Sebuah suara membangunkan mimpi yang sedang berlayar. Alarm di atas nakas itu sangat mengganggu waktu tidurku yang singkat.
"Nyonya Olivia!" panggil seseorang dari balik pintu kamar tidurku.
"Iya, siapa?" tanyaku pada suara tersebut.
"Ini saya, Helly! Apakan Nyonya membutuhkan sesuatu? Atau mau saya bawakan makanan?" sambil bertanya balik kepadaku.
Aku Berpikir Mendekatkan sebelum meminta sesuatu kepadanya. "Tolong bawakan air lemon yang ditambah dengan sedikit madu dan gula. Dan juga bawakan dua roti bakar yang diberi selai nanas dan coklat di tengahnya" pintaku kepada kepala ART itu.
"Siap, Bu Mohon ditunggu!" sambil melangkahkan kaki pergi dari kamarku.
Aku menunggu sambil memainkan ponselku dengan bermain game yang sering direkomendasikan adikku. Beberapa menit kemudian, aku melihat gagang pintu bergerak tanpa ada seseorang yang memanggilku.
"Helly! Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" teriakku kesal.
"Kamu mau marah sama aku?" tanya seseorang dengan suara yang familiar memasuki kamarku dengan membawa makanan yang tadi aku pinta.
"Om Kevin?" ucapku kaget sekaligus bingung karena kedatangannya. Ia berjalan ke arahku dan duduk di samping tempat tidur sambil meletakkan makanan yang tadi dibawa olehnya.
"Kenapa meminta lemon? Ini masih pagi, kalau sakit perut gimana?" ujarnya tegas sambil menyodorkan kepadaku cangkir berisi air jahe bercampur gula aren. "Nah minum ini saja biar tubuh kamu jadi lebih segar!" perintah Om Kevin dengan nada yang tidak ingin di bantah.
"Enak dan hangat," ucapku kaget sambil terus menyeruput secangkir air jahe itu. Om Kevin hanya tersenyum tipis karena tingkah anehku.
"Hari ini jadi jalan-jalan kan? Setelah sarapan segera mandi dan bersiap-siap. Hubungi aku jika sudah siap," ucap dia datar sambil meninggalkan kamar ini.
Aku menikmati satu roti sambil membersihkan kamar. Pemandangan indah terlihat ketika aku membuka gorden kamar itu.
"Tempat yang indah jika dikunjungi bersama keluarga." Tanpa kesadaran kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku.
Setelah beres, aku segera mandi dan berganti pakaian. Aku keluar dari pakaian Walk in Closet dengan menggunakan kaos berwarna biru laut, celana kulot berwarna putih, dan disertai jaket jeans yang berwarna senada dengan celana serta sepatu heels setinggi dua cm. Tak lupa menambah aksesoris seperti tas berwana gradiasi putih biru, dan beberapa aksesoris tubuh lainnya.
"Aku sudah siap!" ketikku dalam sebuah pesan yang akan dikirim ke Om Kevin.
Om Kevin hanya membaca pesanku tanpa membalasnya. Suara langkah sepatu terdengar keluar dari sebuah ruangan Kantor K&G milik kak Gehna.
"Ayo!" ucap seseorang yang kini berdiri di belakangku.
Aku terpaku kagum karena ketampanan si Duda ini. Sangat jarang aku melihat dirinya memakai baju kaos dan celana Jeans. Hari ini entah kebetulan atau memang dia memata-matai aku, Ia menggunakan outfit yang senada dengan outfit yang aku gunakan.
"Kenapa bengong? Saya tau saya tampan!" katanya dengan begitu sombong.
Entah aku yang beruntung atau hanya kebetulan, aku menemukan pengganti sosok ayah dari Om Kevin. Ia dingin tapi hangat. Jarang Ia mau melakukan sesuatu untuk orang lain.
Dengan keadaan yang masih linglung, Om Kevin mengambil tanganku dan memasukkan jari-jarinya ke setiap sela jari-jariku. Ia menuntunku ke sebuah mobil hitam legam yang hanya berisi 2 kursi di dalamnya. Ia membukakan pintu untukku dan memintaku segera masuk.
