Sindiran itu berasal dari Bang Rizal ternyata, di calon mantan Kakak Ipar, sambil menatap ke arahku, disambut senyum sinis Renita, dan wajah jengkel Bang Danu.Ibu Mertua dan Mb Ria hanya diam saja, Mb Ria meletakkan bawaannya untu Ardi di meja.Aku abaikan dan tak merespon ucapannya, walau heran, aku lagi malas menghadapi manusia nggak ada akhlak macam dia, aku juga malu berdebat di depan Kak Dewa dan Ardi."Gitu kok nuduh Danu selingkuh, sendirinya malah sudah berduaan sama laki-laki, dandanan sampai berubah, pas sama Danu dandanan dekil terus," lanjut Bang Rizal, karena aku tak merespon ucapannya yang tadi.Ternyata Bang Rizal terang-terangan menuduh. diri ini, dikiranya Kak Dewa selingkuhanku, walau sudah tertebak, sindirannya ditujukan untukku.Aku tertawa, merasa lucu mendengar tuduhan Bang Rizal, sepertinya menghadapi mereka tidak harus dengan emosi, justru aku yang akan mengaduk-aduk emosi mereka.Aku tertawa sambil memandang Ardi dan Kak Dewa yang keheranan, namun tak mau ber
Bang Danu tersenyum senang melihat kedatangan Aisyah, dia merentangkan tangannya ingin memeluk putrinya, namun Aisyah melangkah mundur saat melihat Renita ada di samping Ayahnya, merangkulnya dengan mesra.Aisyah menoleh mencari keberadaanku, saat melihatku dengan wajah sembab habis menangis di samping Kakaknya, wajahnya langsung memerah, menggigit bibirnya agar tak menangis juga. Lalu Aisyah berlari memeluk dan menciumi pipiku dan mengusap sisa-sisa air mataku.Tak lama kemudian menyusul Mama Laura masuk juga, sambil menenteng dua kantong kresek belanjaan, beliau terlihat terkejut saat melihat banyak orang di dalam, wajahnya tersenyum kecil menyapa semua yang ada di dalam ruangan, lalu pandangannya berhenti, menatap ke arahku. Mama Laura begitu terkejut, melihat wajahku yang terlihat sembab habis menangis."Hai! kenapa Putri dan Cucu Mama menangis? Apa ada sesuatu dengan cucuku Ardi?" tanyanya khawatir, sambil berjalan Anggun menghampiriku, meletakkan barang bawaannya di dalam lema
"Dewi ...!" Seseorang memanggilku dari arah belakang, dan suara itu sudah sangat aku hapal, suara milik Bang Danu.Diri ini membalikkan badan, menatap dan menunggu di pemanggil yang berjalan semakin mendekat ke arahku.Rupanya Dia dan Renita keluar juga dari ruangan tempat Ardi di rawat.Mau apa mereka menyusul? Bukankah tadi menolak keluar? Apa ingin makan bersama? Atau ingin mencari keributan dengan diri ini?Aku urungkan langkah kaki yang ingin menuju ke bangku kantin yang diduduki Aisyah. tetap menunggu dua manusia mesum itu mendekatiku."Mau apa mereka? Apa perlu Kakak temani? Atau kakak tunggu di meja sama Aisyah?" tanya Kak Dewa."Entahlah, mau apa mereka, temani Aisyah aja deh Kaka, kasian itu sendirian," jawabku tersenyum sambil menatap ke arah Aisyah yang sudah melihat gambar-gambar menu di buku pemesanan.Kak Dewa pun berlalu meninggalkan aku, berlalu untuk menemani Aisyah.Bang Danu dengan Renita, semakin mendekatiku, jantung ini mulai deg-degan. Apakah dia akan mengajak
Renita berteriak dan langsung berdiri mengibaskan tumpahan air dibajunya."Astaga Danu, gimana sih! Basah jadinya bajuku, taruh gelas yang bener dong," teriak Renita, tak peduli walau makin banyak pasang mata yang melihat kearahnya Renita memanggil Bang Danu tanpa embel-embel Abang atau Mas, mungkin karena semasa SMA mereka satu kelas.Sepertinya Bang Danu tak sengaja saat meletakkan gelas di meja, dia letakkan di atas piring yang masih ada makanannya, akibatnya gelas tak seimbang dan terguling, yang akhirnya air dalam gelas tumpah dipangkuan Renita, tuh 'kan, tanda nggak fokus orangnya. Aku tersenyum geli ... upst, maaf bukannya bahagia melihat derita orang lain, tapi bukankah ini yang aku mau, aku senang melihatnya.Bang Danu pasti kaget mendengar perbincanganku dengan Kak Dewa, selama 15 tahun bersamanya, jangankan bedak tabur yang harga termurah, makan saja kami kurang dari cukup.Sekarang dia mendengar Kak Dewa akan membelikan sesuatu yang belum pernah dia belikan untukku selam
