Beranda / Fantasi / MATE / BAB 1; WHITE HELL

Share

BAB 1; WHITE HELL

Penulis: aleevani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Suara cambukan yang keras diikuti rasa perih dan panas menyebar ke seluruh punggungku. Kugigit bibir bawahku, menahan rasa sakit yang menusuk hingga tulang belakangku. Air mata sudah tumpah di wajahku. Rasanya sangat menyakitkan, tapi aku tak bisa lakukan apa-apa selain menahan rasa sakitnya. Ingin aku melawan, tapi aku sadar bahwa aku lebih lemah dari mereka. Cambukan itu terdengar lagi, dan punggungku kembali didera rasa sakit. Entah sudah berapa cambukan yang aku terima hari ini. Mereka seakan tak pernah lelah untuk menyiksaku. 

Jambakan kuat di rambut panjangku membuatku meringis kesakitan.  Mereka kembali menyeretku ke gudang, atau lebih tepatnya tempatku menutup mata setiap malam. Tubuhku dihempaskan keras ke lantai, sedetik kemudian suara pintu dibanting keras dan derap langkah mereka yang semakin menghilang terdengar. Aku meringkuk di lantai, menenggelamkan wajahku diantara lutut. Tubuhku bergetar, sedetik kemudian air mataku tumpah. Seluruh tubuhku terasa sakit. Luka yang kudapat kemarin belum sempat kering dan pagi ini aku sudah menerima luka lagi.  

“Ayah .... Ibu ....” Kembali kupanggil nama mereka dengan suara serak yang menyedihkan. Berharap mereka bisa mendengarku. Aku sangat merindukan mereka berdua. Setiap hari, setiap waktu. Andai saja mereka masih berada disini sekarang. Kurasa hidupku tidak akan terasa seberat ini.

Semua ini berawal dari tragedi yang menimpa pack kami lima tahun yang lalu. Pembantaian yang dilakukan para Rogue pada pack kami, telah menimbulkan luka yang dalam pada setiap keluarga yang tersisa. Itu adalah pembantaian terakhir yang menggugurkan seluruh kepala keluarga di pack kami. Semuanya gugur pada malam pembantaian itu, termasuk orang tuaku dan kakak laki-lakiku. 

Ayahku adalah Alpha di pack kami, Goldmoon pack. Sebuah pack kecil yang berada di salah satu hutan belantara di benua Eropa. Kami tinggal jauh dari peradaban manusia, dengan wilayah yang sempit ditengah luasnya hutan yang terbentang. Kami hanya memiliki sedikit anggota, tapi kami merasa bahagia. Ayahku selalu mampu membawa kami ke dalam kesejahteraan. Dia adalah pemimpin yang baik. Sayang, malam itu dia terbunuh dengan cara yang sangat mengerikan. Moon goddes memberikan kematian yang kejam untuk semua kebaikan yang dilakukan semasa hidupnya.

 Selanjutnya kakakku yang seharusnya menjadi Alpha penerus Ayah juga ikut gugur di malam itu. Farel, dia sebenarnya kakak yang baik meskipun sifatnya sangat menyebalkan. Dimataku dia seperti bintang, dia selalu bersinar dimanapun dia berada. Sangat berbeda dengan diriku. Sosoknya yang murah senyum dan humoris membuat siapapun yang berada di dekatnya merasa bahagia. Bahkan di detik-detik terakhir hidupnya, dia sempat melontarkan lelucon yang menurutku tidak ada lucu-lucunya. Aku yakin saat itu kakakku pasti sudah mengetahuinya, bahwa hidupnya tidak akan lama. Tapi dengan bodohnya dia masih berusaha tersenyum dan tertawa. 

Setelah mengetahui ayahku berhasil dilumpuhkan, ibuku berusaha lari membawaku pergi. Kami berlari melalui pintu rahasia yang sengaja dibuat ayahku untuk keadaan darurat. Pintu itu langsung menuju ke hutan. Namun para Rogue itu sudah benar-benar mengepung kami. Siapa sangka ada seorang Rogue yang berjaga di pintu keluar seolah sengaja menunggu kedatangan kami. Untuk melindungiku, ibuku bertarung melawan para Rogue itu. Dia menyuruhku untuk lari sejauh mungkin. Lalu dengan bodohnya aku mengikuti perintahnya dengan air mata yang berlinang. Dan aku hanya bisa mengutuki diriku sendiri karena tak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka semua. Ibuku terbunuh malam itu juga.

Malam itu adalah malam paling mengerikan dalam hidupku. Banyak sekali penyesalan yang kurasakan. Waktu itu umurku masih lima belas tahun, dimana wujudku masih manusia seutuhnya. Darah serigala dalam diriku belum bangkit sebelum kami para werewolf  mencapai usia tujuh belas tahun dan bertemu dengan serigala kami.  Aku tidak bisa ikut bertarung dan tak bisa melakukan apa-apa selain berusaha melindungi diriku sendiri. Tidak, bahkan aku sendiri tidak mampu melindungi diriku sendiri. Aku tak akan pernah melupakan malam itu. Aku terus merutuki diriku sendiri karena lari dan meninggalkan ibuku yang terbunuh. Jika saja waktu itu aku tidak lari, sudah pasti aku juga akan mati malam itu juga. Tapi, itu lebih baik dari pada terus hidup seperti saat ini.

