Sepertinya Mas Bayu mulai memahami perasaanku. Mudah-mudahan dengan munculnya Karin, tak merusak kebahagiaan yang baru saja kurasakan dengan Mas Bayu.
"Sebentar," kata Mas Bayu. Dia merogoh saku celananya, ternyata ada panggilan di gawainya.
"Halo Ma." Ternyata Mama yang menelepon.
"Kan sudah ada Mama dan Papa. Lagian kasian Nawang ditinggal sendiri," sahut Mas Bayu. Entah apa yang dikatakan Mama. Mas Bayu diam sesaat mendengarkan suara Mama. Aku tak bisa mendengarnya, karena Mas Bayu tidak mengaktifkan speaker.
"Ya sudah, Bayu kesana. Masih di ruangan IGD kan?" Mas Bayu mematikan sambungan teleponnya setelah mendengar jawaban Mama.
"Yuk kita ke
"Sebentar, Mas telpon Deni dulu. Mas mau minta dia ke rumah orangtua Karin," kata Mas Bayu. Mas Bayu mengeluarkan gawainya, lalu melakukan panggilan video ke Bang Deni, salah satu staff sekaligus sahabatnya."Halo Den, lu masih ingat rumah Karin kan?" Mas Bayu langsung to the point."Karin … mantanmu?" tanya Bang Deni.Mas Bayu sepertinya sengaja melakukan panggilan video, biar aku juga bisa ikut mendengar apa yang mereka bicarakan. Sepertinya Mas Bayu sangat bersungguh-sungguh membuktikan dirinya telah berubah. Tak ada hal lagi yang harus ditutupinya di depanku."Iya," jawab Mas Bayu dengan nada malas."Inget gak alamatnya du
"Mas, kita mau kemana?" tanyaku heran."Ikut saja," katanya.Mas Bayu malah menarik tanganku untuk merangkulnya erat. "Mas mau bawa kamu ke suatu tempat.""Suatu tempat?" tanyaku."Iya. Jangan banyak tanya, nanti jadi gak surprise," kata Mas Bayu, bikin aku penasaran saja.Mas Bayu menggenggam tanganku erat. Jantungku berdegup kencang, rasa bahagia seketika merajai hatiku."Tapi udah mau malam, ntar Tama nangis."Mas Bayu menepikan motornya. Dia mengeluarkan gawainya, lalu seperti mengirim pesan pada seseorang
Wanita mana yang tak cemas, bila melihat cinta lama suaminya kembali lagi dengan membawa duka."Ngapain.""Eh, Mama." Aku terkejut, tau-tau Mama sudah ada di sebelahku."Kenapa liatin Karin," bisik Mama. Mungkin takut Karin terbangun."Gapapa Ma. Kasian aja, kok bisa dia datang dengan keadaan seperti ini," kataku beralasan. Aku segera berjalan ke arah dapur. Mama mengikuti aku. Beliau terus saja memperhatikan aku, membuat aku sedikit salah tingkah."Masak apa Ma?" tanyaku mencoba mengalihkan perhatian Mama."Nasi goreng aja, sama telur mata sapi," jawab Mama.
"Berlebihan gimana sih, Pa?" Mama tak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Papa."Sikap Mama. Takutnya Karin berpikir, Mama masih mengharapkan dia jadi mantu. Lagian Mama juga harus jaga perasaan Nawang." Usai mengatakan itu, Papa meminum teh manisnya. Aku jadi merasa tak enak. Karena Papa melibatkan namaku."Mama cuma kasihan, Pa.""Iya, tapi sikap Mama biasa saja. Kita juga gak tau, kenapa dia jadi seperti itu. Sama seperti dulu. Saat dia pergi begitu saja, kita juga tak tau sebabnya apa.""Makanya itu, Mama pengen tau, kenapa dia dulu bisa pergi meninggalkan Bayu. Mama mau tanya, apa alasannya.""Buat apa? Gak perlu lagi kita tau se
Begitu melihatku, Mas Bayu menggeser sedikit duduknya. Memberi ruang untukku duduk. Tanpa suara dia seakan memintaku untuk duduk di sebelahnya."Ya sudah, apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Mas Bayu pada Karin setelah aku duduk di sebelahnya.Karin menatap Mas Bayu, pandangannya sangat sayu. Tergambar jelas rasa cinta yang begitu besar di manik matanya yang indah."Mas, aku minta maaf–""Kalau hanya ingin minta maaf. Buat apa harus berkumpul seperti ini? Aku sudah memaafkanmu!" Mas Bayu langsung menyela kalimat Karin."Aku tau, Mas pasti sangat benci sama aku. Karena aku sudah pergi tanpa meninggalkan pesan apapun."
