Dalam perjalanan, kami bertiga menghabiskan dua jam lebih untuk sampai ke Festival Malam Sonata. Di Festival ini terdapat banyak permainan dan kuliner dari berbagai macam Negara.
"Mau kulineran dulu atau permainan dulu?" tanyaku pada Mama dan Stella.
"Mama terserah kalian bedua saja," ujar Mama dengan nada lembutnya yang mampu membuat siapapun luluh.
"Stella mau main dulu kak," rengek Stella padaku.
"Oke, Stella mau main apa?" tanyaku lagi. Stella menunjuk beberapa permainan. Ada Disco Pang Pang, Rumah Hantu, Biang Lala, dan Kora Kora. Nyaliku sedikit ciut ketika Adikku menunjuk kerumah hantu. Meski aku seorang pencuri handal, aku tetap sedikit takut terhadap hantu.
"Kakak gaberani ya masuk rumah hantu?" ujar Stella dengan Nada meledek
"Ee-enggak kok, kk-kata siapa kakak t-takut!" jawabku yang tiba-tiba menjadi gagap.
Aku dan Stella bermain Disco Pang Pang. Sedangkan Mamah hanya menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan khusus untuk orang tua. Disaat bermain Disco Pang-Pang, tubuhku terombang-ambing, tulangku rasanya seperti diremuk. Entahlah, semua emosi bercampur menjadi satu. Image yang kujaga selama ini tiba-tiba hilang entah kemana.
Setelah 4 kali putaran, kami semua turun dari pemainan. Kepalaku pusing, perutku mual, dan seluruh tubuhku sakit. Sedangkan Stella, dia tertawa terbahak-bahak melihat keadaanku. Selesai istirahat kami melanjutkan permainan Kora-kora, Biang Lala dan terakhir adalah Rumah Hantu.
"Kakak beli tiket dulu ya, kamu tunggu di sini!" pintaku pada Stella. Aku segera pergi membeli tiket.
Beberapa menit berlalu, aku kembali dengan membawa dua tiket Rumah Hantu. Kami berdua bergegas masuk ke tempat yang gelap itu. Ku pegang tangan Adikku yang tubuhnya lebih kecil dariku. Stella tertawa puas melihat keadaanku yang lumayan mengenaskan.
"Oh God! Tolong ampuni dosa-dosaku," ucapku dalam hati. Aku sempat mengumpat beberapa kali ketika hantunya muncul dihadapanku. Jujur saja, aku lebih suka dikejar para Bodyguard-bodyguard bodoh itu dari pada dikejar hantu-hantuan ini.
Sampai di level ke dua. Tiba-tiba sebuah kapak asli melesat dihadapanku, untung saja aku berjalan lebih dulu dari Adikku . Andai aku melangkah satu langkah lagi, sepertinya aku akan mati konyol di sini. Stella yang melihat kejadian barusan terlihat kaget dan langsung memelukku. Aku menggeleng dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Di kapak tersebut, terlihat sebuah tulisan dengan tinta merah (BAWA KAPAK INI UNTUK MELINDUNGI DIRIMU SENDIRI). Seperti perintah, kubawa kapak itu selama perjalanan.
Kami bedua melanjutkan permainan ke ruangan level 3. Didepan pintu ruangan tersebut tercetak tulisan bahwa ruangan ini sangat gelap. Beberapa langkah setelah kami memasuki ruangan tersebut, pintu yang kami masuki tadi sudah tidak terlihat. Aku merasa ada banyak keganjilan yang terjadi di rumah hantu ini. Dari hantu-hantu yang aneh dilevel 1, kapak asli yang melesat di level 2, dan ruangan yang gelap di level 3, entah ada apa di 2 level terakhir, pikiran ku kali ini sudah benar-benar buntu.
Di depan ku dan Stella, keluar sebuah lampu berbentuk tulisan RUN. Kami berdua menuruti perintah tersebut dan segera berlari, tapi ada kendala dengan larinya Stella. Adikku memiliki kelainan di kaki kirinya yang membuatnya sulit berlari. Tiba-tiba dari belakang terdengan suara langkah kaki cepat sambil berteriak. Stella yang sudah tidak sanggup ingin menyerah begitu saja. Tapi aku tidak akan membiarkan sesuatupun melukai dirinya.
