"Kamu gak papa kan, kalau sementara kita tinggal di sini?" tanya Bang Naldi. Saat ini kami baru saja pindah ke sebuah ruko, yang kami jadikan tempat tinggal juga tempat usaha.
Ruko ini bertingkat tiga, dan tak terlalu besar. Di tingkat bawah, rencananya akan kami buat untuk tempat usaha cateringku. Di tingkat dua, ada dua kamar. Dan di tingkat tiga, akan disulap jadi kantor kecil-kecilan Bang Naldi. Kalau menerima klien nantinya.
"Gak papa lah, Bang. Ini juga udah bagus kok. Lokasinya juga, pas di jantung kota. Mudah-mudahan di ruko ini, usaha kita akan berkembang dengan lebih baik. Pekerjaan Abang juga bisa lancar," jawabku.
"Aamiin. Nggak salah Abang milih kamu jadi istri. Kamu memang istri yang bisa diajak susah." Bang Naldi menatapku dalam ke manik mataku. Ak
"Dek, nanti sebelum jemput Fatin. Kita cari kos buat Rika ya. Yang dekat sama kampusnya aja," kata Bang Naldi lalu menyeruput teh manis yang kusuguhkan di hadapannya.Pagi ini kami hanya sarapan pakai roti juga segelas teh manis. Nanti beli lontong di luar saja."Terserah Abang aja. Apa dia mau?""Harus mau. Ayah yang suruh carikan kos buat dia. Abang sekarang merasa gak nyaman sama dia. Bukannya Abang gak menyayanginya lagi. Tapi, makin kesini, dia makin kurang ajar.""Mungkin dia belum bisa menerima keputusan Abang.""Seharusnya, setelah kita resmi jadi suami istri. Dia bisa menjaga jarak sama Abang, kalau dia gak bisa menguasai perasaan
"Kamu itu punya malu gak sih! Kamu itu perempuan, masih gadis. Lihat pakaianmu! Apa pantas kamu peluk-peluk suami orang dengan keadaan begini," cecar Asih dengan mata melotot pada Rika setelah melepaskan paksa pelukan Rika dari tubuh suaminya. Kali ini Asih harus tegas pada Rika. Atau pernikahan yang baru saja dibina akan karam sebelum sempat berlayar jauh. "Kan, sama Abangku sendiri!" Rika juga tak mau kalah. Dia merasa tak salah atas apa yang dilakukannya. Gadis berkulit putih itu masih tetap berusaha merangkul Naldi, meski Naldi berusaha menepis tangannya. Dia sudah kehilangan marwahnya sebagai seorang wanita, karena cinta buta yang tak kunjung berbalas. "Nah, kamu tau! Kalau Naldi ini, Abangmu. Jadi kenapa kamu masih saja keras kepala?!" kata Asih menunjuk ke
Karin jelas saja merasa bingung, karena semua yang dia ceritakan tak sepenuhnya adalah kenyataan yang terjadi.'Mati aku, kalau sampai mereka lapor polisi' batin Karin."Gimana Karin. Kamu siap bersaksi kan. Kita harus melaporkan Cipto. Kalau benar dia menjual kamu, bukan tidak mungkin dia akan mencari mangsa lain. Atau mungkin, dia akan terus mencari kamu. Karena kamu adalah aset baginya," kata Papa Bayu. Matanya tak lepas memandang wajah Karin yang terus menunduk sambil memilin ujung bajunya.Karin diam, bingung mau jawab bagaimana. Kalau dia nekat melaporkan Cipto ke polisi. Polisi pasti akan menyelidiki hal yang sebenarnya. Cipto pasti tidak akan tinggal diam juga."Sa–saya takut Om." Karin gugup. Di
"Aku nanya, mana kunci motor?!" Pur tetap saja ketus, tanpa menghiraukan pertanyaan Ira.Ira masih bingung, tapi tetap masuk kembali ke dalam rumahnya mengambil kunci motor yang ada di meja rias di kamarnya."Ini Mas." Diserahkannya kunci motor itu pada Pur. Dia berusaha menahan diri, agar tak banyak tanya lagi. Saat ini dia harus berbaik-baik pada Pur. Atau atm berjalannya itu akan ngambek, dan tak lagi mengeluarkan uang untuknya.Pur menerima kunci itu, tanpa berucap apapun pada Ira juga keluarganya. Dituntunnya tangan Farel menuju ke halaman rumah, tempat sepeda motor matic milik Asih dulu terparkir. Sepeda motor yang dia berikan untuk hadiah ulang tahun Asih, tapi akhirnya dikuasai oleh Ira.Pu
"Mas, apa maksud kamu ngirim pengacara, untuk ngusir aku?!" kata Ira langsung berkacak pinggang menyambut Pur.Pak Samsul menggelengkan kepala melihat Ira. "Pantas dia diceraikan," gumamnya sangat pelan."Sudah lama Pak." Pur langsung menghampiri Pak Samsul dan mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan pengacaranya itu, tanpa mengindahkan Ira."Baru saja, Pak," kata Pak Samsul."Gimana, sudah bicara dengan mantan saya?" tanya Pur seolah tak melihat Ira dan keluarganya, yang terus menatap tajam padanya."Maksud kamu apa Mas. Kenapa pakai pengacara segala!" Ira menarik bahu Pur dengan kasar."
