Share

BAB.II PATAH HATI

last update Last Updated: 2022-11-30 12:19:06

Aku melangkah keluar berusaha untuk terlihat tegar. Namun tak urung Tanganku gemetar saat Aku menyalakan motor dan mulai menjalankannya perlahan membelah jalan aspal yang hitam. Dadaku terasa penuh dan sesak seperti terhimpit sekat yang semakin merapat. Jika bisa Aku begitu ingin berteriak sekadar untuk melegakan jalur nafas yang mulai terasa amat berat.  

Merasa tak sanggup lagi untuk pulang, lebih tepatnya aku tak ingin rasa ini ikut terbawa pulang segera ku belokkan stang kemudi motor ke masjid dekat rumahku. Setelah memarkirkan motorku tepat di depan pintu masjid, gegas aku menuju tempat wudhu untuk berwudhu dan menenangkan hati dan fikiran yang sudah teramat sangat kalut. Aku tersungkur dihadapan Rabbku. Saat aku bersujud lingkaran kristal bening yang sedari tadi menggantung di mataku akhirnya tertumpah tanpa mampu ku bendung.

Pedih dan perih  bercampur baur menjadi ribuan rasa yang menyesakkan. Aku mengadu dan merintih kepada Sang Pembolak balik Hati. Ya Rabb yang maha mencintai, adakah Engkau cemburu karena hambamu ini lebih mencintai makhluk ciptaanMU. Ampuni aku ya Rabb.

Zikir yang terus menerus ku lafazkan perlahan membuat hatiku menghangat, setitik keyakinan memercik dihatiku. Allah pasti mengambil sesuatu dari hambaNya dengan suatu alasan yang baik. Aku hanya perlu berbaik sangka kepadaNYA. Yah, Allah pasti hanya menginginkan yang terbaik untuk ku.

Aku melanjutkan perjalanan pulang dengan perasaan sedikit ringan. Sesampai di rumah aku berusaha untuk segera tidur. Namun rasa sesak itu hadir kembali saat aku terbaring di peraduan yang dulu pernah hangat oleh hadirnya Nuraini. Aku menghidu aroma setiap bantal dan seprai dengan perasaan hampa berusaha mencari sisa – sisa aroma tubuh Aini di peraduan kami.

Ah… Bahkan baunya pun tak tertinggal lagi di rumah ini. Akulah yang bodoh, dia bahkan tak sudi lagi menginjakkan kakinya kemari namun aku masih berusaha menahannya dalam pelukan. Butiran bening di netraku kembali tumpah dan semakin deras mengalir, aku tergugu mengenang masa - masa indah kami setelah menikah. Meski aku yakin bahwa Sakit hati dan kehancuran ini pasti akan berlalu seiring berjalannya waktu. Namun saat ini aku ingin menikmati rasa sakit karena kehancuran rumah tanggaku yang berusaha mati - matian aku pertahankan. Lelah menangis, akhirnya aku terlelap dalam pelukan malam yang penuh luka. 

Sebulan sudah sejak aku menjatuhkan talak kepada istriku. Masih terasa perih namun perlahan tapi pasti aku sudah mulai bisa menerima apa yang terjadi dalam kehidupan rumah tanggaku bersama Nur. Dia benar, aku harus melepaskannya karena aku sudah tak mampu membahagiakannya. 

Tak dapat ku tampik, perasaan galau dan rindu terkadang muncul tanpa bisa aku tahan, dan jika saat itu datang, rasanya aku ingin terbang ke rumah Nur dan memeluk erat dirinya. Namun lambat laun ku sadari, semua tak sama seperti dulu, dia bukan istriku lagi. Haram bagiku walaupun hanya sekadar mengangankannya.

 Satu – satunya tempat pelarian saat hatiku gundah adalah masjid di persimpangan jalan di dekat rumahku. Di sana, aku mengadu dan meluapkan kesedihan serta kegelisahan yang kerap mendera hati. Aku bisa menghabiskan berjam – jam di masjid dengan berdoa dan mengadukan kepada Rabb ku tentang derita hatiku yang begitu merindukan Nur.  Beruntung Pak Darkum, marbot masjid itu, tak berkeberatan menungguiku hingga aku selesai. Dan hatiku kembali tenang.

Hari berlalu, namun tak ada yang berubah dalam kehidupanku, semua masih sama. Aku masih menjadi tukang ojek dan terkadang kuli bangunan. Namun sekarang aku tak ada lagi tujuan hidup selain mengharap ridha Allah. Sedikit demi sedikit aku berusaha memperbaiki kuantitas dan kualitas sholatku. 

`Pagi ini seperti biasa sepulang dari masjid seperti biasa aku mampir membeli sarapan di warung Teh Minah. 

“Nasi Uduknya pakai telor satu, Teh.” pintaku sambil mencomot sepotong tahu isi. 

“Siap, Sabar ya Bos. Saya layani Ibu ini dulu, antri... antri.” Ujar perempuan berwajah bulat itu sembari tangannya bergerak lincah meracik nasi uduk di dalam pincuk daun di tangannya. 

