Belum sempat aku menuruni anak tangga, tante farida sudah menarik lenganku perlahan , berusaha menghentikanku.
“Mir, tante mohon. Maafkan tante. Tolonglah, hanya kamu yang bisa menyembuhkan fajar. Tolong bantu tante.”
“Maaf, tidak bisa tante.” Melepas tanganku dari genggamannya. Menuruni anak tangga satu persatu dengan hati lara. Langkahku kembali terhenti saat wanita itu meghadang jalan. Aku membuang pandangan dengan kesal.
“Mir. Setidaknya, ingatlah kebaikan fajar terhadapmu. Apa kau tega membiarkan dia menderita seumur hidupnya. Kau juga seorang ibu. Bagaimana kalau peristiwa ini terjadi pada anakmu. Kau pasti akan melakukan segala cara demi menyembuhkan putramu. Aku juga akan melakukan hal yang sama. Bahkan tante bersedia bersujud di kakimu.”
Apa yang dikatakan tante benar. Seorang ibu pasti berani melaukan apapun demi putra tercinta, termasuk diriku. Namun tidak dengan
PURA-PURAMIRANTI“Aw,” aku terpekik saat fajar mencekal bahuku begitu kencang. Memalingkan wajah, tak berani melihat mata bengisnya. Ingin menangis dan menjerit minta tolong. Namun suaaraku seperti tercekat di kerongkongan.Mencoba melepaskan diri sambil berusaha berteriak. Sekuat tenaga meronta dan menjerit. Suaraku mulai pulih. Sayangnya teriakanku takkan terdengar. Tiba-tiba fajar membekap mulutku. Aku makin ketakutan. Bagaimana mungkin orang sakit jiwa bisa membekap mulut seseorang. Apa dia akan memaksaku untuk melayaninya. Membayangkan saja aku sudah ketakutan. Kewarasannya sudah di ambang batas. Sulit di kendalikan. Aku terus meronta dan berteriak. Namun bekapan di mulutku sangat sulit kulepas.Tubuhku terasa lemas. Kekuatanku terasa lenyap dari tubuh. Rasanya tenaga ini tak sebanding dengan kekuatan fajar. Walau dia sudah tak makan dan minum selama dua hari, staminanya tetap terjaga. Entah apa alas
MENDAPAT RESTUMIRANTIAku bisa bernafas lega saat melihat tante memegang punggung putra tercintanya, lalu membawa kepelukan. Keduanya bertangisan haru. Tanpa terasa kelopak mataku basah. Rasa bercampur aduk dalam dada. Ada sedih, bahagia dan entah perasaan apa lagi yang berkecamuk dalam hatiku.Aku merasa ikut bertanggungjawab dalam masalah ini. Semua masalah antara ibu dan anak itu bermula dariku. Kalau saja aku tak kembali memasuki hidup fajar, mungkin tak akan terjadi kebohongan fajar. Dia pasti sudah bahagia dengan wanita lainKini, apa aku rela. Apa aku mampu melepas setelah cintamya kembali mengikat erat hatiku. Sungguh sulit untuk memilih. Pernah melakukan berbagai cara untuk melupakannya. Namun hati tak bisa dibohongi. Sesak dalam dada jika mengingat semuanya.Kembali aku memfokuskan pandangan pada ibu dan anak yang berada di hadapanku. Mencoba memasang mata dan telinga untuk mendengarkan pembicaraan keduanya.
