Dewa menepuk dahinya, seperti itukah ngambeknya ibu hamil, atau ada sesuatu yang memang membuat Istrinya kecewa? Dewa terus bertanya-tanya."Telpon Pak Aziz Nak, mundurkan jadwal meetingnya, temui Istrimu, tanya baik-baik, mungkin ada keinginannya yang kamu lupakan, jaga hati Istrimu, dia mengandung anak pertamamu," ujar Mama Laura tersenyum teduh, sambil mengusap bahu Putranya."Baik Ma," jawab Dewa.Shella juga ikutan menepuk bahu Kakaknya."Yang sabar ya, Calon Ayah hehehe, cepet ke kamar, Ibu hamil kalau merajuk nggak lama kok" gurau Shella lalu berlalu masuk ke dalam rumah.Setelah menelpon Pak Aziz, dan mengatur jadwal meeting yang di undur, Dewa berjalan menuju kamarnya untuk melihat keadaan Istrinya.Saat melewati ruang makan, Dewa melihat Papanya sedang sarapan ditemani sang Istri, pria itu menghampiri kedua orang tua angkatnya."Pagi Pa, tadi aku telpon Pak Aziz, aku nggak bisa hadir ke kantor pagi," jawabnya lesu."Nggak apa-apa, Mama kamu sudah cerita, cepat temui Istrim
Di rumah keluarga Pak Fandi"Ayo Nak, bantu Bunda bersiap, katakan pada Rudi, siap-siap antar Ayah dan Bunda ke rumah Kakakmu, kami lama tak berjumpa, kemarin mereka sudah sampai di rumah setelah lama bulan madu di Saudi," ujar Bunda Yulia pada Seruni dengan wajah sumringah."Ya Bunda, sudah selesai, tinggal mengemas kue dan roti spesial buat Kakak Dewi tersayang," ujar Seruni lembut sambil mencium pipi Bunda Yulia yang sedang dibantunya memakai swater.Bu Yulia tertawa kecil, dia suka sekali dengan perlakuan lembut Seruni yang selama ini merawatnya dengan baik dan sabar, hingga kakinya sudah bisa berjalan lagi."Dewi hamil Nak, aku mau punya cucu walau bukan cucu kandungku, seandainya Hanif juga segera menikah lalu punya anak, bahagianya kami, di usia tua ini bisa merasakan menimang cucu," ujar Bu Yulia lirih "Berdoa saja terus Bunda, Mas Hanif masih memulihkan hatinya, kalau yang suka sama Mas Hanif pasti banyak, tapi butuh waktu, nggak gampang melupakan orang yang di cintai, usia
"Ardi, sebenarnya aku ingin bertemu Ibu Dewi, tapi Papa nggak bolehin aku keluar sendiri, harus diantar supir, atau ..." ucapan Tiara menggantung.Saat ini dirinya dengan sang kekasih, Ardi sedang mengobrol via telpon."Atau apa? Orang tuaku pasti senang, kalau kamu mau datang ke rumah, ada oleh-oleh dari Saudi buat kamu," ujar Ardi lembut.Tiara langsung tersenyum mendengarnya, bukan karena dia mau mendapatkan oleh-oleh, tetapi karena perhatian orang tua sang kekasih hati kepadanya."Baiklah, pulang sekolah nanti jemput aku di sekolah ya, terus antar pulang dulu, berganti pakaian sekalian pamitan sama Papa Mama. Mereka juga ingin kenalan sama kamu, mau ya?" pinta Tiara setengah memaksa."Baiklah, pulang sekolah aku langsung menuju sekolah kamu, ditunggu ya, sekarang aku balik ke kelas lagi ya," ujar Ardi."Iya sayang, selamat belajar by by." Tiara lalu menghentikan obrolannya lalu mematikan ponselnya.Hati gadis itu berdebar membayangkan akan bertemu dengan keluarga Ardi, namun wa
Di rumah Orang tua Tiara"Mas Danu mau kopi? Mau saya buatkan?" tanya Bi Surya yang melihat Danu, supir Majikannya masuk ke dapur."Ya Bi, makasih ya," jawab Danu."Nggak jemput Non Tiara?" tanya Bi Surya sambil menyalakan kompor."Non Tiara barusan kirim pesan, nggak usah dijemput katanya, mau pulang diantar teman," ujar Danu lalu duduk di meja makan tempat para karyawan di rumah ini berkumpul saat makan."Teman? Non Tiara jarang bawa teman ke rumah ini, karena sering keluar negeri, Non Tiara juga orangnya lebih senang sendiri dengan kesibukannya, temen siapa ya? Pasti teman istimewa yang bisa deket sama Non, apa mungkin pacarnya ya?" gumam Bi Surya penasaran."Kalau sama pacarnya juga nggak Apa-apa Bi, Non Tiara juga sudah besar, apalagi di izinkan datang ke sini, berarti orang tua mereka merestui," ujar Danu."Iya juga ya, semoga Non Tiara dapat pria idaman yang saling mencintai dan mumpuni, bisa melindungi dan bertanggung jawab, membahagiakannya dunia akhirat, Aamiin Yra," ujar Bi