"AYO CEPAT NAIK SINI!" perintahku pada Stella untuk meniki punggungku. Setalah naik aku segera berlari secepat mungkin, tapi langkah kaki yang mengejar kami semakin terdengar cepat. Badanku sudah sangat lemas untuk berlari. Tapi untuk keamanan kami berdua, aku tetap mengusahakan lari sebisaku.
Aku yang terus berlari karena dikejar-kejar langkah kaki yang cepat tidak menyadari ada sesuatu yang menungguku didepan. "Brukk" tanpa sengaja tubuku tertabrak orang yang kini berdiri didepanku. Tubuh ku gemetar ketakutan, yang bisa kulakukan saat ini adalah memeluk Adikku seerat mungkin.
"T-tuan! Tolong jangan sakiti kami!" pintaku pada orang yang berdiri dengan tegap dihadapanku. Dia memegang pundakku, aku ingin menjauhkan tangannya, tapi geteran ditubuh ini seakan membuat seluruh tubuhku beku. Tidak terasa air mataku mengalir dengan deras. Yang ku ingat kapan terakhir kali aku menangis adalah ketika ayah memilih pergi dengan istri barunya, setelah itu air mataku tak pernah lagi keluar. Lalu kenapa sekarang aku bisa kembali menangis ? Aku bukannya tidak ingin menangis, hanya saja aku sudah terlalu lama memendam, sehingga hal sepele seperti ini bisa dengan mudah membuatku menangis.
Seperti yang ku katakan tadi, tempat itu begitu gelap hingga aku sendiri pu tidak bisa melihat wajah Om Kevin. Oh iya, jika kalian bertanya bagaimana dengan orang yang mengejar kami tadi, Ia sudah dihabisi oleh Om Kevin dengan beberapa pukulan.
"Ayo bangun! Tidak akan ada yang bisa menyakitimu selama aku ada disini. Bukan nya kamu pernah bilang, kalau aku adalah pelindungmu ketika kamu tidak lagi bisa melindungi dirimu sendiri." ujar seseorang yang dari tadi terus memegang pundakku. Suara berat itu?, kalimat itu?, Semuanya terasa familiar. Rasa takut ku yang menggebu kini mulai hilang secara perlahan.
"OM KEVINNN!" teriakku kaget, dia langsung memeluk diriku dan Stella.
"Berhentilah menangis! Masa iya seorang pen...." Aku langsung menutup mulut om Kevin serapat-rapatnya. Om Kevin hampir saja membuka rahasia terbesar yang ku punya dihadapan Adikku.
Aku dan Stella kini bisa berdiri kembali, tapi kendala yang sama masih di alami oleh adikku bahkan kini lebih parah.
"Om! Boleh aku minta bantuan?" tanyaku pada Om Kevin.
"Hmm" jawabnya singkat.
"Om Kevin bisa tolong bantuin gendong Adikku nggak Om?" tanyaku lagi pada pria bertubuh tinggi itu.
Tanpa menjawab om Kevin langsung jongkok dihadapan Adikku. Kami melanjutkan perjalanan ke ruangan level 4 dan level terakhir dengan beberapa kendala yang mudah dilewati dengan trik pencuri. Hingga akhirnya kami bertiga bisa keluar dengan selamat, meski Om Kevin dan aku memiliki luka di beberapa bagian tubuh karena terkena benda-benda tajam.
Kami bertiga menemui Mama di ruang tunggu, Mama menghampiri kami yang berdiri didepan pintu.
"Kenapa mata mu dan adikmu terlihat sembab?" tanya Mama sambil menapa tajam ke arah Om Kevin.
"Tidak Ma! Dia tidak salah. Rumah hantunya yang bermasalah," ucapku sambil meyakinkan Mama. Setelah Mama yakin, Om Kevin, Mama dan Stella saling berkenalan satu sama lain.
"Ma! Oliv jalan dulu ya sama Om Kevin, sekaligus mau ngomongin kerjaan. Ini uang Oliv, pakai aja kalau Mamah dan Stella mau belanja." Aku minta izin sama Mamah. Dia mengangguk dan kami segera pergi.
