Share

BAB. IV PECEL LELE

Penulis: nyonya surianto
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sebuah mobil SUV perlahan berhenti di depan rumahku saat aku baru saja kembali dari melihat keadaan kebun sawitku. Sesosok kepala berhijab menyembul dari pintu yang terbuka diiringi oleh senyum manis seorang wanita cantik dan ramah, Ririn. Dia datang bersama Adjie dan seorang wanita paruh baya yang juga mengenakan jilbab lebar seperti Ririn.

Adjie menyalamiku sementara Ririn dan perempuan paruh baya yang dipanggil Bu Nah oleh Ririn menangkupkan jemarinya kepadaku dan kubalas dengan gaya yang sama.

“Assalamualaikum, Bang.” Adji menyalami dan memelukku.

“Waalaikumsalam warrahmatullah. Waduh.. tamu jauh ini yah. Ayo, Mari masuk. Tapi maaf lho kondisi rumahnya agak berantakan.” Aku mempersilahkan mereka masuk.

Mereka mengikutiku masuk dan duduk di ruang tamu yang tak seberapa luas.  Aku menyalakan lampu agar ruangan menjadi terang. 

“Ada angin apa rupanya yah. Ayoo, diminum dulu. Adanya Cuma air putih” aku menyajikan air mineral dingin yang ku ambil dari kulkas.

“Begini Bang. Kedatangan kami kemari karena dua hal. Yang pertama silahturahim dan mengundang abang. Walaupun waktunya masih lama, dua bulan lagi. kami berharap agar abang mau menjadi saksi pernikahan kami. Yang kedua, kami ingin mengajak abang berbisnis. Saya dengar dari Pakde Darkum kalau abang pintar masak. Kemarin Pakde Darkum mencicipi Sambal Pecel Lele abang, beliau bilang sambal buatan abang sangat enak. Pakde terus – terusan memuji rasa sambal pecel lele abang. Katanya sambal abang orisinil dan bikin ketagihan. Beliau memaksa saya untuk mengajak abang kerja sama. Abang yang mengelola warungnya, dan saya yang memberikan modalnya. Hasilnya kita bagi tiga. Satu buat saya, satu buat abang dan satu lagi untuk pengembangan warung. Bagaimana bang?” 

Aku terdiam, memang beberapa hari lalu Pak Darkum ku ajak makan masakan ala kadarnya dirumahku saat dia bertamu. Dia makan lahap sekali, sampai nambah beberapa kali. Aku fikir karena lapar. Padahal sambal itu tak ada yang istimewa. Resepnya diajarkan oleh ibu angkatku. Tapi biar bagaimanapun juga tawaran ini adalah peluang, peluang untukku merubah nasib.

“Adjie percaya sama Abang?” Tanyaku meyakinkan

Adjie terkekeh pelan.

“Haduh….Bang, sebelum kesini itu, saya sudah banyak mengumpulkan informasi tentang abang ke rekan – rekan bisnis abang dahulu. Rata – rata mereka bilang abang orang yang bertanggung jawab dan amanah. Mereka bahkan sangat mendukung jika saya berbisnis dengan Abang. Karena itulah saya akhirnya memutuskan untuk mengajak Abang berbisnis sebagai patner, selain itu saya juga sudah istikharah sebelum datang kesini. Dan hasilnya hati saya semakin mantap saja. Nah sekarang tinggal tergantung sama Abang, Abang bersedia tidak jadi patner bisnis saya?” Ulasnya. Mendengar itu aku sangat terharu.

Jadi bagaimana Bang?” Adjie menuntut jawaban. Sementara Ririn dan Bu Nah hanya menyimak pembicaraan kami.

“Kalo memang demikian, Bismillah, Abang terima tawaran ini. Tapi apa Adjie gak mau mencicipi dulu sambalnya. Nanti kecewa. Kebetulan abang masak tadi, tunggu sebentar yah.” 

“Apa gak merepotkan, Bang?” Adjie tampak sungkan

“Justru kamu harus cicip Djie. Biar lebih yakin.” Aku meyakinkan.

“Rezeki pantang ditolak. Gimana sayang? Mau nunggu kan. Kita cicip sambal legendnya Bang Zul?” Adjie meminta persetujuan Ririn.

            “Boleh, Pengen juga ngerasain masakan, Bang Zul yang kata Pakde Darkum Fenomenal itu.” Goda Ririn yang membuat seisi ruangan tertawa. Hatiku menghangat, Allah maha baik telah mengirimkan orang – orang baik ini padaku.

Gegas Aku ke dapur untuk mempersiapkan sambal, lalapan. Ku nyalakan kompor dan menunggu minyaknya panas untuk menggoreng tempe, tahu dan ikan lele hasil pancinganku kemarin sore.  Setelah selesai, kubawa lalapan, Lele goreng, Nasi dan tak lupa sambal ke ruang tamu tempat mereka menunggu sembari memainkan gawai. Demi melihatku, serentak mereka menyimpan gawainya dan segera menyambut piring di tanganku untuk kemudian menatanya di meja bersama - sama. 