Selepas sarapan, aku segera menuju pangkalan ojek tempat aku biasa mangkal. Setelah berbasa basi sedikit dengan sesama rekan seperjuanganku, aku mengeluarkan mushaf mungil pemberian Pak darkum dari tas pinggang lusuhku, aku ingin meneruskan hafalan Juz Amma yang semalam sempat tertunda karena kantuk yang tak tertahankan 

“Jadikan sholat dan Alquran sebagai penenang batinmu nak. Bertawakal dan bersabarlah, semua pasti akan berlalu.” Nasihat Pak Darkum saat melihatku menangis ketika berdoa di masjid. Seolah dia mampu membaca kegalauan yang ada di hatiku saat itu. Aku hanya tersenyum, namun sekarang ini mulai aku ikuti. 

Setelah mendapatkan beberapa orderan aku memutuskan untuk pulang, aku harus mengecek kebun sawit di belakang rumahku yang beberapa hari ini kuabaikan. Musim kemarau menghembuskan udara yang lembab dan kering. Debu yang berterbangan menyambutku ketika aku menapaki jalan menuju rumahku. Dedaunan sudah berubah warna menjadi coklat karena banyaknya debu yang menempel. Sesekali kutahan nafas karena debu yang berterbangan menutupi pandangan. Mataku perih, dan mulai berair. Ku pasang kaca pelindung helm untuk sekadar mengurangi paparan debu ke netraku, beberapa meter dari rumah aku melihat sedan hitam yang tak asing terparkir di depan rumahku dalam keadaan mesin yang masih menyala. 

Setelah memarkirkan motor di bawah pohon pisang kepok di samping rumahku, aku berjalan menuju mobil sedan itu dengan waspada.  Tiba – tiba pintu mobil terbuka dan sepasang kaki jenjang tertutup gamis dan sepatu top toe kulit mahal menjejak tanah diikuti dengan lengan yang berhias gelang dan jam bewarna emas. Lalu wajah itu, wajah yang selalu kurindu siang dan malam. Wajah yang selalu mampu membuatku merasa seperti pecundang. Wajah wanita yang pernah ku cintai dan masih ku cintai. Nuraini!

Dia terlihat lebih cantik sekarang. Apalagi dengan barang – barang branded yang dia kenakan. Aku memalingkan muka ke arah kemudi, lelaki itu lagi. Ada perih dihati, rasa pilu menyayat sanubari. Menyaksikan wanita yang aku cintai sudah bahagia dengan lelaki lain. Aku menelan ludah yang terasa getir. Segetir kenyataan yang saat ini ada didepanku.

“Langsung aja ya bang, Saya kemari mau mengantarkan surat panggilan sidang dari pengadilan. Biar proses lebih mudah, baiknya abang tak usah datang. Paling hanya dua kali sidang, perkara cerai kita sudah bisa diputuskan.” Ujarnya tanpa melihat wajahku lagi. 

Dia sudah ber “saya”, tak ada lagi panggilan manja “adek” darinya. Seolah mempertegas posisi hubungan kami sekarang, “orang asing”. Aku ingin bicara banyak, tapi kata – kataku tercekat di tenggorokan. Aku hanya mengangguk dan menatap wajahnya dengan penuh kerinduan. 

“Ini suratnya.” Dia menyerahkan surat yang baru saja dia keluarkan dari tas Chann*l coklat susu. Aku tahu harga tas itu tidak murah. Bahkan jika aku ngojek dan jadi kuli bangunan bertahun – tahun pun tak akan terbeli. Aku tahu, karena dulu aku pernah membelikan satu untuknya saat usahaku masih jaya. Aku menerima surat itu dengan tangan bergetar.

“Ingat, abang tak perlu datang. Jangan persulit saya!” tegasnya sebelum menghilang di balik mobil sedan dan mobil pun berlalu menyisakan debu yang beterbangan membuatku kembali terbatuk. 

Aku menatap surat bersampul coklat dengan logo Pengadilan Agama di pojok kanannya. Tanpa kubuka aku sudah tahu apa isinya. Setelah mengunci pagar dan pintu, aku masuk ke kamar, kupandangi lagi surat itu dengan hati remuk. Ku hidupkan kipas angin, lalu ku hempaskan tubuh ke atas ranjang. Ranjang yang pernah menjadi saksi cinta kami. Ingatanku menerawang kembali ke masa – masa itu. Masa bahagia kami, masa – masa awal perjumpaan dan pernikahan kami. 

Sesungguhnya Nur bukan satu – satunya wanita yang mengejarku dahulu. Ada beberapa wanita yang dulu ikut memperebutkanku. Meski Aku tak tampan, tapi postur tubuhku tinggi dengan dada bidang berotot bukan karena rajin pergi ke gym tapi karena kerja keras yang aku lakukan setiap hari. Kulitku kuning langsat dengan bentuk rahang tegas. Hidung mancung dan alis menukik seperti sayap burung elang. Selain itu, usahaku yang maju menjadikan aku hidup tak kekurangan meski aku tak punya orang tua lagi. 

Kedua orang tuaku sudah meninggal tersapu tsunami di Aceh 2004 silam. Saat itu ayahku sedang bertugas di salah satu perusahaan minyak. Ketiga saudaraku semua ikut terseret arus tsunami dan sampai sekarang tak bisa ditemukan. Aku sebatang kara, seorang tentara baik hati akhirnya membawaku ke kota ini, menyekolahkanku dan membiayai segala kebutuhanku.