"Kita mau kemana?" tanyaku sambil memandang Om Kevin yang tengah fokus mengemudi.
"Kamu tidak perlu tau, kamu hanya perlu duduk manis dan menikmati perjalanan ini. Saya akan mengajak kamu keliling pusat kota New York." Ia menjawab sambil tersenyum manis meski tetap fokus mengemudi.
Aku menuruti perkataannya, hanya perlu duduk manis dan menikmati setiap isi kota New York yang kami lewati. Aku memandang keluar kaca mobil dengan penuh kekaguman. Begitu indah tempat ini! Andai ayah tidak berpaling dari ibu, aku yakin seluruh dunia ini akan kami jelajahi bersama.
Aku tertidur selama setengah jam perjalanan. Om Kevin membangunkan aku dan mengatakan kalau kami sudah sampai.
"Bangun, Olivia! Kita sudah sampai," ucapnya dengan menepuk pelan pundak ku.
Aku keluar mobil setelah membenahi make up-ku yang berantakan. Kami berada di sebuah taman bermain terbesar di Pusat kota New York.
"Bersenang-senanglah sana," bisik Om Kevin, karena ramainya pengunjung membuat kami harus bicara saling berbisik.
"Bersamamu!" teriakku sambil menarik tangannya dan berlari mendatangi setiap permainan yang ada di taman itu.
Kami menaiki berbagai macam permainan. Dari biang lala, paralayang, Turbo Drop, Roller coaster, dan masih banyak lagi. Selama bermain kami selalu tertawa, terlebih Om Kevin yang sangat jarang tertawa kini ia bisa tertawa lepas. Aku bisa merasakan tertekannya jadi seorang Kevin Aprilio. Karena pekerjaannya dan orang-orang terdekatnya, Ia hampir kehilangan jati diri yang sebenarnya.
"Aku laparrr!" rengekku seperti anak kecil pada Om Kevin.
"Hmm, yaudah ayo kita kesana. Banyak jajanan yang bisa kamu coba," ajak Om Kevin dengan wajah yang kini terlihat sangat ceria, Ia seperti bukan Kevin Aprilio yang aku kenal.
Setelah hampir satu jam belanja makanan, kami kini beranjak ke tempat tujuan kedua. Tanganku dipenuhi oleh makanan yang tadi kami beli.
"Aaaaa...," ucapku sambil menyuapi Om Kevin yang sedang fokus pada jalannya.
"Kita baru pergi kedua tempat, masih banyak lagi yang akan kita kunjungi. Apa kamu tidak apa-apa jika harus pulang larut malam?" tanya Om Kevin dengan nada yang terdengar khawatir.
"Tidak apa-apa, kan pulang tetap bareng Om Kevin," jawabku dengan terus memakan makanan yang masih banyak di asuhanku.
Setelah mendengar jawabanku, Om Kevin melepas satu tangannya dari kemudi dan membelai lembut pipiku. Selama perjalanan ia tidak pernah melepas tanganku meski aku sudah merasa penat.
Kami sudah sampai di tempat kedua, yaitu Mall terbesar yang ada di pusat kota ini. Selama tiga jam lebih Om Kevin menemaniku berbelanja, meski aku tau kalau dia kelelahan, ia tidak pernah mengeluh sedikitpun kepadaku.
Setelah selesai, kami segera membayar dan pergi dari Mall itu. Kami pergi ke beberapa tempat tujuan lainnya yang sudah direncanakan oleh Kevin Aprilio.
Malam pun tiba, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Kami tiba di tujuan terakhir sekitar pukul setengah delapan. Tempat terakhir ini adalah pasar malam yang terbesar di Pusat Kota New York. Dan sangat kebetulan, malam ini ada Event yang mengundang beberapa Artis terkenal dari berbagai Negara.
