Informasi yang bisa kutangkap dari nama pakaian dan selimut bayi itu, bahwa ia sedang dirawat di rumah sakit Ibu Anak yang cukup terkenal di kota.Bayi itu nampak lemah dan banyak sekali selang-selang yang menancap di tubuhnya. Nafasnya terlihat cepat dan putus putus. Dari video yang diunggah ayah, beliau meminta doa kepada kerabat dan teman-temannya agar bayinya segera sehat."Anak lelaki yang sudah lama saya tunggu kedatangannya dunia ini sedang sakit, saya mohon doanya teman teman, agar komplikasi yang sedang dialami anak saya segera membaik dan sembuh."Ayah menulis seperti itu pada captionnya yah mengharap sekali sebua keajaiban. Sebenarnya kasihan sekali dengan bayi itu, tapi, sudahlah aku tidak bisa berbuat banyak, biar orang tuanya yang ambil tindakan terbaik untuk anak mereka.*"Bunda mau kemana?" tanyaku pada Bunda yang keesokan paginya terlihat sangat rapi dan wangi."Mau pergi ke rumah sakit untuk kontrol.""Kontrol apa?""Kolesterol dan gula darah, belakangan Bunda se
Pukul 11.00 malam aku dan Bunda membersihkan kedai dan menutupnya. Kami kembali ke kamar setelah menutup gerbang dan membuang sampah.Usai mandi dan mengenakan piyama yang nyaman aku berbaring dan mengambil ponselku untuk melihat pesan-pesan wa dan status beberapa sahabatku. Aku juga melihat lihat Facebook dan membaca postingan orang orang secara random, ada yang lucu, ada yang tragis, ada pula yang sedih. Salah satu postingan yang lewat adalah postingan Tante rindi, dia memposting kedukaan Ibu tiriku, suasana di rumah duka yang diliputi kesedihan dan orang-orang yang terus meneteskan air mata. Ibu tiriku terlihat tidak mampu menahan kesedihannya, terus dia terus memeluk bayinya dan saat seorang wanita meminta anaknya dari pelukannya untuk di mandikan, wanita itu terlihat menggeleng dan tidak rela."Jangan rebut anakku, Setelah begitu lama ia mengenakan selang-selang itu. Aku masih ingin merasakan mendekapnya," jawab wanita itu dengan histeris."Riska kendalikan dirimu, bersabarlah s
"Bunda apa yang sudah bunda lakukan?""Sudah kubilang aku membalas semua dendam, aku menghilangkan alasan penderitaan dan kesakitanmu. Membalas semua rasa kehilangan dan sakit hatiku akibat kematian putriku. Kiri aku sudah puas dan aku rela menerima hukumanku!"Bunda terlihat tegas saat mengatakan kalimat itu, tidak ada sedikitpun roman ketakutan atau kekhawatiran di dalam dirinya. Memang, aku melihat jauh di di dalam bola matanya dia menyimpan kesedihan tapi dibalik semua itu bunda terlihat puas melakukan niatnya."Bunda, nggak tahu konsekuensi yang akan terjadi di dalam penjara sana, orang-orang akan menghukum dan menyakiti bunda kalau mereka tahu kalau bunda sudah membunuh seseorang! Udah tahu kan di setiap kamar pasti ada kepalanya dan mereka pasti akan menyakiti bunda sampai mereka puas dan menjadikan bunda sebagai hiburan juga sarana bully.""Aku tidak peduli! akan aku jelaskan mengapa aku melakukannya, aku yakin mereka akan mengerti!""Tidak semua orang akan mengerti! Justru m
Tak sadar aku telah tertidur di ruang tamu karena kelelahan dan menangis tadi malam lalu terbangun saat cahaya matahari tepat di mataku. Untungnya ini hari Minggu, dan aku telat bangun karena kesiangan."Bunda ...."aku mengedarkan pandangan dan memperhatikan seluruh sudut rumah yang terlihat sepi dan belum dibereskan. Pikiranku kemudian kembali kepada kesadaran bahwa bunda sudah tidak ada lagi di rumah ini. Dia sekarang ditahan di jeruji besi dan hanya aku dia sendirian di sini.Aku ingin menangis tapi aku sudah tak sanggup lagi untuk mengeluarkan air mata. Pikiranku kosong dan hatiku kebas. Ada keputus asaan yang sulit aku pahami dan tidak bisa kujabarkan dengan kata-kata. Segalanya terasa abu-abu baik tentang hari esok dan masa depanku. hatiku hampa tanpa kehadiran bunda setelah kehilangan ayah dan segalanya aku mulai merasakan bahwa hidupku dipenuhi dengan penderitaan dan masalah.Aku teringat dengan ancaman keluarga Tante Riska yang mengatakan bahwa aku tidak bisa bersekolah d