Saat aku lulus SMK, beliau memintaku untuk ikut pindah ke Jambi, karena beliau pensiun dan ingin menghabiskan sisa hidupnya disana. Aku menolak dan lebih memilih untuk tinggal di kota ini. Bukan karena aku tak ingin, tapi aku tak mau membebani beliau lebih banyak lagi. Setelah beliau pindah, aku mulai hidup berkelana. Menjadi pegawai toko, pegawai rumah makan. Hingga akhirnya aku berkenalan dengan Pak Badrun peternak ayam.

Melihat ketekunan dan kejujuranku dalam bekerja, beliau menawarkan kerja sama. Dia yang memberiku modal, dan aku yang mengurus ayam – ayamnya. Hasilnya kami bagi tiga, satu untuk ku, satu untuk dia dan satu lagi untuk biaya operasional. Dalam waktu beberapa tahun usaha peternakan itu maju pesat. Aku bisa menyisihkan uang untuk membeli tanah dan membangun rumah, serta membeli mobil dan membiayai pernikahanku. 

Nur aini, gadis cantik berkulit putih itu pertama kali aku temui empat tahun silam saat aku menghadiri pesta pernikahan seorang teman.  Dia datang bersama temannya Ririn. Dalam balutan jilbab ungu muda dan gamis warna senada dia terlihat sangat anggun. Parasnya memancarkan kelembutan dan tutur bahasanya begitu halus. Aku terpesona, namun aku tak punya cukup keberanian untuk mendekatinya meski sekadar berkenalan. 

Dia memandang berkeliling dan saat netra kami bertemu dia tersenyum. Ada desiran halus di hatiku. Aku merasa ada ribuan kupu – kupu terbang di perutku. Dia segera menarik lengan Ririn yang masih celingak- celinguk untuk duduk di tempat duduk yang masih kosong di sebelahku. Saat dia duduk disebelahku aroma harum segar menguar dari tubuhnya. Ah, bidadari kah wanita yang duduk disebelahku ini? Aku gugup dan keringat dingin mulai bercucuran di pelipisku. Dia melempar senyum kepadaku dan ku balas dengan senyum kikuk. Terlihat dia seperti mengorek  isi tasnya untuk mencari sesuatu, kemudian mengeluarkan sebungkus tisu yang diulurkannya padaku.

“Hapus dulu keringatnya Bang, nanti gantengnya luntur lho,” suara lembut itu membuat hatiku berdesir kembali. Dengan canggung aku mengambil dua lembar tisu lalu mulai mengelap keringat di wajahku.

“Makasih ya dek.”

“Sama- sama Bang. Bang Zul datang sendirian? Pacarnya mana?”, dia bertanya sambil celingukan melihat kursi sebelahku yang berisi nenek – nenek dan seorang cucu perempuan yang gempal dan menggemaskan. 

“Kok adek bisa tahu nama abang? Apa kita pernah ketemu sebelumnya?”

“Hmm, siapa yang tak kenal dengan abang. Ini kota kecil, dan yang satu – satunya pemasok ayam di pasar kan Cuma abang. Tak mungkin ada yang tak kenal sama abang. “ dia mencebik

Aah,,, manisnya. sementara Ririn tampak sibuk bermain dengan gawainya.

“Biasa saja dek, semua hanya titipan. Abang belum punya pacar jadi kemana – mana sendirian. Adek sendiri siapa namanya?”

“Seganteng ini belum punya pacar?” Matanya terbelalak lucu

“Masa sih??, Oh iya, saya Nuraini dan ini teman saya Ririn.” Imbuhnya sembari menepuk halus pundak Ririn. 

“Hai Bang, salam kenal yah.” Sapanya, kemudian dia kembali asyik bermain dengan gawainya. Sekilas kuperhatikan Mereka berdua sama cantikknya. Hanya saja kulit Ririn hitam manis, berbeda dengan Nur.

Ririn mempunyai susunan gigi yang rapi dan lesung pipi yang memikat. Suara tertawanya pun sangat merdu, siapapun yang mendengarnya tertawa pasti akan tertular bahagia. Selain itu Ririn berpenampilan sedikit sporty dengan sneaker dan cardigan hitam tapi tetap berhijab dan tetap menarik. Aku ingin mengajak Ririn ngobrol lebih banyak tapi Nur seolah mendominasiku dengan pertanyaan dan gurauannya hingga akhirnya aku lebih banyak berinteraksi dengan Nur.

Selesai pesta aku segera menuju mobilku di parkiran. Tiba – tiba aku mendengar suara wanita memanggil – manggil namaku. Aku menoleh mencari – cari suara itu dan netraku menangkap dua orang gadis cantik di dekat pintu gerbang.

“Bang Zul, Kita boleh ikut abang gak? Kita gak bawa motor tadi.” Dia sedikit berteriak mengimbangi suara musik orkestrayang masih keras terdengar meskipun kami sudah di pelataran parkir.

“Okey, tunggu disana aja.”  Aku segera menyalakan mesin dan membiarkan jendela sedikit terbuka agar udara panas di dalam mobil segera dapat bersirkulasi dan tergantikan oleh udara dingin yang di hembuskan oleh AC mobil. Kuputar kemudi kearah dua gadis manis itu berdiri. Ririn tampak sungkan naik mobilku, tapi Nur segera membuka pintu depan mobil dan duduk disebelahku. 

“ Mau diantar kemana?” tanyaku sambil menoleh kebelakang ke arah dimana Ririn duduk.

Ririn bengong, matanya mengerjap lucu beberapa seperti sedang berfikir.

