Mobil mewah warna silver itu yang menyalib, mampu menghentikan mobil yang dikendarai Danu dan Pisca.Mata Pisca langsung waspada, selama ini tak ada yang tau kalau Pisca bekerja di rumah Pak Bahtiar, Papanya Tiara, sebagai penjaga keamanan, kemampuan bela dirinya waktu menolong Bu Vera dari para begal saat mengirim perhiasan ke rumah pelanggan, membuat orangtua Vera kagum dan memintanya bekerja di rumahnya, untuk membantunya mengirim pesanan perhiasan ke para pelanggannya atau menemaninya bepergian. Termasuk yang barusan dikirim ke Bu Dokter juga pesanan berlian dan perhiasan emas dari anak dan menantu beliau, saat orang tua Tiara ke luar negeri.Danu yang mengenali mobil itu milik Renita langsung turun dan menghampiri, Pisca tetap duduk diam dan santai di dalam mobil.Pisca melihat seorang wanita cantik bergaya sosialita, seumuran dengan Danu, dengan baju dan perhiasan mewah di tubuhnya, bersama seorang lelaki setengah tua, mungkin supir pribadinya, turun dari mobil.Danu ingin men
"Boleh tanya nggak Mas, mungkin sedikit kurang sopan, masalah pribadi soalnya," tanya Pisca penasaran."Ya, nggak apa-apa, tanya aja," ujar Danu sambil tetap fokus ke jalan raya, dia cukup lega, Pisca sudah mau bicara."Apa Mas Danu cerai dengan mantan istri juga gara-gara wanita itu?" tanya Pisca hati-hati.Danu tercekat, dia tak mampu menjawab, wajahnya sedikit resah.Sekali melihat reaksi Danu, Pisca sudah paham, lalu dia bertanya lagi."Apa mantan Istri Mas Danu ngamuk atau marah?" pancing Pisca."Tidak, dia sangat sabar, hanya marah sedikit," ujar Danu jujur, dengan Pisca dia tak ingin berbohong, hatinya merasa percaya bersamanya."Kok marah sedikit? Memang nggak cinta sama kamu? Jadi Mantan Mas danu menyerah tanpa melawan atau melabrak kalian?" tanya Pisca lagi dengan pasang wajah makin penasaran."Dewi sangat mencintaiku, aku yang tidak mencintainya, kami menikah dijodohkan, kasarnya dipaksa oleh Ibuku, mungkin Ibuku punya hutang budi pada orang tua Dewi, dia hanya marah sebe
"Loh?! Kok salah Mama sih? Bagaimana bisa?" tanya Shella heran, sambil menyeruput jus buahnya, karena tenggorokannya tiba tiba terasa kering."Ya Mama yang salah, kenapa aku dilahirkan super ganteng, harusnya ganteng aja biar nggak banyak penggemar," ujar Aldo datar."0hhh, sok ganteng dia rupanya," ujar Shella yang disambut tawa oleh Ardi dan keluarga yang lain."Hallo, Pagi semuanya, maaf telat gabung ya." Dewa yang baru datang langsung bergabung di meja makan, duduk di dekat istrinya.Dewi langsung terdiam, dan menelan saliva, dia ingin sekali berlari dan memeluk lelaki yang sudah sah menjadi suaminya, ingin cemberut dia malu sama Mama dan Shella, ingin pura-pura tersenyum tak bisa, karena dari kemarin dia tak mendapat pelukan dari sang suami, hanya pelukan, sambil mencium aroma tubuhnya, hanya itu saja yang dia mau, tapi suaminya tak mengerti.Saat di Saudi hanya mereka berdua saja, jadi Dewi tak perlu malu memeluk atau dipeluk suami, sekarang sudah berkumpul bersama keluarga be
Dewa menepuk dahinya, seperti itukah ngambeknya ibu hamil, atau ada sesuatu yang memang membuat Istrinya kecewa? Dewa terus bertanya-tanya."Telpon Pak Aziz Nak, mundurkan jadwal meetingnya, temui Istrimu, tanya baik-baik, mungkin ada keinginannya yang kamu lupakan, jaga hati Istrimu, dia mengandung anak pertamamu," ujar Mama Laura tersenyum teduh, sambil mengusap bahu Putranya."Baik Ma," jawab Dewa.Shella juga ikutan menepuk bahu Kakaknya."Yang sabar ya, Calon Ayah hehehe, cepet ke kamar, Ibu hamil kalau merajuk nggak lama kok" gurau Shella lalu berlalu masuk ke dalam rumah.Setelah menelpon Pak Aziz, dan mengatur jadwal meeting yang di undur, Dewa berjalan menuju kamarnya untuk melihat keadaan Istrinya.Saat melewati ruang makan, Dewa melihat Papanya sedang sarapan ditemani sang Istri, pria itu menghampiri kedua orang tua angkatnya."Pagi Pa, tadi aku telpon Pak Aziz, aku nggak bisa hadir ke kantor pagi," jawabnya lesu."Nggak apa-apa, Mama kamu sudah cerita, cepat temui Istrim