Aku berlari cukup jauh hingga melewati wilayah  pack lain. Sudah beberapa hari aku hanya meringkuk, bersembunyi di balik semak-semak, berusaha bertahan hidup sekuat yang aku bisa. Tubuhku bisa dibilang cukup memprihatinkan, hingga akhirnya sebuah keluarga menemukanku dan memungutku menjadi salah satu anggota mereka.

Seorang wanita berumur tiga puluhan datang padaku dan mengulurkan tangannya padaku. Ia mengatakan akan menyelamatkanku dan dengan mudahnya aku ikut dengan mereka. Saat itu kupikir aku telah bertemu dengan malaikat yang benar-benar akan menyelamatkanku. Ternyata aku salah, justru dari situlah hari-hari burukku dimulai.  Perempuan itu bernama Kelly, seorang Rogue yang tinggal di tengah hutan bersama putrinya, Jessy. Setelah ikut mereka ke dalam bangunan bertembok putih yang mereka sebut rumah, mereka mulai menyiksaku dan mulai memperlakukanku seperti budak mereka. Mereka akan menghukumku meski aku tak tau apa salahku, dan memberiku makanan sekali dalam sehari itu pun makanan sisa mereka. Tempat itu adalah penjara. Lebih tepatnya neraka dengan dua iblis wanita yang licik.

Pagi ini mereka sudah mencambukku atas kesalahan yang tidak aku ketahui. Aku hanya bisa tersenyum miris mengejek bagaimana hidupku saat ini. Aku tumbuh menjadi seorang gadis yang hidupnya benar-benar berantakan. Aku tak tau apa lagi yang akan menimpaku, apakah lebih buruk dari ini? Mataku terpejam dengan air mata yang terus berlinangan. Merasakan sakit yang menjalar ke seluruh tubuhku dan beberapa menit kemudian aku terlelap diatas lantai yang dingin.

***

Pintu kamar yang dibuka dan dibanting keras membuatku terperanjat dan langsung bangun dari tidurku. Seorang gadis bermata amber tengah berdiri dan menatapku dengan tatapan tajam. Dia adalah Jessy, putri dari wanita itu. Aku tak tau apa lagi yang akan dia lakukan padaku. Yang aku tahu tak ada hal yang baik dari kedatangan Jessy.

“Hei pemalas! Apa yang kau lakukan?! Kau seharusnya bekerja bukan tidur-tiduran! Kau pikir kami memungutmu untuk apa?! Harusnya kau tau diri dan kerjakan tugas-tugasmu!” 

Aku meringis menahan sakit saat tangan Jessy menarik rambutku kuat. Berusaha untuk tidak menangis saat kurasakan kulit kepalaku yang ingin terlepas.

 “A ... ampun ... jangan hukum aku ... kumohon ...”

Senyum puas tercetak di bibir Jessy, saat aku memohon dengan suara yang lirih. Tangannya melepaskan rambut hitamku, sedikit mendorong kepalaku kasar.

“Baik, mungkin hukumanmu kali ini akan ditunda. Kita kedatangan tamu hari ini. Jadi bersikap baiklah dan jangan berbuat macam-macam!”

Jessy menyeringgai licik, meninggalkanku sendirian di kamar sempit milikku. Aku hampir bernapas lega saat Jessy keluar dari kamarku. Tapi kepala gadis itu kembali menoleh ke arahku dan mata ambernya melotot tajam kearahku. “Dan mulailah bekerja, atau aku dan ibu akan memcambukmu lagi!” ancamnya, meninggalkanku dengan teror yang menakutkan.

Tanpa terasa tubuhku sudah bergetar karena ketakutan. Cambuk? Itu adalah hal yang menakutkan dibandingkan hukuman lainnya. Meski sudah berkali-kali merasakannya, tapi tetap saja aku belum terbiasa. Rasanya sangat menyakitkan, hingga kulit punggungku bengkak dan mati rasa. Aku tidak pernah bisa berbaring karena punggungku semakin sakit saat menyentuh lantai kamar yang dingin dan keras. 

Aku segera bangun dan pergi ke dapur menyiapkan semua masakan dan mengerjakan semua pekerjaan rumah. Dahiku berkerut memikirkan perkataan Jessy. Jessy mengatakan akan ada tamu yang datang. Selama lima tahun aku di rumah ini, tamu adalah hal yang sangat langka. Bahkan kurasa tidak ada satupun tamu yang datang selama aku berada di sini. Jadi, kira-kira siapa? Kenapa tiba-tiba?

“Levia!” Aku berlari dengan buru-buru saat mendengar teriakan Kelly dari ruang tamu. Aku harus cepat, jika tidak mereka akan memberikan aku hukuman. Di ruang tamu aku melihatnya, seorang laki-laki duduk bersandar di kursi bersama Kelly. Kurasa usianya tak jauh dari Kelly. Pria itu menatapku dari atas sampai bawah seakan menilai penampilaku. Aku berdiri kaku di tempatku mengawasi sosok pria iu. Saat tatapan kami bertemu, aku bisa merasakan bahwa tanda bahaya dari pria itu. Dari tatapannya dan bagaimana cara dia menatapku, aku tahu dia bukan pria yang baik. Dia menatapku seperti hendak melahapku hidup-hidup. Mata hitamnya menatapku penuh minat dan juga nafsu. Mata itu seolah sedang menelanjangiku dengan tatapannya yang menjijikkan.

“Dia hanyalah budak di rumah ini. Kau tak perlu menghiraukan dia, Jack” ucap Kelly sambil mengelus lengan Pria itu. Dari interaksi keduanya, kupikir si Jack ini adalah orang yang dekat dengan keluarga Kelly.

