Aku sampa di rumah jam 10.00. Ku lihat Stella dan Mama sudah menungguku di ruang tamu. Rasa haru sekaligus malu bercampur menjadi satu, haru karena baju yang kupilih untuk mereka terlihat sangat cantik, dan juga malu karena uang yang kugunakan bukanlah uang dari hasil pekerjaan yang baik.
"Bajunya cantik banget ya, Kak!" puji Stella pada baju yang kubelikan. Aku hanya tersenyum menanggapi pujiannya.
"Kakak ganti baju dulu ya, kalian tunggu bentar disini!" ujarku pamit ke kamar pada mereka. Mereka mengangguk dan kembali menunggu diruang tamu yang sama.
Setelah beberapa menit berlalu, aku kembali dengan pakaian jumpsuit berwarna rose gold serta sepatu hills dengan warna senada.
"Ayo berangkat,nanti waktu kita terbuang sia-sia. Hari ini kita akan mengunjungi banyak tempat yang sangat indah." Aku memegang tangan mereka berdua, dan membawa mereka kearah mobil.
"Ini mobil siapa, sayang?" tanya Mama padaku.
"Mobil ini punya Bos Oliv, Ma. Besok kan Oliv akan kerja di Pusat Kota, jadi dia pinjamin mobilnya agar Oliv nggak telat" jelasku pada Mama. Mama dan Stella mengangguk bersamaan.
Kami berangkat dan melaju di jalan kota yang lumayan ramai. Kutatap Mama yang duduk di sampingku ia terlihat sangat bahagia ketika melihat jalanan kota.
"Mama senang?" tanyaku pada wanita paruh baya yang selalu ada untukku itu.
"Iyaaaa, sayang! Mama senang banget. Indah banget ya jalanan kota ini. Terakhir kali Mama pernah jalan-jalan dijalan kota ini waktu sama...." Kupegang tangan Mama agar dia tidak melanjutkan ucapannya. Mama tampak mengerti dan tersenyum tipis.
"Maafin Mama, Oliv." Tatapan Mamah yang sendu seakan menusuk dadaku.
"Hi, Mom! What are you doing? Aku ngajak kalian jalan-jalan bukan untuk bersedih, tapi agar Mama dan Stella bahagia," ucapku dengan tersenyum pada Mama agar dia tidak lagi mengkhawatirkanku. Setelah berhasil meyakinkan Mama bahwa aku baik-baik saja. Ku lihat Stella yang duduk dibelakang dari sebuah cermin di depanku sedang tertidur lelap.
"Sayang sekali dia tidak bisa menikmati jalan raya yang indah ini," ucap ku dalam hati sambil menaikkan kedua sudut bibirku.
Setelah tiga jam diperjalanan, kini kami sampai di sebuah mall terbesar di kota kelahiranku. Ku bangunkan Stella yang masih nyenyak dengan tidurnya.
"Stella! Stella bangun!" Ku guncang dengan pelan tubuhnya sampai ia terbangun. "Kita sudah sampai!" ujar ku sambil membuka pintu mobil untuk keluar.
Kami bertiga kini berdiri tak jauh dari pintu masuk Mall. Aku yang sering di ajak Om Kevin ke Mall, melihat pemandangan ini adalah hal yang biasa. Tapi berbeda dengan Mama dan Stella, mereka berdua tampak sangat kagum dengan gedung besar yang kini berdiri kokoh dihadapan mereka. Kuperingatkan Mama dan Stella untuk bersikap biasa saja agar tidak mempermalukan diri mereka sendiri.
"Mama! Stella! Bersikaplah seperti biasa," pintaku pada mereka. Tapi Mama menatapku dengan ekspresi sedih.
"Oliv malu bawa kita kesini?" tanya Mama menunduk.
"Nggak, Ma! Oliv nggak malu bawa Mama dan Adik kesini. Tapi Oliv takut kalau kalian berdua akan dipermalukan." jawabku dengan nada sedikit tinggi. Kupegang dan kutarik tangan mereka berdua memasuki pintu Mall.