“Ayo, silahkan dicicipi. Kalau rasanya masih kurang pas, nanti kita koreksi lagi.” 

Adji meyendok sedikit nasi dan mengambil sambal dan lele goreng diikuti oleh Ririn dan Bibinya. Kami makan bersama dengan lauk seadanya. Namun terasa amat nikmat. Dan hanya dalam sekejap mata hidangan di meja sudah tandas tak bersisa. 

Dengan bibir merah dan sedikit sembab karena kepedasan Adjie mengacungkan kedua jempolnya kepadaku.

“Luar biasa Bang, sambalnya juara. Belum pernah saya makan sambal seenak ini. Perpaduan rasanya bikin pengen nambah nasi terus” Adjie mencuci tangannya dalam kobokan yang sudah ku persiapkan. 

“Iya bang, enak banget lho sambalnya. Ririn aja sampe  nambah nasi. Alamat gagal diet ini. Bisa – bisa kebaya Ririn gak muat lagi nanti pas hari nikahan.” Ririn menimpali sembari menjilati ujung - ujung jarinya.

“Gak bisa ditunda lagi ini, Bang. Harus kita percepat mulainya bisnis kita ini. Kira – kira menurut Abang kapan bagusnya kita mulai bisnisnya?

“Secepatnya kalau bisa, kalau memang Adjie sudah siap modalnya. Besok Abang dah bisa kasih rekapan kebutuhan untuk memulai bisnisnya. Abang akan antar ke rumah Adjie.” Pungkasku.

“Alhamdulillah. Modalnya sudah siap, Bang. Besok abang ke rumah yah. Kita bicarakan lagi lebih lanjut tentang konsep dan lokasinya. Kalau begitu kami permisi dulu, besok kita diskusi lagi tentang bisnis pecel lele kita. Kita pamit ya, Bang. Ririn ada janji dengan tukang jahit kebayanya. Terima kasih banyak untuk makanan yang luar biasa lezat ini. Assalamualaikum.” Ujarnya sembari menyambut tanganku untuk kemudian di genggamnya. 

“InshaAllah pecel lele kita akan sukses.” Ujarnya yakin.

“Amiiinn,” Aku, Ririn dan Bibinya berbarengan mengucapkannya.

Keesokan harinya, aku mendatangi kediaman Adjie dengan daftar barang yang akan dibeli. Kami lalu berdiskusi mengenai konsep pecel lele kami. Tak membutuhkan waktu lama, hanya dalam waktu satu minggu semua persiapan telah rampung dan kami tinggal menunggu waktu yang tepat untuk launching.

Aku dan Adjie sepakat bahwa untuk hari pertama buka kami akan menggratiskan makan dan minum, dan hanya minta dibayar dengan doa saja. Pancingan rezeki katanya. Aku hanya menurut, karena aku di sini hanya bagian pengelolaan saja.

Di luar prediksi, animo masyarakat sekitar ternyata sangat besar. Banyak sekali tamu yang datang ingin mencoba sambal pecel lele buatanku.

Pukul Lima sore semua dagangan kami sudah habis tak bersisa bahkan beberapa dari mereka hanya minta makan dengan sambal dan lalapan saja karena ayam dan ikan lelenya sudah habis. Dan feedback dari customer yang mampir pun cukup memuaskan.  Hingga kami semakin mantap untuk berbisnis ini.

Allah Maha Pemberi Rezeki. Dan rezekimu tak pernah tertukar dengan orang lain aku percaya itu.

Keesokan harinya, Aku mulai menjalankan warung ini sendiri dibantu beberapa anak buah yang tak ku kenal namanya siapa saja, namun sepertinya mereka kerabat Adjie. Dan hari ini, Kembali pengunjung warung kami membludak. Aku sampai kewalahan, walaupun sudah dibantu beberapa anak buah. Adjie memiliki insting wirausaha yang luar biasa. Dia mendaftarkan Warung pecel lele kami di Applikasi online. Hingga pelanggan banyak juga yang membeli secara online karena malas untuk antri jika mau makan di tempat.

Dalam waktu tiga bulan, pecel lele kami menjadi salah satu makanan yang paling banyak di cari di applikasi online. Bulan pertama kami mampu meraup keuntungan bersih lima belas juta setelah dipotong gaji karyawan dan biaya operasional. Sebuah angka yang fantastis untuk kategori warung yang baru seperti kami. 

Bulan kedua, Adjie menyerahkan sepenuhnya bisnis itu di bawah pengawasanku karena dia sibuk mengurus pernikahannya dengan Ririn. Kesibukanku dan naiknya jumlah penghasilanku perlahan mengikis habis rasa sakit hatiku pada Nuraini, hingga saat Nuraini datang ke warung untuk mengantarkan fotokopi surat cerai kami perasaanku sudah bisa ku kendalikan meski dia datang dengan menggandeng pria setengah botak itu dengan kemesraan yang dibuat - buat. Nuraini terhenyak saat melihat jumlah pelanggan yang memenuhi warung kami. Belum lagi sejumlah Ojek Online yang mengantri pesanan mereka dan pengunjung yang antri karena kebetulan tempat duduk sudah penuh.