Sebenarnya banyak pertanyaan tersirat di kepalaku. Tentang bagaimana Om Kevin bisa ada di sini? tentang bagaimana Om Kevin tahu bahwa aku tengah dalam bahaya? Tapi daripada aku mati penasaran, pertanyaan itu langsung aku tanyakan ke Om Kevin.
"Om Kevin!" panggilku yang sudah siap dengan banyak pertanyaan.
"Hhmm kenapa?" tanya Om Kevin dengan suara datar sambil terus berjalan menggandeng tanganku. "Pasti kamu ingin bertanya kenapa aku bisa disini kan?" tanya dia lagi sambil menghentikan langkah kakinya, matanya yang indah menatapku dengan tajam tapi juga terlihat teduh. Kamu tau apa yang kulihat dari matanya tersebut? matnya menyatakan seakan-akan dia takut kehilanganku.
"Iya, Om Kevin," jawabku sambil membalas tatapan matanya.
"Untung saja aku sempat melacak keberadaan mobilmu, kamu nggak sadar? di lokasi Festival yang ada di aplikasi itu hampir semua komen tentang acara ini terlihat sama. Yang berarti memilii kemungkinan bahwa komentar itu di tulis oleh orang dalam, meski ratingnya terlihat tinggi seharusnya juga harus tetap waspada, Oliv!" jawab Om kevin habis-habisan memarahiku. Tapi apa yang dikatakannya ada benarnya juga. Setelah aku mendapatkan jawabanku, kami berdua melanjutkan menelusuri festival tesebut.
Om Kevin berjalan di sampingku dengan memegang tanganku. Beberapa kali dia mengusap kepalaku dengan lembut ditengah pembicaraan bisnis kami. Kami mampir ke beberapa tempat kuliner. Makanan-makanan yang disediakan disini lumayan enak. Sebelum kami kembali ke tempat awal, Om Kevin mengajakku kesebuah toko yang menjual berbagai macam aksesoris. Dari gelang, kalung, cincin dan lain-lain.
"Ayok dipilih, ambil semua yang Oliv suka," ujar om kevin sambil lagi-lagi dia mengusap lembut kepalaku.
"Boleh Om?" tanyaku pada seorang duda yang kini berdiri dihadapanku. Om Kevin mengangguk sambil tersenyum. Kali ini senyum nya sangat berbeda, dia tidak lagi mendekatkan wajahnya ke wajahku hanya untuk menutupi senyum yang manis itu. Tapi perubahan sekecil itu tidak terlalu ku hiraukan. Aku melihat-lihat barang yang ada di toko itu, tapi tidak ada 1 pun barang yang membuatku tertarik.
Aku terus berjalan menyusuri toko itu, tiba-tiba ada satu benda yang membuatku langsung tertarik melihatnya. Benda itu adalah sebuah gelang dari batu kecil berwana hijau toska dan ditengahnya terdapat 3 permata yang tersusun rapi.
"Om aku mau yang itu!" teriak ku sambil menarik tangan Om Kevin untuk mendekat kebenda itu.
"Berapa harganya? Aku mau dua, apakah ada?" tanya om Kevin dengan ekspresi datarnya.
"Pas sekali Tuan, barang ini limited edition dan hanya ada 2 disini." jawab penjaga toko itu bersemangat. Om kevin tersenyum tipis, baru kali ini aku melihat Om Kevin mau tersenyum pada orang lain. " Harganya 10 juta Tuan!" ucap penjaga toko tersebut. Aku yang mendengarnya langsung kaget, tapi berbeda dengan om Kevin, dia langsung memberikan Black Card nya tanpa bertanya apapun lagi.
Om Kevin mengambil gelang yang sudah diberikan penjaga toko. Lalu memakaikan satu gelang ketanganku dan satu gelang lainnya ketangannya sendiri.