Kami bertiga bejalan menyusuri toko-toko yang ada didalam Mall. Tapi tidak ada satupun benda yang membuat mereka tertarik. Sebelum melanjutkan petualangan, kami mampir disebuah tempat makan khas Korea.
"Selamat Datang di Kuliner Makanan Korea." Pelayan menyambut kami dengan ramah. "Ini menu nya, Nyonya! Tulis nama Nyonya dibagian atas sini, dan klik menu yang akan dipesan beserta jumlahnya." Pelayan memberikan tablet yang berisikan aplikasi menu pada Mama dan menjelaskan secara detail cara penggunaanya. Mama menatapku dengan tatapan bingung dan sedikit takut. Dari pada mempermalukannya, aku langsung berinisiatif mengambil tablet yang ada ditangan Mama.
"Mama saya kurang tau tentang makanan Korea, jadi saya yang akan memesan makanannya," ucapku sambil tersenyum pada pelayan itu. Setelah beberapa menit memilih akhirnya aku menemukan makanan yang tepat. Yaitu 1 porsi jumbo Tteokbokki, 3 porsi kecil Jjajangmyeon, dan 3 gelas es jeruk.
Setelah mengisi perut sampai kekenyangan, kami bertiga meneruskan petualangan menelusuri setiap toko yang ada di mall. Hingga pada akhirnya Mama berdiri disebuat toko yang menjual Make Up dan Skin Care. Kulihat wajah Mama yang sedikit pucat karena tidak tertutup oleh riasannya yang tipis. Lalu kulihat wajah Stella yang baru kelas 3 SMP sudah memiliki flek dan terlihat kusam meski ditutupi dengan riasan.
"Ayo kesana!" teriakku bersemangat dengan menarik kedua tangan mereka.
Para pelayan disana menyambut kami ramah. Mama dan Stella menunggu dikursi tunggu. Sedangkan aku menghampiri beberapa pelayan untuk minta rekomendasi make up dan skin care yang cocok untuk kedua orang yang sangat kusayangi.
"Ada yang bisa kami bantu, Nona?" tanya salah satu pelayan di toko itu.
"Tolong rekomendasikan make up dan skin care yang cocok untuk Mama dan Adik saya" pintaku pada pelayan tersebut. Dia mengangguk dan segera meminta pelayan lainnya untuk mencari bahan yang cocok.
Beberapa menit kemudian, para pelayan datang membawakan banyak barang yang berhubungan dengan masalah kedua orang yang sedang duduk di sampingku.
"Ini Nona beberapa barang yang anda minta," ujar pelayan tersebut. Aku meneliti barang yang kandungannya cocok untuk adikku. Setelah memilih aku pun membayar barang yang kupilih.
Ketika ingin beranjak pergi dari toko itu, aku melihat wajah Mama yang masih terlihat pucat. Aku pun meminta pelayan disana untuk membantu memakaikan make up ke wajah Mamaku.
"Hmm ... permisi, boleh saya meminta bantuan kalian." tanyaku pada salah satu pelayan disana.
"Tentu saja, dengan senang hati." jawabnya.
"Tolong riaskan wajah adik dan Mama saya," pintaku pada pelayan dengan berbisik. Pelayan mengangguk lalu tersenyum padaku.
Aku menunggu Mama dan Adikku di ruang tunggu. Hampir 2 jam aku menunggu mereka selesai dirias, hingga akhirnya mereka keluar dari ruang rias. Aku kaget melihat perubahan pada Mama dan Stella. Mereka berdua menatapku dengan pancaran senyum yang indah.
"Mama dan Stella sangat cantik ya!" ucap ku sambil terkekeh kecil sehingga membuat mereka tersipu malu. Kami bertiga melangkah keluar dari toko itu. Ketika kami keluar dari Mall, hari sudah hampir gelap. Padahal rencananku setelah mengajak mereka berbelanja aku ingin mengajak mereka kepantai.
"Setelah ini kita mau kemana, kak?" tanya Stella.
"Tunggu ya kakak cari-cari dulu," ujarku sambil mengotak-atik ponselku untuk mencari tempat tujuan selanjutnya. Aku menemukan ada acara Festival Malam Sonata yang tempatnya lumayan jauh dari Mall Ini.