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Akhirnya kami berdua tiba di tujuan terakhir, yaitu Pasar Malam terbesar di Pusat Kota New York. Aku sebenarnya sudah cukup lelah karena jalan-jalan seharian. Tapi karena langkanya moment hari ini yang bisa membuatku melihat tawa Om Kevin. Aku menyingkirkan rasa lelahku agar tetap bisa membuat manusia salju ini mencair. "Ayo!" ucapnya sambil menarik tanganku. "Kita bagaikan Ayah dan Anak ya, Om!" kataku sambil terkekeh. Meski tinggi badanku dan Om Kevin tidak terlalu jauh, tapi jika dilihat oleh orang lain, kami seperti sepasang Ayah dan Anak. "Anggap saja begitu," sahutnya sambil terus memegang tanganku dengan erat agar tidak hilang di tengah kerumunan yang sedang ramai. Kami mampir kesemua penjual dan mencoba semua makanan yang ada di sana. Terdapat berbagai macam makanan di tempat itu, dari Korean food, Japanese food, Indonesian food, dan masih banyak lagi. "Dari tadi makan-makanan pedas terus, besok kita cek ke rumah sakit! Kala
Aku terbangun dengan sebuah kehangatan. Pelukan dari orang yang sama belum terlepas sejak kemaren malam. Kulepas pelan-pelan tangannya yang memelukku, lalu aku pergi ke balkon untuk menyegarkan otakku. "Pagi yang mendung mewakili hatiku yang remuk," gumamku sambil menikmati pendangan kota New York dari balkon di lantai 20. Di balkon itu sudah terdapat tempat penyeduhan kopi panas dan beberapa camilan. Tujuannya untuk mempermudahkan tamunya agar tidak perlu lagi berjalan ke dapur hanya untuk membuat kopi atau teh. "Aku merindukan Julius dan Angelina!" ucapku sambil menyantap beberapa camilan sambil duduk di kursi yang sudah disediakan. Tiba-tiba sebuah panggilan video terlihat di layar ponselku. Panggilan itu adalah dari mereka berdua yang baru saja aku rindukan. Setelah menarik nafas panjang karena senang, aku langsung mengangkat panggilan video itu. "Hai!" sapaku terlebih dahulu sebelum mereka menyapa. "Oh, Hai Oliv!" sapa mereka bali
Setelah di tinggal oleh Om Kevin, aku menghabiskan kesendirianku hanya dengan main game, menonton film, makan-makan dan masih banyak lagi. "Sekarang apa yang harus aku lakukan?" Bertanya pada diriku sendiri. Aku kembali duduk di balkon sambil menikmati angin dan matahari sore. Pemandangan yang indah jika dinikmati bersama orang yang menyayangimu. "Sekarang aku benar-benar kesepian," ucapku dengan kembali membuka game buatan Stella. Sebelum login game, seseorang tanpa nama mengirim pesan private kepadaku. "Aku akan balas dendam padamu!" "Tak akan kubiarkan kamu hidup tenang!" "Kamu akan mati di tanganku!" Tulisnya dalam pesan terkunci itu. Aku yang lebih mementingkan kesepianku hanya tersenyum tipis melihat pesan itu. "Mau aku mati di tanganmu atau di tangan orang lain, siapa yang akan peduli tentang kematianku!" gumamku dalam hati sambil meneruskan permainan yang sejak tadi menunggu dimainkan. ***Dua hari kemudian*** *Ting, ting, ting* bel pintu terus berbunyi. Aku yang s
