Waktu berlalu dengan cepat, mengiringi kesibukanku.Satu persatu urusanku terselesaikan dengan baik.Proses perceraian, Alhamdulillah tidak terlalu rumit, karena Bang Danu tak pernah menghadiri persidangan, dalam hitungan bulan, proses selesai, surat cerai resmi sudah aku terima, diri ini telah sah menjadi janda, hal yang tidak pernah diinginkan oleh wanita manapun.Sejak kejadian kekerasan yang dilakukan Renita, dan warga ribut hendak melaporkan ke polisi, mereka tak ada kabar berita lagi, kabarnya pergi bekerja di tempat yang jauh, pernah juga ada yang memberitahu, Bang Danu pergi dan tak kembali lagi sejak ada hura hara di rumah ibunya, kabarnya keluarga dari pihak suami Renita datang melabrak ke sana.Rumah yang aku tinggali juga sudah selesai direnovasi, aku tak ingin terlalu mewah, diri ini hanya menghargai Pak Fandi dan Istrinya, mereka membuatkan juga rumah makan di depan rumah, dan sudah 1,5 bulan ini aku buka usaha kuliner lagi, yang sempat tutup beberapa bulan lamanya karen
"hmm....hmmm."Aku melirik Mbak Sumi yang sedang cengar-cengir, menggoda kami berdua sambil mesem-mesem lebar, melihatku dan Mas Hanif duduk berhadapan.Aku agak salah tingkah, tapi berusaha mengendalikan diri agar terlihat biasa-biasa saja."oh iya Mbak Dewi, boleh minta nomor WA kamu?" tanya pria itu sopan."Boleh." Lalu aku memberi kartu nama rumah-makan ini padanya."Ini yang nomor pribadi? Yang langsung ke kamu," tanyanya. "Iya," jawabku sopan."Boleh Aku WA, hanya sekedar berteman, mengobrol?" tanyanya ragu.Aku berpikir sejenak, sebenarnya risih kalau di WA lawan jenis kalau hanya basa basi, kecuali urusan bisnis.Kecuali Kak Dewa yang sudah kami anggap seperti keluarga."Boleh, asal nggak menganggu satu sama lain," ujarku, hatiku sebenarnya menolak, namun bibirku bilang boleh, haduhh."Mas Ganteng ...! ini pesanannya saya taruh sini ya, kalau masih mau ngobrol nggak Apa-apa, saya malah seneng liatnya. Mbak Dewi udah di situ aja, biar aku yang ngeladenin pembeli." Mbak Sumi b
Setelah Mbak Sumi berlalu, aku membuka ponsel lagi, penasaran sekali ingin melihat foto-foto yang di kirim Mas Hanif dengan lebih jelas.Gambar itu ternyata, semuanya foto-foto diri ini saat sedang duduk, bicara dengan pelanggan, tersenyum saat melayani pembeli, sedang duduk sendiri di depan meja kadir dan semua foto memakai baju yang berbeda. Mas Hanif mengambilnya diam diam saat sedang duduk menikmati makanannya di hari yang berbeda.Berarti, setiap dia kesini selalu mengambil foto diri ini tanpa sepengetahuanku, tapi untuk apa?Tiba-tiba ada rasa takut, siapa sebenarnya Hanif, kenapa dia tahu banyak tentang diriku, ingin lebih dekat dengan diriku, apakah salah bila diri ini merasa curiga?Ting.Mas Hanif mengirim pesan WA lagi.{Maaf ya, kalau nggak berkenan, aku janji nggak akan ulangi lagi, tapi jangan suruh menghapus foto-foto ini ya} dengan emot tersenyum dan tangan menangkup.{Maaf, sebenarnya anda siapa?}Send.Ting { Seseorang yang ingin mengenalmu lebih dalam}Aku terd
Malam hari. di rumah DewiSetelah selesai sholat Isya, aku bersiap Istirahat, agar bisa bangun tengah malam nanti, untuk Sholat Sunat Tahajud dan menyiapkan bahan-bahan untuk pesanan yang akan dimasak besok.Sebelum tidur aku cek ponsel dulu, kulihat lagi ada beberapa notifikasi pesan masuk dari Mas Hanif, Kak Dewa dan Shella.Aku membuka satu persatu pesan yang masuk, pertama dari Kak Hanif yang chat dari sore tadi.{Dewi, jangan marah ya kalau aku kirim pesan terus, semoga kamu mau berteman denganku, Aman kok, dijamin aku orang baik}{ Met istirahat ya, semoga mimpi aku ... Eh ... Indah maksudnya, maaf }Aku tersenyum membacanya, tapi tak kubalas dulu, aku membuka lagi pesan dari Kak Dewa.{ Assalamualaikum wr wb, Dewi, sudah dapat kabar dari Ardi? Bulan depan kalau tidak ada halangan, kami ajak ke Bali ya, kita sekeluarga, ke hotel milik Mama, dan Mama sama Shella berharap kamu dan Aisyah ikut juga, kalau bisa, ikut ya}Aku terdiam, aku harus bagaimana?Lalu aku membuka pesan dari
