Amalia juga Ratih-ibunda Amalia merasa khawatir karena sampai malam begini Seno tak kunjung pulang, Ratih sudah mencari ke berbagai tempat yang biasanya Seno pergi namun sama sekali tak ada yang tau kemana perginya Seno bahkan Ratih baru tau dari temannya Seno jika hari ini suaminya tidak ke sawah.
Berulang kali Ratih berusaha meyakinkan diri dan berpikir suaminya akan baik-baik saja namun sekuat apapun Ratih menenangkan diri tak bisa menutup kemungkinan bahwa ia cemas pasalnya Seno sama sekali tak membahas apapun sebelumnya, setelah Ratih memikirkan jawaban demi jawaban Seno kemarin, ada sedikit harapan sebagai petunjuk dimana Seno mengatakan jika ada niatan untuk ke kota dan memperjelas pernikahan Amalia dan Ammar."Mal, apa mungkin bapak kamu ke kota menemui Ammar?" tebak Ratih dan Amalia sedikit setuju dengan hal itu, jika tak pergi jauh mana mungkin ayahnya tak juga pulang.Jika pergi di sekitar desa sudah pasti ada warga yang mengetahuinya, namun"Aku rencana mau ke kota, tepatnya ke rumah Ammar," jawab Amalia mengawali cerita. Tentu saja ucapan Amalia ditentang langsung oleh Alan. "Mau ngapain? Rujuk? Kamu yakin untuk kembali disakiti?" sindir Alan tak suka. "Bukan, aku ke sana mau mengambil beberapa berkas, tapi aku takut jika nantinya Ammar tak mengizinkan aku pergi," ucap Amalia galau. "Berkas apa?" tanya Alan penasaran. "Berkas untuk mengurus perceraian dengan Ammar, tadi aku sudah ke pengadilan sama bapak tapi ternyata sampai di sana gak bisa melanjutkan pendaftaran jika berkas belum lengkap, di dompet hanya ada KTP saja, makanya aku bingung jika harus ke rumah Ammar akankah semuanya berjalan lancar atau justru Ammar tak setuju aku melakukan gugatan, aku takut jika terpaksa ke sana malah yang ada menjadi bumerang untukku," keluh Amalia. Alan terdiam sejenak untuk memikirkan solusi meskipun di sisi lain dirinya merasa senang karena orang yang disayang akan menj
Hingga dua jam lamanya tak ada suster maupun dokter yang keluar dari ruang UGD sehingga semakin membuat Amalia merasa gusar. Doa yang ia panjatkan tak pernah ia henti ucapkan, harapannya agar Alan bisa selamat semakin membuat dirinya merasa ragu. Hingga akhirnya dokter pun keluar dan memberitahu Amalia jika kondisi Alan dikatakan kritis dan harus membutuhkan pertolongan segera. Bisa yang terdapat dalam ular sangatlah beracun dan cepat menjalar ke organ juga darah korban, itu yang menyebabkan Alan mengalami kritis. Jika dibiarkan terus menerus nantinya akan membahayakan kondisi Alan. Mendapat kabar seperti itu membuat Amalia syok, ia sungguh tak menyangka jika semuanya akan fatal seperti ini. Menangis, hanya itu yang bisa Amalia lakukan sebagai bentuk keterpurukan juga rasa bersalahnya kepada Alan.Setelah dokter pergi, Amalia baru teringat jika belum mengabari keluarga Alan. Untung saja tas Alan dibawanya sehingga memudahkan Amalia untuk menghubungi. Mendapat kabar anaknya masuk rum
"Terima kasih sudah susah payah merawat ku," ucap Alan dengan tulus. "Gak usah begitu, justru aku meminta maaf karena semua masalah yang ada padamu itu karena aku," ucap Amalia merendah. "Kamu gak pernah salah, aku yang salah," jawab Alan tak merasa menyesal. "Kamu jadi kritis karena aku," pekik Amalia berliang air mata lalu segera diusap secara kasar. "Jangan bicara seperti itu karena aku gak suka, semua sudah menjadi takdir yang di atas," ucap Alan yang sangat ingin mengusap air mata orang tercintanya namun tak bisa. Tangan kanan memegang sebuah alat untuk mengecek darah tinggi, jantung dan lain sebagainya. "Aku menyesal, aku sungguh menyesal, andai aku tidak melakukan hal bo-doh sudah pasti tak akan ada kejadian ini," pekik Amalia yang sudah tak bisa menyembunyikan rasa sedih di hatinya. Tanpa Amalia juga Alan sadari, ada seseorang yang kini tengah berjalan masuk ke ruang ranap Alan. Amalia mengecek siapa orang itu yang langsung saja membuat Amalia merasa kaget. Orang itu m