“Dia terlihat manis juga.” Komentar Jack menjilat bibir bawahnya, berhasil membuatku merinding saat mendengarnya. Aku segera menundukkan kepala. Tak sanggup menatap kearah mereka, terutama pada pria bernama Jack yang terus menatapku tanpa putus. Seketika diriku dilanda oleh rasa takut. Mungkin si Jack itu akan berbuat hal yang jahat terhadapku?

“Ah, tapi tak ada yang lebih manis dari pada sepupumu ini kan, Jack?” Suara Kelly memecah keheningan yang beberapa detik lalu tercipta. Kelly terlihat sedang menggoda Jack dengan suara yang terdengar dibuat-buat.

Sepupu? Kelly mengatakan bahwa pria bernama Jack  itu sepupunya. Biasanya buah jatuh tak jauh dari pohonnya, benar? Dan aku yakin, pria  itu juga tak jauh berbeda dengan Kelly. Dia pasti sama jahatnya dengan perempuan itu.

“Hei, kau pikir apa yang kau lakukan! kita memiliki tamu disini!” teriak Kelly mengejutkannku. Membuat tubuhku tersentak dan sedikit bergetar. Sedikit saja kesalahan yang kubuat, mereka akan menghukumku.

“Ma ... maaf. Aku ... akan mengambil beberapa makanan di dapur,” kataku dengan suara yang sangat lirih dan bergetar. Tanpa menunggu mereka berteriak kembali, aku segera pergi ke dapur dan mengambil semua makanan yang sudah aku siapkan ke meja makan.

“Si ... silakan tu ... tuan, nyonya.” Kuletakkan piring-piring penuh makanan itu di depan mereka bertiga yang sudah berkumpul di meja makan. Beberapa kali aku menelan ludah, berharap mereka akan menyisakan sedikit makanan itu untukku.

“Baik, kau bisa kembali ke kamarmu sekarang,” ucap Kelly dingin. Aku segera menundukkan kepalaku dan pergi dari hadapan mereka. Sempat kulihat pria itu menyeringai seperti iblis saat menatapku. Membuatku mempercepat langkahku. Aku baru bernapas lega saat aku sudah sampai di kamarku.

***

Beberapa jam aku berada di kamarku, berusaha mengobati luka yang ada di punggungku. Dulu ibuku pernah mengajariku membuat obat alami untuk luka luar seperti memar. Dan ilmu yang kudapat dari ibuku berguna sekarang. Rasanya sangat perih, tapi aku masih bisa menahannya. Ada bagian luka yang tidak bisa aku jangkau dengan tanganku, alhasil luka di sana tidak kunjung sembuh dan justru semakin buruk ditambah luka yang baru kudapat. 

Aku baru keluar dari kamarku beberapa jam kemudian untuk mengambil jemuran di luar. Sedikit mengendap-endap, aku sedikit merasa aneh dengan suasana rumah yang mendadak sepi. Aku tidak melihat seorang pun saat aku masuk membawa tumpukan pakaian di tanganku. Langkahku sempat terhenti saat merasa aneh dengan kesunyian ini. Kemana perginya mereka semua? Aku bahkan tak mendengar suara mereka lagi. Tapi aku masih bisa mencium aroma mereka yang perlahan pudar. Kami para werewolf memang memiiki penciuman yang tajam. Kami bisa mendeteksi werewolf lain di sekitar kami dengan mencium aroma mereka. Mungkinkah Jack saudara Kelly itu sudah pergi?  Aku merasa lega jika dia memang sudah pergi. Tapi kurasa tidak, aku masih mencium satu aroma yang kuat disekitar rumah ini.

Tanpa berlarut-larut dengan pikiranku, aku segera kembali melanjutkan pekerjaanku. Aku kembali berjalan hendak membawa semua pakaian di tanganku untuk disetrika. Namun tiba-tiba sebuah tangan besar melingkar di pinggangku, membuatku tersentak dan menjatuhkan semua pakaian yang kubawa. Seketika tubuhku menegang, bisa kurasakan hembusan napas seseorang di leherku.

“Hei, mau kemana kau?” bisik seorang pria yang kuyakin adalah Jack tepat di telingaku. Kusadari tubuhku mulai bergetar dan rasa takut mulai melingkupi diriku.

“Tu ... tuan ... Jack?” panggilku dengan suara yang bergetar. Tubuhku seketika tak mampu bergerak saat pria itu justru semakin mengeratkan pelukannya.

“Hmm?”  sahutnya dengan suara yang serak. Wajahnya mulai bersembunyi di lekukan leherku dan kurasakan bibir basahnya mulai mengecupi leherku.

“Lepasakan tuan!” teriakku panik. Memberanikan diri sambil berusaha melepaskan diri darinya. Kudengar geraman darinya. Wajahnya terlihat begitu marah saat aku berhasil mendorong jauh tubuh besarmya. Menatapnya waspada, aku beringsut mundur menjauhinya.

 “Di ... dimana ... Nyonya Kelly dan ... No ... nona Jessy?” tanyaku serius mengharapkan kehadiran dua iblis itu. Aku tak mampu mengontrol suaraku yang bergetar. Aku benar-benar ketakutan saat Jack justru tersenyum dan menatapku seperti mangsanya. Membuatku mundur teratur saat pria itu semakin mendekat padaku. Merasakani tanda-tanda bahaya dari pria itu membuatku ingin segera mungkin melarikan diri. Namun sebelum niat itu terwujud, Jack sudah menarik tubuhku lebih dahulu ke dalam dekapannya.