"Hah ... ! Gaji 50 juta Nak?" Aku terlonjak kaget."Jangan main-main Ardi, itu jumlah uang yang sangat besar, kerja apa anak seusia kamu bisa dapat segitu Nak, mungkin Om Dewa aja itu yang mau kasih cuma-cuma, iya 'kan?" tanyaku tetap tak percaya."Gini Bu, Ibu kalau ada yang pesen nasi 10 bungkus, Ibu kasih bonus 1 porsi 'kan? Kalau ada yang bantu promosikan dagangan Ibu, bawa rombongan makan ke sini, orang yang promosiin itu juga Ibu kasih bonus 1 porsi 'kan?" tanya Putraku."Iya memang harus dikasih bonus, buat jasa dia sudah bantu promosi dan cari pembeli, biar senang makan di sini dan datang ke sini lagi, kok jadi ngomongin nasi? Apa hubungannya?" tanyaku dengan nada heran."Ini penjelasan yang gampang aja buat Ibu, Ardi sudah bantu usaha Kak Dewa, bikinin iklan, bikin laporan, bantu bikin faktur, terus penjualan Kak Dewa meningkat, hasilnya milyaran loh Bu, yang Ardi dapat ini bonus penjualan selama 3 bulan, malah masih ada lagi kata Om Dewa, bulan depan dapat lagi Bu," Jelas p
Aku memandang heran pada Mbak Sumi, bagaimana bisa, dia asal ceplos, menuduh aku janjian pergi dengan Mas Hanif."Aku ke Bali sama Shella dan keluarganya kok Mbak Sumi. Ardi dan Aisyah ikut juga, jadi nggak ada hubungannya sama Mas Hanif."Aku tersenyum dan memberi penjelasan pada mbak Sumi tentang rencana bepergian ke Bali bersama Shella sekeluarga."Oalah, berarti cuma tujuan aja yang sama ya Mbak, soalnya pas aku dianter pulang kemaren, di mobil ada alat kesehatan gitu sama kursi roda yang bagus katanya buat orang tuanya, minggu depan pulang dari luar negeri, tapi istirahat di Bali dulu, terus mau ketemu seseorang di kota ini juga, begitu katanya," ujar Mbak Sumi."Oooh, mereka punya kenalan di kota sini juga? Ya sudah bahas yang tadi aja, cari pekerja baru, berarti besok kalian yang cari pekerjanya ya, aku tunggu infonya besok," kataku sambil berdiri menyambut pembeli yang datang."Ya Mbak, ini Asih sudah aku WA langsung jawab mau katanya, pokoknya nggak ada yang nolak kalau kerj
Iseng mata ini melirik ke arah Shella dan Mama Laura.Mama Laura, sedang menopang dagu dengan tangan, sikutnya menumpu pada meja, melihat ke arahku dan Kak Dewa dengan senyum mengembang begitu teduh dipandang.Ya Tuhan, Mama Laura memperhatikan yang dilakukan putranya dan melihat reaksi diri ini, Karena gugup aku membalikkan badan, membuka kulkas, melihat isinya.Tapi setelah pintu kulkas terbuka, diri ini tak tau apa yang mau diambil, dan aku juga nggak tau kenapa membuka pintu kulkas. Ya ampun kenapa jadi salah tingkah begini, aku menepuk kening, jengkel sendiri dengan kegugupan diri ini."Cari apa Mbak Dewi?" tanya Mbak Sri padaku."Eh ...ini, apa ya ...? Nggak jadi, udah semua kayaknya.Pertanyaan Mbak Sumi mengejutkan diri ini, sehingga membuatku malu dan gugup saat menjawab, akhirnya aku menutup pintu kulkas lagi, sambil menggaruk belakang telingaku yang tak gatal, duh ... kenapa jadi binggung gini sih, pikirku."Paling juga ketularan aku Yu Sri, alergi deket orang ganteng, apa
"Kenapa wi," tanya Shella dengan panik.Kak Dewa reflek mengambil air mineral dan memberikannya padaku, aku menerimanya dengan gugup.Aku lihat semua wajah menatapku dengan cemas, saat aku melirik sambil meminum air yang disodorkan Kak Dewa, air itu kuhabiskan hingga tandas, aku jadi binggung sendiri.Akhirnya aku mencubit lengan Shella pelan, sambil mencebik pura-pura marah, karena pertanyaannya sudah membuatku terkejut."Kalau mau tanya jangan dadakan Shella, tenggorokanku lagi ada isinya, jadi kaget, gara-gara pengen cepet jawab kamu," ujarku berusaha mencairkan suasana."wkwkwk, masa sih, maaf ya, jadi bikin kaget, hihihi .... Ya, maksud gue, kalau pilihan Kakak itu masih gadis, terserah pilihan yang Kak Dewa mau, yang dia anggap terbaik, tapi kalau pilih janda yang sudah punya anak, ngapain pilih yang lain, aku pilih Dewi loh Kak, udah kita kenal baik, pokoknya nggak mau yang lain, titik," ujar Shella tegas.Aku melebarkan mata ke arah Shella, asal ceplos aja deh dia."Hais! Sh