MENANTU AMBURADUL 137Pesta ini tampak sepi rupanya, jika Aku hanya hadir berdua dengan Ibu seperti posisiku sekarang yang hanya berdekatan dengan Ibu. Meski tamu undangan begitu ramai, Aku serasa tidak bisa menikmati keramaian itu.Tegang, mencekam, bahkan senyum pun terbatas. Begitu kiranya kugambarkan sosok Ibu menikmati megahnya acara Ilyas dan Aisyah malam ini.Untung Aku datang bersama banyak orang, jadi mungkin hawa-hawa yang sekarang ini nanti akan berubah setelah Aku berkumpul bersama yang lain. Ibu lebih cocok main di film itu jadi pemeran horor kayaknya. Feel-nya pasti dapet banget. Hahahaa."Sebentar ya Bu, Nisa panggilkan Mas Rama atau Mas Yusuf untuk datang ke sini.""Iya Nis, jangan lama-lama. Ibu sudah nggak tahan ada di sini. Awas aja nanti Ibu bakalan bikin perhitungan dengan Ilyas dan keluarganya." "Perhitungan apa ya, Bu? Jangan macem-macem Bu, mereka orang berduit. Ibu malah bisa dikenalin sama pak polisi loh nanti. Pencemaran nama baik." ancamku."Ibu nggak tak
MENANTU AMBURADUL 138"Assalamu'alaikum Ibu." sapa lembut Aisyah yang datang berkunjung ke rumah Ibu mertuaku. Dia datang sendiri tanpa Ilyas, ia hanya membawa serta Vano dan juga Rina.Mungkin maksud Aisyah adalah ingin mengantarkan anak-anak untuk berkunjung ke tempat Neneknya."Wa'alaikum salam, eh, Nak Aisyah. Sini masuk." pinta Ibu."Hallo Rina, haii Vano. Nenek rindu." sapa Ibu kepada kedua cucunya. Vano dan Rina tampak cuek dan lebih memilih untuk bermain."Hallo Aisy ..." sapaanku terpotong.Baru saja Aku ingin menyapa Aisyah, Ibu sudah lebih dulu mengajaknya masuk ke dalam kamar. Aisyah juga belum mengetahui bahwa Aku ada di rumah Ibu dan sedang mengobrol bersama Mimi. Aku kebetulan sedang mengantarkan amplop gaji bulanan Mimi.Tanpa buang waktu, Aku sengaja menguping apa yang Ibu bahas dengan Aisyah di balik tembok dan pintu kamar Ibu."Aisyah, kamu harus hati-hati ya sama keluarga suamimu. Ibu kemaren waktu acara pernikahanmu mendengar banyak omongan buruk tentang mertuamu.
MENANTU AMBURADUL 139Mas Rama dan Mbak Rini datang, mereka mencoba menengahi apa yang Ibu dan Ibunda dari Ilyas ributkan."Ada apa ini Tante?" tanya Mas Rama kepada Ibunda Ilyas."Mulut ibu kalian ini memang nggak pantas untuk dihormati, sudah tua tapi ngomongnya masih saja sembarangan. Dia ngatain keluarga saya katanya main pesugihan dan tumbal. Saya ini manusia biasa Rama! Kalau harga diri sudah diinjak begini mana bisa saya diam saja!" jelas Bu Anita dengan emosi yang masih meluap-luap."Bisa diomongin baik-baik nggak Tan, di dalam rumah saja. Malu dilihatin tetangga." Mas Yusuf menimpali."Ibu kalian ini memang nggak punya malu, biarin saja dia menerima apa yang seharusnya. Dia saja gampang sekali menjelek-jelekkan keluarga orang lain di depan semua orang kok. Tanya saja sekarang para tetangga kalian, ada nggak yang belum dikasih cerita sama dia tentang keluarga saya!""Memang begitu kenyataannya kok. Ngapain juga musti saya tutupin." sahut Ibu memperkeruh keadaan."Ibu stop Bu!
