelah Hakya, dia juga menerima air yang disodorkan oleh Hakya.“Jirat ribut dengan salah satu peserta, karena orang itu ternyata pengkhianat. Dia menghasut yang lain mengatakan kalau Guru tidak akan pernah kembali, dan kebetulan setelah itu salah satu iblis berhasil masuk. Dan saya rasa itu karena selain peserta satu itu, ada beberapa yang lainnya menjadi pengkhianat. Mereka mengambil kesempatan saat guru tidak ada, dan memberikan jalan kepada iblis untuk masuk,” jelas Hofat kemudian.Hakya sangat terkejut mendengar hal itu, dia bisa m
“Hofat! Saya minta nama-nama mereka yang keluar dari kaki bukit ini!” ujar Hakya kemudian dengan berteriak saking marahnya.“Iya, Guru,” jawab Hofat dengan segera. Karena semua orang pastinya begitu takut melihat ekspresi Hakya yang benar-benar menunjukkan aura dan kemarahan yang luar biasa.“Beberapa orang tolong bantu saya ambilkan daun pucuk tiga yang banyak, kemudian beberapa orang juga buatlah ramuan dari daun itu dengan menumbuk setelah dicuci. Lalu balurkan ke luka teman-teman kita ini!” perintah Hakya yang segera dilaksanakan oleh murid-muridnya dengan patuh.Hakya tidak bisa membayangkan kalau dia terlambat kembali ke kaki bukit, bisa-bisa dia banyak kehilangan nyawa para muridnya ini, karena mereka semua belum diberikan perbekalan tentang obat-obatan.“Dua orang cari buah merah yang banyak, rebus dan nanti airnya diminumkan kepada yang mengalami luka. Bukan cuma yang luka parah, namun yang luka ringan juga ikut minum air itu sampai semua luka mengering dan sembuh!”“Baik Gur