“Mereka keluar. Sekarang, hanya tinggal kau dan aku di sini,” bisiknya lirih mengantarkan teror yang membuat seluruh tubuhku merinding.  Aku sangat panik saat Jack kembali mengecupi leherku. Aku meronta sekuat tenaga. Tapi, Jack sama sekali tak terpengaruh.

Tangisku pecah saat Jack mendekap tubuhku semakin erat. Membuatku tak mampu bergerak apalagi melawan. Jack menggiringku ke ruang tamu, lalu mendorong tubuhku ke atas sofa dengan kasar. Sedetik tubuhku terbebas dari dekapannya. Hanya sedetik karena detik selanjutnya pria itu langsung menindih tubuhku dengan tubuh besarnya. Membuatku kembali tak bisa bergerak. Aku berusaha memukul tubuhnya sekuat tenaga. Dengan tanganku yang bebas. Namun, dia langsung mengunci tanganku dan menggeram marah. 

“Kau milikku hari ini!” ucapnya penuh penekanan di setiap kalimatnya. Dia mulai mengecupi wajahku dan memasukkan salah satu tangannya ke dalam bajuku. Aku semakin panik. Dengan sisa tenaga, aku masih berusaha meronta. Namun semakin aku melawan, tubuhku semakin terasa sakit karena kekuatan Jack yang lebih besar. Pria itu semakin menekan tubuhnya, menimpa tubuhku dengan seluruh bobot yang dimilikinya. Semuanya sia-sia. Aku mulai pasrah dalam tindihannya. Rasanya aku hampir kehabisan napas saat dia sama sekali tak memberiku waktu untuk bernapas.

Jack melepaskan ciumannya dengan napas yang terengah-engah. Pria itu terlihat sangat puas dengan aksinya. Saat dia lengah, kukumpulkan semua kekuatanku untuk melawan dan berteriak sekeras mungkin di telinganya. Jack tampak sangat terkejut. Dia menjauhkan tubuhnya sambil menekan telinganya. Saat itulah aku langsung mendorongnya dengan suluruh tenaga yang kupunya. Aku langsung berlari dan berusaha keluar dari rumah itu. 

Aku berusaha mungkin menggerakkan kakiku yang terasa lemas. Dengan kekuatan yang tersisa, aku berusaha berlari secepat yang aku bisa. Keluar dari pintu rumah, tanpa ragu aku melangkah ke dalam hutan yang memang mengelilingi rumah itu. Jack berkali-kali memanggilku dengan nada yang sangat marah. Namun, aku terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Aku berlari tanpa arah dan dia masih terus mengejarku. Jantungku berpacu dengan cepat dan napasku memburu. Bisa kurasakan kakiku terasa seperti tertusuk-tusuk, karena aku tak memakai alas apapun. Tak ada yang kupikirkan untuk saat ini selain pergi sejauh mungkin dari monster itu.

Rasanya sudah cukup lama aku berlari. Aku sudah berlari cukup jauh dan mulai merasa lelah. Kakiku seperti mati rasa dan tenagaku sudah terkuras habis, namun aku tak bisa berhenti. Jack masih mengejar di belakangku. Kakiku segera berhenti saat menyadari sebuah jurang terbentang di hadapanku. Aku mendengar teriakan Jack yang semakin keras, tandanya dia sudah semakin dekat. Aku tak bisa berpikir lagi  apa yang harus aku lakukan. Aku tak mau Jack menangkapku. Aku juga tak ingin kembali ke rumah itu lagi. Jika aku kembali mungkin mereka akan menyiksaku lagi. Jika aku kembali mungkin Jack juga akan merampas hartaku yang kulindungi selama ini.

Napasku terengah-engah. Aku menelan ludah menatap seberapa dalam jurang yang membentang di depan. Kemungkinan besar aku akan mati jika aku melompat. “Jangan berpikir untuk melompat, atau kita berdua akan mati!” teriak Lucy, nama serigalaku mengingatkanku.  Pikiranku terasa kacau karena tak ada jalan keluar lagi. Jalan keluar? Apakah masih ada jalan keluar? Seringaian Jack melebar saat jarak kami semakin dekat membuatku tersadar. Membuatku merasa dilema antara memilih melompat lalu mati, atau membiarkan Jack menangkapku lalu membawaku kembali ke rumah itu.

Aku tersenyum miris. Tidak, aku salah. Nyatanya aku tidak punya pilihan. Aku tak ingin kembali ke neraka itu lagi. Dari pada ke sana lebih baik ke neraka sungguhan saja. Ya, itu lebih baik dari pada hidup tapi seperti terkurung dalam neraka. Aku sudah tidak mau lagi terjebak bersama tiga monster di rumah itu lagi.

Jack terlihat panik saat aku semakin melangkahkan kakiku menuju jurang. Jurang itu telihat saat gelap, terlihat sangat dalam. Meskipun aku seorang werewolf, tapi jika aku melompat pasti akan mati juga. Menoleh ke belakang sekilas, aku tak memiliki banyak waktu untuk memutuskan.