"Mau kesini?" tanyaku pada Mama dan Stella dengan memperlihatkan tempat yang ada di tab milikku. Mereka mengangguk semangat tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Kamipun kembali melanjutkan perjalanan menuju Pestival Malam Sonata. Dilihat dari rating acaranya, sepertinya lumayan menyenangkan.
Dalam perjalanan, kami bertiga menghabiskan dua jam lebih untuk sampai ke Festival Malam Sonata. Di Festival ini terdapat banyak permainan dan kuliner dari berbagai macam Negara. "Mau kulineran dulu atau permainan dulu?" tanyaku pada Mama dan Stella. "Mama terserah kalian bedua saja," ujar Mama dengan nada lembutnya yang mampu membuat siapapun luluh. "Stella mau main dulu kak," rengek Stella padaku. "Oke, Stella mau main apa?" tanyaku lagi. Stella menunjuk beberapa permainan. Ada Disco Pang Pang, Rumah Hantu, Biang Lala, dan Kora Kora. Nyaliku sedikit ciut ketika Adikku menunjuk kerumah hantu. Meski aku seorang pencuri handal, aku tetap sedikit takut terhadap hantu. "Kakak gaberani ya masuk rumah hantu?" ujar Stella dengan Nada meledek "Ee-enggak kok, kk-kata siapa kakak t-takut!" jawabku yang tiba-tiba menjadi gagap. Aku dan Stella bermain Disco Pang Pang. Sedangkan Mamah hanya menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan khusus untuk orang tua. Disaat bermain Disco Pang-
"Tok Tok tok." Seseorang mengetuk pintu rumah kami. Aku masih sibuk dengan riasan dan pakaianku."Stella, ada yang mengetuk pintu. Tolong dibukakan!" teriakku meminta pada Stella yang kamarnya berada di samping kamarku.Beberapa menit kemudian, Stella masuk ke kamarku tanpa izin. Tapi bagiku itu bukanlah suatu masalah."Siapa yang datang?" tanyaku pada Adikku."Om Kevin, Kak!" Jawabnya sambil ingin melangkah pergi."Tunggu dek. Tolong buatkan dia air minum ya. Dan katakan padanya, kakak mau membereskan berkas dulu. Nanti kakak segera menyusul," pintaku pada Stella. Dia mengangguk dan pergi dari kamarku.Ku keluarkan sebuah Map besar dari laci meja di samping tempat tidurku. Lalu kuambil beberapa berkas penting dari laci lainnya. Tidak lupa dengan undangan penting itu juga kumasukkan dalam Map yang akan ku bawa untuk perjalanan bisnis ini. Sebelum menemui Om Kevin, aku berdo'a terlebih dahulu."Lindungi aku dan yang lainnya
Suara deburan ombak terdengar di luar ruangan. Aku terbangun di sebuah kamar besar yang lampunya lumayan redup. Sekilas ku ingat apa yang terjadi sebelum aku bangun. Aku tertidur di pesawat lalu bangun dikamar besar ini? Aku yakin pasti ini ulah Om Kevin. Aku pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Rasanya segar ketika tubuhku mulai terguyur oleh air yang mengalir dengan deras dari sebuah shower. "Olivia! Ayo siap-siap, sebentar lagi kita berangkat!" panggil seseorang wanita dari luar kamar. Aku sangat mengenal suara wanita itu, dia adalah Gehna Febrilio adik kandungnya Om Kevin. Kedudukanya di Secret Scarlett hampir sama dengan kakaknya. "Iya, Kak!" jawabku sambil menyudahi mandiku yang lumayan menyegarkan. Beberapa menit berpakaian, aku keluar kamar dengan memakai jumpsuit berwarna hitam, jaket dengan bahan jeans, sepatu hitam dengan hak 2cm, dan tas tidak terlalu besar untuk membawa dokumen-dokumen penting. Kutemui Om Kevin dan Kak Gehna yang sedang duduk di ruang tamu
