“Kalau makan ice cream jangan celemotan gitu dong, Liz” Ucap Bryan sambil mengelap bekas ice cream yang sampai di pipi Lizzi. “Kayak anak kecil tau.” Bryan tertawa geli.
“Sengaja biar kamu lap.” Canda Lizzi yang lalu memalingkan wajahnya ke pemandangan di bawah mereka.
Bryan terkekeh.
Lizzi adalah kekasih Bryan. Belum lama juga, baru dua bulan sejak Lizzi berpacaran dengan most wanted boy di kampusnya itu. Entah apa yang membuat cowok sempurna seperti Bryan menyukai gadis sepertinya. Apalagi mantan Bryan yang sebelumnya, Kanza, memiliki paras yang cantiknya luar biasa. Yang sudah seperti aktris drama korea. Terkadang hal itu membuat Lizzi minder.
Karena tidak ada jadwal kuliah, hari ini Lizzi dan Bryan pergi ke wahana bermain. Matahari mulai terbenam, kini mereka tepat berada di posisi paling atas sebuah wahana bianglala. Wah, rasanya sangat indah berada di posisi paling tinggi saat matahari terbenam. Wahana itu berhenti sejenak. Membuat Lizzi memandang takjub pemandangan dari atas sana.
Berbeda dengan Lizzi, Bryan justru sedang takjub dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Ia takjub pada Lizzi yang memasang ekspresi takjub dengan mata yang berbinar. Entah kenapa itu sangat mendebarkan bagi Bryan. Tanpa ia sadari, senyumannya mengembang. Detik berikutnya ia menangkup kedua pipi Lizzi. Memaksa gadis itu untuk Hanya menatapnya.
“Seindah itu sunset nya? Sampai aku kalah?” tanya Bryan berbisik.
Sekarang tatapan Lizzi hanya terpaku pada lelaki di hadapannya. Dari jaraknya sedekat itu, Bryan bisa melihat dengan jelas bagaimana perubahan rona wajah Lizzi. Pipinya merona. Dalam detik yang mendebarkan bagi keduanya itu, Bryan mendekatkan wajahnya. Bryan dapat dengan jelas mencium aroma vanilla menguar. Aroma gadis itu yang ia inginkan selalu berada di dekatnya.
Bryan mencium Lizzi dengan sangat lembut. Tanpa melepaskan ciumannya, tangan Bryan beralih pada ikat rambut Lizzi lalu menariknya. Membuat rambut indah itu tergerai cantik. Lalu menaruh tangan Lizzi di bahu lebarnya. Lizzi yang terbawa suasana, mengeratkan pelukannya pada leher Bryan.
Bryan menjauhkan wajahnya. Menatap lekat kedua mata gadis itu. Dengan lembayung senja yang menjadi saksi. “Luv you.” Bisik Bryan yang terdengar sangat jelas di telinga Lizzi.
Lizzi tersenyum tulus. “Luv you too.”
Bryan tersenyum. Tangannya menyingkirkan anak rambut Lizzi yang jatuh di depan matanya.
Setelah itu, bianglala kembali bergerak. Perlahan membawa mereka turun.
****
“Permisi, Pak Reyhan” Alexa masuk ke ruangan Presdir. Ia langsung menghampiri meja Han.
Han langsung mengalihkan pandangannya dari semua berkas-berkas yang menumpuk di mejanya. “Ada apa?” Tanya Han.
“Ini sudah hampir pukul 9 malam. Bapak belum pulang?”
Han segera menengok ke jam dinding di ruangannya dan benar. Sudah hampir pukul 9 malam. “Ohh!” Ia menyentuh keningnya. Mempelajari segala macam kontrak membuatnya lupa waktu.
Alexa tertawa kecil. “Pak Reyhan, ini bahkan hari pertama Pak Reyhan bekerja di sini tapi Bapak sudah bekerja sekeras itu.” Ucapnya saat melirik sekilas pada berkas-berkas yang menumpuk di meja.
Han balas terkekeh. “Saya harus mempelajari kontrak-kontrak ini secepatnya.”