Tubuhku melayang sesaat saat suara teriakan Jack mengeras. Aku memilih melompat walaupun aku bisa dengar suara Lucy, serigalaku yang menolak pilihanku. Dalam sekejap  tubuhku berguling di atas tanah dan membentur semua yang ada di hadapanku. Semua terjadi dengan sangat cepat. Aku tidak bisa merasakan apa-apa selain rasa sakit. Rasanya menyakitkan, mungkin akan lebih sakit lagi saat kematian itu benar-benar datang.  Sesuatu yang keras tiba-tiba menghantam kepalaku dan pandanganku seketika berubah menjadi gelap. Kepalaku terasa seperti pecah dan tubuhku masih terus berguling menuju dasar. Aku tak bisa melihat apapun, tapi bisa kurasakan tubuhku yang mulai berguling pelan di dataran yang mulai rata. Akhirnya tubuhku berhenti setelah menabrak sesuatu yang keras. Tulang rusukku terasa seperti patah. Aku menutup mataku dan merasakan sakit di sekujur tubuhku.

Maafkan aku ayah ... ibu ... kakak .... Aku ingin terus hidup dengan kehidupan yang sudah kalian berikan. Tapi dengan bodohnya aku membuang pengorbanan kalian dengan sia-sia. Aku juga minta maaf pada Lucy, serigalaku yang tak pernah kuanggap. Maaf karena sudah bertindak egois. Dan Mateku ... kuharap suatu hari kita bisa bertemu.

Menyedihkan Sekali! 

Aku tersenyum, mentertawakan diriku sendiri. Aku adalah gadis yang sangat menyedihkan. Tentu saja kematian adalah hal yang pantas untuk kudapatkan. Mungkin ini adalah hukumanku karena sudah membuat semua keluargaku terbunuh malam itu. Aku pantas mendapatkan semua ini. 

Inikah yang namanya kematian? Ya, mungkin ini memang sudah saatnya aku mati. Kurasakan kepalaku yang semakin terasa berat dan kesadaranku perlahan mulai menghilang.

***

Bab terkait

  • MATE   BAB 2; MEET HIM

    Kenangan masa laluku tiba-tiba memenuhi pikiranku. Seperti sebuah kaset yang diputar ulang. Aku melihat kembali saat malam terakhir dimana aku melihat ibuku. Dia menyuruhku berlari dengan cepat dan tanpa berpikir apapun aku berlari sekuat tenaga. Aku segera menoleh kearahnya saat kudengar suara teriakan ibuku yang menjerit kesakitan. Dan saat itu juga kulihat jantung ibuku di tangan Rogue itu. Mereka menariknya keluar dengan paksa dan menghancurkannya. Malam itu malam yang paling mengerikan dalam hidupku. Kenapa ingatan ini kembali berputar di otakku?Aku menangis dan berteriak memanggil Ibuku. Semuanya terlihat gelap, satu cahaya membuatku mendongak. Namun tiba-tiba wajah Kelly dan puterinya muncul di hadapanku. Mereka menyeringai jahat sambil membawa cambuk yang biasa mereka gunakan untuk menyiksaku. Rasa sakit langsung menyebar ke seluruh tubuhku. Aku bisa dengar suara cambukan itu dengan keras dan lagi-lagi punggungku di dera kesakitan. Aku duduk dengan pas

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • MATE   BAB 3 ; GO HOME

    Aku kembali terbangun mendengar suara seorang gadis yang sedang bersanandung pelan. Aku berusaha bangkit dari tidurku dan kudengar langkah kaki gadis itu mendekat ke arahku.“Adik ipar sudah bangun?” tanyanya seraya membantuku untuk duduk. Aku sedikit tertegun mendengar dia baru saja memanggilku adik ipar? Tunggu, apa maksudnya?!“Ah ya, namaku Alena Steward. Aku kakaknya Dave,” ucapnya memperkenalkan diri sekaligus menjawab pertanyaan yang bermunculan di otakku. Dia kakak prempuan Dave? Tunggu, tapi siapa itu Dave?!“Dia matemu, bodoh,” seru Lucy bersungut-sungut di dalam kepalaku. Menyadarkanku satu hal penting yang terlewatkan olehku.“Mate? jadi Dave ya namanya?” tanyaku sekali lagi seperti orang bodoh. Lucy tak menanggapinya. Ah, aku lupa jika Lucy benci mengulang kata-katanya. Ok, itu tak jadi masalah. Yang jelas sekarang aku sudah tau n

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • MATE   BAB 4; LITTLE GIRL

    Kubuka mataku saat kurasakan paparan sinar matahari yang hangat menyentuh wajahku. Aku langsung bangkit begitu menyadari jika ini kamar ini begitu asing bagiku. Dan aku baru sadar setelah mencium aroma yang sangat familiar ini. Ini adalah kamar Dave. Suara langkah kaki yang mendekat membuat jantungku ikut berdetak cepat. Aku langsung menarik selimutku dan meremasnya kuat-kuat saat melihat seseorang yang membuka pintu kamar. Genggaman tanganku mulai mengendur setelah melihat siapa yang datang. Dia adalah Dave. Kulihat dia berjalan kearahku sambil membawa nampan yang berisi makanan.“Selamat pagi,” sapanya sambil menurunkan nampan yang dibawanya di meja. Dia tersenyum dan menatapku hangat.“Pa ... pagi,” jawabku lirih berusaha mengalihkan pandanganku ke arah lain. Bahkan sampai sekarang aku masih belum berani menatapnya lama.“Apa kau masih merasa takut padaku?” tanyanya tiba-tiba membatku langsung