“Kerumah kita lah, masa kekuburan.” Nuraini menimpali.

“Iya, tapi rumahnya dimana, nona?” kali ini aku bertanya kepada nuraini 

“Di Jalan Pedamaran dekat warung pecel lele Mas Arum, Pecel lele favorit nya Abang kan?” Imbuhnya sambil memamerkan gigi kawatnya. 

Aku tercekat, bagaimana gadis cantik ini tahu semua yang berkaitan denganku. Namun aku menyimpan semua tanya dalam hatiku.

“Ashiaappp, Nona” kulajukan mobil meninggalkan tempat pesta.

Perjalanan ke rumah Nur dan Ririn memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit. Nur banyak bercerita tentangnya. Dia ternyata dulu mengambil kursus komputer di salah satu sekolah tinggi komputer di kota ini dan sekarang sedang bekerja sebagai kasir di satu –satunya mall di kota ini. Sementara Ririn dulu kuliah di fakultas keguruan mengambil jurusan Bimbingan Konseling dan sekarang sudah menjadi guru honorer di sebuah sekolah menengah pertama di desa sebelah. Dia kost disana dan hanya pulang seminggu sekali. Rumah mereka berdekatan dan mereka berteman sedari mereka kecil.

Tak terasa kami sudah sampai, Ririn turun duluan setelah mengucapkan terima kasih sementara Nur masih di dalam mobil menatapku.

“Makasih ya Bang, Nur boleh Minta No w******p Abang?” tanyanya.

Akhirnya kami bertukar nomor. Sejak saat itu hubungan kami semakin dekat dan akrab. Aku masih penasaran dengan Ririn, dan ingin ngobrol banyak dengannya. Tapi Nur tak mau memberikan nomor gawainya kepadaku. Selalu ada saja alasan Nur saat aku meminta nomornya. Bahkan Nur terlihat sungkan untuk menunjukkan rumah Ririn saat aku bertanya.

Akhirnya aku menyerah dan membiarkan hubunganku dengan Nur berkembang. Sedikit demi sedikit aku mulai mencintainya. Meski ada beberapa sifatnya yang terkadang tak begitu aku suka. Nur sedikit matre dan “celamitan”. Beberapa kali dia minta dibelikan barang – barang yang harganya cukup fantastis tapi cinta sudah  membutakan mataku. Hingga aku selalu menuruti kemauannya dengan senang hati.

Beberapa kali juga Pak Badrun mengingatkan aku tentang sifat Nur, namun sedikitpun aku tak menggubrisnya. Dimataku Nur sempurna.

Dua tahun lalu, aku melamarnya. Nur menerima dengan syarat dia ingin pesta yang meriah di gedung termewah di kota kami. Awalnya aku keberatan karena tabungan ku tak cukup. Untuk berhutang di bank aku tak mau. Akhirnya Nur menyarankan agar aku menjual mobilku.

Dan lagi – lagi demi cinta, aku menurut bak kerbau yang tercocok hidung. aku pun segera menjual mobilku. Lalu Aku membeli motor untuk mempermudah mobilitasku, sisa uang pembelian mobil berikut tabunganku ku serahkan ke Nur semua untuk biaya pernikahan.

 Pernikahan kami berlangsung meriah, semua sanak saudara Nur datang dari segala penjuru. Keluarganya nampak sangat bangga dengan pernikahan kami. Dan salah satu dari tamu undangan itu adalah Ririn, namun kini aku sudah tak ada lagi rasa penasaran terhadap dia. Hatiku sudah tercurah habis untuk mencintai Nur. Dia duduk di deretan tamu undangan, dengan tatapan tak jua beralih dariku. Tatapan yang sulit kuartikan.

“Selamat ya Nur dan Bang Zul, Barakallah untuk kalian berdua.” Ririn menyalamiku dan Nur. 

“Makasih ya Rin, kemana aja kok lama gak keliatan.” Ujarku berbasa basi.

“Ririn udah diterima PNS Bang, di Metur. Jadi jarang pulang karena jauh.” Ujarnya.

“Wah, Selamat ya Rin.” Senyumku terhenti saat aku melihat wajah Nur yang cemberut. 

Sejak saat itu aku tak pernah melihat Ririn lagi. Dan aku pun sibuk menikmati masa – masa bulan madu bersama istriku. Hingga aku mulai melupakannya. 

Suara Murattal dari Masjid menyadarkanku dari lamunan. Astaghfirullah, segera ku sambar handuk dan mandi. Aku tak ingin terlambat berjamaah. 

Usai Sholat Maghrib, Pak Darkum mengajakku untuk takziah ke rumah kakaknya yang baru saja meninggal sore tadi. 

“Dimana rumahnya Pak?” Tanyaku sambil menstater motor.

“Di Pedamaran Zul, agak Jauh memang. Gak keberatan kan?” beliau segera menggulung kain sarungnya. 

Degg,, Pedamaran, itukan rumah Nur. 

“Ayo naik Pak.” Dan motor pun melaju.

Benar saja Pak Darkum menunjukan sebuah rumah asri tepat di depan rumah mertuaku. 

Setelah memarkirkan motor ditempat yang sudah disediakan aku mengekori Pak Darkum ke dalam Rumah. Tuan rumah mempersilahkan kami masuk. Aku duduk di pojokan tepat di sebelah Pak Darkum. Mataku menyapu foto – Foto yang terpasang di dinding ruang tamu, aku melihat sebuah foto seorang wanita dengan pakaian toga dan mengamit ijazah. Aku mengenal perempuan di foto itu. Ririn! 