"Om ini kemahalan!" Aku ingin mengembalikan gelang itu, tapi langsung dicegah oleh om Kevin
"Gausah! Lagian kamu suka kan gelangnya?" tanya Om Kevin, aku mengangguk mengiyakan. Setelah membeli gelang, kami berdua kembali ketempat Mamahl berada dan segera pulang ke rumah. Om Kevin ikut dengan kami karena ia tidak membawa mobil.
"Besok Oliv Om jemput ya! Mobilnya Om bawa pulang dulu," ucap Om Kevin lembut. Aku mengangguk, dan kami segera pulang sambil menelusuri jalanan kota yang lumayan indah.
"Tok Tok tok." Seseorang mengetuk pintu rumah kami. Aku masih sibuk dengan riasan dan pakaianku."Stella, ada yang mengetuk pintu. Tolong dibukakan!" teriakku meminta pada Stella yang kamarnya berada di samping kamarku.Beberapa menit kemudian, Stella masuk ke kamarku tanpa izin. Tapi bagiku itu bukanlah suatu masalah."Siapa yang datang?" tanyaku pada Adikku."Om Kevin, Kak!" Jawabnya sambil ingin melangkah pergi."Tunggu dek. Tolong buatkan dia air minum ya. Dan katakan padanya, kakak mau membereskan berkas dulu. Nanti kakak segera menyusul," pintaku pada Stella. Dia mengangguk dan pergi dari kamarku.Ku keluarkan sebuah Map besar dari laci meja di samping tempat tidurku. Lalu kuambil beberapa berkas penting dari laci lainnya. Tidak lupa dengan undangan penting itu juga kumasukkan dalam Map yang akan ku bawa untuk perjalanan bisnis ini. Sebelum menemui Om Kevin, aku berdo'a terlebih dahulu."Lindungi aku dan yang lainnya
Suara deburan ombak terdengar di luar ruangan. Aku terbangun di sebuah kamar besar yang lampunya lumayan redup. Sekilas ku ingat apa yang terjadi sebelum aku bangun. Aku tertidur di pesawat lalu bangun dikamar besar ini? Aku yakin pasti ini ulah Om Kevin. Aku pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Rasanya segar ketika tubuhku mulai terguyur oleh air yang mengalir dengan deras dari sebuah shower. "Olivia! Ayo siap-siap, sebentar lagi kita berangkat!" panggil seseorang wanita dari luar kamar. Aku sangat mengenal suara wanita itu, dia adalah Gehna Febrilio adik kandungnya Om Kevin. Kedudukanya di Secret Scarlett hampir sama dengan kakaknya. "Iya, Kak!" jawabku sambil menyudahi mandiku yang lumayan menyegarkan. Beberapa menit berpakaian, aku keluar kamar dengan memakai jumpsuit berwarna hitam, jaket dengan bahan jeans, sepatu hitam dengan hak 2cm, dan tas tidak terlalu besar untuk membawa dokumen-dokumen penting. Kutemui Om Kevin dan Kak Gehna yang sedang duduk di ruang tamu
"Semua tamu yang berhadir diminta berdiri! Pemimpin Secret Scarlett akan memasuki ruangan!" beritahu seorang MC dari balik mimbar. Aku dan yang lain berdiri untuk menghormati pemimpin kami. Om Kevin berjalan dengan gagahnya menuju kursi kekuasaan. Om Kevin mengangkat tangannya, meminta kami untuk duduk. "Selamat datang para pencuri-pencuriku yang hebat! Kuucapkan Selamat kepada kalian karena telah terpilih untuk menghadiri rapat yang penting ini! Kalian pasti sudah tahu, bahwa untuk masuk ke markas ini harus memiliki akses berupa kode...." Saat Om Kevin asik berbicara, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik memotong ucapnya tanpa merasa takut "Permisi, Mr.Kevin! Maaf karena saya telah dengan berani memotong pidato anda yang berharga itu! Tapi bisakah kita langsung saja ke intinya? Saya punya 2 anak bayi yang harus diurus!" ucapnya dengan berani. Para pengawal mengacungkan pistol ke arah wanita itu. Tapi tidak ada ketakutan sedikitpun di wajahnya. "Turunkan!" tegas Om