SALAH PAHAMFAJARLangkahku terhenti di sudut ruangan. Memegang dada untung menetralisir debaran jantung yang begitu kencang. Mengusap wajah perlahan lalu membuang nafas kasar. Memijit kepala yang mendadak terasa berat.Permintaan mamah yang tak mungkin terpenuhi membuatku ketakutan. Bagaimana kalau mamah tahu bahwa rahim miranti sudah di angkat. Sudah pasti akan membatalkan pernikahan dengan wanita yang sangat aku cintai.Aku bisa menerima kekurangan dari miranti. Bagaimana dengan mamah. Satu-satunya yang di harapkan bisa mencetak generasi penerus adalah diriku. Hal yang tidak mungkin kupenuhi. Bagaimana mau mencetak kalau mesin produksinya tidak ada. Upps, mesin produksi tetap ada, hanya mesin pencetaknya yang sudah di ambil oleh sang pencipta.Menjambak rambut dengan keras hingga membuat kepala terasa mau pecah. Aku pikir usahaku sudah finish. Setelah SIM alias surat ijin mamah sudah kukantongi, masih saja ada hal yang bi
TERPAKSA MENUTUPI KEBENARANFAJARMamah terduduk lemas di lantai. Tanpa pikir panjang segera berlari ke arahnya. Saat hendak menyentuhnya, beliau menyingkirkan tanganku.Aku terpaku menatap wajah wanita yang sangat kucintai bersimbah airmata. Bibirnya bergetar. Tatapan mata yang layu laksana tanpa asa. Kesedihan yang mendalam pasti tengah mendesak dadanya. Yang aku khawatirkan jantung mamah kambuh lagi. Tak ingin terjadi apa-apa dengan wanita yang melahirkanku.Haruskah aku berterus terang. Rasanya tidak mungkin. Miranti pasti akan menderita. Dia juga sudah penuh harap untuk menikah denganku.Mengungkap kebenaran bukan jalan yang terbaik untuk saat ini. Namun membiarkan kebohongan juga tidak bagus untuk kesehatan mamah. Benar-benar dilema. Ya tuhan, tolonglah hambaMU ini. Apa yang harus kulakukan.Bagai makan buah simalakama. Dua pilihan yang sangat sulit. Seandainya bisa, aku ingin menanggung sendiri beban kedu
68 MENUNGGU RESTU ANAK-ANAK MIRANTISelesai makan ayah miranti mengumpulkan anak, istri dan cucu-cucunya. Kami berkumpul di ruang keluarga. Aku menurut saja saat ayah miranti menawarkan bantuan.Awalnya aku menolak. Namun calon mertua meyakinkan bahwa beliau lebih mengenal sifat cucu-cucunya daripada aku. Betul juga. Sang kakek pasti lebih bisa memahami karakter para cucunya. Aku akan mencoba belajar menjadi calon menantu yang baik dan menuruti keinginannya.“Cucuku, kakek mengumpulkan kalian di sini, karena ada sesuatu yang mau kakek sampaikan kepada kalian.” ayah miranti membuka pembicaraan membuatku semakin tegang.“Kok tumben ngumpulin kita semua. Emang penting kek?” tanya Umar.“Sangat penting. Kakek tidak akan berbasa-basi. Kalian tahu’kan mamah sudah resmi bercerai dengan papah kalian?” tanya kakek.Ketiga putra miranti menundukkan kepala, kecuali umar. Wajah mereka terlihat sangat sedih. Namu
KEPANIKAN FAJARFAJAR“Fajar, jawab pertanyaanku!” miranti mengguncang pundakku dengan keras. “Apa kau hanya berpura-pura mencintaiku? jawab pertanyaanku, fajar. Jawab!”“Aku mencintaimu lebih dari diriku sendiri. Percayalah.” Jawabku tanpa berani menatapnya.“Kau bohong. Kenapa kau bilang seperti itu tadi?”“Aku tidak boleh egois. Anak-anakmu tak menyetujui hubungan ini. Kita juga harus memikirkan mereka. Kalau pernikahan terjadi tanpa restu dari mereka, kita tidak akan bahagia. Begitu juga dengan anak-anakmu. Aku tak ingin itu terjadi.” Melayangkan pandangan ke arah miranti.“Aku sudah berhasil meyakinkan Malik dan juga Yusuf. Mereka mau menerimamu.”‘Tapi tidak dengan Amir. Dia tidak menginginkanku.”Miranti terkejut mendengar pernyataanku. “Amir?” dia bergumam. Seolah tak percaya dengan apa yang baru