Related chapters

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB.III TAKZIAH

    Acara Takziah sudah hampir usai, tradisi di kota ini biasanya tuan rumah menyediakan tempat untuk santap malam bersama. Nasi dan lauk pauknya biasanya diberi oleh jiran tetangga kemudian dinikmati bersama. Pak Darkum mengajakku bersalaman dengan tuan rumah sebelum bersantap. Aku mengekor Pak Darkum karena tak tahu yang mana yang tuan rumah. “Adjie, kapan kamu pulangnya nak? Mohon maaf tadi siang Pakde tak sempat ikut penguburan almarhum karena Pakde masih di perjalanan.” Pak Darkum menjulurkan tangan mengajak pemuda berkoko biru muda itu bersalaman.“Gak apa – apa Pakde, Doakan saja semoga Allah menerima amal ibadah ayah semasa hidupnya.” Adjie membungkuk saat menyambut tangan Pak Darkum dan menciumnya dengan takzim. “Oh iya, ini Zul, jamaah pengajian kita yang baru. Kenalin dulu,” Pak Darkum memperkenalkanku ke Adjie. Aku tersenyum dan mengulurkan tangan, “Assalamualikum.”“Waalaikumsalam, terima kasih sudah bersedia datang ke sini dan mendoakan almarhum ayah saya.” Adjie menyamb

    Last Updated : 2022-11-30
  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. IV PECEL LELE

    Sebuah mobil SUV perlahan berhenti di depan rumahku saat aku baru saja kembali dari melihat keadaan kebun sawitku. Sesosok kepala berhijab menyembul dari pintu yang terbuka diiringi oleh senyum manis seorang wanita cantik dan ramah, Ririn. Dia datang bersama Adjie dan seorang wanita paruh baya yang juga mengenakan jilbab lebar seperti Ririn. Adjie menyalamiku sementara Ririn dan perempuan paruh baya yang dipanggil Bu Nah oleh Ririn menangkupkan jemarinya kepadaku dan kubalas dengan gaya yang sama. “Assalamualaikum, Bang.” Adji menyalami dan memelukku. “Waalaikumsalam warrahmatullah. Waduh.. tamu jauh ini yah. Ayo, Mari masuk. Tapi maaf lho kondisi rumahnya agak berantakan.” Aku mempersilahkan mereka masuk. Mereka mengikutiku masuk dan duduk di ruang tamu yang tak seberapa luas. Aku menyalakan lampu agar ruangan menjadi terang. “Ada angin apa rupanya yah. Ayoo, diminum dulu. Adanya Cuma air putih” aku menyajikan air mineral dingin yang ku ambil dari kulkas. “Begini Bang. Kedatan

    Last Updated : 2022-11-30
  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. V POV AINI I

    Kedua kakiku sudah teramat sangat pegal menunggu Bang Zul lewat di depan rumahku. Begitu juga dengan Leherku karena celingukan dari tadi mengawasi ujung jalan untuk melihat Bang Zul lewat tetapi yang ditunggu tak kunjung juga muncul batang hidungnya. Bagaimana mungkin dia berubah menjadi begitu ganteng sekarang, sama seperti dulu waktu pertama kali aku mengenalnya. Hatiku pun kembali berdesir saat menghirup aroma maskulin yang menguar dari tubuh atletis miliknya saat kami berdekatan di pesta pernikahan Ririn tadi. Mataku terpaku pada garis wajahnya yang sangat tampan sekarang, begitu bersih dan meneduhkan. Ah, menyesal aku dulu meminta cerai darinya. Apalagi sekarang dia sudah terlihat sangat mapan. Dulu aku menggugat cerai darinya karena dia sudah tak punya apa – apa. Apa yang bisa ku harapkan dari seorang tukang ojek yang menyambi kerja sebagai kuli bangunan. Penghasilannya dulu bahkan tak cukup untuk membiayai skincare dan beraneka ragam produk kecantikanku. Bapak dan Emak ku pun m

    Last Updated : 2022-11-30
  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB VI POV AINI II

    Disaat kondisi ekonomi Bang Zul yang morat marit, di saat itu pula aku mengenal Bang Arman. Seorang bujang lapuk yang penampilannya tidak terlalu menarik namun dia memiliki kebun karet yang sangat luas di kampungnya, Bang Arman adalah salah satu teman Bapak memancing. Aku akhirnya memutuskan untuk kembali tinggal di rumah orang tuaku dengan alasan kesepian dan takut ditinggal sendiri saat Bang Zul mencari nafkah padahal aku sebenarnya bukan tipe perempuan penakut,. Hanya saja aku malas harus melayani Bang Zul. Toh dia juga tak bisa memberiku nafkah yang layak. Jadi buat apa aku berbakti sepenuh jiwa untuknya, sia – sia bukan. Seperti suami yang tahu diri, Bang Zul tak berkeberatan dengan hal itu. Dia mengizinkan aku untuk tinggal sementara di rumah Orang tuaku saat dia mencari nafkah di pagi hari dan kemudian dia akan menjemputku di sore hari untuk pulang ke rumah kami. Namun beberapa minggu kemudian aku memutuskan untuk tinggal kembali bersama Emak dan lagi – lagi Bang Zul mengizin