"Kamu gak papa kan, kalau sementara kita tinggal di sini?" tanya Bang Naldi. Saat ini kami baru saja pindah ke sebuah ruko, yang kami jadikan tempat tinggal juga tempat usaha.Ruko ini bertingkat tiga, dan tak terlalu besar. Di tingkat bawah, rencananya akan kami buat untuk tempat usaha cateringku. Di tingkat dua, ada dua kamar. Dan di tingkat tiga, akan disulap jadi kantor kecil-kecilan Bang Naldi. Kalau menerima klien nantinya."Gak papa lah, Bang. Ini juga udah bagus kok. Lokasinya juga, pas di jantung kota. Mudah-mudahan di ruko ini, usaha kita akan berkembang dengan lebih baik. Pekerjaan Abang juga bisa lancar," jawabku."Aamiin. Nggak salah Abang milih kamu jadi istri. Kamu memang istri yang bisa diajak susah." Bang Naldi menatapku dalam ke manik mataku. Ak
"Dek, nanti sebelum jemput Fatin. Kita cari kos buat Rika ya. Yang dekat sama kampusnya aja," kata Bang Naldi lalu menyeruput teh manis yang kusuguhkan di hadapannya.Pagi ini kami hanya sarapan pakai roti juga segelas teh manis. Nanti beli lontong di luar saja."Terserah Abang aja. Apa dia mau?""Harus mau. Ayah yang suruh carikan kos buat dia. Abang sekarang merasa gak nyaman sama dia. Bukannya Abang gak menyayanginya lagi. Tapi, makin kesini, dia makin kurang ajar.""Mungkin dia belum bisa menerima keputusan Abang.""Seharusnya, setelah kita resmi jadi suami istri. Dia bisa menjaga jarak sama Abang, kalau dia gak bisa menguasai perasaan
"Kamu itu punya malu gak sih! Kamu itu perempuan, masih gadis. Lihat pakaianmu! Apa pantas kamu peluk-peluk suami orang dengan keadaan begini," cecar Asih dengan mata melotot pada Rika setelah melepaskan paksa pelukan Rika dari tubuh suaminya. Kali ini Asih harus tegas pada Rika. Atau pernikahan yang baru saja dibina akan karam sebelum sempat berlayar jauh. "Kan, sama Abangku sendiri!" Rika juga tak mau kalah. Dia merasa tak salah atas apa yang dilakukannya. Gadis berkulit putih itu masih tetap berusaha merangkul Naldi, meski Naldi berusaha menepis tangannya. Dia sudah kehilangan marwahnya sebagai seorang wanita, karena cinta buta yang tak kunjung berbalas. "Nah, kamu tau! Kalau Naldi ini, Abangmu. Jadi kenapa kamu masih saja keras kepala?!" kata Asih menunjuk ke
Naldi dan Asih terperangah melihat kehadiran Rika yang datang berdua dengan Pur ke rumah mereka. Sempat terlintas pikiran buruk di benak mereka. Apalagi mendengar Pur dan Rika mengutarakan niat mereka untuk menikah. "Bagaimana kalian bisa saling kenal? Tau-tau kalian ingin menikah?" selidik Naldi. "Tak perlu kami ceritakan bagaimana prosesnya. Yang jelas, keinginan kami sungguh-sungguh untuk menikah," jawab Pur. Dia merasa tak perlu berbagi cerita tentang niat terselubung mereka pada awalnya. Yang terpenting sekarang, dia dan Rika sungguh-sungguh ingin menjalin cinta mereka sendiri. Tanpa mengusik jalinan cinta orang lain lagi. "Tapi Rika masih kuliah, pasti Ayah tak akan mengizinkannya menikah semuda ini. Apalagi dengan orang yang usianya jauh lebih tua." "Aku tetap mengizinkan Rika menyambung kuliahnya. Tapi dia harus balik lagi ke Kalimantan. Soal usia, aku rasa tak masalah. Asal Rika nyaman." Naldi memandangi wajah adiknya. Naldi melihat harapan besar akan restunya buat Rika,
Hari-hari terus berlalu, hubungan Rika dan Asih semakin akrab. Rika juga tetap menjalankan aktifitasnya bersama Pur. Menghabiskan sore hari dengan bermandi peluh, menikmati kenikmatan sesaat. Sebelum tujuannya tercapai, Rika tak akan berhenti. "Huh, kamu gagal!" Rika langsung memukul Pur, saat baru saja Pur membuka pintu kamarnya di hotel.Pur bingung, melihat tingkah Rika kali ini. Biasanya Rika datang langsung mendorongnya ke atas tempat tidur. Rika bertindak lebih agresif memang. Dia yang selalu memulai duluan, tanpa menciptakan suasana romantis sebelum memulainya.Jelas saja, tak dibutuhkan romantisme. Tak ada cinta di antara mereka. Mereka melakukan itu hanya untuk memuluskan rencana mereka saja.Ada sedikit penyesalan di hati Pur. Sejak awal manis madu Rika dia reguk. Dia tau, Rika gadis yang tak mudah mengobral diri. Terbukti, meski perangainya terlalu menyebalkan. Tapi dia masih bisa menjaga kesucian. Dia menyerahkan pada Pur hanya untuk satu tujuan. Merebut Naldi dari Asih.