“Ini fotokopi surat cerai kita Bang, jika Abang mau menikah, Abang bisa ambil ke kantor pengadilan agama. Harus abang sendiri yang mengambil, tak bisa di wakilkan. Oh iya Bang. Nur sudah menikah lagi. Ini suami Nur, Dia punya sepuluh hektar kebun karet.” Nur memamerkan suaminya. Dia mungkin berharap aku sakit hati seperti kemarin saat dia datang ke rumah dengan membawa suami botaknya itu. Namun dia salah, perasaanku biasa saja. Tak ada cemburu atau sakit hati. Datar!

“Oh, iya. Nanti saja Abang ambilnya tunggu Abang sudah punya calon. Selamat untuk pernikahannya yah. semoga langgeng dan bahagia. Ada lagi yang mau Nur sampaikan? Kalau sudah gak ada yang harus dibicarakan lagi, Abang permisi karena pelanggan sudah menunggu. Atau silahkan kalau mau mencicipi menu warung kami, tapi antri dulu yah.” Aku menyambar langsung sebelum Nur menuntaskan ceritanya sembari menunjuk barisan antrian pelanggan yang menunggu untuk makan di warungku.

Aku berlalu ke dapur mengurus pesanan yang terabai karena kedatangan Nur. Sementara Nur nampak kesal melihat reaksiku. Dia berfikir aku akan kembali menunjukkan wajah memelas seperti yang aku lakukan beberapa bulan lalu. Humm,,, tak akan pernah lagi. Tak akan pernah lagi aku biarkan hatiku patah karena wanita yang bahkan tak layak untuk ku cintai.

****

Hari ini, Aku berdiri didepan cermin di depan kaca lemari tua dikamarku. Mematut kemeja batik yang baru kubeli kemarin. Hari masih terlalu pagi, Namun aku tak mau terlambat. Hari ini pernikahan Adjie dan Ririn. Dan aku telah menyanggupi untuk menjadi saksi pernikahan mereka. Setitik rasa sedih singgah dihatiku. Seandainya dulu aku memilih Ririn, Astaghfirullah segera kutepis fikiran busuk itu. Gegas kupakai kopiah dan menyarungkan kaos kaki  lalu kemudian ku kenakan sepatu kulit hitam yang juga baru aku beli kemarin. Sejujurnya, semua ini Ririn yang memilihkan. Aku hanya tinggal membayarnya dengan pembagian hasil warung bulan depan. Dan semua pilihan Ririn begitu pas, baik warna dan ukurannya. Dia juga membelikan aku sebuah jam tangan bertali kulit hitam yang sangat modis. Dengan langkah mantap aku segera menuju kerumah Ririn dengan mengendarai motorku. 

Sesampai dirumah Ririn kulihat Pak Darkum sudah tiba lebih dahulu. Aku membantu pegawai di warungku yang juga merupakan kerabat dekat Adjie menyusun kursi di tenda, mengatur air mineral dan membantu perkerjaan ringan lainnya sebisaku. Aku berhutang budi pada Adjie dan Ririn. Allah telah mengutus mereka berdua untuk membantuku keluar dari keterpurukanku. Aku berjanji dalam hati bahwa aku akan berusaha untuk membalas budi baik mereka dengan cara apapun. 

Acara pernikahan nya berjalan dengan lancar. Ririn nampak sangat cantik dalam balutan gamis putih dan hijab syarii yang dia kenakan, dan Adjie nampak gagah dengan balutan kemeja koko Putih dengan detail bordir di sakunya. Mereka benar – benar pasangan yang serasi. Resepsi pernikahan mereka berlangsung sederhana namun tak mengurangi kemeriahan acara. Aku lihat Nur bersama suaminya datang dan menyalami Pak Darkum kemudian ke panggung untuk menyalami Ririn dan Adjie.

Sepintas kulihat perut Nur sedikit membesar seperti ibu hamil. Dia terlihat bahagia menggandeng suaminya. Beberapa tamu nampak berbisik – bisik saat Nur dan suaminya melewati mereka. Ketika melihatku Nur terlihat sedikit kaget dan segera melepaskan pegangan tangan suaminya, aku menyalami suaminya. Nur mengulurkan tangan hendak menyalamiku juga. Namun aku tak menyambutnya, sebagai gantinya aku menangkupkan kedua tanganku didada. Aku harap dia mengerti bahwa dia bukan lagi muhrimku.  Nur terlihat kaget dan menganggukkan kepala melihat reaksiku yang tak mau lagi menyentuhnya. Wajahnya yang tadi berlumur senyum mendadak tertekuk.

“Hum… dia kenapa yah. Salahku apa? Koq mendadak cemberut.” Batinku dalam hati.