    Last Updated : 2022-11-30
  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. VII RUMAH DAN MOBIL BARU

    Hari ini sudah setahun lebih warung pecel lele kami berdiri. Selama itu pula aku disibukkan dengan rutinitas warung yang semakin hari semakin ramai dan itu membuat aku dan pegawai yang ada sedikit kewalahan. Rasa sambal dan lauk yang konsisten serta kebersihan warung yang selalu ku jaga, menjadikan warung pecel lele kami menjadi pecel lele favorit warga. Pembelinya pun tak hanya datang dari kotaku saja. Beberapa dari mereka adalah vlogger youtube yang mereview rasa warung pecel lele kami. Adjie menyarankan untuk merekrut karyawan baru untuk membantuku, dan atas permintaanku, karyawan yang diterima semuanya lelaki. Karena jujur saja aku kurang nyaman bekerja dengan perempuan, bukan karena aku memiliki orientasi ketertarikan yang berbeda, namun lebih sekadar ingin menjaga diri.Adjie dan Ririn sendiri memutuskan untuk menetap di Bandar Lampung setelah bulan madu mereka kemarin. Kabar yang aku dengar saat komunikasi kami terakhir bulan lalu, Ririn tengah mengandung namun karena ada kel

    Last Updated : 2022-11-30
  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. VIII FITNAH YANG MENGHANCURKAN

    Matahari sudah mendekati tempat kembalinya saat mobil yang aku kemudikan memasuki pekarangan rumah yang sesuai dengan lokasi yang diberikan Adjie. Perjalanan lebih dari delapan jam harus ku tempuh dengan mengendarai mobil untuk sampai ke sini, sebenarnya aku bisa saja sampai lebih awal jika aku tidak banyak berhenti. Cuma aku malas jika harus menjamak sholatku atau men”qashar”nya selama di perjalanan meski itu diperbolehkan. Jadilah aku selalu berhenti jika mendekati waktu sholat, dan baru melanjutkan perjalanan kembali setelah imam menuntaskan doa setelah sholat. Selama dalam perjalanan, Adjie tak berhenti menelponku guna memastikan aku benar – benar sedang dalam perjalanan menuju ke sana seolah khawatir aku tak jadi datang. Demi mendengar bahwa posisiku sudah mulai memasuki kota bandar lampung barulah dia tenang. Melalui peta elektronik yang ada di salah satu mesin penjelajah internet yang paling popular saat ini aku akhirnya berhasil tiba di depan rumah Adjie dan Ririn. Demi meli

    Last Updated : 2022-12-02
  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. IX KEPUTUSAN

    Selesai sholat maghrib berjamaah di mushola, aku segera melipir ke shaff paling belakang untuk melaksanakan sholat istikharah. Sehabis sholat istikharah aku lanjutkan dengan berzikir dan berdoa. Memohon petunjuk atas tawaran Adjie karena hatiku diliputi oleh begitu banyak keraguan.Salah satunya adalah Trauma yang di tinggalkan Nur yang masih sangat dalam membekas. Rasanya aku begitu takut jikan nandti dikhianati kembali, namun aku juga tak kuasa untuk menolak permintaan Adjie yang telah begitu banyak membantuku keluar dari keterpurukan. Selain itu ada rasa tidak pantas untuk berdampingan dengan Rania yang sarjana sementara aku hanya lulusan SMK.Melihatku yang telah selesai berdoa, Adjie menghampiriku. Dia menyalamiku lalu kemudian dduduk di sampingku berniat menungguku. Melihat Aku yang tetap meneruskan dzikirku, Diapun akhirnya membuka Mushaf Alquran lalu mulai bermurajaah.Sungguh pernikahan ini bukan hal kecil dan harus dipertimbangkan matang - matang. Kegagalan pada pernikahan k

    Last Updated : 2022-12-04
  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. X AKHIRNYA SAH

    Kita tak tahu kemana takdir akan membawa kita pergi, rezeki, maut, dan jodoh, adalah sebuah misteri yang akan terpecahkan jika waktu yang ditetapkan oleh Sang Penulis Takdir telah tiba. Seperti yang terjadi padaku saat ini. Sungguh aku tak pernah menyangka jika aku akan menggenapi takdirku untuk menikah di sini, Sebuah kota yang dulu hanya ku lihat di peta dan dengan jalan yang di luar ekspektasiku. Sungguh aku merasa sangat beruntung. Beberapa hari yang lalu, aku masih gamang berkutat dengan trauma kegagalan rumah tanggaku bersama Nur, Dan sekarang aku telah berada di halaman takdir baru yang akan menuliskan namaku dan nama Rania di dalam satu bab yang sama.Pagi itu setelah sholat subuh aku diantar Adjie ke rumah Rania untuk didandani. Mereka memakaikanku jas berwarna broken white, topi kopiah putih berhias bordiran di sekelilingnya dengan warna yang senada dengan jasku, serta kalung yang terbuat dari utaian bunga melati segar. Tubuhku yang tinggi dan atletis membuat ak