"Apa mau kamu, Ammar!" ucap Amalia penuh penekanan, jujur saja dirinya sangat takut melihat Ammar seperti ini. "Kembali padaku dan lupakan mantan kekasihmu itu," pinta Ammar lembut namun Amalia menggelengkan kepala. "Aku mencintai Alan," jawab Amalia dusta. Tangan Ammar yang tengah mengusap lembut pipi istrinya itu kini berhenti sejenak dan berganti dengan tatapan tajam. "Tak ada yang boleh mencintaimu selain aku!" ancam Ammar yang melempar tubuh Amalia ke ranjang empuk. Amalia terbaring di sana dan kini Ammar menindih tubuh Amalia. "Jangan katakan lagi jika kamu mencintai pria lain selain aku, jangan membuatku marah, hanya Ammar yang boleh mencintai Amalia dan sampai selamanya begitu, aku gak suka kamu menyebut nama pria lain dalam percakapan kita! Hatiku sakit mendengarnya, aku susah payah mencari dan menghubungimu namun sama sekali tak ada respon bahkan kedua orang tuamu ikut andil menutupi keberadaan mu, berulang kali aku ke sana namu
Ketika mereka sedang berada dalam situasi sedih, ada sebuah panggilan yang membuat Ammar kesal apalagi nama Heni yang muncul di layarnya. Ammar semakin enggan mengangkat. "Angkat saja, dia juga istrimu, siapa tau dia butuh bantuan," ucap Amalia sinis. Ammar hanya menggelengkan kepala lalu kembali memeluk Amalia sangat erat, berulang kali Heni memanggil sama sekali tidak di angkat oleh Ammar. "Ada satu hal yang bisa membuatku kembali seperti dulu, namun aku ragu apakah kamu bisa mewujudkannya, jika kamu bersedia pun aku juga tidak yakin apakah kamu siap hidup dari 0 lagi," ucap Amalia setengah menyindir. "Katakan apa mau kamu, sebisa mungkin akan aku usahakan asalkan kita kembali harmonis seperti dulu," ucap Ammar penasaran. "Ceraikan Heni," ucap Amalia singkat, padat dan jelas namun sukses membuat Ammar merenggangkan pelukannya, hanya diam saja, itulah respon yang diberikan oleh suaminya. "Kenapa hanya diam saja? Berat? Sud
Bener saja, setelah dua hari mengatakan itu kini Alan menepati janji dengan mendatangi Amalia. Sengaja Alan tidak memberitahu kedatangannya agar menjadi sebuah kejutan. Brummm... Brummm... Brummm... Suara deru mobil yang seperti memasuki rumah Alan membuat Amalia yang sedang menonton televisi menjadi was-was. Amalia takut jika yang datang adalah suaminya. "Pak.. Pak..." teriak Amalia memanggil tukang kebun namun tak juga datang, Amalia semakin dibuat panik. "Mbok... Mbok... Di mana mbok?" teriak Amalia memanggil pembantu. Tak berselang lama si mbok datang. "Ada yang bisa saya bantu, nyonya?" tanya si mbok tergopoh-gopoh. "Tolong lihat di luar siapa yang datang? Saya kan sudah mengatakan jangan ada orang lain yang tau keberadaan saya selain Alan dan kalian," tegur Amalia panik. "Ehem... Jangan panik begitu, permintaanku sudah terpenuhi dengan baik," ucap seseorang yang suaranya tidak asing. Ketika Amalia membalikkan badan, i
"Aku tidak membela Ammar, perbuatannya yang kembali menikah dan kamu harus ikhlas itu tidak bisa di benarkan, namun jika langsung menceraikan tanpa alasan yang jelas itu termasuk perbuatan yang bisa membuat semua orang menilai bahwa Ammar pria breng-sek yang seenaknya menikahi dan menceraikan wanita," ucap Alan lagi menjelaskan lebih detail. "Jika kamu menjadi aku mungkin kamu tidak akan kuat, Alan, aku hanya meminta dia untuk menceraikan Heni dengan balasan aku akan kembali pada Ammar seutuhnya, kembali menjalani rumah tangga yang harmonis, sedangkan dia? Banyak tuntutan yang dia minta, Alan, salah satunya, dia tidak terima ketika aku menyebut nama pria lain di hadapannya, dia ingin agar hubungan kami kembali harmonis seperti dulu, memintaku untuk bersabar dengan alasan yang entah tidak dia ucapkan, yang paling membuat aku marah dan kembali pergi adalah dia enggan menceraikan Heni begitu saja karena tunduk kepada mamahnya, itu yang paling tidak bisa aku maafkan, antara ak
Sudah dua hari Ammar berada di Puncak namun selama itu pula tidak ada tanda-tanda dimana istrinya berada. Ammar sampai frustasi memikirkan semua ini, baru saja dirinya berhasil membawa Amalia kembali malah kini harus kehilangannya lagi. "Apa aku blokir aja semua akses kartu kreditnya? Tapi jika hal itu aku lakukan nanti Amalia kasihan, siapa yang nantinya membiayai hidupnya?" gumam Ammar bimbang. Tujuan Ammar memblokir akses kartu kredit agar nantinya Amalia menghubungi dirinya dan kembali lagi bersama namun Ammar harus memikirkan lagi dampak belakangnya, mana mungkin Amalia memiliki penghasilan? "Bos, sepertinya tadi ada yang mengetahui seseorang mirip dengan istri anda," ucap bodyguard membuat Ammar semangat. "Dimana? Segera bawa aku ke sana," tanya Ammar antusias. Rona bahagia muncul di wajahnya, akhirnya bisa bertemu kembali dengan Amalia. Ammar juga beberapa bodyguard menuju tempat dimana terakhir kali orang yang di du