Naldi memandangi gawainya cukup lama. Dia merasa heran dengan sikap Rika barusan saat dia hubungi. Kenapa Rika tan sepertinya? batinnya. Bukan dia tak menyenangi perubahan Rika yang sepertinya sudah bisa menerima pernikahannya dengan Asih. Tapi terlalu mendadak bagi Naldi. Masih dia ingat, bagaimana sikap Rika terakhir kali. Ada rasa curiga terselip di hatinya. "Apa Rika sedang merencanakan sesuatu?" gumamnya. "Bang!" "Ya!" sahut Naldi mendengar panggilan Rika dari dapur yang ada di lantai bawah."Tolongin dong!" kata Asih. Tanpa bertanya, pertolongan seperti apa yang diinginkan istrinya. Naldi bangkit dari peraduan, diletakkan kacamata yang sedari tadi bertengger di hidungnya ke atas meja kerjanya beserta dengan file yang ada ditangannya. Dia segera keluar kamar dan menuruni anak tangga satu persatu. Langsung menuju ke arah dapur. "Tolong apa, Dek?" tanyanya saat sudah sampai di dapur."Ini, tolong buatkan sangkutan buat menyangkutkan wajan juga panci." Naldi langsung memenuhi
"Syukurlah, sekarang Karin sudah keluar dari rumah ini. Kalau tidak, kita pasti akan dalam masalah lebih besar," kata Papa Bayu setelah mendengar cerita Bayu, tentang kronologi perempuan bernama Ayu mencari Karin hingga membawa orang-orang suruhan, membuat kekacauan di rumah mereka."Bayu juga nggak nyangka Pa. Karin bisa terlibat dengan sindikat seperti itu." "Begitulah, kalau terlalu materialistis. Gak pikir panjang, kalau mau berbuat sesuatu. Ada hikmahnya juga, dia dulu ninggalin kamu." "Iya Pa. Hikmah terbesarnya, Bayu bisa punya istri seperti Nawang," kata Bayu melirik Nawang yang pura-pura asik mencari channel siaran yang menarik di tivi. Padahal dia juga mendengar pembicaraan bapak dan anak itu. Nawang mencoba menutupi semburat merah di pipinya dengan pura-pura mencium ujung rambutnya sendiri.Nawang tak henti mengucap syukur di dalam hatinya, ternyata kesabarannya berbuah manis. Meski sempat hampir menyerah menghadapi sikap temperamental Bayu. Namun kesempatan kedua yang di
Karin benar-benar merasa bingung sekarang. Kalau dia menyeret nama Bram, dia khawatir keselamatan keluarganya akan terancam. Bram merupakan otak dari sindikat perdagangan manusia. Bisnis prostitusinya sangat sulit diendus pihak berwajib. Bukan hanya secara online, Bram juga menjalani bisnisnya secara offline, yang menyasar kalangan atas. Bram pasti tidak akan tinggal diam. Selama ini dia selalu bekerja di belakang layar dan sangat rapi, wanita-wanita yang dia pekerjakan tak ada yang mengenalnya. Hingga sulit bagi polisi untuk melacaknya. "Saudari Karin, sebaiknya Anda bekerja sama. Kalau Anda kooperatif, itu dapat mengurangi hukuman Anda." Penyidik terus memperhatikan ekspresi Karin, yang jelas ketakutan juga kebingungan."Apa … Anda sedang merasa terancam?" tanya penyidik. Karin masih saja bungkam."Kami akan memberi perlindungan pada Anda, kalau benar ada yang mengancam keselamatan Anda," kata penyidik. Karin tetap saja tidak berani buka suara, meski polisi berjanji akan melindungi
