Asih masih terus memikirkan, apakah dia menerima Naldi atau tidak? Untuk mengisi kekosongan hatinya saat ini. Apa yang dilakukan Pur, cukup memberi luka yang dalam. Meski Asih tak terlalu menunjukkan rasa sakitnya di hadapan semua orang. Namun Asih sendiri lah yang tau, betapa perihnya luka itu. Pur adalah cinta pertama Asih. Tadinya dia berharap, akan menjadi satu-satunya hingga akhir hayatnya. Tapi ternyata itu hanya harapan semu.
Beberapa bulan lalu, setelah proses eksekusi rumahnya, semua berjalan normal kembali. Tak ada yang spesial, selain Naldi yang terang-terangan menunjukkan keseriusannya. Namun Asih masih butuh waktu untuk bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.
Asih saat ini sedang ingin fokus pada usahanya, yang mulai dia rintis setelah proses penjualan rumahnya di Kalimantan selesai. Setelah Pur dan Ir
Sementara Asih sedang berpikir untuk mulai membuka hati buat Naldi. Pur, mantan suami Asih sedang gelisah. Hari ini dia mendapat teguran dari atasannya. Dia diminta untuk segera mengembalikan dana perusahaan yang sudah dia selewengkan. Sementara ini dia di skors sampai bisa mengembalikan dana itu. Tak menutup kemungkinan dia juga akan dipecat. Pihak perusahaan masih belum memutuskan memecat Pur, karena pemilik perusahaan merupakan sahabat dari almarhum Bapak Pur. Juga mengingat kinerja Pur pun selama ini cukup baik, sebab itu pihak perusahaan masih belum mengambil keputusan final. Pur masih beruntung tidak dilaporkan ke pihak yang berwajib.Hari ini dia sangat suntuk. Dia membaringkan tubuhnya yang lelah di atas ranjang. Angannya melayang, mengingat kenangannya bersama Asih. Meski cintanya kepada Asih, tak seperti dia mencintai Ira. Namun Asih pernah menjadi bagian dari perjalanan hidup
Pur terduduk di bibir ranjangnya. Ada penyesalan mendalam jauh di lubuk hatinya. Pantas dulu Bapak tak merestui hubungannya dengan Ira. Filling orangtua terkadang jarang salah. Dia telah dibutakan cinta, sehingga tak pernah melihat sisi buruk Ira.Dia menyesal, bila mengingat dulu selalu membiarkan Asih dizolimi Ira setiap hari. Bahkan Pur ikut mendukung tindakan Ira. Padahal Asih perempuan yang baik. Bahkan sejak kedatangan Ira ke rumah mereka, Pur dengan tega mencabut semua hak Asih karena hasutan Ira.Mendadak ada rasa rindu teramat sangat kepada Asih dan Fatin. Tapi bagaimana caranya meminta maaf. Kesalahan Pur sudah sangat besar dan sulit untuk dimaafkan. Bahkan selama mereka pisah, sama sekali Pur tak memberi nafkah Fatin. Asih pun tak pernah menuntut dan mempertanyakan kepada Pur. Asih memang sudah tak ingin lagi berhubu
Hari ini Bang Naldi akan datang. Semua persiapan sudah dilakukan. Bapak sama Ibuk sangat antusias mempersiapkan semuanya. Sementara aku? Aku masih bingung dengan perasaanku sendiri. Namun, Bapak, Ibuk dan Nawang berhasil meyakinkanku untuk menerima Bang Naldi. Kata Bapak, mungkin dengan menerima Bang Naldi bisa mengobati rasa sakitku atas apa yang sudah dilakukan Mas Pur. Juga untuk menghindari banyaknya fitnah yang akan menerpaku.Aku belum memberitahu Fatin akan hal ini. Aku bingung cara menyampaikan padanya. Sejauh ini, hubungannya dengan Bang Naldi sangat baik. Bang Naldi juga berhasil mengambil hati Fatin. Namun aku belum bilang, kalau Bang Naldi berniat menjadi Ayah sambung baginya."Buk, rombongan Bang Naldi sudah datang," kata Bayu memberi tahu kami. Bapak dan Bayu sudah di teras lebih dulu menunggu kedatangan kel
Akhirnya tiba juga hari H pernikahanku dan Bang Naldi. Acara yang kami buat sederhana, hanya mengumpulkan keluarga besar dan tetangga-tetangga dekat saja. Bagiku yang penting rumah tanggaku kali ini bisa sakinah, mawaddah dan warahmah hingga maut yang memisahkan kami.Syukurlah tak ada halangan, Rika yang tadinya menentang pun tampak hadir juga di acara penting kami ini. Itu memang yang kuharapkan. Bagi Bang Naldi, Rika tetaplah adik kandungnya, tentu akan menjadi ganjalan bila Rika tak datang. Sepertinya dia mulai menerima kalau Bang Naldi itu Abangnya.Hari semakin malam, hatiku semakin berdebar. Ini malam pertamaku dengan Bang Naldi. Dan malam ini juga aku dibawa pulang ke rumah keluarga Bang Naldi. Begitulah adat suku Mandailing kata Bang Naldi.★★★KARTIKA DE