“Padahal Pak Reyhan bisa meminta bantuan saya untuk menjelaskan semuanya.” Ucap Alexa dengan nada akrab dan ramah.
Memang sudah harusnya seperti itu, kan? Ia sekretarisnya. Ia harus mengakrabkan diri dengan atasannya. Alexa, gadis cantik berambut panjang berwarna blonde itu tidak pernah mengira jika presdir barunya akan setampan dan semuda itu.
Han hanya membalas dengan tersenyum.
“Pak Reyhan sudah makan malam?” tanya Alexa.
“Belum.” Sungguh ini sudah lewat dari jam makan malam.
“Kalau begitu, mau saya temani makan? Kebetulan saya juga belum makan.” Tawar Alexa. “Saya tahu di mana restoran yang enak di sekitar sini.” Tambah Alexa buru-buru.
Han bergumam. “Boleh. Tapi apa tidak apa-apa? Ini sudah malam, mungkin kamu ingin pulang duluan.”
“Tidak apa-apa lagi pula saya juga belum makan.”
Han mengangguk. “Oke kalau gitu.”
Akhirnya mereka pun pergi menggunakan mobil milik Han. Alexa mengajaknya bosnya untuk makan di salah satu restoran favoritnya di daerah Menteng. Restoran yang sangat nyaman untuk dijadikan tempat hangout di jam berapa pun. Alexa sering menghabiskan waktu di sini sambil mengerjakan pekerjaan kantornya, tentu saja saat di luar jam kerja. Biasanya Chandra juga sering menemaninya ke sini.
Alexa dan Han mengobrol tentang banyak hal. Mulai dari Han yang baru lulus kuliah, sampai bagaimana cara ia mendapatkan posisi presdir ini. Alexa juga menceritakan tentang dirinya yang sudah tiga tahun bekerja di perusahaan Gray Corp. Tidak lupa ia juga menceritakan beberapa gosip kantor kepada Han. Sampai akhirnya makanan yang mereka pesan itu datang.
Han memulai mencicipi menu yang menurut rekomendasi Alexa adalah yang terbaik. Sampai-sampai Alexa bertaruh jika menu itu tidak enak, ia akan mentraktir bosnya selama seminggu. Alexa mengamati Han yang sedang menikmati hidangannya.
“Waahh…makanan ini beneran enak!” Ucap Han dengan tatapan kagumnya.
Alexa tersenyum puas. “Iya dong! Nggak salah kan rekomendasi saya.” Balas Alexa dengan bangga.
Han mengangguk. Lalu mengacungkan jempolnya di depan wajah Alexa. “Manteup”
Alexa tertawa.
“Oh iya, kamu tinggal di mana? Biar saya anter nanti.” Tawar Han.
Alexa melambai-lambaikan tangannya. “Nggak perlu, Pak. Biar saya naik taksi aja.”
“Nggak usah nolak. Ini sebagai imbalan udah ngajak saya makan di sini, oke?” Han meminta persetujuan.
Alexa mengangguk malu-malu. “Yaudah, makasih sebelumnya, Pak.”
“Hmm.. kalo lagi nggak di kantor, lo panggil gue Han aja gimana?” Tanya Han. “Santai aja.”
“Eh?” Alexa melambaikan tangan. “Jangan, saya nggak enak.”
“Nggak apa-apa santai aja.” Pinta Han.
Alexa mengangkat kedua alisnya. “Oke kalau gitu.” Alexa setuju. “Han! Bener ya berarti anterin gue sampai ke rumah! Awas aja tiba-tiba diturunin di jalan.” Ucapnya dengan mata menyipit sambil menunjuk Han.
Han tergelak.
Gadis itu sangat ekspresif. Han menyukainya. Ia tipe cewek yang akan mudah akrab dengan siapa pun dan lingkungan bagaimana pun. Tidak ada yang menyangka bahwa mereka akan seakrab ini hanya dalam waktu beberapa menit. Dan jangan lupa! Mereka baru bertemu hari ini di kantor tadi pagi. Tapi entah kenapa rasanya bukan seperti berbincang dengan teman baru.
