"Terima kasih sudah susah payah merawat ku," ucap Alan dengan tulus. "Gak usah begitu, justru aku meminta maaf karena semua masalah yang ada padamu itu karena aku," ucap Amalia merendah. "Kamu gak pernah salah, aku yang salah," jawab Alan tak merasa menyesal. "Kamu jadi kritis karena aku," pekik Amalia berliang air mata lalu segera diusap secara kasar. "Jangan bicara seperti itu karena aku gak suka, semua sudah menjadi takdir yang di atas," ucap Alan yang sangat ingin mengusap air mata orang tercintanya namun tak bisa. Tangan kanan memegang sebuah alat untuk mengecek darah tinggi, jantung dan lain sebagainya. "Aku menyesal, aku sungguh menyesal, andai aku tidak melakukan hal bo-doh sudah pasti tak akan ada kejadian ini," pekik Amalia yang sudah tak bisa menyembunyikan rasa sedih di hatinya. Tanpa Amalia juga Alan sadari, ada seseorang yang kini tengah berjalan masuk ke ruang ranap Alan. Amalia mengecek siapa orang itu yang langsung saja membuat Amalia merasa kaget. Orang itu m
"Apa mau kamu, Ammar!" ucap Amalia penuh penekanan, jujur saja dirinya sangat takut melihat Ammar seperti ini. "Kembali padaku dan lupakan mantan kekasihmu itu," pinta Ammar lembut namun Amalia menggelengkan kepala. "Aku mencintai Alan," jawab Amalia dusta. Tangan Ammar yang tengah mengusap lembut pipi istrinya itu kini berhenti sejenak dan berganti dengan tatapan tajam. "Tak ada yang boleh mencintaimu selain aku!" ancam Ammar yang melempar tubuh Amalia ke ranjang empuk. Amalia terbaring di sana dan kini Ammar menindih tubuh Amalia. "Jangan katakan lagi jika kamu mencintai pria lain selain aku, jangan membuatku marah, hanya Ammar yang boleh mencintai Amalia dan sampai selamanya begitu, aku gak suka kamu menyebut nama pria lain dalam percakapan kita! Hatiku sakit mendengarnya, aku susah payah mencari dan menghubungimu namun sama sekali tak ada respon bahkan kedua orang tuamu ikut andil menutupi keberadaan mu, berulang kali aku ke sana namu
Ketika mereka sedang berada dalam situasi sedih, ada sebuah panggilan yang membuat Ammar kesal apalagi nama Heni yang muncul di layarnya. Ammar semakin enggan mengangkat. "Angkat saja, dia juga istrimu, siapa tau dia butuh bantuan," ucap Amalia sinis. Ammar hanya menggelengkan kepala lalu kembali memeluk Amalia sangat erat, berulang kali Heni memanggil sama sekali tidak di angkat oleh Ammar. "Ada satu hal yang bisa membuatku kembali seperti dulu, namun aku ragu apakah kamu bisa mewujudkannya, jika kamu bersedia pun aku juga tidak yakin apakah kamu siap hidup dari 0 lagi," ucap Amalia setengah menyindir. "Katakan apa mau kamu, sebisa mungkin akan aku usahakan asalkan kita kembali harmonis seperti dulu," ucap Ammar penasaran. "Ceraikan Heni," ucap Amalia singkat, padat dan jelas namun sukses membuat Ammar merenggangkan pelukannya, hanya diam saja, itulah respon yang diberikan oleh suaminya. "Kenapa hanya diam saja? Berat? Sud
Bener saja, setelah dua hari mengatakan itu kini Alan menepati janji dengan mendatangi Amalia. Sengaja Alan tidak memberitahu kedatangannya agar menjadi sebuah kejutan. Brummm... Brummm... Brummm... Suara deru mobil yang seperti memasuki rumah Alan membuat Amalia yang sedang menonton televisi menjadi was-was. Amalia takut jika yang datang adalah suaminya. "Pak.. Pak..." teriak Amalia memanggil tukang kebun namun tak juga datang, Amalia semakin dibuat panik. "Mbok... Mbok... Di mana mbok?" teriak Amalia memanggil pembantu. Tak berselang lama si mbok datang. "Ada yang bisa saya bantu, nyonya?" tanya si mbok tergopoh-gopoh. "Tolong lihat di luar siapa yang datang? Saya kan sudah mengatakan jangan ada orang lain yang tau keberadaan saya selain Alan dan kalian," tegur Amalia panik. "Ehem... Jangan panik begitu, permintaanku sudah terpenuhi dengan baik," ucap seseorang yang suaranya tidak asing. Ketika Amalia membalikkan badan, i