"Naldi, tolong dulu belikan bika ambon buat kami bawa pulang besok," kata Wak Soraya pada Bang Naldi, saat kami tengah duduk di cakruk yang ada di samping rumah Bou."Berapa banyak Wak?" tanya Bang Naldi."Sepuluh kotak, ini uangnya. Sini ada yang mau Uwak bilang," kata Wak Soraya, seraya menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu ke tangan bang Naldi.Wak Soraya membisikkan sesuatu ke telinga Bang Naldi, aku tak dapat mendengar apa yang dikatakannya sama Bang Naldi. Yang jelas, selama Wak Soraya membisiki, Bang Naldi terus melihat ke arahku dan tersenyum penuh arti.Keningku melipat melihatnya, hal rahasia apa yang dibisikkan Wak Soraya. Kalau rahasia, kenapa harus di depanku membisikkann
"Bang Naldi!" Serentak mata kami melihat ke sumber suara yang memanggil.Raut wajah Bang Naldi yang tadinya selalu menyungging senyuman, langsung berubah ketika tau siapa yang memanggilnya.Dengan wajah yang tersenyum sumringah, Rika mendekat ke arah kami. Aku melirik wajah Bang Naldi yang tampak sangat tak senang dengan kehadiran Rika."Kamu nguntit Abang?!" ketus Bang Naldi kepada Rika yang cengengesan tanpa rasa bersalah."Nggak! Orang Rika ikut di dalam mobil kok," katanya sok polos sembari memilin ujung rambutnya dengan senyuman yang dibuat semanis mungkin."Gak mungkin! Pasti kamu nguntit!" Bang Naldi tak mempercayainya. Matanya sampai mel
"Jeng, kami pulang ya. Sekali-sekali main ke rumah. Udah lama loh, gak main ke rumah," kata Mama berpamitan."Insha Allah Jeng. Nanti akan sering main kesana." Ibu dan Mama saling berpelukan.Hari ini kami akan kembali pulang ke rumah orangtua Mas Bayu setelah pernikahan Mbak Asih usai digelar kemarin.Aku sudah sejak beberapa hari di sini. Sementara Mama, Papa juga Mas Bayu baru datang sehari sebelum hari H. Karena pekerjaan yang gak bisa ditinggal."Ibuk jaga kesehatan ya, kalau ada apa-apa cepat kabari Nawang," kataku, kupeluk malaikat tak bersayapku ini dengan erat."Iya. Ibuk udah sehat. Kamu lihat sendiri kan? Asalkan lihat ana
Sepertinya Mas Bayu mulai memahami perasaanku. Mudah-mudahan dengan munculnya Karin, tak merusak kebahagiaan yang baru saja kurasakan dengan Mas Bayu."Sebentar," kata Mas Bayu. Dia merogoh saku celananya, ternyata ada panggilan di gawainya."Halo Ma." Ternyata Mama yang menelepon."Kan sudah ada Mama dan Papa. Lagian kasian Nawang ditinggal sendiri," sahut Mas Bayu. Entah apa yang dikatakan Mama. Mas Bayu diam sesaat mendengarkan suara Mama. Aku tak bisa mendengarnya, karena Mas Bayu tidak mengaktifkan speaker."Ya sudah, Bayu kesana. Masih di ruangan IGD kan?" Mas Bayu mematikan sambungan teleponnya setelah mendengar jawaban Mama."Yuk kita ke
Naldi dan Asih terperangah melihat kehadiran Rika yang datang berdua dengan Pur ke rumah mereka. Sempat terlintas pikiran buruk di benak mereka. Apalagi mendengar Pur dan Rika mengutarakan niat mereka untuk menikah. "Bagaimana kalian bisa saling kenal? Tau-tau kalian ingin menikah?" selidik Naldi. "Tak perlu kami ceritakan bagaimana prosesnya. Yang jelas, keinginan kami sungguh-sungguh untuk menikah," jawab Pur. Dia merasa tak perlu berbagi cerita tentang niat terselubung mereka pada awalnya. Yang terpenting sekarang, dia dan Rika sungguh-sungguh ingin menjalin cinta mereka sendiri. Tanpa mengusik jalinan cinta orang lain lagi. "Tapi Rika masih kuliah, pasti Ayah tak akan mengizinkannya menikah semuda ini. Apalagi dengan orang yang usianya jauh lebih tua." "Aku tetap mengizinkan Rika menyambung kuliahnya. Tapi dia harus balik lagi ke Kalimantan. Soal usia, aku rasa tak masalah. Asal Rika nyaman." Naldi memandangi wajah adiknya. Naldi melihat harapan besar akan restunya buat Rika,