"Sekarang hanya tersisa satu orang yang belum mengeluarkan idenya. Saya persilahkan kepada Mrs. Olivia untuk menjelaskan rencana apa yang ada di otak jenius milik anda!" ucap Om Kevin tanpa memudarkan senyumannya. Semua orang yag ada di ruangan itu menatap pemimpin mereka dengan ekspresi heran dan bingung. Aku berjalan sambil membawa Tab yang tadi sudah ku otak-atik menuju LED Proyektor yang masih menyala. Kusambungkan kabel yang ada di alat itu ke Tab yang tadi kubawa. sebuah gambar pesta bertema Disney muncul dan menarik perhatian semua orang yang ada diruangan itu. "Tanpa bertele-tele,saya akan langung mejelaskan apa yang akan menjadi rencana saya. Seperti yang kalian lihat! Ini adalah gambar pesta bertema Disney yang selalu dirayakan setahun sekali di Kerajaan Inggris," jelasku pada mereka, aku terus menampilkan info-info yang tadi kucari. "Tapi, jika dilihat dari berita yang rilis dua minggu yang lalu. Perayaan akan dilaksanakan bulan depan dengan tema y
Setelah rapat berjalan dengan lancar, Om Kevin, Kak Gehna, dan aku pergi ke Restoran yang ada di seberang gedung untuk mengisi perut kami yang mulai bernyanyi. Begitu berat langkahku untuk meninggalkan gedung mewah ini. "Kenapa?" tanya Om Kevin datar. "Tidak apa-apa,Om! hanya saja Oliv begitu menyukai tempat ini," ucapku sambil menggandeng tangan. Ia menatapnya sebentar lalu kembali berjalan. Kakiku yang pendek membuatku kesulitan mengikuti langkah kaki pria tinggi ini. "Tidak adiknya! Tidak kakaknya! Sama saja, mereka tidak akan pernah mengerti betapa pendeknya kakiku!" gumamku pelan. Tapi hal itu kedengaran oleh Om Kevin. Sehingga Ia membungkukkan badannya dan memintaku naik ke punggungnya. "Naik!" perintahnya padaku dengan tegas. "Tidak perlu, kakiku masih bisa berjalan." Aku terus berjalan tanpa mempedulikan perintahnya. "Ayo! Ini perintah!" tegasnya sekali lagi. "Ish, aku bukan anak kecil!" Dengan terpaksa aku menaiki punggungnya dan berpegangan erat pada batang lehernya
Sebuah suara membangunkan mimpi yang sedang berlayar. Alarm di atas nakas itu sangat mengganggu waktu tidurku yang singkat. "Nyonya Olivia!" panggil seseorang dari balik pintu kamar tidurku. "Iya, siapa?" tanyaku pada suara tersebut. "Ini saya, Helly! Apakan Nyonya membutuhkan sesuatu? Atau mau saya bawakan makanan?" sambil bertanya balik kepadaku. Aku Berpikir Mendekatkan sebelum meminta sesuatu kepadanya. "Tolong bawakan air lemon yang ditambah dengan sedikit madu dan gula. Dan juga bawakan dua roti bakar yang diberi selai nanas dan coklat di tengahnya" pintaku kepada kepala ART itu. "Siap, Bu Mohon ditunggu!" sambil melangkahkan kaki pergi dari kamarku. Aku menunggu sambil memainkan ponselku dengan bermain game yang sering direkomendasikan adikku. Beberapa menit kemudian, aku melihat gagang pintu bergerak tanpa ada seseorang yang memanggilku. "Helly! Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" teriakku kesal. "Kamu mau marah sama aku?" tanya seseorang dengan suara yang familiar memasuk
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Akhirnya kami berdua tiba di tujuan terakhir, yaitu Pasar Malam terbesar di Pusat Kota New York. Aku sebenarnya sudah cukup lelah karena jalan-jalan seharian. Tapi karena langkanya moment hari ini yang bisa membuatku melihat tawa Om Kevin. Aku menyingkirkan rasa lelahku agar tetap bisa membuat manusia salju ini mencair. "Ayo!" ucapnya sambil menarik tanganku. "Kita bagaikan Ayah dan Anak ya, Om!" kataku sambil terkekeh. Meski tinggi badanku dan Om Kevin tidak terlalu jauh, tapi jika dilihat oleh orang lain, kami seperti sepasang Ayah dan Anak. "Anggap saja begitu," sahutnya sambil terus memegang tanganku dengan erat agar tidak hilang di tengah kerumunan yang sedang ramai. Kami mampir kesemua penjual dan mencoba semua makanan yang ada di sana. Terdapat berbagai macam makanan di tempat itu, dari Korean food, Japanese food, Indonesian food, dan masih banyak lagi. "Dari tadi makan-makanan pedas terus, besok kita cek ke rumah sakit! Kala