"Semua tamu yang berhadir diminta berdiri! Pemimpin Secret Scarlett akan memasuki ruangan!" beritahu seorang MC dari balik mimbar. Aku dan yang lain berdiri untuk menghormati pemimpin kami. Om Kevin berjalan dengan gagahnya menuju kursi kekuasaan. Om Kevin mengangkat tangannya, meminta kami untuk duduk. "Selamat datang para pencuri-pencuriku yang hebat! Kuucapkan Selamat kepada kalian karena telah terpilih untuk menghadiri rapat yang penting ini! Kalian pasti sudah tahu, bahwa untuk masuk ke markas ini harus memiliki akses berupa kode...." Saat Om Kevin asik berbicara, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik memotong ucapnya tanpa merasa takut "Permisi, Mr.Kevin! Maaf karena saya telah dengan berani memotong pidato anda yang berharga itu! Tapi bisakah kita langsung saja ke intinya? Saya punya 2 anak bayi yang harus diurus!" ucapnya dengan berani. Para pengawal mengacungkan pistol ke arah wanita itu. Tapi tidak ada ketakutan sedikitpun di wajahnya. "Turunkan!" tegas Om
"Sekarang hanya tersisa satu orang yang belum mengeluarkan idenya. Saya persilahkan kepada Mrs. Olivia untuk menjelaskan rencana apa yang ada di otak jenius milik anda!" ucap Om Kevin tanpa memudarkan senyumannya. Semua orang yag ada di ruangan itu menatap pemimpin mereka dengan ekspresi heran dan bingung. Aku berjalan sambil membawa Tab yang tadi sudah ku otak-atik menuju LED Proyektor yang masih menyala. Kusambungkan kabel yang ada di alat itu ke Tab yang tadi kubawa. sebuah gambar pesta bertema Disney muncul dan menarik perhatian semua orang yang ada diruangan itu. "Tanpa bertele-tele,saya akan langung mejelaskan apa yang akan menjadi rencana saya. Seperti yang kalian lihat! Ini adalah gambar pesta bertema Disney yang selalu dirayakan setahun sekali di Kerajaan Inggris," jelasku pada mereka, aku terus menampilkan info-info yang tadi kucari. "Tapi, jika dilihat dari berita yang rilis dua minggu yang lalu. Perayaan akan dilaksanakan bulan depan dengan tema y
Setelah rapat berjalan dengan lancar, Om Kevin, Kak Gehna, dan aku pergi ke Restoran yang ada di seberang gedung untuk mengisi perut kami yang mulai bernyanyi. Begitu berat langkahku untuk meninggalkan gedung mewah ini. "Kenapa?" tanya Om Kevin datar. "Tidak apa-apa,Om! hanya saja Oliv begitu menyukai tempat ini," ucapku sambil menggandeng tangan. Ia menatapnya sebentar lalu kembali berjalan. Kakiku yang pendek membuatku kesulitan mengikuti langkah kaki pria tinggi ini. "Tidak adiknya! Tidak kakaknya! Sama saja, mereka tidak akan pernah mengerti betapa pendeknya kakiku!" gumamku pelan. Tapi hal itu kedengaran oleh Om Kevin. Sehingga Ia membungkukkan badannya dan memintaku naik ke punggungnya. "Naik!" perintahnya padaku dengan tegas. "Tidak perlu, kakiku masih bisa berjalan." Aku terus berjalan tanpa mempedulikan perintahnya. "Ayo! Ini perintah!" tegasnya sekali lagi. "Ish, aku bukan anak kecil!" Dengan terpaksa aku menaiki punggungnya dan berpegangan erat pada batang lehernya
Sebuah suara membangunkan mimpi yang sedang berlayar. Alarm di atas nakas itu sangat mengganggu waktu tidurku yang singkat. "Nyonya Olivia!" panggil seseorang dari balik pintu kamar tidurku. "Iya, siapa?" tanyaku pada suara tersebut. "Ini saya, Helly! Apakan Nyonya membutuhkan sesuatu? Atau mau saya bawakan makanan?" sambil bertanya balik kepadaku. Aku Berpikir Mendekatkan sebelum meminta sesuatu kepadanya. "Tolong bawakan air lemon yang ditambah dengan sedikit madu dan gula. Dan juga bawakan dua roti bakar yang diberi selai nanas dan coklat di tengahnya" pintaku kepada kepala ART itu. "Siap, Bu Mohon ditunggu!" sambil melangkahkan kaki pergi dari kamarku. Aku menunggu sambil memainkan ponselku dengan bermain game yang sering direkomendasikan adikku. Beberapa menit kemudian, aku melihat gagang pintu bergerak tanpa ada seseorang yang memanggilku. "Helly! Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" teriakku kesal. "Kamu mau marah sama aku?" tanya seseorang dengan suara yang familiar memasuk
