Nawang membuka matanya, kala mendengar suara ayam mulai berkokok menandakan pagi telah menyapa. Alunan merdu suara audio ayat suci Alqur'an juga sudah dilantunkan dari toa Mesjid. Memang Mesjid agak jauh dari rumah mereka, tapi di suasana yang masih hening begini, suaranya bisa terdengar sampai ke rumah mereka.
Dia menoleh ke samping, tersenyum memandang wajah suaminya yang masih dibuai mimpi dengan tangan di kalungkan pada perut Nawang. Nawang menghadapkan tubuhnya ke samping tepat menatap wajah tampan suaminya. Dipegangnya lembut wajah Bayu, yang masih terdengar jelas dengkuran halusnya. Dia sangat lelah setelah tadi malam bertempur habis-habisan dengan Nawang.
Sejak keputusan mereka untuk kembali merajut mahligai rumah tangga yang sempat terurai. Bayu selalu berusaha mengganti waktu yang hilang dengan membahagiakan Nawang. B
Sementara Nawang dan Bayu masih terus memikirkan cara mengeluarkan Karin dari rumah. Pur juga masih memikirkan cara mengusir Ira dan keluarganya dari rumahnya.Pur menoleh ke sumber suara, ternyata yang datang Bu Lasmi, kakak tertuanya yang merupakan sahabat Ibu Nawang dan Asih. Tapi persahabatan mereka hancur, karena ulah Pur yang sangat menyakiti hati Asih."Kita bicarakan semuanya baik-baik di dalam. Apa nggak malu diliatin banyak orang begini," kata Pak Rt. Memang semakin banyak orang yang menonton pertunjukan gratis, drama rumah tangga Ira dan Pur yang seharusnya udah ending, tapi ada ekstra part nya."Apa-apaan kalian ini. Bikin malu saja." Bu Lasmi melengos melihat Ira dan keluarganya. Lalu langsung berjalan duluan masuk ke dalam rumah Pur.
"Bagaimana cara memberi pengertian sama kamu. Rumah ini dibeli saat Asih menjadi istriku. Dia yang seharusnya lebih berhak, tapi kamu lihat dia tak menuntut rumah ini," kata Pur, berusaha meredam emosinya agar tak meledak."Dia gak menuntutkan, karena sudah dapat rumah yang lebih besar." Ira tetap saja merasa benar, dia berbicara seraya mengisak."Itu beda. Itu rumah hadiah dari Bapak untuk dia." Pur tetap membela Asih."Bu Ira, begini. Harta yang didapat dari hasil perkawinan, itu baru bisa disebut harta gono gini. Kalau sebelum Ibu menikah dengan Pak Pur, semua ini sudah ada. Itu berarti murni milik Pak Pur. Dan Pak Pur berhak untuk tak membaginya pada Ibu. Begini saja, kalau memang Ibu merasa harus mendapat pembagian harta gono gini. Apakah ada, harta yang berharga
Cipto menggeleng-gelengkan kepalanya, menghembuskan nafasnya perlahan. Membuat Bayu bingung dengan sikap Cipto."Apa Karin yang mengatakan begitu?" tanya laki-laki berjenggot itu."Ya," jawab Bayu seraya mengangguk."Maafkan aku, jujur, dulu aku memang sangat menggilai dia. Sampai tak berpikir panjang waktu itu. Memang kuakui, beberapa hari sebelum kalian menikah, aku masih berusaha membujuk Karin untuk kembali." Cipto mulai bercerita. Bayu tak berniat menyelanya. Sudah tak lagi ada amarah di hatinya, karena perbuatan Cipto yang ingin merebut Karin kembali dulu. Semua itu hanya tinggal masa lalu back Bayu."Tapi waktu itu Karin menolak. Dengan alasan, dia sudah tak mencintai aku. Dan kamu lebih memiliki segalanya da
Laki-laki itu langsung masuk ke kamar tamu. Kali ini Nawang tak lagi mencegahnya. Dia mengambil gawai yang ada di saku celananya. Mencoba menghubungi Bayu."Anak ganteng." Nawang berhenti, urung menghubungi Bayu. Saat dilihatnya wanita itu mengangkat Bayu tinggi-tinggi seolah hendak menghempaskan tubuh putranya.Nawang dan Mama Bayu sangat khawatir, kalau perempuan itu benar akan menghempaskan tubuh Tama. Tama justru tertawa-tawa, merasa senang saat perempuan itu berulangkali melempar tubuhnya ke udara lalu menangkapnya lagi. Tama mengira, perempuan itu sedang mengajaknya main."Tolong, lepasin anak saya." Karin memelas pada wanita itu. Tapi tak diindahkan."Dia gak ada bos," kata laki-laki tadi keluar dari ka
Seorang polisi juga ikut ke kamar tamu bersama dengan Bayu. Mata mereka memindai setiap sudut kamar, hingga bawah kolong tempat tidur juga di dalam lemari, tak ditemukan keberadaan Karin. "Apa mungkin dia keluar sebelum orang-orang tadi datang?" gumam Bayu. Bukan tanpa alasan Bayu berpikir seperti itu. Seluruh rumah mereka memiliki jerjak besi di tiap jendela juga pintunya, tak mungkin bagi Karin bisa keluar tanpa diketahui siapa pun. "Karin! Keluar!" teriak Bayu, matanya nyalang. Dia geram, karena Karin tak kunjung keluar dari persembunyian. Padahal polisi sudah mengamankan ke empat orang yang mencarinya."Saudari Karin! Sebaiknya anda keluar, sudah aman sekarang. Orang yang mencari anda sudah ditahan!" polisi berpangkat kapten yang bersama Bayu juga turut memanggil Karin.Karin mendengar, tapi dia terlalu takut untuk keluar. Dia bertahan di tempat persembunyiannya, berencana akan kabur bila nanti ada kesempatan. Menunggu Bayu dan keluarganya lengah. Dia tak may polisi menahannya.