Entah kenapa aku merasa sepanjang acara mata Nur terus mengawasiku. Dan benar saja, saat aku melihatnya, dia melemparkan senyum, sepertinya sudah tak marah lagi padaku.  Aku melengos tak mau membalas senyumnya, kulihat suami Nur yang begitu serius mendengarkan  Ustad yang sedang memberikan ceramah dan nasihat pernikahan untuk kedua mempelai hingga tak memperhatikan kelakuan istrinya yang terlihat sekali berusaha menggodaku. Jika dulu aku merasa begitu bahagia saat Nur menatapku seperti itu, saat ini aku merasa risih dan jijik. Bagaimana bisa dia terus - terusan menatap aku, saat berada di samping suaminya. Seandainya suaminya tahu, pastilah dia sangat kecewa. 

Saat tiba acara santap siang, aku lihat Nur seperti tergesa menuju meja tempat aku mengantri. Suaminya kewalahan mengikuti langkah kaki Nur. Entah bagaimana caranya tiba – tiba aku lihat Nur sudah berada di belakangku diikuti oleh suaminya. Seperti sengaja, Nur mulai menyentuh punggungku dengan jemarinya seperti menggelitik dengan telunjuknya. Awalnya ku fikir tak sengaja. Tapi sentuhan itu begitu intens dan seperti menggoda membuat aku jengah dan memaksa lelaki yang ada di hadapanku untuk segera maju. Aku berusaha untuk tak menoleh kebelakang. Setelah mengambil nasi dan lauk pauk, aku sesegera mungkin kembali ke tenda untuk mencari tempat yang nyaman untuk bersantap, dan aku berharap Nur tak lagi mengikutiku.

Tapi ternyata harapanku salah, Nur sedang menuju ke arahku saat aku baru saja meletakkan bokongku di kursi pojok paling belakang.  Saat dia datang mendekat aku segera berdiri dan menjauh. Akhirnya aku makan di belakang panggung. Aku tetap di belakang panggung menunggu sampai Nur pulang. Kekanakan sekali bukan. Namun aku benar – benar risih dengan tingkahnya. Benar – benar aneh.

Ditengah tenda, aku lihat Nur celingak –celinguk mencari sesuatu. Apa mungkin dia mencariku?

“Geer sekali kau Zul,” kata suara hatiku. Tapi aku tetap memutuskan untuk tetap duduk dibelakang panggung ini sampai Nur pulang. Karena Aku belum ingin Pulang, aku ingin membantu membereskan sisa – sisa acara dulu baru pulang. 

Saat kulihat Nur dan suaminya sudah meninggalkan acara, aku segera keluar dan ikut membantu membereskan dan merapikan kursi dibawah tenda dan menyapu pekarangan rumah Adjie. Mengumpulkan cangkir air mineral dalam karung untuk dijual lagi oleh tuan rumah.

“Lho, Zul. Bapak fikir kamu sudah pulang. Dari mana aja tadi?” Pak Darkum tiba – tiba sudah berdiri dibelakangku. 

“Tadi saya makan di balik panggung pak. Trus ngaso sebentar disana. Eh malah kebablasan.” Aku menggaruk kepala yang tak gatal.

“Owalah, yo wis. Kamu bantu – bantu dulu. Nanti kita pulangnya bareng yah. saya mbonceng kamu aja.” Pak Darkum segera masuk kedalam rumah. Aku meneruskan pekerjaanku menumpuk kursi – kursi tamu karena mau dikembalikan. 

Setelah rapi semua, aku pamit ke Ririn dan Adjie untuk pulang. Ririn menyerahkan bungkusan berisi lauk pauk sisa acara resepsi. Lumayan untuk makan malam nanti. Setelah mengucapkan terima kasih, aku pun berpamitan untuk pulang dengan membonceng Pak Darkum. Saat melewati rumah Nur, aku melihat Nur di pintu pagar seolah menunggu seseorang. Demi melihat aku dengan Pak Darkum wajahnya nampak kesal dan bersungut. Tak lama dia segera masuk ke dalam rumah menyusul suaminya dengan wajah sebal. lha,, kenapa dia kesal. Emang salahku apa?

Bab terkait

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. V POV AINI I

    Kedua kakiku sudah teramat sangat pegal menunggu Bang Zul lewat di depan rumahku. Begitu juga dengan Leherku karena celingukan dari tadi mengawasi ujung jalan untuk melihat Bang Zul lewat tetapi yang ditunggu tak kunjung juga muncul batang hidungnya. Bagaimana mungkin dia berubah menjadi begitu ganteng sekarang, sama seperti dulu waktu pertama kali aku mengenalnya. Hatiku pun kembali berdesir saat menghirup aroma maskulin yang menguar dari tubuh atletis miliknya saat kami berdekatan di pesta pernikahan Ririn tadi. Mataku terpaku pada garis wajahnya yang sangat tampan sekarang, begitu bersih dan meneduhkan. Ah, menyesal aku dulu meminta cerai darinya. Apalagi sekarang dia sudah terlihat sangat mapan. Dulu aku menggugat cerai darinya karena dia sudah tak punya apa – apa. Apa yang bisa ku harapkan dari seorang tukang ojek yang menyambi kerja sebagai kuli bangunan. Penghasilannya dulu bahkan tak cukup untuk membiayai skincare dan beraneka ragam produk kecantikanku. Bapak dan Emak ku pun m