Hari-hari terus berlalu, hubungan Rika dan Asih semakin akrab. Rika juga tetap menjalankan aktifitasnya bersama Pur. Menghabiskan sore hari dengan bermandi peluh, menikmati kenikmatan sesaat. Sebelum tujuannya tercapai, Rika tak akan berhenti. "Huh, kamu gagal!" Rika langsung memukul Pur, saat baru saja Pur membuka pintu kamarnya di hotel.Pur bingung, melihat tingkah Rika kali ini. Biasanya Rika datang langsung mendorongnya ke atas tempat tidur. Rika bertindak lebih agresif memang. Dia yang selalu memulai duluan, tanpa menciptakan suasana romantis sebelum memulainya.Jelas saja, tak dibutuhkan romantisme. Tak ada cinta di antara mereka. Mereka melakukan itu hanya untuk memuluskan rencana mereka saja.Ada sedikit penyesalan di hati Pur. Sejak awal manis madu Rika dia reguk. Dia tau, Rika gadis yang tak mudah mengobral diri. Terbukti, meski perangainya terlalu menyebalkan. Tapi dia masih bisa menjaga kesucian. Dia menyerahkan pada Pur hanya untuk satu tujuan. Merebut Naldi dari Asih.
Naldi memandangi gawainya cukup lama. Dia merasa heran dengan sikap Rika barusan saat dia hubungi. Kenapa Rika tan sepertinya? batinnya. Bukan dia tak menyenangi perubahan Rika yang sepertinya sudah bisa menerima pernikahannya dengan Asih. Tapi terlalu mendadak bagi Naldi. Masih dia ingat, bagaimana sikap Rika terakhir kali. Ada rasa curiga terselip di hatinya. "Apa Rika sedang merencanakan sesuatu?" gumamnya. "Bang!" "Ya!" sahut Naldi mendengar panggilan Rika dari dapur yang ada di lantai bawah."Tolongin dong!" kata Asih. Tanpa bertanya, pertolongan seperti apa yang diinginkan istrinya. Naldi bangkit dari peraduan, diletakkan kacamata yang sedari tadi bertengger di hidungnya ke atas meja kerjanya beserta dengan file yang ada ditangannya. Dia segera keluar kamar dan menuruni anak tangga satu persatu. Langsung menuju ke arah dapur. "Tolong apa, Dek?" tanyanya saat sudah sampai di dapur."Ini, tolong buatkan sangkutan buat menyangkutkan wajan juga panci." Naldi langsung memenuhi
"Syukurlah, sekarang Karin sudah keluar dari rumah ini. Kalau tidak, kita pasti akan dalam masalah lebih besar," kata Papa Bayu setelah mendengar cerita Bayu, tentang kronologi perempuan bernama Ayu mencari Karin hingga membawa orang-orang suruhan, membuat kekacauan di rumah mereka."Bayu juga nggak nyangka Pa. Karin bisa terlibat dengan sindikat seperti itu." "Begitulah, kalau terlalu materialistis. Gak pikir panjang, kalau mau berbuat sesuatu. Ada hikmahnya juga, dia dulu ninggalin kamu." "Iya Pa. Hikmah terbesarnya, Bayu bisa punya istri seperti Nawang," kata Bayu melirik Nawang yang pura-pura asik mencari channel siaran yang menarik di tivi. Padahal dia juga mendengar pembicaraan bapak dan anak itu. Nawang mencoba menutupi semburat merah di pipinya dengan pura-pura mencium ujung rambutnya sendiri.Nawang tak henti mengucap syukur di dalam hatinya, ternyata kesabarannya berbuah manis. Meski sempat hampir menyerah menghadapi sikap temperamental Bayu. Namun kesempatan kedua yang di
Karin benar-benar merasa bingung sekarang. Kalau dia menyeret nama Bram, dia khawatir keselamatan keluarganya akan terancam. Bram merupakan otak dari sindikat perdagangan manusia. Bisnis prostitusinya sangat sulit diendus pihak berwajib. Bukan hanya secara online, Bram juga menjalani bisnisnya secara offline, yang menyasar kalangan atas. Bram pasti tidak akan tinggal diam. Selama ini dia selalu bekerja di belakang layar dan sangat rapi, wanita-wanita yang dia pekerjakan tak ada yang mengenalnya. Hingga sulit bagi polisi untuk melacaknya. "Saudari Karin, sebaiknya Anda bekerja sama. Kalau Anda kooperatif, itu dapat mengurangi hukuman Anda." Penyidik terus memperhatikan ekspresi Karin, yang jelas ketakutan juga kebingungan."Apa … Anda sedang merasa terancam?" tanya penyidik. Karin masih saja bungkam."Kami akan memberi perlindungan pada Anda, kalau benar ada yang mengancam keselamatan Anda," kata penyidik. Karin tetap saja tidak berani buka suara, meski polisi berjanji akan melindungi