"Prankkk!" sebuah barang jatuh dari dapur. "Juliuss!" teriak Angelina bersamaan dengan barang jatuh itu. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dua orang tamu yang baru datang tadi malam sedang membuat keributan di dapur. Aku yang masih menikmati waktu tidurku ikut terganggu mendengar keributan itu. "Mereka kenapa sih?" tanyaku sambil berusaha membuka mata yang kini terasa berat. Setelah mengumpulkan nyawa, aku berjalan ke arah cermin untuk melihat wajahku terutama di area mata. "Benar-benar sembab, apa mereka melihatnya?" gumamku dengan perasaan takut. Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan merelaksasikan tubuhku yang mulai kelelahan. Selesai mandi aku memakai beberapa rangkaian perawatan kulit untuk menutrisi kulit dan juga mengurangi sembab yang ada di mataku. Kamar hotel yang aku tempati lumayan luas, aku tinggal di lantai 20 yang bertema VVIP yang hanya berisi enam kamar. Satu kamar sudah memiliki fasilitas lengkap, seperti ruang tamu dengan kursi yang bisa
*POV Kevin Pranata Agraha* Empat hari setelah pergi meninggalkan Oliv. Pagi itu bertepatan di kediaman Kevin, sebuah keributan besar terjadi di rumah itu. "Tak akan kubiarkan hak asuh Jessi jatuh ke tanganmu!" teriak seorang Pria yang terkenal dengan sifat dinginnya. Ia memeluk erat anak perempuan semata wayangnya itu. "Aku mohon, Kevin! Tolong berikan hak asuk Jessi padaku. Aku berjanji padamu akan merawat Jessi dengan sebaik mungkin," ucap wanita yang sudah tidak punya urat malu itu. "Plak." Satu pukulan melayang ke pipi yang sudah mengkhianati laki-laki itu. "Sadar dengan ucapan mu Grace! Atas dengan alasan apa aku harus memberikan hak asuh Jessi kepadamu? Selama lima tahun aku merawat Jessi sendirian tanpa ada sedikitpun kontribusi dari Ibunya! Sekarang, kamu datang dengan muka busukmu itu untuk meminta hak asuk Jessi? Dimana rasa malumu Grace?" cercah Kevin habis-habisan menghantam Grace dengan kata-kata tajamnya. "Aku mohon padamu Kevin, berikan aku satu kali kesempatan unt
Aku terbangun karena mendengar suara ribut yang berasal dari dapur. Sudah bisa kutebak apa yang sedang terjadi di sana. "Kapan mereka berdua bisa akur!" keluhku sambil mengusap wajahku dengan kasar. Aku pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajah agar terasa lebih segar. Setelah selesai mencuci wajah, aku pergi ke dapur untuk menghentikan keributan mereka. "MAMA HENTIKAN!" Aku berteriak pada Mama agar dia menghentikan perbuatannya. Tetapi Mama tidak mendengarkanku dan terus memukuli Stella Adikku. "JANGAN IKUT CAMPUR OLIV! MAMA MAU MEMBERIKAN PELAJARAN PADA ANAK PEMBAWA SIAL INI!" teriak Mama membalas teriakkanku. Mama memang memiliki tingkat tempramen yang sangat tinggi. Dia bisa menjadi baik seperti sedang tidak terjadi apa-apa. Tetapi Mama juga bisa jadi lebih jahat dari seorang pembun*h. Aku mendekat ke arah Mama. Ketika dia ingin melayangkan kembali pukulannya ke arah Stella, dengan cepat ku pegang tangannya dan mengajaknya duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari tempat pert
Beberapa jam tertidur setelah berbaikan dengan adikku, aku terbangun kembali karena ponselku terus berbunyi. Kulihat layar ponsel milikku, di sana terdapat puluhan panggilan tak terjawab dengan nama kontak Om Kevin. Hampir saja aku melupakan janji yang dibuat kemarin bersama Bos Secret Scarlett itu. Karena Om Kevin tidak lagi menghubungiku aku bergegas menghubunginya balik. "Halo, Om!" sapaku canggung dari balik telepon yang baru saja tersambung."Ketiduran?" tanya Om Kevin blak-blakan dengan suara dinginnya."Iya, Om Kevin. Tunggu bentar ya, Om. Aku segera ke sana!" ucapku dan langsung menutup panggilan dari Om Kevin. Aku segera berganti pakaian dan bergegas ke caffe yang ada di persimpangan jalan dekat rumahku. Setelah sampai di sana, kulihat sosok laki-laki tinggi dengan tubuh tegap dan wajah yang tampan sedang duduk sambil bermain dengan anak perempuannya. Nama lengkap Om Kevin adalah Kevin Pranata Agraha. Umurnya 40 tahun, dia seorang duda beranak satu. "Jessi, Sayang. Jessi p