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB VI POV AINI II

    Disaat kondisi ekonomi Bang Zul yang morat marit, di saat itu pula aku mengenal Bang Arman. Seorang bujang lapuk yang penampilannya tidak terlalu menarik namun dia memiliki kebun karet yang sangat luas di kampungnya, Bang Arman adalah salah satu teman Bapak memancing. Aku akhirnya memutuskan untuk kembali tinggal di rumah orang tuaku dengan alasan kesepian dan takut ditinggal sendiri saat Bang Zul mencari nafkah padahal aku sebenarnya bukan tipe perempuan penakut,. Hanya saja aku malas harus melayani Bang Zul. Toh dia juga tak bisa memberiku nafkah yang layak. Jadi buat apa aku berbakti sepenuh jiwa untuknya, sia – sia bukan. Seperti suami yang tahu diri, Bang Zul tak berkeberatan dengan hal itu. Dia mengizinkan aku untuk tinggal sementara di rumah Orang tuaku saat dia mencari nafkah di pagi hari dan kemudian dia akan menjemputku di sore hari untuk pulang ke rumah kami. Namun beberapa minggu kemudian aku memutuskan untuk tinggal kembali bersama Emak dan lagi – lagi Bang Zul mengizin

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. VII RUMAH DAN MOBIL BARU

    Hari ini sudah setahun lebih warung pecel lele kami berdiri. Selama itu pula aku disibukkan dengan rutinitas warung yang semakin hari semakin ramai dan itu membuat aku dan pegawai yang ada sedikit kewalahan. Rasa sambal dan lauk yang konsisten serta kebersihan warung yang selalu ku jaga, menjadikan warung pecel lele kami menjadi pecel lele favorit warga. Pembelinya pun tak hanya datang dari kotaku saja. Beberapa dari mereka adalah vlogger youtube yang mereview rasa warung pecel lele kami. Adjie menyarankan untuk merekrut karyawan baru untuk membantuku, dan atas permintaanku, karyawan yang diterima semuanya lelaki. Karena jujur saja aku kurang nyaman bekerja dengan perempuan, bukan karena aku memiliki orientasi ketertarikan yang berbeda, namun lebih sekadar ingin menjaga diri.Adjie dan Ririn sendiri memutuskan untuk menetap di Bandar Lampung setelah bulan madu mereka kemarin. Kabar yang aku dengar saat komunikasi kami terakhir bulan lalu, Ririn tengah mengandung namun karena ada kel

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. VIII FITNAH YANG MENGHANCURKAN

    Matahari sudah mendekati tempat kembalinya saat mobil yang aku kemudikan memasuki pekarangan rumah yang sesuai dengan lokasi yang diberikan Adjie. Perjalanan lebih dari delapan jam harus ku tempuh dengan mengendarai mobil untuk sampai ke sini, sebenarnya aku bisa saja sampai lebih awal jika aku tidak banyak berhenti. Cuma aku malas jika harus menjamak sholatku atau men”qashar”nya selama di perjalanan meski itu diperbolehkan. Jadilah aku selalu berhenti jika mendekati waktu sholat, dan baru melanjutkan perjalanan kembali setelah imam menuntaskan doa setelah sholat. Selama dalam perjalanan, Adjie tak berhenti menelponku guna memastikan aku benar – benar sedang dalam perjalanan menuju ke sana seolah khawatir aku tak jadi datang. Demi mendengar bahwa posisiku sudah mulai memasuki kota bandar lampung barulah dia tenang. Melalui peta elektronik yang ada di salah satu mesin penjelajah internet yang paling popular saat ini aku akhirnya berhasil tiba di depan rumah Adjie dan Ririn. Demi meli

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. IX KEPUTUSAN

    Selesai sholat maghrib berjamaah di mushola, aku segera melipir ke shaff paling belakang untuk melaksanakan sholat istikharah. Sehabis sholat istikharah aku lanjutkan dengan berzikir dan berdoa. Memohon petunjuk atas tawaran Adjie karena hatiku diliputi oleh begitu banyak keraguan.Salah satunya adalah Trauma yang di tinggalkan Nur yang masih sangat dalam membekas. Rasanya aku begitu takut jikan nandti dikhianati kembali, namun aku juga tak kuasa untuk menolak permintaan Adjie yang telah begitu banyak membantuku keluar dari keterpurukan. Selain itu ada rasa tidak pantas untuk berdampingan dengan Rania yang sarjana sementara aku hanya lulusan SMK.Melihatku yang telah selesai berdoa, Adjie menghampiriku. Dia menyalamiku lalu kemudian dduduk di sampingku berniat menungguku. Melihat Aku yang tetap meneruskan dzikirku, Diapun akhirnya membuka Mushaf Alquran lalu mulai bermurajaah.Sungguh pernikahan ini bukan hal kecil dan harus dipertimbangkan matang - matang. Kegagalan pada pernikahan k