"Aku tidak membela Ammar, perbuatannya yang kembali menikah dan kamu harus ikhlas itu tidak bisa di benarkan, namun jika langsung menceraikan tanpa alasan yang jelas itu termasuk perbuatan yang bisa membuat semua orang menilai bahwa Ammar pria breng-sek yang seenaknya menikahi dan menceraikan wanita," ucap Alan lagi menjelaskan lebih detail. "Jika kamu menjadi aku mungkin kamu tidak akan kuat, Alan, aku hanya meminta dia untuk menceraikan Heni dengan balasan aku akan kembali pada Ammar seutuhnya, kembali menjalani rumah tangga yang harmonis, sedangkan dia? Banyak tuntutan yang dia minta, Alan, salah satunya, dia tidak terima ketika aku menyebut nama pria lain di hadapannya, dia ingin agar hubungan kami kembali harmonis seperti dulu, memintaku untuk bersabar dengan alasan yang entah tidak dia ucapkan, yang paling membuat aku marah dan kembali pergi adalah dia enggan menceraikan Heni begitu saja karena tunduk kepada mamahnya, itu yang paling tidak bisa aku maafkan, antara ak
Sudah dua hari Ammar berada di Puncak namun selama itu pula tidak ada tanda-tanda dimana istrinya berada. Ammar sampai frustasi memikirkan semua ini, baru saja dirinya berhasil membawa Amalia kembali malah kini harus kehilangannya lagi. "Apa aku blokir aja semua akses kartu kreditnya? Tapi jika hal itu aku lakukan nanti Amalia kasihan, siapa yang nantinya membiayai hidupnya?" gumam Ammar bimbang. Tujuan Ammar memblokir akses kartu kredit agar nantinya Amalia menghubungi dirinya dan kembali lagi bersama namun Ammar harus memikirkan lagi dampak belakangnya, mana mungkin Amalia memiliki penghasilan? "Bos, sepertinya tadi ada yang mengetahui seseorang mirip dengan istri anda," ucap bodyguard membuat Ammar semangat. "Dimana? Segera bawa aku ke sana," tanya Ammar antusias. Rona bahagia muncul di wajahnya, akhirnya bisa bertemu kembali dengan Amalia. Ammar juga beberapa bodyguard menuju tempat dimana terakhir kali orang yang di du
"Brak...." suara Ammar menggebrak meja kantor satpam. "Aku tau lidahmu itu berdusta! Jangan sembunyikan Amalia! Aku masih sah menjadi suaminya, aku berhak atas dia! Katakan dimana dia," desak Ammar namu berulang kali pula Alan berhasil mengecoh. "Jika kalian tidak bisa mengalah mendingan kalian ke kantor polisi saja," tegur satpam. Ketika Ammar hendak menjawab, ia melihat ada bayangan istrinya sedang berjalan di mall ini, tak memperdulikan teriakan satpam, Ammar terus mengejar wanita itu dengan harapan memang dia adalah Amalia. "Amalia... Jika kamu memang terbukti berada di mall, segera sembunyikan dirimu, sekarang Ammar sudah ada di sini, itu artinya Ammar tinggal mengetahui saja dimana tempat tinggal mu setelah itu kamu diajak pulang," isi chat Alan kepada Amalia yang sama sekali belum di baca. Berulang kali Alan menghubungi Amalia tak juga di angkat yang membuat perasaan Alan menjadi gundah gulana karenanya.
Heni berulang kali menelpon Ammar namun tidak juga di angkat. Karena merasa kesal akhirnya Heni pun mencoba menghubungi suaminya melalui sambungan telepon rumah, baru beberapa deringan sudah langsung di jawab oleh Ammar, sontak saja Heni semakin geram dengan suaminya itu. "Halo, ada apa Bi?" tanya Ammar karena biasanya yang menggunakan telepon rumah hanya pembantu. "Bagus kamu mas! Berulang kali aku telepon gak ada kamu angkat sedangkan ini? Baru beberapa deringan sudah langsung kamu jawab! Mau kamu apa sih mas? Udah gak ingat pulang, menyebalkan lagi!" umpat Heni naik pitam. "Jaga ya ucapan kamu! Ngapain telepon? Kalau meminta aku pulang, maaf aku tidak bisa, aku akan pulang jika Amalia juga pulang," hardik Ammar geram, sekuat mungkin ia tahan emosinya karena saat ini dirinya berada di kafe. Malu rasanya jika hanya menghadapi Heni harus memakai teriakan. "Permintaanku memang begitu mas, kamu pulang karena untuk kali ini kamu tidak bisa m