Sementara itu di tempat lain. Rika datang menemui Pur ke hotel tempatnya menginap. Rika mengambil gawainya dari dalam tas. Dicarinya nama Pur, tertera tulisan Secret Man. Dihubunginya melalui aplikasi bergambar gagang telepon berwarna hijau."Aku sudah di depan hotel," kata Rika langsung tanpa basa basi, saat Pur mengangkat panggilannya."Aku di kamar Melati. Kamu temui saja customer service, nanti aku akan menghubunginya. Aku akan beritahu dia, kalau kamu adalah tamuku." Klik, Rika langsung mematikan gawaiya. Kakinya melangkah dengan mantap masuk ke dalam hotel, tak ada keraguan sedikitpun ataupun merasa risih, dia akan mendatangi seorang pria yang usianya jauh lebih tua darinya. "Selamat siang, ada yang bisa dibantu?" sambut customer service ramah, saat Rika sudah ada di hadapannya."Saya mau ke kamar Melati," jawab Rika."Oh iya, tadi sudah diberitahu kalau akan ada tamu. Silahkan naik ke lantai tiga, sebelah kiri, kamar ketiga, nanti ada tulisan kamar Melati di pintunya. Terima
Karin benar-benar merasa bingung sekarang. Kalau dia menyeret nama Bram, dia khawatir keselamatan keluarganya akan terancam. Bram merupakan otak dari sindikat perdagangan manusia. Bisnis prostitusinya sangat sulit diendus pihak berwajib. Bukan hanya secara online, Bram juga menjalani bisnisnya secara offline, yang menyasar kalangan atas. Bram pasti tidak akan tinggal diam. Selama ini dia selalu bekerja di belakang layar dan sangat rapi, wanita-wanita yang dia pekerjakan tak ada yang mengenalnya. Hingga sulit bagi polisi untuk melacaknya. "Saudari Karin, sebaiknya Anda bekerja sama. Kalau Anda kooperatif, itu dapat mengurangi hukuman Anda." Penyidik terus memperhatikan ekspresi Karin, yang jelas ketakutan juga kebingungan."Apa … Anda sedang merasa terancam?" tanya penyidik. Karin masih saja bungkam."Kami akan memberi perlindungan pada Anda, kalau benar ada yang mengancam keselamatan Anda," kata penyidik. Karin tetap saja tidak berani buka suara, meski polisi berjanji akan melindungi
"Syukurlah, sekarang Karin sudah keluar dari rumah ini. Kalau tidak, kita pasti akan dalam masalah lebih besar," kata Papa Bayu setelah mendengar cerita Bayu, tentang kronologi perempuan bernama Ayu mencari Karin hingga membawa orang-orang suruhan, membuat kekacauan di rumah mereka."Bayu juga nggak nyangka Pa. Karin bisa terlibat dengan sindikat seperti itu." "Begitulah, kalau terlalu materialistis. Gak pikir panjang, kalau mau berbuat sesuatu. Ada hikmahnya juga, dia dulu ninggalin kamu." "Iya Pa. Hikmah terbesarnya, Bayu bisa punya istri seperti Nawang," kata Bayu melirik Nawang yang pura-pura asik mencari channel siaran yang menarik di tivi. Padahal dia juga mendengar pembicaraan bapak dan anak itu. Nawang mencoba menutupi semburat merah di pipinya dengan pura-pura mencium ujung rambutnya sendiri.Nawang tak henti mengucap syukur di dalam hatinya, ternyata kesabarannya berbuah manis. Meski sempat hampir menyerah menghadapi sikap temperamental Bayu. Namun kesempatan kedua yang di