Sementara itu di tempat lain. Rika datang menemui Pur ke hotel tempatnya menginap. Rika mengambil gawainya dari dalam tas. Dicarinya nama Pur, tertera tulisan Secret Man. Dihubunginya melalui aplikasi bergambar gagang telepon berwarna hijau."Aku sudah di depan hotel," kata Rika langsung tanpa basa basi, saat Pur mengangkat panggilannya."Aku di kamar Melati. Kamu temui saja customer service, nanti aku akan menghubunginya. Aku akan beritahu dia, kalau kamu adalah tamuku." Klik, Rika langsung mematikan gawaiya. Kakinya melangkah dengan mantap masuk ke dalam hotel, tak ada keraguan sedikitpun ataupun merasa risih, dia akan mendatangi seorang pria yang usianya jauh lebih tua darinya. "Selamat siang, ada yang bisa dibantu?" sambut customer service ramah, saat Rika sudah ada di hadapannya."Saya mau ke kamar Melati," jawab Rika."Oh iya, tadi sudah diberitahu kalau akan ada tamu. Silahkan naik ke lantai tiga, sebelah kiri, kamar ketiga, nanti ada tulisan kamar Melati di pintunya. Terima
Seorang polisi juga ikut ke kamar tamu bersama dengan Bayu. Mata mereka memindai setiap sudut kamar, hingga bawah kolong tempat tidur juga di dalam lemari, tak ditemukan keberadaan Karin. "Apa mungkin dia keluar sebelum orang-orang tadi datang?" gumam Bayu. Bukan tanpa alasan Bayu berpikir seperti itu. Seluruh rumah mereka memiliki jerjak besi di tiap jendela juga pintunya, tak mungkin bagi Karin bisa keluar tanpa diketahui siapa pun. "Karin! Keluar!" teriak Bayu, matanya nyalang. Dia geram, karena Karin tak kunjung keluar dari persembunyian. Padahal polisi sudah mengamankan ke empat orang yang mencarinya."Saudari Karin! Sebaiknya anda keluar, sudah aman sekarang. Orang yang mencari anda sudah ditahan!" polisi berpangkat kapten yang bersama Bayu juga turut memanggil Karin.Karin mendengar, tapi dia terlalu takut untuk keluar. Dia bertahan di tempat persembunyiannya, berencana akan kabur bila nanti ada kesempatan. Menunggu Bayu dan keluarganya lengah. Dia tak may polisi menahannya.
Laki-laki itu langsung masuk ke kamar tamu. Kali ini Nawang tak lagi mencegahnya. Dia mengambil gawai yang ada di saku celananya. Mencoba menghubungi Bayu."Anak ganteng." Nawang berhenti, urung menghubungi Bayu. Saat dilihatnya wanita itu mengangkat Bayu tinggi-tinggi seolah hendak menghempaskan tubuh putranya.Nawang dan Mama Bayu sangat khawatir, kalau perempuan itu benar akan menghempaskan tubuh Tama. Tama justru tertawa-tawa, merasa senang saat perempuan itu berulangkali melempar tubuhnya ke udara lalu menangkapnya lagi. Tama mengira, perempuan itu sedang mengajaknya main."Tolong, lepasin anak saya." Karin memelas pada wanita itu. Tapi tak diindahkan."Dia gak ada bos," kata laki-laki tadi keluar dari ka
Cipto menggeleng-gelengkan kepalanya, menghembuskan nafasnya perlahan. Membuat Bayu bingung dengan sikap Cipto."Apa Karin yang mengatakan begitu?" tanya laki-laki berjenggot itu."Ya," jawab Bayu seraya mengangguk."Maafkan aku, jujur, dulu aku memang sangat menggilai dia. Sampai tak berpikir panjang waktu itu. Memang kuakui, beberapa hari sebelum kalian menikah, aku masih berusaha membujuk Karin untuk kembali." Cipto mulai bercerita. Bayu tak berniat menyelanya. Sudah tak lagi ada amarah di hatinya, karena perbuatan Cipto yang ingin merebut Karin kembali dulu. Semua itu hanya tinggal masa lalu back Bayu."Tapi waktu itu Karin menolak. Dengan alasan, dia sudah tak mencintai aku. Dan kamu lebih memiliki segalanya da