MENANTU AMBURADUL 140Fajarina sepertinya terlihat kelelahan efek sejak tadi mengamuk, Aku dan Mbak Rini mencoba menenangkan dan merayunya, tapi gagal. Lama-lama kami biarkan saja, membiarkan dia meluapkan semua amarahnya sampai puas. Akhirnya setelah hampir satu jam sejak awal tadi ia berontak dan ngambek, kini dia mulai kehabisan tenaga dan tertidur.Mas Yusuf membopong Rina yang tertidur di lantai, tempat tadi dia mengamuk dan menangis, Rina di tidurkan di kamar Ibu untuk sementara. Selagi kamar satunya lagi dibersihkan.Aku dan Mbak Rini berinisiatif menghias kamar Rina sedemikian rupa, yang awalnya hanya tembok berwarna putih biasa. Kami membeli sprei motif anak-anak, membeli wallpaper untuk hiasan dindingnya dan juga mengisi beberapa boneka dan mainan lain. Setidaknya saat dia bangun nanti dia senang karena sudah memiliki kamar sendiri. Mas Rama dan Mas Yusuf ikut membantu memasang wallpaper dinding yang telah kami beli. Pemasangan done. Tinggal nanti merayu Rina untuk menempati
MENANTU AMBURADUL 141Aku masih berada di rumah Ibu sejak pagi tadi. Belum ada alasan bagiku untuk pulang. Aku masih setia menemani Rina.Setelah Ac selesai terpasang di kamar baru Rina, Aku melaporkannya kepada Ilyas. Kukirimkan sebuah foto untuknya. Juga untuk group keluarga. Kubersihkan kembali lantai kamar yang kotor, sambil mengajari Rina untuk bersih-bersih kamar. Sayangnya dia tidak mau karena tidak terbiasa bersih-bersih, katanya."Ayo Rin, latihan bersihin kamar sendiri yuk, supaya nanti bisa mandiri." ajakku."Iih jorok, Tante saja yang bersihin." tolaknya saat kusuruh dia latihan membersihkan kamar sendiri. Seperti menyapu dan juga mengepel.Aku masih harus maklum, karena dia belum terbiasa dengan kehidupannya yang baru.Setelah selesai beberes kamar, Aku dan Rina memasukkan sebagian mainan yang di kirim oleh Ilyas tadi pagi. Sepertinya tidak akan muat jika semuanya dimasukkan ke dalam kamar."Memangnya kamar Rina di tempat Oma gede, ya?" tanyaku."Gede sekali Tante, makany
MENANTU AMBURADUL 142Malam Ini, kutemani Daffa mengerjakan PR Sekolah di kamarnya. Dengan niat, jika nanti ada soal yang sulit, Daffa bisa menanyakannya kepadaku. Selama ini dia memang mengerjakan sendiri PR dari sekolahnya. Aku malah sibuk dengan duniaku sendiri. Padahal sekarang adalah waktu terpentingku, sebelum akhirnya Daffa sibuk dengan teman-temannya.Kurasa, sudah lama sekali aku kurang memperhatikan Daffa, selama ini Aku sibuk dengan pekerjaanku ketika Aku masih bekerja dulu. Kini tidak akan lagi kusia-siakan waktunya untuk hal-hal yang kurang penting.Mas Yusuf masih mengerjakan pekerjaan kantornya, di saat seperti itu, tidak ada yang bisa mengganggunya. Tak lupa tadi kubuatkan kopi untuk menemaninya, serta kusediakan beberapa cemilan.Sementara Daffa kubuatkan susu putih juga kupotongkan buah kesukaannya, yaitu apel dan pir."Mom, berapa lama lagi dedek bayinya Daffa akan lahir?" tanya Daffa tiba-tiba."Sekitar 4 bulanan lagi Nak.""Berarti nanti Daffa ada temen main donk
MENANTU AMBURADUL 143"Siapa yang sakit Mommy?" tanya Daffa yang sejak tadi sudah merasa penasaran dengan obrolanku dan Daddynya di telfon."Nenek sakit, Nak.""Ooohhh," jawab Daffa."Kok, cuman ohh?" tanyaku heran."Bukannya Nenek juga sering jawab begitu saat dikasih tahu ada yang lagi sakit, Mom?"Deggh ... Sebuah protes melayang dari mulut anakku. Lagi-lagi tentang Ibu mertua."Emangnya Daffa pernah lihat Nenek begitu?" tanyaku balik."Sering.""Masa sih? Enggak salah denger?""Enggak Mommy, Daffa masih denger dengan jelas." dia ngeyel bahwa apa yang sering didengarnya itu benar.Astaghfirullah, ternyata Daffa diam-diam memperhatikan apa yang dilakukan Neneknya. Perihal seperti ini saja dia hafal, apalagi untuk hal-hal yang lain?"Ya bukan berarti Daffa harus niruin Nenek begitu dong. Bilang Innalillah, kalau sedang terkena musibah,""Innalillah ..." ucap Daffa mengikuti saranku."Good boy,"Aku berniat memberi kabar kepada Mama dan Papa bahwa Ibu sakit. Sayangnya sudah larut mal
MENANTU AMBURADUL 144Ketakutan para cucu untuk mendekat kepada Ibu ternyata membuat Ibu semakin emosi. Ibu semakin sering marah dan ngambek tidak jelas. Apalagi jika nanti kubawa Fajarina pulang ke rumahku, Ibu mungkin akan makin bertambah kesal.Aku meminta Fajarina untuk bilang sendiri kepada Neneknya, bahwa dia sementara ingin tinggal bersama Daffa. Meski aku tahu pasti Aku yang akan Ibu tuduh mengompori Rina, setidaknya itu jauh lebih baik dari pada Aku sendiri yang menyampaikan hal tersebut."Nek, Rina mau menginap di rumah Tante Nisa saja ya, sama kak Daffa."Ibu hanya menatap Rina, tanpa ekspresi. Biasanya Ibu bisa menganggukkan kepala kalau setuju. Ini sama sekali tidak."Rina cium tangan Nenek dulu, kan Nenek baru saja lihat Rina." pintaku"Nggak mau ah, Rina takut. Tante saja yang cium," tolaknyaDaffa juga kusuruh bersalaman dengan Ibu, tapi keduanya malah keluar kamar Ibu sambil berlari berhambur keluar.Rina dan Daffa beneran takut dengan kondisi Neneknya sekarang. Kala