Sementara itu di tempat lain. Rika datang menemui Pur ke hotel tempatnya menginap. Rika mengambil gawainya dari dalam tas. Dicarinya nama Pur, tertera tulisan Secret Man. Dihubunginya melalui aplikasi bergambar gagang telepon berwarna hijau."Aku sudah di depan hotel," kata Rika langsung tanpa basa basi, saat Pur mengangkat panggilannya."Aku di kamar Melati. Kamu temui saja customer service, nanti aku akan menghubunginya. Aku akan beritahu dia, kalau kamu adalah tamuku." Klik, Rika langsung mematikan gawaiya. Kakinya melangkah dengan mantap masuk ke dalam hotel, tak ada keraguan sedikitpun ataupun merasa risih, dia akan mendatangi seorang pria yang usianya jauh lebih tua darinya. "Selamat siang, ada yang bisa dibantu?" sambut customer service ramah, saat Rika sudah ada di hadapannya."Saya mau ke kamar Melati," jawab Rika."Oh iya, tadi sudah diberitahu kalau akan ada tamu. Silahkan naik ke lantai tiga, sebelah kiri, kamar ketiga, nanti ada tulisan kamar Melati di pintunya. Terima
Seorang polisi juga ikut ke kamar tamu bersama dengan Bayu. Mata mereka memindai setiap sudut kamar, hingga bawah kolong tempat tidur juga di dalam lemari, tak ditemukan keberadaan Karin. "Apa mungkin dia keluar sebelum orang-orang tadi datang?" gumam Bayu. Bukan tanpa alasan Bayu berpikir seperti itu. Seluruh rumah mereka memiliki jerjak besi di tiap jendela juga pintunya, tak mungkin bagi Karin bisa keluar tanpa diketahui siapa pun. "Karin! Keluar!" teriak Bayu, matanya nyalang. Dia geram, karena Karin tak kunjung keluar dari persembunyian. Padahal polisi sudah mengamankan ke empat orang yang mencarinya."Saudari Karin! Sebaiknya anda keluar, sudah aman sekarang. Orang yang mencari anda sudah ditahan!" polisi berpangkat kapten yang bersama Bayu juga turut memanggil Karin.Karin mendengar, tapi dia terlalu takut untuk keluar. Dia bertahan di tempat persembunyiannya, berencana akan kabur bila nanti ada kesempatan. Menunggu Bayu dan keluarganya lengah. Dia tak may polisi menahannya.
Laki-laki itu langsung masuk ke kamar tamu. Kali ini Nawang tak lagi mencegahnya. Dia mengambil gawai yang ada di saku celananya. Mencoba menghubungi Bayu."Anak ganteng." Nawang berhenti, urung menghubungi Bayu. Saat dilihatnya wanita itu mengangkat Bayu tinggi-tinggi seolah hendak menghempaskan tubuh putranya.Nawang dan Mama Bayu sangat khawatir, kalau perempuan itu benar akan menghempaskan tubuh Tama. Tama justru tertawa-tawa, merasa senang saat perempuan itu berulangkali melempar tubuhnya ke udara lalu menangkapnya lagi. Tama mengira, perempuan itu sedang mengajaknya main."Tolong, lepasin anak saya." Karin memelas pada wanita itu. Tapi tak diindahkan."Dia gak ada bos," kata laki-laki tadi keluar dari ka
Cipto menggeleng-gelengkan kepalanya, menghembuskan nafasnya perlahan. Membuat Bayu bingung dengan sikap Cipto."Apa Karin yang mengatakan begitu?" tanya laki-laki berjenggot itu."Ya," jawab Bayu seraya mengangguk."Maafkan aku, jujur, dulu aku memang sangat menggilai dia. Sampai tak berpikir panjang waktu itu. Memang kuakui, beberapa hari sebelum kalian menikah, aku masih berusaha membujuk Karin untuk kembali." Cipto mulai bercerita. Bayu tak berniat menyelanya. Sudah tak lagi ada amarah di hatinya, karena perbuatan Cipto yang ingin merebut Karin kembali dulu. Semua itu hanya tinggal masa lalu back Bayu."Tapi waktu itu Karin menolak. Dengan alasan, dia sudah tak mencintai aku. Dan kamu lebih memiliki segalanya da