Sehari sebelum rapat penting itu, aku ingin mengajak Mama dan Adikku jalan-jalan ke tempat yang tidak pernah mereka datangi selama ini. Sesekali, sebagai anak dan kakak yang jahat ini, aku ingin membahagiakan keluarga kecilku. "Kamu pulang jam berapa? Kakak nggak keluar kamar tadi malam, soalnya sibuk ngerjain beberapa dokumen penting," tanyaku pada adikku yang sedang menikmati sarapannya. "Jam 10 kak! Seharusnya Stella sudah sampai jam setengah 9, tapi dijalan utama menuju rumah kita ada kecelakaan. Jadi pak supirnya ngambil jalur lain yang lumayan jauh," ujar Stella menjelaskan padaku. "Hmm...kalau ada kelas malam lagi bilang ke Kakak. Biar Kakak aja nanti yang jemput kamu pulang. Jangan pulang pakai taksi dimalam hari! Kakak khawatir, kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Kakak cuman punya kamu sama Mama, Stella!" Aku mengomelinya habis-habisan. Bagaimana aku tidak marah, mendengarnya pulang naik taksi jam 10 malam lewat jalan yang tidak biasa Adikku lewati. "Iya kak maaf, tapi k
*POV Kevin Pranata Agraha* Empat hari setelah pergi meninggalkan Oliv. Pagi itu bertepatan di kediaman Kevin, sebuah keributan besar terjadi di rumah itu. "Tak akan kubiarkan hak asuh Jessi jatuh ke tanganmu!" teriak seorang Pria yang terkenal dengan sifat dinginnya. Ia memeluk erat anak perempuan semata wayangnya itu. "Aku mohon, Kevin! Tolong berikan hak asuk Jessi padaku. Aku berjanji padamu akan merawat Jessi dengan sebaik mungkin," ucap wanita yang sudah tidak punya urat malu itu. "Plak." Satu pukulan melayang ke pipi yang sudah mengkhianati laki-laki itu. "Sadar dengan ucapan mu Grace! Atas dengan alasan apa aku harus memberikan hak asuh Jessi kepadamu? Selama lima tahun aku merawat Jessi sendirian tanpa ada sedikitpun kontribusi dari Ibunya! Sekarang, kamu datang dengan muka busukmu itu untuk meminta hak asuk Jessi? Dimana rasa malumu Grace?" cercah Kevin habis-habisan menghantam Grace dengan kata-kata tajamnya. "Aku mohon padamu Kevin, berikan aku satu kali kesempatan unt
"Prankkk!" sebuah barang jatuh dari dapur. "Juliuss!" teriak Angelina bersamaan dengan barang jatuh itu. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dua orang tamu yang baru datang tadi malam sedang membuat keributan di dapur. Aku yang masih menikmati waktu tidurku ikut terganggu mendengar keributan itu. "Mereka kenapa sih?" tanyaku sambil berusaha membuka mata yang kini terasa berat. Setelah mengumpulkan nyawa, aku berjalan ke arah cermin untuk melihat wajahku terutama di area mata. "Benar-benar sembab, apa mereka melihatnya?" gumamku dengan perasaan takut. Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan merelaksasikan tubuhku yang mulai kelelahan. Selesai mandi aku memakai beberapa rangkaian perawatan kulit untuk menutrisi kulit dan juga mengurangi sembab yang ada di mataku. Kamar hotel yang aku tempati lumayan luas, aku tinggal di lantai 20 yang bertema VVIP yang hanya berisi enam kamar. Satu kamar sudah memiliki fasilitas lengkap, seperti ruang tamu dengan kursi yang bisa