7O. RAHASIA TERKUAKMemasuki ruang praktik dokter kandungan yang cantik dan super ramah. Dengan di antar seorang suster menuju tempat duduk pasien. Dokter cantik tersenyum ramah dan mempersilakan duduk.Dr. Nayla maharani Sp.OG. Nama yang tertera pada papan nama yang berada di meja. Nama yang cantik, secantik orangnya. Aku sudah lama menjadi pasien dokter nayla. Orangnya yang super ramah dan sangat teliti membuatku cocok berkonsultasi dengan beliau.“Ada keluhan apa, ibu?” pertanyaan dr, nayla mengagetkanku.“Oh iya dok.” Jawabku gugup. “Begini, semenjak saya melahirkan melalui operasi caesar, saya tidak mengalami masa nifas atau menstruasi hingga saat ini. Itu kenapa ya dok?” tanyaku.“Oh, ibu baru melahirkan. Sebentar, saya cek riwayat kesehatan ibu dahulu.” Jawab dokter nayla sembari membuka buku catatan riwayat kesehatanku.“Apa tidak ada darah sama sekali yang keluar?” tanya do
KEMARAHAN MIRANTI“Fajar,” Sapaku dengan menyentuh lembut kepalanya. Calon suamiku tersentak. Lalu menatapku dengan tidak percaya.“Kau sudah sadar? Maafkan, aku.” Pria yang kusayangi memelukku erat. Walau lirih isak tangisnya terdengar di telingaku.“Fajar. Aku sudah tak punya rahim. Aku tidak sempurna lagi sebagai wanita.” memeluk erat tubuh lelakiku. Menumpahkan segala kesedihan. Aku sangat takut kehilangan dia. Pasti fajar akan meninggalkanku setelah ini. Tak mau melepasnya. Dia tak boleh pergi dariku.“Tenanglah. Semua akan baik-baik saja.” Jawaban fajar diluar dugaanku. Dia tidak marah ataupun terkejut. Seharusnya sebagai lelaki yang akan menikahiku, dia pasti sedih atau bahkan langsung pergi meninggalkanku.Namun sikapnya sangat tenang seperti tak terjadi apapun pada calon istrinya. Padahal hal ini sangat penting dalam penentuan langkah yang akan di lakukan. Bukank
9O. HIDUP DAMAIMIRANTI“Sayang, kenapa berhenti?” aku bertanya kepada suamiku saat menghentikan mobil secara mendadak.‘Itu di depan banyak kerumunan orang. Mobil tidak bisa lewat. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi. Itu ada mobil polisi.” Jawab suamiku sembari menunjuk mobil polisi yang terparkir tak jauh dari hadapan..“Iya.” Aku melihat ke arah depan. Ternyata fajar menghentikan mobil tak jauh dari gedung tua yang menyebabkan trauma pada diriku. Dimana aku hampir saja kehilangan kehormatan dan juga kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Semua ini gara-gara Handoyo dan Stefani. Kemana aku harus mencari perempuan hina itu untuk membalas dendam kepadanya.“Maaf numpang tanya, pak. Ada apa ya, kok kelihatannya ramai sekali. Apa ada kecelakaan?” tanya fajar kepada salah satu orang yang berlalu lalang.“Ada korban pembunuhan. Korbannya perempuan. Katanya korban pemerkosaan la