    Last Updated : 2022-12-08

Latest chapter

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 33 BERTEMU KEMBARAN

    Suara decit Ban memekakan telinga, menghentak tubuh Rania yang terbelit oleh Safety Belt ke depan hingga kepalanya hampir terantuk ke dasboard mobil. Sementara suaminya, Zul, Tergugu di balik kemudi dengan wajah pucat pasi. Hampir saja. Hampir saja Zul menabrak ibu – ibu yang tengah hamil besar yang berjalan tertatih – tatih dan tanpa melihat ke kiri dan ke kanan jalan lg dia langsung menyeberang hingga nyaris di tabrak oleh Zul. Beruntung Zul masih sempat menginjak pedal rem hingga kecelakaan itu dapat di hindari. Rania bergegas membuka pintu dan menghambur keluar menghampiri ibu hamil yang kini tengah terduduk lemas dengan wajah pucat pasi di pinggir jalan. “Kalo Jalan jangan ngebut – ngebut wooyyy!!” Bentak salah seorang pejalan kaki sembari memukul kap mobil depan Zul dengan wajah beringas. Zul hanya mengangguk dan melemparkan senyum canggung. Dia segera membuka pintu mobil dan menyusul istrinya. Itu semua bukan sepenuhnya salahnya, Ja

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 32 BERTEMU RIANA

    Pukul satu siang Pak RT diantar oleh Adit datang menemui Zul. “Gimana keadaan Nur, Pak? Apa kata dokter?” Tanya Zul berbasa basi. “Udah diperiksa semua, kata dokter gak ada sakit apa – apa Zul. Tapi kemungkinan alergi kata dokter yang memeriksanya tadi.” Terang Pak RT “Oh, Jadi dirawat atau dibawa pulang ke rumah.” Zul bertanya sembari netranya menyapu keadaan rumah Nur dari jauh. “Dibawa ke pesantren akhirnya. Paman Nur memaksa. Katanya mau di rukiyah di sana.” Terang Pak RT lagi. “Baguslah kalau begitu, Pak. Masuk dulu pak. Rania baru saja selesai masak. Kita makan siang bareng.” Zul mengajak Pak RT dan Adit masuk. Meski merasa sungkan, akhirnya Pak RT dan Adit akhirnya menuruti undangan Zul. Rania yang tak menyangka akan kedatangan tamu akhirnya kalang kabut. Untung saja Rania masak untuk sekalian makan malam. Hingga lauk yang dimasak Rania yang sejatinya untuk makan malam juga habis tak bersisa.

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 31 SENJATA MAKAN TUAN

    Malam masih mencekam, Lolongan kesakitan yang keluar dari mulut Nur yang begitu menyayat membuat suasana semakin seram. Lengkingan jerit yang keluar dari mulut Nur membuat merinding semua orang yang mendengar tak terkecuali Zul dan Rania. Meski rumah mereka berjarak sekitar seratus meter dari rumah Nur, namun lolongan tersebut masih terdengar dengan begitu jelas. “Bang, aku takut.” Zul mengetatkan pelukannya pada Rania meski sebenarnya dia sendiripun bergidik ngeri setiap kali mendengar suara lolongan kesakitan Nur. Zul tetap berusaha menenangkan Rania yang begitu gelisah dengan mendekapnya. “Baca ayat kursi atau ayat – ayat pendek lain, Dek. Biar hati tenang.” Saran Zul sembari membelai rambut legam Rania. Berkali – kali kalimat tahmid dia lafazkan, karena telah terhindar dari sihir Nur. Zul yakin, Nur tak akan berhenti sampai di sini. Akan ada serangan lain ke depannya yang mungkin lebih beringas lagi. “Pagari diri dengan doa dan murajaah

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 30 KESURUPAN

    “Gimana ini, Bang? Kenapa Asep jadi begini?” Adit kebingungan bercampur takut melihat mata Asep yang tiba – tiba melotot dengan mulut yang meracau menggunakan Bahasa yang tidak mereka fahami. “Duniaku ada tiga warna… DUNNIIAAA KUUU AADDAAA TTIIIGAA WARNA… Hihihihihihi…” Ceracau Asep dengan Mata menyalak garang lalu menoleh ke Zul dengan seringai seramnya. “Aku juga gak tau ini, Dit. Coba kamu panggil Pak De Darkum aja. Suruh si Memet jemput beliau. Bawa Asep ke dalam kamar, Jangan sampe ganggu pembeli yang lagi makan.” Titah Zul yang sedang cemas bercampur takut melihat netra Asep yang terus menerus menatapnya dengan seringai yang membuat bulu kuduk berdiri. Tiba – tiba Asep terjatuh dan menggelepar di lantai, mulutnya mengeluarkan suara ngorok dari tenggorokan yang mengerikan seperti orang yang sedang mereggang nyawa. Mulutnya mengeluarkan busa air liur yang kemerahan karena bercampur darah. “Cepat angkat ke dalam.” Zul memerint

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 29 CAKE PANDAN MEMBAWA PETAKA

    Rania tertegun di ambang pintu, netranya menangkap bayangan suaminya yang tengah didekap erat seorang wanita yang dia tak tahu itu siapa. Pemandangan yang sama sekali tak ingin dilihatnya. Jadi ini rupanya penyebab suaminya tak mengangkat telepon darinya dan membalas pesannya di applikasi hijau hingga akhirnya dia memutuskan untuk memesan ojek online untuk sampai ke kediaman suaminya. Zul menghampiri istrinya, sebelah tangannya meraih koper yang tengah dipegang Rania, sebelah lagi merangkul Rania ke dalam dekapannya. “Siapa dia?” Tanya Rania dingin, netranya tak lekang menatap Nur yang kini tersenyum sinis padanya. “Dia mantan istri Abang, Dek. Tolong jangan salah faham dulu. Semua tidak seperti yang Adek lihat.” Zul sungguh takt ahu bagaimana cara meyakinkan Rania bahwa ini bukan salahnya. “Kenapa dia kemari?” Netranya masih menatap tajam ke arah Nur yang saat ini mendekati mereka. “Jadi ini istri baru, Abang?” Nur