Setelah di tinggal oleh Om Kevin, aku menghabiskan kesendirianku hanya dengan main game, menonton film, makan-makan dan masih banyak lagi. "Sekarang apa yang harus aku lakukan?" Bertanya pada diriku sendiri. Aku kembali duduk di balkon sambil menikmati angin dan matahari sore. Pemandangan yang indah jika dinikmati bersama orang yang menyayangimu. "Sekarang aku benar-benar kesepian," ucapku dengan kembali membuka game buatan Stella. Sebelum login game, seseorang tanpa nama mengirim pesan private kepadaku. "Aku akan balas dendam padamu!" "Tak akan kubiarkan kamu hidup tenang!" "Kamu akan mati di tanganku!" Tulisnya dalam pesan terkunci itu. Aku yang lebih mementingkan kesepianku hanya tersenyum tipis melihat pesan itu. "Mau aku mati di tanganmu atau di tangan orang lain, siapa yang akan peduli tentang kematianku!" gumamku dalam hati sambil meneruskan permainan yang sejak tadi menunggu dimainkan. ***Dua hari kemudian*** *Ting, ting, ting* bel pintu terus berbunyi. Aku yang s
Aku terbangun dengan sebuah kehangatan. Pelukan dari orang yang sama belum terlepas sejak kemaren malam. Kulepas pelan-pelan tangannya yang memelukku, lalu aku pergi ke balkon untuk menyegarkan otakku. "Pagi yang mendung mewakili hatiku yang remuk," gumamku sambil menikmati pendangan kota New York dari balkon di lantai 20. Di balkon itu sudah terdapat tempat penyeduhan kopi panas dan beberapa camilan. Tujuannya untuk mempermudahkan tamunya agar tidak perlu lagi berjalan ke dapur hanya untuk membuat kopi atau teh. "Aku merindukan Julius dan Angelina!" ucapku sambil menyantap beberapa camilan sambil duduk di kursi yang sudah disediakan. Tiba-tiba sebuah panggilan video terlihat di layar ponselku. Panggilan itu adalah dari mereka berdua yang baru saja aku rindukan. Setelah menarik nafas panjang karena senang, aku langsung mengangkat panggilan video itu. "Hai!" sapaku terlebih dahulu sebelum mereka menyapa. "Oh, Hai Oliv!" sapa mereka bali
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Akhirnya kami berdua tiba di tujuan terakhir, yaitu Pasar Malam terbesar di Pusat Kota New York. Aku sebenarnya sudah cukup lelah karena jalan-jalan seharian. Tapi karena langkanya moment hari ini yang bisa membuatku melihat tawa Om Kevin. Aku menyingkirkan rasa lelahku agar tetap bisa membuat manusia salju ini mencair. "Ayo!" ucapnya sambil menarik tanganku. "Kita bagaikan Ayah dan Anak ya, Om!" kataku sambil terkekeh. Meski tinggi badanku dan Om Kevin tidak terlalu jauh, tapi jika dilihat oleh orang lain, kami seperti sepasang Ayah dan Anak. "Anggap saja begitu," sahutnya sambil terus memegang tanganku dengan erat agar tidak hilang di tengah kerumunan yang sedang ramai. Kami mampir kesemua penjual dan mencoba semua makanan yang ada di sana. Terdapat berbagai macam makanan di tempat itu, dari Korean food, Japanese food, Indonesian food, dan masih banyak lagi. "Dari tadi makan-makanan pedas terus, besok kita cek ke rumah sakit! Kala
Sebuah suara membangunkan mimpi yang sedang berlayar. Alarm di atas nakas itu sangat mengganggu waktu tidurku yang singkat. "Nyonya Olivia!" panggil seseorang dari balik pintu kamar tidurku. "Iya, siapa?" tanyaku pada suara tersebut. "Ini saya, Helly! Apakan Nyonya membutuhkan sesuatu? Atau mau saya bawakan makanan?" sambil bertanya balik kepadaku. Aku Berpikir Mendekatkan sebelum meminta sesuatu kepadanya. "Tolong bawakan air lemon yang ditambah dengan sedikit madu dan gula. Dan juga bawakan dua roti bakar yang diberi selai nanas dan coklat di tengahnya" pintaku kepada kepala ART itu. "Siap, Bu Mohon ditunggu!" sambil melangkahkan kaki pergi dari kamarku. Aku menunggu sambil memainkan ponselku dengan bermain game yang sering direkomendasikan adikku. Beberapa menit kemudian, aku melihat gagang pintu bergerak tanpa ada seseorang yang memanggilku. "Helly! Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" teriakku kesal. "Kamu mau marah sama aku?" tanya seseorang dengan suara yang familiar memasuk