KEMATIAN TRAGIS STEFANIMIRANTIPalu hakim sudah di ketuk. Hukuman untuk putra sulungku sudah ditentukan. Meremas dada yang terasa sesak. Tubuh terasa lemas. Sepuluh tahun bukan waktu yang pendek. Umar akan menghabiskan masa mudanya di dalam penjara.Aku sangat menyesal. Semua terjadi karena aku yang tak bisa mengendalikan emosi. Kalau saja saat itu aku menuruti apa kata suamiku untuk tidak bertindak gegabah, mungkin saat ini aku masih bisa memeluk putraku setiap detik.Fajar beserta tim sudah mengusahakan secara maksimal. Namun kasus yang menimpa putraku tidak ringan. Keluarga Handoyo juga menuntut keadilan. Seandainya saja waktu bisa di putar, aku ingin melihat Handoyo yang duduk di kursi pesakitan. Rasanya bagai mimpi ketika melihat anakkulah yang duduk di sana. Dada terasa bagai di himpit batu besar. Sesak dan sakit tak terkira.“Yang sabar, Mir.” Fajar memelukku erat. Kutumpahkan segala kesedihan pada dadany
KEMATIAN HANDOYOSeorang wanita yang sangat kubenci menghadang langkah. Dia bertepuk tangan dengan suka cita di hadapan.“Kasihan sekali, kamu Miranti. Kau harus kehilangan dua orang yang sangat kau sayangi.”Stefani. Wanita itu benar-benar membuatku kesal.Plaak. Satu tamparan mengenai rahangnya. Plaak, satu tamparan lagi kembali kuhadiahkan kepada stefani. Menjambak rambutnya dengan keras hingga kepalanya terangkat dan meludahi wajahnya.“Lakukan apa yang membuatmu senang. Setidaknya, akulah pemenangnya. Akulah yang melempar batu hingga mengenai tangan Arya dan membuatnya terjatuh. Aku juga yang sudah merencanakan untuk menodaimu beramai-ramai. Itulah sederet dosa yang sangat membuatku bahagia. Walaupun kau berhasil lolos dari berandalan itu, aku tetap puas karena kematian Arya dan anakmu!”“Jadi kau yang melakukannya?!”“Iya! Ha ... ha ... ha ....”Bugg.
KEMATIAN ARYA DAN YUSUF“Pergi kalian atau aku habisi anak ini!” terdengar suara Handoyo dengan nada mengancam dibarengi oleh suara tangisan Yusuf. Serentak kami menoleh dan terkejut melihat Handoyo yang sedang menyandera Yusuf dengan belati di leher. Ayah juga berdiri dengan nafas naik turun tak jauh dari Handoyo. Sepertinya, Ayah baru saja mengejar musuh bebuyutannya itu. Saat posisi terdesak, Handoyo menyandera putraku.“Lepaskan putraku, handoyo! Aku berniat untuk mendekat, tapi Fajar memegangi lenganku.“Jangan gegabah, Mir. Kau bisa membahayakan nyawa Yusuf!” Fajar memegangi tubuhku dengan erat. Aku berusaha melepaskan diri, tapi sayangnya tenagaku kalah kuat dari suamiku.“Lepaskan cucuku Handoyo! Atau kau akan ....”“Akan apa?! Kau akan membunuhku?! Kau bisa lakukan itu setelah kematian cucumu ini!” Handoyo menekan leher Yusuf dengan keras hingga putraku itu menan
UMAR SALAH PAHAM“Yusuf? Dia tadi bersama Arya.” Jawabku sembari menyapu pandangan di seluruh ruangan. Namun tak nampak keduanya. Kemana para penjahat itu membawa mereka.“Arya! Teganya dia menculik darah dagingnya sendiri! Awas akan aku habisi kau!” Fajar mengepalkan tangannya. Matanya memerah dan memancarkan amarah yang membara. Dia pasti mengira Arya yang sudah menculik yusuf. Aku tak boleh membiarkan kesalahpahaman ini.“Fajar. Arya tidak bersalah. Dia tidak menculik Yusuf. Justru dia malah membantuku.”“Diam Mir! Jangan membela manatn suamimu itu! Sudah jelas dia yang bersalah dengan mengumpankan darah dagingnya sendiri tanpa memikirkan dampaknya!”“Fajar aku tidak bohong. Arya memang ....”“Cukup Mir! Ayo aku akan membawamu kepada ayahmu. Setelah itu aku akan mencari Yusuf. Kau pulanglah bersama ayahmu!”‘Tidak, fajar aku....&rd