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. X AKHIRNYA SAH

    Kita tak tahu kemana takdir akan membawa kita pergi, rezeki, maut, dan jodoh, adalah sebuah misteri yang akan terpecahkan jika waktu yang ditetapkan oleh Sang Penulis Takdir telah tiba. Seperti yang terjadi padaku saat ini. Sungguh aku tak pernah menyangka jika aku akan menggenapi takdirku untuk menikah di sini, Sebuah kota yang dulu hanya ku lihat di peta dan dengan jalan yang di luar ekspektasiku. Sungguh aku merasa sangat beruntung. Beberapa hari yang lalu, aku masih gamang berkutat dengan trauma kegagalan rumah tanggaku bersama Nur, Dan sekarang aku telah berada di halaman takdir baru yang akan menuliskan namaku dan nama Rania di dalam satu bab yang sama.Pagi itu setelah sholat subuh aku diantar Adjie ke rumah Rania untuk didandani. Mereka memakaikanku jas berwarna broken white, topi kopiah putih berhias bordiran di sekelilingnya dengan warna yang senada dengan jasku, serta kalung yang terbuat dari utaian bunga melati segar. Tubuhku yang tinggi dan atletis membuat ak

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. XI POV RANIA

    Akhirnya hari ini tiba juga, sebuah peristiwa bahagia yang selalu diimpikan oleh banyak anak dara dalam hidupnya tak terkecuali diriku, bersanding dengan lelaki yang tampan dan mapan serta mencintai Tuhan. Namun bagiku pernikahan ini kuanggap sebagai sebuah malapetaka karena aku harus menikah dengan seorang duda yang sama sekali tak ku kenal demi menyelamatkan maruah keluarga besarku yang telah tercoreng oleh fitnah keji yang sangat kejam yang dilontarkan oleh orang yang tak bertanggung jawab padaku hingga pada akhirnya fitnah itu memporak porandakan impian dan cita - citaku untuk membangun sebuah maghligai rumah tangga indah yang penuh bahagia dan berlumur cinta dengan lelaki yang telah menguasai hati dan fikiranku selama beberapa tahun ini, Faisal. Dia satu – satunya lelaki yang mampu membuat hatiku berbunga hanya dengan kerlingan mata dan senyumannya. Sopan santun dan adabnya telah menawan hatiku, kelembutannya memenjarakan cintaku hingga tak sanggup lagi untuk berpaling pada lela

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. XII SIAPAKAH PELAKUNYA?

    Aku termenung sendiri di dalam kamar, sesekali ku hidu aroma pengharum linen yang menguar dari Gamis hijau wardahku yang sedari tadi ku timang - timang. Kepalaku begitu penuh dengan ribuan tanda tanya yang tak kunjung kutemukan jawabannya. Siapa yang telah membawa gamis ini keluar dari lemariku lalu mengembalikannya kembali melalui jasa laundry. Siapapun dia, pasti orang yang sangat dekat denganku hingga dia bisa menjebakku dengan mudah. Membuat aku tak memiliki lagi alibi untuk mengelakkan diri dari fitnah keji itu. Gamis dan hijab itu kupakai pertama dan terakhir kali saat proses lamaranku. Selain itu Faisal juga tahu kalau mustahil ada yang menyamainya karena gamis itu ku pesan khusus dari pejahit kenamaan yang merupakan teman dekatku semasa kuliah dulu sekaligus sepupu Faisal. Adalah wajar jika semua menuduhku sebagai pelaku utama di video yang membuatku mual itu. Aku memejamkan mata berusaha mengingat – ingat siapa saja yang pernah memasuki kamarku dan patut kucurigai

Bab terbaru

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 33 BERTEMU KEMBARAN

    Suara decit Ban memekakan telinga, menghentak tubuh Rania yang terbelit oleh Safety Belt ke depan hingga kepalanya hampir terantuk ke dasboard mobil. Sementara suaminya, Zul, Tergugu di balik kemudi dengan wajah pucat pasi. Hampir saja. Hampir saja Zul menabrak ibu – ibu yang tengah hamil besar yang berjalan tertatih – tatih dan tanpa melihat ke kiri dan ke kanan jalan lg dia langsung menyeberang hingga nyaris di tabrak oleh Zul. Beruntung Zul masih sempat menginjak pedal rem hingga kecelakaan itu dapat di hindari. Rania bergegas membuka pintu dan menghambur keluar menghampiri ibu hamil yang kini tengah terduduk lemas dengan wajah pucat pasi di pinggir jalan. “Kalo Jalan jangan ngebut – ngebut wooyyy!!” Bentak salah seorang pejalan kaki sembari memukul kap mobil depan Zul dengan wajah beringas. Zul hanya mengangguk dan melemparkan senyum canggung. Dia segera membuka pintu mobil dan menyusul istrinya. Itu semua bukan sepenuhnya salahnya, Ja