Setelah rapat berjalan dengan lancar, Om Kevin, Kak Gehna, dan aku pergi ke Restoran yang ada di seberang gedung untuk mengisi perut kami yang mulai bernyanyi. Begitu berat langkahku untuk meninggalkan gedung mewah ini. "Kenapa?" tanya Om Kevin datar. "Tidak apa-apa,Om! hanya saja Oliv begitu menyukai tempat ini," ucapku sambil menggandeng tangan. Ia menatapnya sebentar lalu kembali berjalan. Kakiku yang pendek membuatku kesulitan mengikuti langkah kaki pria tinggi ini. "Tidak adiknya! Tidak kakaknya! Sama saja, mereka tidak akan pernah mengerti betapa pendeknya kakiku!" gumamku pelan. Tapi hal itu kedengaran oleh Om Kevin. Sehingga Ia membungkukkan badannya dan memintaku naik ke punggungnya. "Naik!" perintahnya padaku dengan tegas. "Tidak perlu, kakiku masih bisa berjalan." Aku terus berjalan tanpa mempedulikan perintahnya. "Ayo! Ini perintah!" tegasnya sekali lagi. "Ish, aku bukan anak kecil!" Dengan terpaksa aku menaiki punggungnya dan berpegangan erat pada batang lehernya
"Sekarang hanya tersisa satu orang yang belum mengeluarkan idenya. Saya persilahkan kepada Mrs. Olivia untuk menjelaskan rencana apa yang ada di otak jenius milik anda!" ucap Om Kevin tanpa memudarkan senyumannya. Semua orang yag ada di ruangan itu menatap pemimpin mereka dengan ekspresi heran dan bingung. Aku berjalan sambil membawa Tab yang tadi sudah ku otak-atik menuju LED Proyektor yang masih menyala. Kusambungkan kabel yang ada di alat itu ke Tab yang tadi kubawa. sebuah gambar pesta bertema Disney muncul dan menarik perhatian semua orang yang ada diruangan itu. "Tanpa bertele-tele,saya akan langung mejelaskan apa yang akan menjadi rencana saya. Seperti yang kalian lihat! Ini adalah gambar pesta bertema Disney yang selalu dirayakan setahun sekali di Kerajaan Inggris," jelasku pada mereka, aku terus menampilkan info-info yang tadi kucari. "Tapi, jika dilihat dari berita yang rilis dua minggu yang lalu. Perayaan akan dilaksanakan bulan depan dengan tema y
"Semua tamu yang berhadir diminta berdiri! Pemimpin Secret Scarlett akan memasuki ruangan!" beritahu seorang MC dari balik mimbar. Aku dan yang lain berdiri untuk menghormati pemimpin kami. Om Kevin berjalan dengan gagahnya menuju kursi kekuasaan. Om Kevin mengangkat tangannya, meminta kami untuk duduk. "Selamat datang para pencuri-pencuriku yang hebat! Kuucapkan Selamat kepada kalian karena telah terpilih untuk menghadiri rapat yang penting ini! Kalian pasti sudah tahu, bahwa untuk masuk ke markas ini harus memiliki akses berupa kode...." Saat Om Kevin asik berbicara, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik memotong ucapnya tanpa merasa takut "Permisi, Mr.Kevin! Maaf karena saya telah dengan berani memotong pidato anda yang berharga itu! Tapi bisakah kita langsung saja ke intinya? Saya punya 2 anak bayi yang harus diurus!" ucapnya dengan berani. Para pengawal mengacungkan pistol ke arah wanita itu. Tapi tidak ada ketakutan sedikitpun di wajahnya. "Turunkan!" tegas Om