"Ardi, setelah lulus sekolah, ada rencana kuliah di mana? Di Indonesia saja atau di luar negeri," tanya Pak Bahtiar."Kuliah di sini saja Om, biar dekat sama keluarga, nggak tega pergi jauh dari Ibu," jawab Ardi sopan."Bukannya Ibu kamu sudah ada Pak Dewa yang pasti selalu menjaga Istrinya, dan kamu bisa lanjut kuliah di luar negeri bareng Tiara, putri kami setelah lulus akan lanjut kuliah di luar negeri, ikut serta menemani kami, saya ada tugas di sana."Ardi terkejut mendengar penjelasan dari Om Bahtiar, begitu pun wajah sang gadis, terlihat menunduk sedih, dia tidak berani menentang rencana orang tua yang telah merawat, melindungi dan menyayanginya penuh kasih sayang."Maksud Om bagaimana? Kalian mau pergi lagi ke Luar Negeri dalam waktu lama? Tiara juga?" Ardi bertanya cemas, sambil menatap lekat wajah teduh Papa dari kekasih hatinya."Ya, benar," jawab Pak Bahtiar tegas menatap lekat pula ke arah sang Pemuda di depannya yang terlihat mulai panik."Tidak Om! Jangan bawa Tiara,
"Tunangan? Dua pasangan? Siapa?" tanya Bunda Yulia keheranan.Ayah Fandi yang sedang mengobrol dengan Dewa juga menyimak pembicaraan.Ardi dan Tiara yang sedang membahas cincin pertunangannya juga ikut mendengarkan.Dewi memandang ke arah Hanif dan Seruni."Sepertinya aku melihat aura bahagia dan saling terpesona nich, di wajah kalian saat saling memandang dan bicara, yakin nich adik-adik aku nggak pengen segera di halalin aja. Ayo dong jangan kalah sama Ardi yang masih bau kencur, sudah berani ngelamar langsung di depan calon mertua," ujar Dewi sambil menaik turunkan kedua alisnya, memberi kode bahwa dia turut bahagia dan mendukung hubungan mereka berdua.Seketika wajah tegang tergambar jelas di wajah Hanif dan Seruni, kala pandangan mata kedua orang tuanya dan semua yang ada di ruangan kini fokus menatap dirinya.Hanif garuk-garuk kepalanya sambil senyum-senyum tersipu, dia binggung menjawab, karena orangtuanya belum mengetahui hal ini."Hanif? Benarkah yang diucapkan Mbak kamu?" t
Mata Aisyah terpejam, mengatur detak jantung yang berdebar karena kejadian tak terduga yang di alaminya, tubuh mungilnya terasa sakit dihantam tubuh tinggi besar si pencopet.Jeda beberapa menit saja dengan jatuhnya Aisyah ke lantai, tiba-tiba.Gedubrak!Terlihat seorang pencopet jatuh terjerembab, menelungkup di lantai, menjatuhkan kursi plastik tukang es, pencopet itu secepatnya bangun lagi, ingin melarikan diri walau dengan kaki pincang, namun pemuda berseragam SMA itu terlihat gerak cepat menjegal kaki si pencopet lagi hingga terjatuh, sepertinya pemuda itu yang sudah membantu menjatuhkan pencopet itu.Namun gerak pencopet juga kalah cepat dengan para pengunjung yang geram dengan ulahnya, mereka segera menangkapnya dan memanggil satpam.Ada beberapa pengunjung yang tubuhnya terpelanting karena ditabrak badan besar si pencopet, mereka semua dibantu berdiri, termasuk Aisyah.Dalam posisi berdiri, Aisyah memperhatikan si pencopet sambil meringis kesakitan di bagian punggungnya, ke
Tiara tersenyum mendengar ucapan Pak Danu, Supir pribadi keluarganya."Anggap aja kalian ini seolah-olah calon mertuaku, sekarang di cicipi ya, terus koment dong, rasanya enak nggak, di makan pantes nggak?"Tiara bertanya sambil memperhatikan Bi Surya, Pak Danu dan Pisca yang mulai mencicipi masakannya."Hmmm, jos ini Non, enak banget, asli enak loh," puji Pisca."Sip Non, siapa dulu chef-nya hehehe," seloroh Bi Surya."Makasih ya Bi Surya, dah ngajarin aku, besok-besok ajarin lagi ya, soalnya Ibu mertua aku pinter masak, masa iya, menantunya nggak bisa masak, malu aku," seloroh Tiara."Oh ya, Pak Danu gimana komentarnya? Masakan aku, Kok diam aja?" Tiara bertanya sambil memperhatikan lekat Pak Danu, yang fokus dengan makanannya."Rasanya mantap Non, pasti senang suami dan mertua di masakin seperti ini, makasih ya Non kita bertiga dah di suruh nyicipin yang pertama kali, bikin Bapak terharu, walau cuma jadi calon mertua bohongan, ini bapak juga lagi makan sambil bayangin masakannya