Siapa pengirim misterius itu? Aku memapah Ardi masuk ke dalam rumah, Aisyah sudah duluan membantuku membukakan pintu rumah dan pintu kamar Kakaknya.Beberapa tetanggaku yang melihat kepulanganku, datang menghampiri sekedar menyapa dan memberi semangat, juga doa untuk kesembuhan Ardi.Saat tetanggaku masih berkumpul di rumah, aku segera bertanya pada mereka."Oh iya Mbak, itu di depan rumah aku kok banyak material bahan bangunan? Milik siapa ya? Apa ada yang belanja terus titip taruh di tempatku? Tapi halaman rumah-rumah di sini, luasnya sama, masa sih titip?"Beberapa dari mereka menggelengkan kepala karena tak tahu, ada yang mengingat-ingat sesuatu, ada yang bicara, tetangga samping rumahku, Mbak Nengsih usianya seumuran denganku dan Bu Tatik, beliau sudah mempunyai dua cucu."Oh iya, Dewi, kemarin jam tiga sore ada yang kirim, aku yang tanda tangan kwitansi pengirimannya, kata supir truk yang kirim barang, itu dari kerabat kamu yang kerja di luar kota." Mbak Ningsih memberi penje
Aku melangkah mundur, bersiap menghindar dari pukulannya.Namun sayangnya sapu itu lebih cepat diayunkan Renita ke tubuh ini. Aku menjerit saat merasakan sakit di tubuh, akibat pukulan dari sapu itu.Emosi diri ini akhirnya tersulut, karena Renita tidak membiarkan aku menghampiri anak-anak. Yang ada dipikiran saat ini adalah tangisan Aisyah, kecemasanku terhadap anak-anak lebih besar dari pada rasa sakit di tubuh ini. Bukan karena takut melawan Renita, tapi melihat Bang Danu sangat membela dan menjaganya,, aku justru takut mereka berdua kompak menyiksaku.Aku berlari dan mendorong Renita dengan kuat.Renita terhuyung karena perbuatanku barusan.Bang Danu langsung reflek menangkap tubuh Renita agar tak tersungkur di lantai.Mata Bang Danu melotot ke arahku, tak terima diri ini menyakiti selingkuhannya.Tetapi saat aku di sakiti, sedikit 'pun tidak ada niat melindungi dan membelaku."Astaghfirullah ... ternyata memang kamu suami dzolim Bang, aku benar-benar tak ada arti sedikitpun bag
Perlahan Shella mendekat ke arah Danu."Aku kecewa sama kelakuan kamu Mas, kamu tau dan lihat Istrimu, Ibu dari Anak-anakmu! Yang bertahun-tahun mengabdikan hidupnya untukmu, disiksa wanita lain yang menyakiti hatinya, tapi kamu biarkan?" Shella berkata dengan pelan namun tajam ke arah Bang Danu. Danu tetap diam sambil memandang wajah Shella dengan lekat tak berkedip, Renita sibuk mengeringkan pakaiannya dengan sapu tangan miliknya."Yakin, Nggak salah pilih kamu Mas?! Membuang perempuan baik-baik seperti Dewi, yang mau susah payah, banting tulang membantu meringankan bebanmu, menafkahi Anak-anakmu, menjaga auratnya dari lelaki lain, hanya demi pel@kor bar-bar begini, rendah sekali selera kamu ternyata." Shella masih berucap pelan dan tegas."Hai ...! tutup mulutmu!" Bentak Renita yang langsung marah mendengar ucapan Shella yang merendahkannya, menantang Shella dan ingin menghajarnya juga.Namun kulihat Bang Danu mencegahnya, tak membiarkan Renita menyentuh Shella, bahkan mata Ba
Kak Dewa memapah Shella duduk di sampingku, lalu mempersilahkan semua yang ada di ruang tamu untuk duduk, meminta kami semua menyelesaikan masalah yang sedang terjadi dengan baik-baik."Danu, Renita, silahkan duduk, mungkin bisa kita bicarakan baik-baik masalah kalian," ujar Kak Dewa mempersilahkan mereka duduk.Kulihat Bang Danu ingin melangkah duduk bersama kami di ruang tamu, tapi Renita mencegahnya, memegang lengan Bang Danu dengan kuat."Maaf, bajuku basah, aku kedinginan, lebih baik kami cepat pulang, takut masuk angin." Renita menolak untuk duduk bersama."Ayo, kita pulang aja." Renita menarik tangan Bang Danu agar mengikutinya keluar.Danu terpaksa mengikutinya, tak berani menolak permintaan selingkuhan kaya rayanya."Ardi, Aisyah, Ayah pulang dulu ya, cepet sembuh ya Nak, kalian jadi anak baik ya, jangan pernah membenci Ayah walaupun Ayahmu ini orang miskin," pamitnya pada kedua Putra-Putrinya.Ada nyeri menyentil relung hati mendengar ucapannya, bagaimana mungkin kami memben