Aku terbangun dengan sebuah kehangatan. Pelukan dari orang yang sama belum terlepas sejak kemaren malam. Kulepas pelan-pelan tangannya yang memelukku, lalu aku pergi ke balkon untuk menyegarkan otakku. "Pagi yang mendung mewakili hatiku yang remuk," gumamku sambil menikmati pendangan kota New York dari balkon di lantai 20. Di balkon itu sudah terdapat tempat penyeduhan kopi panas dan beberapa camilan. Tujuannya untuk mempermudahkan tamunya agar tidak perlu lagi berjalan ke dapur hanya untuk membuat kopi atau teh. "Aku merindukan Julius dan Angelina!" ucapku sambil menyantap beberapa camilan sambil duduk di kursi yang sudah disediakan. Tiba-tiba sebuah panggilan video terlihat di layar ponselku. Panggilan itu adalah dari mereka berdua yang baru saja aku rindukan. Setelah menarik nafas panjang karena senang, aku langsung mengangkat panggilan video itu. "Hai!" sapaku terlebih dahulu sebelum mereka menyapa. "Oh, Hai Oliv!" sapa mereka bali
Hari ini tepat lima hari Om Kevin meninggalkan aku bersama dua orang yang semakin hari semakin menyebalkan. Udara pagi New York yang sangat dingin membuatku enggan untuk keluar kamar dan menemui kedua sahabatku. Tapi entah kenapa satu malam ini perasaanku benar-benar tak karuan. Penyebabnya bukan hanya aku rindu Om Kevin, tapi ada hal lain juga yang mengganjal hatiku.*Ting Tong* bell berbunyi, aku yang mendengar bell di tekan hanya diam dan tidak peduli tentang siapa yang menekan tombol tersebut. Aku ingat pesan Om Kevin, tentang jangan membukakan pintu untuk siapapun kecuali untuk dirinya."Oliv! apa kamu memesan makanan Online?" tanya Angel dari balik pintu kamar."Aku tidak memesan makanan apapun, Angel! Stok makanan kita saja masih banyak di dalam kulkas, mana mungkin aku begitu boros untuk memesan makanan Online," jawabku yang berjalan ke arah pintu kamar dan membukakannya untuk Angel.Aku dan angel yang sibuk bertanya-tanya siapa yang memesan makanan Online sama-sama melirik ke
*POV Kevin Pranata Agraha*Empat hari setelah pergi meninggalkan Oliv. Pagi itu bertepatan di kediaman Kevin, sebuah keributan besar terjadi di rumah itu."Tak akan kubiarkan hak asuh Jessi jatuh ke tanganmu!" teriak seorang Pria yang terkenal dengan sifat dinginnya. Ia memeluk erat anak perempuan semata wayangnya itu."Aku mohon, Kevin! Tolong berikan hak asuk Jessi padaku. Aku berjanji padamu akan merawat Jessi dengan sebaik mungkin," ucap wanita yang sudah tidak punya urat malu itu."Plak." Satu pukulan melayang ke pipi yang sudah mengkhianati laki-laki itu."Sadar dengan ucapan mu Grace! Atas dengan alasan apa aku harus memberikan hak asuh Jessi kepadamu? Selama lima tahun aku merawat Jessi sendirian tanpa ada sedikitpun kontribusi dari Ibunya! Sekarang, kamu datang dengan muka busukmu itu untuk meminta hak asuk Jessi? Dimana rasa malumu Grace?" cercah Kevin habis-habisan menghantam Grace dengan kata-kata tajamnya."Aku mohon padamu Kevin, berikan aku satu kali kesempatan untuk mer