Sementara itu, Nawang dan Bayu mulai menikmati waktu mereka berdua. Bayu mengajak Nawang ke tempat SPA terbaik di kota mereka. Dia memilih paket VIP hanya untuk memanjakan Nawang."Mas, menurut kamu Karin itu jujur gak sih?" tanya Nawang, yang merilekskan tubuhnya saat terapis mulai memijat tubuhnya dengan lulur. Sementara Bayu duduk menunggu di sofa yang sudah disediakan. Tadinya dia ingin membaca majalah yang juga disediakan pihak SPA, untuk mengusir rasa jenuh. Tapi diurungkan sejenak, demi menjawab pertanyaan istrinya."Mas yakin, ada yang dia sembunyikan. Tadi itu dia hanya pura-pura saja.""Ah, masak sih Mas," kata Nawang tanpa bisa menunjukkan ekspresinya. Padahal dia juga berpikir yang sama dengan Bayu . Tubuhnya tengah tengkurap, matanya juga dipejamkan agar bisa me
Nawang membuka matanya, kala mendengar suara ayam mulai berkokok menandakan pagi telah menyapa. Alunan merdu suara audio ayat suci Alqur'an juga sudah dilantunkan dari toa Mesjid. Memang Mesjid agak jauh dari rumah mereka, tapi di suasana yang masih hening begini, suaranya bisa terdengar sampai ke rumah mereka.Dia menoleh ke samping, tersenyum memandang wajah suaminya yang masih dibuai mimpi dengan tangan di kalungkan pada perut Nawang. Nawang menghadapkan tubuhnya ke samping tepat menatap wajah tampan suaminya. Dipegangnya lembut wajah Bayu, yang masih terdengar jelas dengkuran halusnya. Dia sangat lelah setelah tadi malam bertempur habis-habisan dengan Nawang.Sejak keputusan mereka untuk kembali merajut mahligai rumah tangga yang sempat terurai. Bayu selalu berusaha mengganti waktu yang hilang dengan membahagiakan Nawang. B
Sementara Nawang dan Bayu masih terus memikirkan cara mengeluarkan Karin dari rumah. Pur juga masih memikirkan cara mengusir Ira dan keluarganya dari rumahnya.Pur menoleh ke sumber suara, ternyata yang datang Bu Lasmi, kakak tertuanya yang merupakan sahabat Ibu Nawang dan Asih. Tapi persahabatan mereka hancur, karena ulah Pur yang sangat menyakiti hati Asih."Kita bicarakan semuanya baik-baik di dalam. Apa nggak malu diliatin banyak orang begini," kata Pak Rt. Memang semakin banyak orang yang menonton pertunjukan gratis, drama rumah tangga Ira dan Pur yang seharusnya udah ending, tapi ada ekstra part nya."Apa-apaan kalian ini. Bikin malu saja." Bu Lasmi melengos melihat Ira dan keluarganya. Lalu langsung berjalan duluan masuk ke dalam rumah Pur.