Kutinggalkan ayahku yang masih menangis dan berharap bahwa aku kembali dan menerima kehadirannya, dia memohon sambil menangkupkan tangan dan menjatuhkan dirinya ke tanah. Dia menangis sambil menaburkan debu ke atas kepalanya dan berkata bahwa ia menyesal telah meninggalkan kami demi tante Priska."Ayah, jangan bersikap seolah ayah kehilangan dunia, kenapa dari dulu tidak pernah menunjukkan penyesalan atau sekedar berpikir jika kemungkinan terburuk terjadi kepada ayah, masihkah ayah membutuhkanku atau tidak?! Sekarang terbukti kan kalau ayah memang menyesal dan akhirnya pulang ke kami, tapi semuanya sudah terlambat, jauh terlambat! hidup kami sudah hancur, Bunda di penjara dan kami kehilangan semuanya. Ayah diceraikan lalu diusir, sesungguhnya itu semua salah ayah, bukan salah kami!""Tolong, tunggu..." Tertatih ayah mencoba mengejarku, sementara aku yang sudah kesal segera ingin menjauh saja dari hadapannya."Sudah percuma, aku mau pergi," ucapku sambil mempercepat langkah menuruni t
Hari demi hari kulalui dengan penuh perjuangan yang cukup berat. Sisa uang yang ditinggalkan oleh Bunda mati-matianku kuperjuangkan untuk tetap cukup membeli bahan baku dan mengelola kedai. Aku berusaha hidup hemat dan prihatin tidak membeli kecuali sesuatu yang sangat kuperlukan. Pagi aku pergi mengambil kursus komputer dan coding, sementara sore hari aku akan sibuk di kedai untuk melayani para tamu.Sekarang Ayah tinggal bersamaku tapi aku tidak mau terlalu akrab dengannya, dia kerap menyapa dan mengajakku bercanda tapi aku menanggapinya dengan ekspresi datar dan memilih untuk menyibukkan diri dan kembali ke pekerjaanku. Jika sudah begitu, maka ayah akan dia, kemudian pergi mengerjakan apa saja yang rasa mampu ia kerjakan.Aku tetap memasak dan menyediakan makanan untuk ayah, aku tetap mencuci pakaian dan membersihkan kamarnya, tapi aku tidak banyak mengatakan apa-apa. Sesekali aku menjenguk Bunda, Tapi itu tidak terlalu sering karena bunda sendiri melarangku untuk selalu datang. B
Hal yang paling mengejutkan dan tidak pernah kuduga adalah ternyata Ibu tiriku ada di antara mereka, kupikir dia tidak ikut tapi saat ku dengar dia lama-lamat menangis dan terus merintis saat diangkat oleh orang-orang maka pahamlah aku kalau dia sudah ikut.Kulihat wajahnya yang pucat karena syok serta tangannya yang berdarah karena pecahan kaca, aku jadi merasa miris sekaligus kasihan tapi lebih banyak puasnya. Aku ingin tertawa karena pelakor itu selalu mendapatkan kesialan dan kemalangan setiap kali berkendara di jalan raya. Baru saja ia sembuh dari cedera tulang yang berkepanjangan. Kini ia harus tabrakan dan malah lebih mengenaskan lagi."Siapa yang meninggal Pak, keponakanku?" tanyanya lemas, saat ia ditandu oleh empat orang, wanita itu sempat berpapasan denganku. Ia membulatkan mata tepat saat tatapan bola mata kami saling bertautan. Aku yang masih mengenakan helm dan tidak sadar kalau tidak pakai masker segera menghindar dari wanita itu, karena aku tidak mau hal itu menimbulka
Sepanjang malam Ayah Hanya duduk di depan rumah sambil membiarkan tubuhnya ditiupkan angin malam yang datang dari lautan, libur ombak yang membentur pantai seakan seperti perasaan ayah yang saat ini merasa sangat sedih dan bersalah.Dari jendela kamar aku melihat tatapan Ayah yang menerawang, sesekali ia mengusap air matanya, sekali ia menangis sampai bahunya terguncang dan akhirnya ia kembali terdiam dalam lamunan panjang.Apa yang beliau katakan memang benar, kalau ada orang yang paling pantas menanggung kesalahan maka dialah orangnya, dialah penyebab semua masalah dan petaka yang terjadi. Kedua istrinya harus mengalami gangguan kejiwaan dan mental karena terlalu depresi memikirkan kehidupan mereka yang hancur karena ayah. Satu dikecewakan karena cintanya dan satu kecewa karena kehilangan anaknya. Puncak dari semua itu ayahlah penyebab utamanya. Anak tante Priska tidak akan mati kalau bukan disebabkan oleh ibuku yang mengalami gangguan kejiwaan dan tega berbuat hal yang nekat. Tapi