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 32 BERTEMU RIANA

    Pukul satu siang Pak RT diantar oleh Adit datang menemui Zul. “Gimana keadaan Nur, Pak? Apa kata dokter?” Tanya Zul berbasa basi. “Udah diperiksa semua, kata dokter gak ada sakit apa – apa Zul. Tapi kemungkinan alergi kata dokter yang memeriksanya tadi.” Terang Pak RT “Oh, Jadi dirawat atau dibawa pulang ke rumah.” Zul bertanya sembari netranya menyapu keadaan rumah Nur dari jauh. “Dibawa ke pesantren akhirnya. Paman Nur memaksa. Katanya mau di rukiyah di sana.” Terang Pak RT lagi. “Baguslah kalau begitu, Pak. Masuk dulu pak. Rania baru saja selesai masak. Kita makan siang bareng.” Zul mengajak Pak RT dan Adit masuk. Meski merasa sungkan, akhirnya Pak RT dan Adit akhirnya menuruti undangan Zul. Rania yang tak menyangka akan kedatangan tamu akhirnya kalang kabut. Untung saja Rania masak untuk sekalian makan malam. Hingga lauk yang dimasak Rania yang sejatinya untuk makan malam juga habis tak bersisa.

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 31 SENJATA MAKAN TUAN

    Malam masih mencekam, Lolongan kesakitan yang keluar dari mulut Nur yang begitu menyayat membuat suasana semakin seram. Lengkingan jerit yang keluar dari mulut Nur membuat merinding semua orang yang mendengar tak terkecuali Zul dan Rania. Meski rumah mereka berjarak sekitar seratus meter dari rumah Nur, namun lolongan tersebut masih terdengar dengan begitu jelas. “Bang, aku takut.” Zul mengetatkan pelukannya pada Rania meski sebenarnya dia sendiripun bergidik ngeri setiap kali mendengar suara lolongan kesakitan Nur. Zul tetap berusaha menenangkan Rania yang begitu gelisah dengan mendekapnya. “Baca ayat kursi atau ayat – ayat pendek lain, Dek. Biar hati tenang.” Saran Zul sembari membelai rambut legam Rania. Berkali – kali kalimat tahmid dia lafazkan, karena telah terhindar dari sihir Nur. Zul yakin, Nur tak akan berhenti sampai di sini. Akan ada serangan lain ke depannya yang mungkin lebih beringas lagi. “Pagari diri dengan doa dan murajaah

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 30 KESURUPAN

    “Gimana ini, Bang? Kenapa Asep jadi begini?” Adit kebingungan bercampur takut melihat mata Asep yang tiba – tiba melotot dengan mulut yang meracau menggunakan Bahasa yang tidak mereka fahami. “Duniaku ada tiga warna… DUNNIIAAA KUUU AADDAAA TTIIIGAA WARNA… Hihihihihihi…” Ceracau Asep dengan Mata menyalak garang lalu menoleh ke Zul dengan seringai seramnya. “Aku juga gak tau ini, Dit. Coba kamu panggil Pak De Darkum aja. Suruh si Memet jemput beliau. Bawa Asep ke dalam kamar, Jangan sampe ganggu pembeli yang lagi makan.” Titah Zul yang sedang cemas bercampur takut melihat netra Asep yang terus menerus menatapnya dengan seringai yang membuat bulu kuduk berdiri. Tiba – tiba Asep terjatuh dan menggelepar di lantai, mulutnya mengeluarkan suara ngorok dari tenggorokan yang mengerikan seperti orang yang sedang mereggang nyawa. Mulutnya mengeluarkan busa air liur yang kemerahan karena bercampur darah. “Cepat angkat ke dalam.” Zul memerint

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 29 CAKE PANDAN MEMBAWA PETAKA

    Rania tertegun di ambang pintu, netranya menangkap bayangan suaminya yang tengah didekap erat seorang wanita yang dia tak tahu itu siapa. Pemandangan yang sama sekali tak ingin dilihatnya. Jadi ini rupanya penyebab suaminya tak mengangkat telepon darinya dan membalas pesannya di applikasi hijau hingga akhirnya dia memutuskan untuk memesan ojek online untuk sampai ke kediaman suaminya. Zul menghampiri istrinya, sebelah tangannya meraih koper yang tengah dipegang Rania, sebelah lagi merangkul Rania ke dalam dekapannya. “Siapa dia?” Tanya Rania dingin, netranya tak lekang menatap Nur yang kini tersenyum sinis padanya. “Dia mantan istri Abang, Dek. Tolong jangan salah faham dulu. Semua tidak seperti yang Adek lihat.” Zul sungguh takt ahu bagaimana cara meyakinkan Rania bahwa ini bukan salahnya. “Kenapa dia kemari?” Netranya masih menatap tajam ke arah Nur yang saat ini mendekati mereka. “Jadi ini istri baru, Abang?” Nur