"Prankkk!" sebuah barang jatuh dari dapur. "Juliuss!" teriak Angelina bersamaan dengan barang jatuh itu. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dua orang tamu yang baru datang tadi malam sedang membuat keributan di dapur. Aku yang masih menikmati waktu tidurku ikut terganggu mendengar keributan itu. "Mereka kenapa sih?" tanyaku sambil berusaha membuka mata yang kini terasa berat. Setelah mengumpulkan nyawa, aku berjalan ke arah cermin untuk melihat wajahku terutama di area mata. "Benar-benar sembab, apa mereka melihatnya?" gumamku dengan perasaan takut. Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan merelaksasikan tubuhku yang mulai kelelahan. Selesai mandi aku memakai beberapa rangkaian perawatan kulit untuk menutrisi kulit dan juga mengurangi sembab yang ada di mataku. Kamar hotel yang aku tempati lumayan luas, aku tinggal di lantai 20 yang bertema VVIP yang hanya berisi enam kamar. Satu kamar sudah memiliki fasilitas lengkap, seperti ruang tamu dengan kursi yang bisa
Setelah di tinggal oleh Om Kevin, aku menghabiskan kesendirianku hanya dengan main game, menonton film, makan-makan dan masih banyak lagi. "Sekarang apa yang harus aku lakukan?" Bertanya pada diriku sendiri. Aku kembali duduk di balkon sambil menikmati angin dan matahari sore. Pemandangan yang indah jika dinikmati bersama orang yang menyayangimu. "Sekarang aku benar-benar kesepian," ucapku dengan kembali membuka game buatan Stella. Sebelum login game, seseorang tanpa nama mengirim pesan private kepadaku. "Aku akan balas dendam padamu!" "Tak akan kubiarkan kamu hidup tenang!" "Kamu akan mati di tanganku!" Tulisnya dalam pesan terkunci itu. Aku yang lebih mementingkan kesepianku hanya tersenyum tipis melihat pesan itu. "Mau aku mati di tanganmu atau di tangan orang lain, siapa yang akan peduli tentang kematianku!" gumamku dalam hati sambil meneruskan permainan yang sejak tadi menunggu dimainkan. ***Dua hari kemudian*** *Ting, ting, ting* bel pintu terus berbunyi. Aku yang s
Aku terbangun dengan sebuah kehangatan. Pelukan dari orang yang sama belum terlepas sejak kemaren malam. Kulepas pelan-pelan tangannya yang memelukku, lalu aku pergi ke balkon untuk menyegarkan otakku. "Pagi yang mendung mewakili hatiku yang remuk," gumamku sambil menikmati pendangan kota New York dari balkon di lantai 20. Di balkon itu sudah terdapat tempat penyeduhan kopi panas dan beberapa camilan. Tujuannya untuk mempermudahkan tamunya agar tidak perlu lagi berjalan ke dapur hanya untuk membuat kopi atau teh. "Aku merindukan Julius dan Angelina!" ucapku sambil menyantap beberapa camilan sambil duduk di kursi yang sudah disediakan. Tiba-tiba sebuah panggilan video terlihat di layar ponselku. Panggilan itu adalah dari mereka berdua yang baru saja aku rindukan. Setelah menarik nafas panjang karena senang, aku langsung mengangkat panggilan video itu. "Hai!" sapaku terlebih dahulu sebelum mereka menyapa. "Oh, Hai Oliv!" sapa mereka bali
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Akhirnya kami berdua tiba di tujuan terakhir, yaitu Pasar Malam terbesar di Pusat Kota New York. Aku sebenarnya sudah cukup lelah karena jalan-jalan seharian. Tapi karena langkanya moment hari ini yang bisa membuatku melihat tawa Om Kevin. Aku menyingkirkan rasa lelahku agar tetap bisa membuat manusia salju ini mencair. "Ayo!" ucapnya sambil menarik tanganku. "Kita bagaikan Ayah dan Anak ya, Om!" kataku sambil terkekeh. Meski tinggi badanku dan Om Kevin tidak terlalu jauh, tapi jika dilihat oleh orang lain, kami seperti sepasang Ayah dan Anak. "Anggap saja begitu," sahutnya sambil terus memegang tanganku dengan erat agar tidak hilang di tengah kerumunan yang sedang ramai. Kami mampir kesemua penjual dan mencoba semua makanan yang ada di sana. Terdapat berbagai macam makanan di tempat itu, dari Korean food, Japanese food, Indonesian food, dan masih banyak lagi. "Dari tadi makan-makanan pedas terus, besok kita cek ke rumah sakit! Kala