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Akhirnya kami berdua tiba di tujuan terakhir, yaitu Pasar Malam terbesar di Pusat Kota New York. Aku sebenarnya sudah cukup lelah karena jalan-jalan seharian. Tapi karena langkanya moment hari ini yang bisa membuatku melihat tawa Om Kevin. Aku menyingkirkan rasa lelahku agar tetap bisa membuat manusia salju ini mencair. "Ayo!" ucapnya sambil menarik tanganku. "Kita bagaikan Ayah dan Anak ya, Om!" kataku sambil terkekeh. Meski tinggi badanku dan Om Kevin tidak terlalu jauh, tapi jika dilihat oleh orang lain, kami seperti sepasang Ayah dan Anak. "Anggap saja begitu," sahutnya sambil terus memegang tanganku dengan erat agar tidak hilang di tengah kerumunan yang sedang ramai. Kami mampir kesemua penjual dan mencoba semua makanan yang ada di sana. Terdapat berbagai macam makanan di tempat itu, dari Korean food, Japanese food, Indonesian food, dan masih banyak lagi. "Dari tadi makan-makanan pedas terus, besok kita cek ke rumah sakit! Kala
Hari ini tepat lima hari Om Kevin meninggalkan aku bersama dua orang yang semakin hari semakin menyebalkan. Udara pagi New York yang sangat dingin membuatku enggan untuk keluar kamar dan menemui kedua sahabatku. Tapi entah kenapa satu malam ini perasaanku benar-benar tak karuan. Penyebabnya bukan hanya aku rindu Om Kevin, tapi ada hal lain juga yang mengganjal hatiku.*Ting Tong* bell berbunyi, aku yang mendengar bell di tekan hanya diam dan tidak peduli tentang siapa yang menekan tombol tersebut. Aku ingat pesan Om Kevin, tentang jangan membukakan pintu untuk siapapun kecuali untuk dirinya."Oliv! apa kamu memesan makanan Online?" tanya Angel dari balik pintu kamar."Aku tidak memesan makanan apapun, Angel! Stok makanan kita saja masih banyak di dalam kulkas, mana mungkin aku begitu boros untuk memesan makanan Online," jawabku yang berjalan ke arah pintu kamar dan membukakannya untuk Angel.Aku dan angel yang sibuk bertanya-tanya siapa yang memesan makanan Online sama-sama melirik ke
*POV Kevin Pranata Agraha*Empat hari setelah pergi meninggalkan Oliv. Pagi itu bertepatan di kediaman Kevin, sebuah keributan besar terjadi di rumah itu."Tak akan kubiarkan hak asuh Jessi jatuh ke tanganmu!" teriak seorang Pria yang terkenal dengan sifat dinginnya. Ia memeluk erat anak perempuan semata wayangnya itu."Aku mohon, Kevin! Tolong berikan hak asuk Jessi padaku. Aku berjanji padamu akan merawat Jessi dengan sebaik mungkin," ucap wanita yang sudah tidak punya urat malu itu."Plak." Satu pukulan melayang ke pipi yang sudah mengkhianati laki-laki itu."Sadar dengan ucapan mu Grace! Atas dengan alasan apa aku harus memberikan hak asuh Jessi kepadamu? Selama lima tahun aku merawat Jessi sendirian tanpa ada sedikitpun kontribusi dari Ibunya! Sekarang, kamu datang dengan muka busukmu itu untuk meminta hak asuk Jessi? Dimana rasa malumu Grace?" cercah Kevin habis-habisan menghantam Grace dengan kata-kata tajamnya."Aku mohon padamu Kevin, berikan aku satu kali kesempatan untuk mer