Di rumah keluarga Pak Fandi"Ayo Nak, bantu Bunda bersiap, katakan pada Rudi, siap-siap antar Ayah dan Bunda ke rumah Kakakmu, kami lama tak berjumpa, kemarin mereka sudah sampai di rumah setelah lama bulan madu di Saudi," ujar Bunda Yulia pada Seruni dengan wajah sumringah."Ya Bunda, sudah selesai, tinggal mengemas kue dan roti spesial buat Kakak Dewi tersayang," ujar Seruni lembut sambil mencium pipi Bunda Yulia yang sedang dibantunya memakai swater.Bu Yulia tertawa kecil, dia suka sekali dengan perlakuan lembut Seruni yang selama ini merawatnya dengan baik dan sabar, hingga kakinya sudah bisa berjalan lagi."Dewi hamil Nak, aku mau punya cucu walau bukan cucu kandungku, seandainya Hanif juga segera menikah lalu punya anak, bahagianya kami, di usia tua ini bisa merasakan menimang cucu," ujar Bu Yulia lirih "Berdoa saja terus Bunda, Mas Hanif masih memulihkan hatinya, kalau yang suka sama Mas Hanif pasti banyak, tapi butuh waktu, nggak gampang melupakan orang yang di cintai, usia
"Ardi, sebenarnya aku ingin bertemu Ibu Dewi, tapi Papa nggak bolehin aku keluar sendiri, harus diantar supir, atau ..." ucapan Tiara menggantung.Saat ini dirinya dengan sang kekasih, Ardi sedang mengobrol via telpon."Atau apa? Orang tuaku pasti senang, kalau kamu mau datang ke rumah, ada oleh-oleh dari Saudi buat kamu," ujar Ardi lembut.Tiara langsung tersenyum mendengarnya, bukan karena dia mau mendapatkan oleh-oleh, tetapi karena perhatian orang tua sang kekasih hati kepadanya."Baiklah, pulang sekolah nanti jemput aku di sekolah ya, terus antar pulang dulu, berganti pakaian sekalian pamitan sama Papa Mama. Mereka juga ingin kenalan sama kamu, mau ya?" pinta Tiara setengah memaksa."Baiklah, pulang sekolah aku langsung menuju sekolah kamu, ditunggu ya, sekarang aku balik ke kelas lagi ya," ujar Ardi."Iya sayang, selamat belajar by by." Tiara lalu menghentikan obrolannya lalu mematikan ponselnya.Hati gadis itu berdebar membayangkan akan bertemu dengan keluarga Ardi, namun wa
Di rumah Orang tua Tiara"Mas Danu mau kopi? Mau saya buatkan?" tanya Bi Surya yang melihat Danu, supir Majikannya masuk ke dapur."Ya Bi, makasih ya," jawab Danu."Nggak jemput Non Tiara?" tanya Bi Surya sambil menyalakan kompor."Non Tiara barusan kirim pesan, nggak usah dijemput katanya, mau pulang diantar teman," ujar Danu lalu duduk di meja makan tempat para karyawan di rumah ini berkumpul saat makan."Teman? Non Tiara jarang bawa teman ke rumah ini, karena sering keluar negeri, Non Tiara juga orangnya lebih senang sendiri dengan kesibukannya, temen siapa ya? Pasti teman istimewa yang bisa deket sama Non, apa mungkin pacarnya ya?" gumam Bi Surya penasaran."Kalau sama pacarnya juga nggak Apa-apa Bi, Non Tiara juga sudah besar, apalagi di izinkan datang ke sini, berarti orang tua mereka merestui," ujar Danu."Iya juga ya, semoga Non Tiara dapat pria idaman yang saling mencintai dan mumpuni, bisa melindungi dan bertanggung jawab, membahagiakannya dunia akhirat, Aamiin Yra," ujar Bi
"Ardi, setelah lulus sekolah, ada rencana kuliah di mana? Di Indonesia saja atau di luar negeri," tanya Pak Bahtiar."Kuliah di sini saja Om, biar dekat sama keluarga, nggak tega pergi jauh dari Ibu," jawab Ardi sopan."Bukannya Ibu kamu sudah ada Pak Dewa yang pasti selalu menjaga Istrinya, dan kamu bisa lanjut kuliah di luar negeri bareng Tiara, putri kami setelah lulus akan lanjut kuliah di luar negeri, ikut serta menemani kami, saya ada tugas di sana."Ardi terkejut mendengar penjelasan dari Om Bahtiar, begitu pun wajah sang gadis, terlihat menunduk sedih, dia tidak berani menentang rencana orang tua yang telah merawat, melindungi dan menyayanginya penuh kasih sayang."Maksud Om bagaimana? Kalian mau pergi lagi ke Luar Negeri dalam waktu lama? Tiara juga?" Ardi bertanya cemas, sambil menatap lekat wajah teduh Papa dari kekasih hatinya."Ya, benar," jawab Pak Bahtiar tegas menatap lekat pula ke arah sang Pemuda di depannya yang terlihat mulai panik."Tidak Om! Jangan bawa Tiara,