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 28 KEGILAAN NUR 3

    Setelah selesai sarapan, Zul memeriksa pembukuan yang dibuat Rapi oleh Adit. Tak lama kemudian Mereka telah terlibat dalam diskusi yang membahas tentang masalah warung, dan omset yang di dapat setelah beberapa hari ditinggalkan Zul. “Alhamdulillah, Omset kita naik ya, Dit. Bisa nih buat naikin gaji karyawan.” Zul menatap pembukuan yang dibuat Adit dengan amat sangat rapi. “Menurutku nanti dulu naikin gaji karyawannya, tunggu tahun depan aja. Saat ini fokus kita balikin modal abang aja dulu. Setelah itu baru fokus ke kesejahteraan karyawan.” Usul Adit. Zul manggut – manggut. Tepat Jam Sembilan, Zul dan Adit menyudahi pembahasan mereka tentang pendapatan warung beberapa hari ini, Adit lalu pamit untuk ke pasar berbelanja stok warung untuk berdagang sore ini. Sementara Zul memutuskan untuk pergi meninjau keadaan warung dan karyawan yang telah dia tinggalkan selama beberapa hari ini. Zul segera memeriksa gawainya. Dia lupa kalau semalam hendak menelpon Rania istrinya. Pagi ini karena t

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB.27 SYIRIK

    Suara orang mengaji di mushola kecil yang jaraknya hanya lima puluh meter dari rumah Zul membangunkannya dari alam mimpi. Bergegas dia mandi dan berwudhu khawatir akan tertinggal sholat berjamaah. Sudah beberapa hari ini dia tak sholat tahajud seperti biasanya karena terlalu lelah. Hari ini pun sama, ada rasa sesal yang membuncah dalam hatinya karena telah kehilangan waktu berharga untuk bercerita kepada Sang Pemberi Rahmat. Zul melangkah tergesa menuju musholah. Sebentar lagi adzan subuh akan dikumandangkan. Dia mempercepat Langkah. Tak lama setelah Zul tiba di mushola, Pak de Darkum mengumandangkan Adzan dengan suaranya yang merdu dan menyejukkan telinga. “Weeh, manten anyar. Gak ngundang – ngundang lagi.” Goda Pak de darkum setelah kami selesai sholat dan imam menutup doa. “Iya, dadakan pakde. Maaf yah.” Zul menjawab malu. “Gak apa – apa. Barkallah fi umrik yo. Semoga ini jadi pernikahan terakhirmu.” “Amiiiin

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 26 KEGILAAN NUR 2

    Zul dan Nur terhenyak, bersamaan mereka segera menoleh ke asal suara. Sesosok bayangan pria pendek dengan perut menggembung seperti ikan mas koki yang kekenyangan makan melangkah tergesa ke dalam rumah Zul. “Bang, Arman?” Desis Nur dengan wajah penuh kebencian. “Bang , ini tidak seperti yang Abang Fikirkan. Tolong jangan salah faham dulu. Saya sama sekali tak pernah menggoda Nur. Sejak bercerai, saya tak pernah ada hubungan apa pun lagi dengan Nur.” Zul berusaha menjelaskan kondisi yang sebenarnya. Sementara Nur hanya diam, namun bara yang menyala di matanya cukup memperlihatkan apa yang tersimpan di dalam hatinya. “Saya tahu, Saya tahu kamu sudah tak ada hubungan apa – apa lagi dengan istriku. Hanya saja istriku terlalu gatal ingin kembali padamu padahal sejatinya statusnya masih sah sebagai istriku.” Ujar Arman dengan wajah meradang. Zul semakin salah tingkah dibuatnya. “Abang mau apa lagi kemari. Bukankah Nur sudah bilang kalau Nur sudah tak mau lagi menjadi istri abang!” Ujar

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 25 KEGILAAN NUR

    Adzan Maghrib tengah berkumandang menyeru umat untuk bersujud pada Sang Pencipta saat Zul dan Rania tiba di hotel. Tubuh dan fikiran yang penat membuat mereka hanya terdiam tanpa suara, masing – masing sibuk dengan fikirannya sendiri - sendiri. Zul menggandeng lengan Rania menuju kamar, dia menatap wajah cantik istrinya yang nampak begitu kusut dan lelah. Sesampai di dalam kamar Zul segera menyambar handuk dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menunaikan ibadah sholat maghrib. Sementara Rania terbaring lesu dengan mata menerawang menatap langit – langit kamar.Setelah selesai sholat, zul menelpon layanan kamar dan memesan makan malam untuk mereka berdua lalu mendatangi istrinya yang tengah memejamkan mata. Zul membangunkan istrinya dengan mengecup pucuk kepalanya. Mata yang di aungi bulu mata yang legam dan menggeliat ke atas itu mengerjap terbuka. Segaris senyum terulas di bibir ranumnya demi melihat suaminya berada begitu dekat dengan wajahnya.“Sholat dulu, Dek. Habis itu

DMCA.com Protection Status