"Prankkk!" sebuah barang jatuh dari dapur. "Juliuss!" teriak Angelina bersamaan dengan barang jatuh itu. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dua orang tamu yang baru datang tadi malam sedang membuat keributan di dapur. Aku yang masih menikmati waktu tidurku ikut terganggu mendengar keributan itu. "Mereka kenapa sih?" tanyaku sambil berusaha membuka mata yang kini terasa berat. Setelah mengumpulkan nyawa, aku berjalan ke arah cermin untuk melihat wajahku terutama di area mata. "Benar-benar sembab, apa mereka melihatnya?" gumamku dengan perasaan takut. Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan merelaksasikan tubuhku yang mulai kelelahan. Selesai mandi aku memakai beberapa rangkaian perawatan kulit untuk menutrisi kulit dan juga mengurangi sembab yang ada di mataku. Kamar hotel yang aku tempati lumayan luas, aku tinggal di lantai 20 yang bertema VVIP yang hanya berisi enam kamar. Satu kamar sudah memiliki fasilitas lengkap, seperti ruang tamu dengan kursi yang bisa
Setelah di tinggal oleh Om Kevin, aku menghabiskan kesendirianku hanya dengan main game, menonton film, makan-makan dan masih banyak lagi. "Sekarang apa yang harus aku lakukan?" Bertanya pada diriku sendiri. Aku kembali duduk di balkon sambil menikmati angin dan matahari sore. Pemandangan yang indah jika dinikmati bersama orang yang menyayangimu. "Sekarang aku benar-benar kesepian," ucapku dengan kembali membuka game buatan Stella. Sebelum login game, seseorang tanpa nama mengirim pesan private kepadaku. "Aku akan balas dendam padamu!" "Tak akan kubiarkan kamu hidup tenang!" "Kamu akan mati di tanganku!" Tulisnya dalam pesan terkunci itu. Aku yang lebih mementingkan kesepianku hanya tersenyum tipis melihat pesan itu. "Mau aku mati di tanganmu atau di tangan orang lain, siapa yang akan peduli tentang kematianku!" gumamku dalam hati sambil meneruskan permainan yang sejak tadi menunggu dimainkan. ***Dua hari kemudian*** *Ting, ting, ting* bel pintu terus berbunyi. Aku yang s
Aku terbangun dengan sebuah kehangatan. Pelukan dari orang yang sama belum terlepas sejak kemaren malam. Kulepas pelan-pelan tangannya yang memelukku, lalu aku pergi ke balkon untuk menyegarkan otakku. "Pagi yang mendung mewakili hatiku yang remuk," gumamku sambil menikmati pendangan kota New York dari balkon di lantai 20. Di balkon itu sudah terdapat tempat penyeduhan kopi panas dan beberapa camilan. Tujuannya untuk mempermudahkan tamunya agar tidak perlu lagi berjalan ke dapur hanya untuk membuat kopi atau teh. "Aku merindukan Julius dan Angelina!" ucapku sambil menyantap beberapa camilan sambil duduk di kursi yang sudah disediakan. Tiba-tiba sebuah panggilan video terlihat di layar ponselku. Panggilan itu adalah dari mereka berdua yang baru saja aku rindukan. Setelah menarik nafas panjang karena senang, aku langsung mengangkat panggilan video itu. "Hai!" sapaku terlebih dahulu sebelum mereka menyapa. "Oh, Hai Oliv!" sapa mereka bali
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Akhirnya kami berdua tiba di tujuan terakhir, yaitu Pasar Malam terbesar di Pusat Kota New York. Aku sebenarnya sudah cukup lelah karena jalan-jalan seharian. Tapi karena langkanya moment hari ini yang bisa membuatku melihat tawa Om Kevin. Aku menyingkirkan rasa lelahku agar tetap bisa membuat manusia salju ini mencair. "Ayo!" ucapnya sambil menarik tanganku. "Kita bagaikan Ayah dan Anak ya, Om!" kataku sambil terkekeh. Meski tinggi badanku dan Om Kevin tidak terlalu jauh, tapi jika dilihat oleh orang lain, kami seperti sepasang Ayah dan Anak. "Anggap saja begitu," sahutnya sambil terus memegang tanganku dengan erat agar tidak hilang di tengah kerumunan yang sedang ramai. Kami mampir kesemua penjual dan mencoba semua makanan yang ada di sana. Terdapat berbagai macam makanan di tempat itu, dari Korean food, Japanese food, Indonesian food, dan masih banyak lagi. "Dari tadi makan-makanan pedas terus, besok kita cek ke rumah sakit! Kala