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • MATE   BAB 5; SWEET KIDS

    Aku berjalan hendak keluar dari kamarku, dan aku sedikit terkejut melihat gadis kecil itu masih berdiri di depan pintu kamarku. Dia tersenyum saat melihatku membuka pintu lebar. Kurasa gadis itu menungguiku sejak tadi. Aku berjongkok untuk menyamakan tinggiku dengan gadis itu.“Apa kau menungguku dari tadi?” tanyaku lembut dan langsung dibalas dengan anggukan oleh gadis itu. Mendengar jawabannya membuatku merasa begitu bersalah.“Emm ... jadi siapa namamu? tanyaku sambil mengusap lembut kepala gadis itu.“Lily,” jawabnya singkat kembali merekahkan senyum di wajahnya.“Ya. Jadi, kenapa kau menungguku, Lily?”, tanyaku dengan lembut tanpa melepas usapan di kepalanya. Dia kelihatan menyukai apa yang aku lakukan.“Tante Alena menyuruhku mengajak Luna berkeliling kastil,” jawab Lily dengan polos. Aku terkekeh pelan melihat betapa menggemaskan ekspresinya.&ld

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • MATE   BAB 6; SHARE SADNESS

    Kini kami tengah duduk di sofa kamar kami, tempat dimana Dave setiap malam tidur. Dia sedang mengelus kepalaku dan menciumi rambutku juga keningku dengan penuh kasih sayang dan aku hanya diam masih memikirkan dua anak malang itu. Stiff dan Maro, tidak kusangka anak sekecil mereka sudah harus merasakan sakitnya rasa kehilangan. Aku masih ingat wajah sedih mereka yang begitu terluka, tapi setelah Dave membisikkan sesuatu pada mereka senyum mereka langsung merekah dan kesedihan mereka sirna begitu saja. Sebenarnya apa yang sudah Dave katakan pada mereka? Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku membuatku tak tahan untuk tidak menanyakannya pada Dave. “Dave? ... ” panggilku lirih dan dia mulai menghentikan aktivitasnya. Dia hanya diam tak menjawabku, mungkin menungguku untuk bicara. “Sebenarnya apa yang sudah kau bisikkan pada mereka tadi?” tanyaku tak tahan dengan rasa penasaranku. Dave menatapku dan mulai menyeringai, “Jadi kau penasaran tentang itu?” Aku lang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • MATE   BAB 7; NEW FAMILY

    Aku keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri. Kejadian yang baru saja terjadi tentu saja belum bisa lepas dari pikiranku. Aku tidak tau harus bersikap bagaimana lagi saat nanti bertatap muka dengan Dave. “Adik Ipar! ... umm ... tidak tapi ... Luna!” Panggil Alena yang entah sejak kapan berada di kamarku. Aku sedikit mengerutkan keningku menatap gadis itu dari atas sampai bawah. Alena memang sangat cantik. Bahkan aku mengakui hal itu saat pertama kali melihatnya. Namun kali ini penampilannya sangat berbeda. Gadis itu terlihat sangat anggun dan lebih cantik dengan polesan make up tipis dan gaun warna hijau yang jatuh menjuntai sampai menutup mata kakinya. “Aku membawakan gaun yang akan kau gunakan nanti, dan aku juga akan mendandanimu. Aku yakin mereka semua pasti akan memandangmu dengan kagum nanti. Pokoknya serahkan semuanya padaku,” ucap Alena langsung menarik tanganku dan memilihkan aku gaun yang sudah dibawanya. Mengabaikan aku yang kebingungan deng

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • MATE   BAB 8; BAD MEMORIES

    Dave menarikku dalam pelukannya dan menenggelamkan wajahnya dalam lekukan leherku. Seusai pesta itu kami menghabiskan waktu di dalam kamar. Aku masih memakai gaun warna putih yang kupakai tadi dan Dave hanya memakai kemeja putihnya. Kami berdiri berhadapan, dengan posisi kami yang kurasa sedikit kurang nyaman. Dave menghirupi aromaku dengan rakus dan aku hanya bisa diam dan menggigit bibir bawahku. Menahan suara aneh yang bisa saja keluar dari mulutku. Hembusan napasnya bisa kurasakan dengan jelas di leherku, menimbulkan efek geli dan berbagai percikan di sana.Aku memekik terkejut saat Dave mulai memainkan lidahnya di leherku. Membuatku langsung mendorongnya. Ingatan buruk terlintas di kepalaku. Jantungku berdetak ketakutan. Dave terlihat begitu terkejut dengan reaksiku. Dan aku langsung merutuki tindakan bodohku itu. Dave mungkin tersinggung dengan perbuatanku. Kudengar Lucy terus berteriak memprotes tindakanku barusan.“Ma ... maaf aku hanya ....”

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • MATE   BAB 9; JACK IS BACK

    Aku memutuskan untuk segera kembali ke taman. Perasaanku tidak enak karena meninggalkan anak-anak itu sendiri dalam keadaan terlelap di tempat terbuka. Namun, masih beberapa langkah aku ingin kembali tiba-tiba sebuah sapu tangan diikuti tangan besar membekap mulutku dengan kasar. Mataku segera melebar melihat siapa orang yang melakukan ini semua. Orang yang kupikir sudah lepas dari kehidupanku, ternyata dia kembali untuk menangkapku. “Jack!” Lucy berseru dalam pikiranku. Aku berusaha meronta dan memberontak saat tangan besarnya menarik tubuhku dan menyeretnya pergi. Tapi, apalah daya kekuatanku sama sekali tak berpengaruh padanya. Rasa kantuk yang tiba-tiba menyergapku membuat kegelapan mau tak mau harus menelanku. *** Mataku terasa berat untuk terbuka ditambah kepalaku yang sedikit terasa pening. Apa yang baru saja terjadi? Ingatan terakhirku masih terasa kabur. Namun sebuah suara langsung membuatku tersadar dan mengingat semua dengan jelas