Sebuah suara membangunkan mimpi yang sedang berlayar. Alarm di atas nakas itu sangat mengganggu waktu tidurku yang singkat. "Nyonya Olivia!" panggil seseorang dari balik pintu kamar tidurku. "Iya, siapa?" tanyaku pada suara tersebut. "Ini saya, Helly! Apakan Nyonya membutuhkan sesuatu? Atau mau saya bawakan makanan?" sambil bertanya balik kepadaku. Aku Berpikir Mendekatkan sebelum meminta sesuatu kepadanya. "Tolong bawakan air lemon yang ditambah dengan sedikit madu dan gula. Dan juga bawakan dua roti bakar yang diberi selai nanas dan coklat di tengahnya" pintaku kepada kepala ART itu. "Siap, Bu Mohon ditunggu!" sambil melangkahkan kaki pergi dari kamarku. Aku menunggu sambil memainkan ponselku dengan bermain game yang sering direkomendasikan adikku. Beberapa menit kemudian, aku melihat gagang pintu bergerak tanpa ada seseorang yang memanggilku. "Helly! Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" teriakku kesal. "Kamu mau marah sama aku?" tanya seseorang dengan suara yang familiar memasuk
Setelah rapat berjalan dengan lancar, Om Kevin, Kak Gehna, dan aku pergi ke Restoran yang ada di seberang gedung untuk mengisi perut kami yang mulai bernyanyi. Begitu berat langkahku untuk meninggalkan gedung mewah ini. "Kenapa?" tanya Om Kevin datar. "Tidak apa-apa,Om! hanya saja Oliv begitu menyukai tempat ini," ucapku sambil menggandeng tangan. Ia menatapnya sebentar lalu kembali berjalan. Kakiku yang pendek membuatku kesulitan mengikuti langkah kaki pria tinggi ini. "Tidak adiknya! Tidak kakaknya! Sama saja, mereka tidak akan pernah mengerti betapa pendeknya kakiku!" gumamku pelan. Tapi hal itu kedengaran oleh Om Kevin. Sehingga Ia membungkukkan badannya dan memintaku naik ke punggungnya. "Naik!" perintahnya padaku dengan tegas. "Tidak perlu, kakiku masih bisa berjalan." Aku terus berjalan tanpa mempedulikan perintahnya. "Ayo! Ini perintah!" tegasnya sekali lagi. "Ish, aku bukan anak kecil!" Dengan terpaksa aku menaiki punggungnya dan berpegangan erat pada batang lehernya
"Sekarang hanya tersisa satu orang yang belum mengeluarkan idenya. Saya persilahkan kepada Mrs. Olivia untuk menjelaskan rencana apa yang ada di otak jenius milik anda!" ucap Om Kevin tanpa memudarkan senyumannya. Semua orang yag ada di ruangan itu menatap pemimpin mereka dengan ekspresi heran dan bingung. Aku berjalan sambil membawa Tab yang tadi sudah ku otak-atik menuju LED Proyektor yang masih menyala. Kusambungkan kabel yang ada di alat itu ke Tab yang tadi kubawa. sebuah gambar pesta bertema Disney muncul dan menarik perhatian semua orang yang ada diruangan itu. "Tanpa bertele-tele,saya akan langung mejelaskan apa yang akan menjadi rencana saya. Seperti yang kalian lihat! Ini adalah gambar pesta bertema Disney yang selalu dirayakan setahun sekali di Kerajaan Inggris," jelasku pada mereka, aku terus menampilkan info-info yang tadi kucari. "Tapi, jika dilihat dari berita yang rilis dua minggu yang lalu. Perayaan akan dilaksanakan bulan depan dengan tema y