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 28 KEGILAAN NUR 3

    Setelah selesai sarapan, Zul memeriksa pembukuan yang dibuat Rapi oleh Adit. Tak lama kemudian Mereka telah terlibat dalam diskusi yang membahas tentang masalah warung, dan omset yang di dapat setelah beberapa hari ditinggalkan Zul. “Alhamdulillah, Omset kita naik ya, Dit. Bisa nih buat naikin gaji karyawan.” Zul menatap pembukuan yang dibuat Adit dengan amat sangat rapi. “Menurutku nanti dulu naikin gaji karyawannya, tunggu tahun depan aja. Saat ini fokus kita balikin modal abang aja dulu. Setelah itu baru fokus ke kesejahteraan karyawan.” Usul Adit. Zul manggut – manggut. Tepat Jam Sembilan, Zul dan Adit menyudahi pembahasan mereka tentang pendapatan warung beberapa hari ini, Adit lalu pamit untuk ke pasar berbelanja stok warung untuk berdagang sore ini. Sementara Zul memutuskan untuk pergi meninjau keadaan warung dan karyawan yang telah dia tinggalkan selama beberapa hari ini. Zul segera memeriksa gawainya. Dia lupa kalau semalam hendak menelpon Rania istrinya. Pagi ini karena t

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB.27 SYIRIK

    Suara orang mengaji di mushola kecil yang jaraknya hanya lima puluh meter dari rumah Zul membangunkannya dari alam mimpi. Bergegas dia mandi dan berwudhu khawatir akan tertinggal sholat berjamaah. Sudah beberapa hari ini dia tak sholat tahajud seperti biasanya karena terlalu lelah. Hari ini pun sama, ada rasa sesal yang membuncah dalam hatinya karena telah kehilangan waktu berharga untuk bercerita kepada Sang Pemberi Rahmat. Zul melangkah tergesa menuju musholah. Sebentar lagi adzan subuh akan dikumandangkan. Dia mempercepat Langkah. Tak lama setelah Zul tiba di mushola, Pak de Darkum mengumandangkan Adzan dengan suaranya yang merdu dan menyejukkan telinga. “Weeh, manten anyar. Gak ngundang – ngundang lagi.” Goda Pak de darkum setelah kami selesai sholat dan imam menutup doa. “Iya, dadakan pakde. Maaf yah.” Zul menjawab malu. “Gak apa – apa. Barkallah fi umrik yo. Semoga ini jadi pernikahan terakhirmu.” “Amiiiin

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 26 KEGILAAN NUR 2

    Zul dan Nur terhenyak, bersamaan mereka segera menoleh ke asal suara. Sesosok bayangan pria pendek dengan perut menggembung seperti ikan mas koki yang kekenyangan makan melangkah tergesa ke dalam rumah Zul. “Bang, Arman?” Desis Nur dengan wajah penuh kebencian. “Bang , ini tidak seperti yang Abang Fikirkan. Tolong jangan salah faham dulu. Saya sama sekali tak pernah menggoda Nur. Sejak bercerai, saya tak pernah ada hubungan apa pun lagi dengan Nur.” Zul berusaha menjelaskan kondisi yang sebenarnya. Sementara Nur hanya diam, namun bara yang menyala di matanya cukup memperlihatkan apa yang tersimpan di dalam hatinya. “Saya tahu, Saya tahu kamu sudah tak ada hubungan apa – apa lagi dengan istriku. Hanya saja istriku terlalu gatal ingin kembali padamu padahal sejatinya statusnya masih sah sebagai istriku.” Ujar Arman dengan wajah meradang. Zul semakin salah tingkah dibuatnya. “Abang mau apa lagi kemari. Bukankah Nur sudah bilang kalau Nur sudah tak mau lagi menjadi istri abang!” Ujar

  • MANTAN YANG INGIN KEMBALI SETELAH MELIHATKU SUKSES   BAB. 25 KEGILAAN NUR

    Adzan Maghrib tengah berkumandang menyeru umat untuk bersujud pada Sang Pencipta saat Zul dan Rania tiba di hotel. Tubuh dan fikiran yang penat membuat mereka hanya terdiam tanpa suara, masing – masing sibuk dengan fikirannya sendiri - sendiri. Zul menggandeng lengan Rania menuju kamar, dia menatap wajah cantik istrinya yang nampak begitu kusut dan lelah. Sesampai di dalam kamar Zul segera menyambar handuk dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menunaikan ibadah sholat maghrib. Sementara Rania terbaring lesu dengan mata menerawang menatap langit – langit kamar.Setelah selesai sholat, zul menelpon layanan kamar dan memesan makan malam untuk mereka berdua lalu mendatangi istrinya yang tengah memejamkan mata. Zul membangunkan istrinya dengan mengecup pucuk kepalanya. Mata yang di aungi bulu mata yang legam dan menggeliat ke atas itu mengerjap terbuka. Segaris senyum terulas di bibir ranumnya demi melihat suaminya berada begitu dekat dengan wajahnya.“Sholat dulu, Dek. Habis itu

DMCA.com Protection Status