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • MATE   EPILOG

    “Mama, aku ingin bermain keluar! Aku akan pulang sebelum petang!” Teriak seorang bocah laki-laki yang berusia lima tahun yang tampak mengganti kaosnya dengan tergesa.“David, Mama melarangmu pergi! Sudah berkali-kali kuperingtkan jangan bermain ke dalam hutan itu lagi!” teriak seorang wanita dari arah dapur, namun sama sekali tidak di gubris oleh David, nama bocah laki-laki itu.“Aku akan baik-baik saja! Aku sayang Mama dan tante Alena!” teriak David yang sudah berlari keluar dari rumah sederhana miliknya, mengabaikan suara teriakan Ibunya yang terus memanggil namanya.“Dasar, anak itu sama sekali tak mendengarkanku!” Keluh Levia kesal melihat putera semata wayangnya yang tak pernah menurut padanya. Sedang Alena, satu-satunya orang yang sedang bersamanya hanya terkekeh melihat kekesalan adik iparnya.“Sudah biarkan saja. Dia masih pada masa kejayaannya. Jangan terlalu overprotektif padan

  • MATE   BAB 31; THE BIRTH

    Langit tampak cerah dan matahari bersinar terik. Titik-titik peluh mulai menetes dari keningku. Menyirami tanaman bukanlah pekerjaan yang berat, tapi karena usia kandunganku yang sudah tua membuatku cepat kelelahan. Kuhela napas lelahku setelah berhasil duduk di sebuah kursi kayu yang berada di teras depan rumah. Akhirnya setelah sekian lama terlunta-lunta di antara hutan, berpindah dari tempat satu ke tempat lainya, akhirnya kami memutuskan untuk menetap dan berbaur dengan manusia. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Setelah hari-hari buruk itu kami akhirnya menemukan tempat yang cukup aman sehingga kami bisa tinggal sedikit lebih lama di sana. Kami menemukan sebuah perkampungan kecil, dimana adat istiadat dan kesederhanaan sangat dijunjung tinggi. Tempat yang dihuni oleh ras manusia dan jauh dari ras werewolf, tentu ini adalah tempat yang paling aman untuk tinggal. Penduduk kampung di sini juga sangat baik dan ramah, mungkin karena itulah aku dan Alena cukup m

  • MATE   BAB 30; HALLUCINATION

    Kulitku seperti mati rasa, tak lagi bisa merasakan dingin saat tubuhku berkali-kali menembus kabut dan juga melawan dinginnya angin malam. Aku hanya memejamkan mata sambil mengeratkan pegangan tanganku pada tubuh serigala milik Alena. Seperti apa yang dikatakan Forel, maid yang datang ke pondok kami tadi pagi, kami memutuskan untuk segera meninggalkan tempat persembunyian kami dan segera mencari tempat baru untuk melanjutkan hidup. Tubuhku terasa sangat lelah. Tapi aku tahu Alena jauh lebih lelah dibandingkan dengan diriku. Entah sudah berapa lama dan sejauh apa Alena berlari membawaku. Tapi sejauh ini, belum sekalipun Alena mengeluh ataupun beristirahat sejenak sejak kami meninggalkan pondok itu. Suara Forel masih menggema dalam pikiranku. Jawaban wanita itu terus menghantui kepalaku. Hatiku terasa kosong, dan perasaanku yang sudah hancur kini sudah tidak berbentuk. Hari ini aku sudah kehilangan segalanya. Packku, keluargaku, Putera angkatku, dan juga ... Mateku ...

  • MATE   BAB 29; MAID

    Langit-langit coklat menjadi pemandangan pertama saat aku membuka mataku. Aroma tanah basah dan juga tumbuhan hijau memenuhi indra penciumanku. Membuatku langsung mengingat dimana tempatku berada. Perlahan aku bangun dan menatap selimut merah yang membukus tubuhku. Dibalik selimut itu pakaianku sudah berganti, bukan lagi pakaian yang kukenakan kemarin. Dan aku juga menemukan lengan kananku yang sudah dibungkus dengan perban. Kurasa Alena yang melakukannya. Kutatap sekelilingku, mencari keberadaan gadis itu. Namun aku tak menemukannya di ruangan ini. “Kak Lena.” Langkahku terhenti saat melihat gadis itu sedang berdiri di depan lemari kayu yang ada di dapur. Pakaian yang dia kenakan sudah berganti lebih baik dari kain lusuh yang sebelumnya. Mendengar panggilanku Alena berbalik, menatapku dengan senyuman khas miliknya. Membuatku tertegun saat melihat senyum di wajah gadis itu. “Kau sudah bangun? Lebih baik kita sarapan sekarang. Ada beberapa buah yang bisa kita makan. M

  • MATE   BAB 28; HELPLESS

    Mataku membulat, Jantungku terasa berhenti sejenak dan napasku tercekat. Air mataku mengalir deras, mulutku tak mampu bersuara bahkan isak tangisku sama sekali tak terdengar. Semua indraku seolah mati rasa. Kegelapan melingkupiku, mataku tak bisa beralih dari sosok yang bersimbah darah di bawah tangan kotor iblis itu. Hening, aku tak bisa mendengar apapun bahkan detak jantungku sendiri. Karena memang jantungku seperti berhenti berdetak untuk sekarang. Otot-otot sendiku terasa sangat lemas, hingga aku tak memiliki daya sedikit pun untuk bergerak satu senti saja dari tempatku. Kutatap tajam pria itu dengan kedua mataku yang kuyakin sudah gelap seluruhnya. Amarah mengusaiku dan kurasakan Lucy yang semakin liar berusaha mengambil alih tubuhku. Hanya kebencian serta rasa murka yang teramat besar yang mengisi ruang kosong dalam hatiku. “Iblis itu harus mati!” Kalimat itu terus berdengung dalam kepalaku. Rasa murkaku perlahan mengikis logika dan aka