BANTUAN DATANG“Jadi ini wanita yang akan membuat kami senang, Tuan?”‘Iya. Kalian aku bayar mahal untuk bersenang-senang. Bagaimana, aku orang yang sangat baik’kan?”“Sangat baik ha ... ha ....”“Dia bahkan masih menggunakan gaun pengantin yang sangat sexy. Bagian dadanya yang sedikit menyembul sangat menggiurkan. Membuatku segera ingin menyentuhnya. Ha ... ha ....”“Suaminya pasti akan menangis darah setelah melihat malam pertama istrinya bukan bersamanya, melainkan dengan kami bersepuluh. Ha ... ha ....”“Itu yang kuinginkan. Kalau kalian bisa melakukan tugas dengan baik dan memastikan suami dari wanita itu akan menangis darah, aku akan memberikan bonus untuk kalian ha ... ha ....”Aku berusaha menutup kedua telinga. Namun tetap saja percakapan mereka yang sangat mengerikan terdengar oleh kupingku hingga membuat tubuh menggigil. Wa
BANTUAN ARYA“Aw.” Aku mengaduh saat tanpa sengaja menendang sesuatu yang membuat lutut sakit. Pada saat masih kesakitan sembari memegangi lutut, tiba-tiba ada yang menarik kayu di tangan dengan keras hingga membuatku kembali mengaduh.“Aw. Sakit.”“Miranti?! Benar itu dirimu?!”Aku menegakkan kepala. Arya sudah mengetahui keberadaanku. Gigi gemerutuk menahan amarah melihat pria yang tak pantas menyandang sebutan ayah. Tak mungkin hanya berdiam diri. Arya harus merasakan akibat dari perbuatannya.Mundur beberapa langkah sembari tangan menggapai apapun yang bisa kujadikan alat untuk melindungi diri.Krompyang. Suara benda yang berjatuhan saat tanganku berusaha menggapai sesuatu yang ada di sana. Sialnya aku tak tahu kalau di belakang terdapat banyak tumpukan benda. Tempat yang begitu gelap, benar-benar membuatku kesulitan.“Miranti! Kau tidak apa-apa’kan? hati-hati
masuk kandang macanARYAPlaak. Satu tamparan keras mendarat di pipi saat aku memohon untuk membatalkan rencana jahat Handoyo. Aku bahkan sudah berusaha merendahkan diri dengan mencium kaki Handoyo dan juga istriku. Kalau saja bukan karena keselamatan putraku dan mantan istri yang pernah kusakiti, aku tak sudi untuk mencium kaki manusia tak berperasaan dan juga istri yang tak punya harga diri. Menyesal aku sudah meninggalkan istri sebaik Miranti.“Asal kau tahu, Arya. Aku juga sudah muak denganmu! Kau sudah tidak aku butuhkan lagi! Kini balas dendamku akan terbalaskan. Saat anak dari musuh terbesar sudah berada di genggaman, kau akan kuhabisi setelah mereka! Tapi terlebih dahulu, kau harus menyaksikan penderitaan anak dan mantan istrimu! Mereka semua akan aku habisi di depan matamu! Ha ... ha ....” Handoyo menendang tubuhku. Rasa sakit di sekujur tubuh berusaha kutahan, aku harus tetap memohon kepada iblis yang ada di hadapan.
KENA JEBAKAN“Kejutan.”Tiba-tiba aku dikejutkan oleh mamah, ibu, ayah mertua dan juga anak-anak Miranti. Mereka muncul dari arah dapur.“Apa-apaan sih. Gak lucu tahu’gak” sungutku.“Hey anak nakal. Jangan begitu. Yang sopan sama orangtua!” mamah menjewer kuping hingga aku mengaduh kesakitan.“Lepasin. Mamah nih bikin malu aja.” Aku tak berani melepas tangan Mamah. Seperti inilah kebiasaannya. Mungkin dalam pikirannya aku ini masih bocah ingusan yang suka pipis di celana. Huch. Menyebalkan.“Aku sekarang’kan sudah jadi ayah. Malu sama mereka.” Bisikku di telinga mamah.Wanita yang melahirkanku tersenyum mengejek, lalu mengacak rambutku. Untungnya tanpa harus memintanya lagi, tangannya kini berpindah ke pundak dan mengelus dengan lembut.“Mamah bahagia kalian pulang tepat waktu.” Mengecup keninng dengan lembut. Terlu