Sebuah suara membangunkan mimpi yang sedang berlayar. Alarm di atas nakas itu sangat mengganggu waktu tidurku yang singkat. "Nyonya Olivia!" panggil seseorang dari balik pintu kamar tidurku. "Iya, siapa?" tanyaku pada suara tersebut. "Ini saya, Helly! Apakan Nyonya membutuhkan sesuatu? Atau mau saya bawakan makanan?" sambil bertanya balik kepadaku. Aku Berpikir Mendekatkan sebelum meminta sesuatu kepadanya. "Tolong bawakan air lemon yang ditambah dengan sedikit madu dan gula. Dan juga bawakan dua roti bakar yang diberi selai nanas dan coklat di tengahnya" pintaku kepada kepala ART itu. "Siap, Bu Mohon ditunggu!" sambil melangkahkan kaki pergi dari kamarku. Aku menunggu sambil memainkan ponselku dengan bermain game yang sering direkomendasikan adikku. Beberapa menit kemudian, aku melihat gagang pintu bergerak tanpa ada seseorang yang memanggilku. "Helly! Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" teriakku kesal. "Kamu mau marah sama aku?" tanya seseorang dengan suara yang familiar memasuk
Setelah rapat berjalan dengan lancar, Om Kevin, Kak Gehna, dan aku pergi ke Restoran yang ada di seberang gedung untuk mengisi perut kami yang mulai bernyanyi. Begitu berat langkahku untuk meninggalkan gedung mewah ini. "Kenapa?" tanya Om Kevin datar. "Tidak apa-apa,Om! hanya saja Oliv begitu menyukai tempat ini," ucapku sambil menggandeng tangan. Ia menatapnya sebentar lalu kembali berjalan. Kakiku yang pendek membuatku kesulitan mengikuti langkah kaki pria tinggi ini. "Tidak adiknya! Tidak kakaknya! Sama saja, mereka tidak akan pernah mengerti betapa pendeknya kakiku!" gumamku pelan. Tapi hal itu kedengaran oleh Om Kevin. Sehingga Ia membungkukkan badannya dan memintaku naik ke punggungnya. "Naik!" perintahnya padaku dengan tegas. "Tidak perlu, kakiku masih bisa berjalan." Aku terus berjalan tanpa mempedulikan perintahnya. "Ayo! Ini perintah!" tegasnya sekali lagi. "Ish, aku bukan anak kecil!" Dengan terpaksa aku menaiki punggungnya dan berpegangan erat pada batang lehernya
"Sekarang hanya tersisa satu orang yang belum mengeluarkan idenya. Saya persilahkan kepada Mrs. Olivia untuk menjelaskan rencana apa yang ada di otak jenius milik anda!" ucap Om Kevin tanpa memudarkan senyumannya. Semua orang yag ada di ruangan itu menatap pemimpin mereka dengan ekspresi heran dan bingung. Aku berjalan sambil membawa Tab yang tadi sudah ku otak-atik menuju LED Proyektor yang masih menyala. Kusambungkan kabel yang ada di alat itu ke Tab yang tadi kubawa. sebuah gambar pesta bertema Disney muncul dan menarik perhatian semua orang yang ada diruangan itu. "Tanpa bertele-tele,saya akan langung mejelaskan apa yang akan menjadi rencana saya. Seperti yang kalian lihat! Ini adalah gambar pesta bertema Disney yang selalu dirayakan setahun sekali di Kerajaan Inggris," jelasku pada mereka, aku terus menampilkan info-info yang tadi kucari. "Tapi, jika dilihat dari berita yang rilis dua minggu yang lalu. Perayaan akan dilaksanakan bulan depan dengan tema y