  • MATE   BAB 27; POOL OF BLOOD

    Matanya yang berwarna merah menatapku tajam. Bagai api yang berkobar, hanya dengan tatapannya saja seolah aku sudah hangus terbakar. Dadaku menyempit, paru-paruku terasa terhimpit saat tangan pria berambut perak itu mulai menekan tenggorokanku kuat, mengangkat tubuhku perlahan hingga kakiku mengambang di udara. Pandanganku kian mengabur seiring menipisnya udara yang ada dalam paru-paruku. Air mataku mengumpul di kelopak mata, tak kuat menahan sakit yang menggerogoti tubuhku. Semua terjadi dengan cepat, bahkan sebelum otakku bisa mencerna semuanya. Dobrakan keras sebelumnya mengantarkan seorang pria asing yang memiliki aura yang sangat kuat. Tatapan matanya bagai elang yang mencengkram mangsanya. Kemudian dalam sekejap tubuhku sudah dibawah kendalinya. Tubuhku terasa lemas, sudah berkali kali aku memberontak tapi yang kulakukan hanya menguras tenaga saja. Pria itu menyeringai, mengejek ketidakberdayaanku ditangannya. Sudah terlambat untuk menyelamatkan diri sekarang.

  • MATE   BAB 26 ; UNINVITED ENEMY

    Mataku segera terbuka saat merasakan pergerakan kecil pada tubuhku. Kurasa sesorang seseorang berusaha memindahkan tanganku. Namun aku segera memeluk tubuh Dave kembali setelah orang itu berhasil menyingkirkan tanganku. “Sia, aku membangunkanmu?” suara Dave berbisik pelan. Sepertinya orang yang berusaha menyingkirkan tanganku adalah Dave. Aku mendongakkan kepalaku, menatap wajahnya setelah mengerjapkan mataku beberapa kali “Tidurlah kembali.” Mintanya setelah mengecup keningku sekilas kemudian kembali melingkarkan tangannya di sekeliling tubuhku. Aku melirik kearah jam dinding sekilas. Waktu belum menunjukkan pagi tiba. Tapi kurasa Dave ingin segera melepaskan diri dariku. “Apa aku memelukmu terlalu erat?” tanyaku, memastikan alasan Dave ingin melepaskan diri dariku. “Tidak, bukan begitu,” jawab Dave masih dengan suara yang pelan. “Lalu, kau ingin pergi?” tanyaku kembali, berusaha tetap bernada setenang mungkin. Meskipun rasa takut terus mengg

  • MATE   BAB 25; BAD DREAMS

    Mataku perlahan terbuka saat mencium bau tanah yang basah. Hal yang pertama kali kulihat adalah langit mendung yang tertutup oleh daun daun yang lebat. Mataku melebar dan aku segera bangkit saat menyadari tempat ini bukanlah kamarku. Ku abaikan rasa pusing di kepalaku. Dengan panik kuedarkan pandanganku ke segala penjuru. Banyak sekali pohon-pohon besar yang menjulang tinggi di sekitarku. Kemudian aku bisa memastikan bahwa diriku berada di tengah-tengah hutan yang sangat asing untukku. Aku mulai bangkit. Suasana begitu sepi seperti tak ada makhluk hidup lain yang tinggal di sini selain aku dan juga pohon-pohon ini. Kufokuskan indra penciumanku, berusaha mencari bau makhluk lain dihutan ini. Namun tak ada bau apapun yang tercium selain bau khas tanah basah dan juga bau tumbuh tumbuhan yang menyegarkan. Hingga akhirnya samar-samar aku mencium bau yang sangat familiar untukku. Aroma lavender samar-samar tertangkap indra penciumanku. Membuatku langsung mengetahui siapa p

  • MATE   BAB 24; EGOIST

    Aku duduk bersandar di kepala ranjang sambil menatap lurus ke depan. Hanya suara jarum jam yang terus beretik yang terdengar di ruangan ini. Jarum jam terus berputar, namun nyatanya waktu berjalan sangat lama. Alice sudah pergi sejak setengah jam yang lalu, meninggalkanku dalam kekacauan di otakku. Apa yang dikatakan Alice masih terus berputar dalam kepalaku. Membuatku merasa kacau sekaligus membuatku menyadari sesuatu. Menyadari seberapa egoisnya diriku. Pintu kamarku terbuka, kulihat gadis bernetra hazel menatapku dengan waspada. Aku hanya melihatnya sekilas, sebelum akhirnya kembali menatap kosong kearah jam dinding yang berada lurus dengan pandanganku. Alena mulai mendekat, dia terlihat khawatir dan juga gelisah. “Apa yang sudah dikatakan Alice?” tanya Alena tanpa berbasa-basi. Aku menatap gadis itu tanpa menjawab pertanyaannya. “Kenapa kalian tidak memberitahuku?” Tanyaku balik, menatapnya dengan tatapan terluka. “Apa yang terjadi di pack? Apa ya

DMCA.com Protection Status