Alexa Jasmine, ia orang yang menyenangkan. Sampai rasanya tidak akan pernah kehilangan topik pembicaraan jika bersamanya.
*****
Amanda berjalan menghampiri jendela rumahnya saat mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. Ia membukakan sedikit tirai jendela itu. Ternyata anaknya, Alexa. Namun detik berikutnya ia dikejutkan saat melihat siapa lelaki yang mengantar anaknya itu.
Ia mengerutkan keningnya. “Reyhan?” Gumamnya. “Sejak kapan dia pulang ke Jakarta?”
Tidak lama kemudian pintu terbuka. Alexa datang menghampirinya.
“Mah, belum tidur?” Tanya gadis itu.
“Kamu pulang sama siapa?” Tanya Amanda untuk memastikan.
“Ahh.. itu bos baru aku. Pak Reyhan. Kenapa Mah?”
Amanda terdiam sejenak. Dugaannya benar, itu Reyhan Ervin yang ia temui lima tahun lalu. Seketika firasatnya tidak enak. Apa lelaki itu masih ingin mencari tahu sesuatu darinya? Sampai-sampai ia mendekati anaknya?
“Mah?” Alexa bingung melihat ibunya yang tiba-tiba melamun. “Kenapa?” Tanya Alexa.
Wanita itu langsung tersadar. “Nggak apa-apa. Mamah ngantuk, mamah tidur duluan ya.” Ia langsung beranjak pergi meninggalkan Alexa.
Alexa mengerutkan keningnya.
****
Mercedes-Benz itu melesat kencang di jalan raya. Menembus ramainya lalu lintas malam hari. Bryan di belakang kemudi dengan casual outfit-nya, seperti biasa, sangat tampan. Bahkan jika ada sebuah kata yang lebih bagus dari tampan untuk mendeskripsikan seorang Bryan Gray, kata itu akan cocok untuknya.Tiba-tiba di dekat lampu merah, hampir saja mobil mewah itu menabrak mobil di depannya jika saja Bryan telat menginjak rem.“BRYAN!! Udah aku bilang jangan ngebut-ngebut!!!!” Teriak Lizzi di sebelahnya yang lalu menghela napas lega karena untungnya mereka selamat.“Maaf maaf kita udah telat, Liz.” Sahut Bryan.“Ya tapi nggak gitu juga, bahaya loh.” Lizzi memarahi Bryan. “Lagian ini masih jam 7 kurang.”“Iya maaf, Sayang.. nih, aku nggak ngebut lagi. Oke? Maaf ya..” Bryan menenangkan.“Btw, kamu cantik banget hari ini.” Ucap Bryan tiba-tiba mengalihkan pembic
“Akkkkk” Teriak Han dalam tidurnya.Mimpi itu kembali lagi setelah sekian lama. Sangat menyesakkan. Kejadian tragis yang benar-benar terjadi di depan mata kepala Han sendiri. Suara klakson mobil berdengung di kepalanya. Kenangan masa lalu yang menyakitkan itu terkilas balik. Kenangan tentang seorang wanita yang tersenyum kepadanya sebelum akhirnya tubuh wanita itu terpelanting karena kencangnya sebuah mobil sedan yang melaju ke arahnya. Ya, itu ibunya. Tidak butuh waktu lama sampai darah menggenang di atas aspal itu. Dan entah kenapa bau darahnya seperti tercium kembali.Di mimpi itu, ia berdiri di trotoar melihat kejadian itu. Lututnya seketika lemas. Tubuhnya terjatuh di pinggir jalan. Detik berikutnya beberapa orang mendekat untuk melihat kecelakaan tersebut. Setelah itu semuanya gelap. Hal yang dia ingat jelas adalah seseorang yang turun dari kursi penumpang mobil sedan tersebut. Itu adalah seseorang yang ia kenal.“Hahhhh” Han terban
“Kanza, selamat ya! Jadi mapres nomor 1 nih.” Ucap Lizzi dengan tulus. “Bryan aja sampai kalah.” Kanza tersenyum malu-malu. “Pertama kalinya nih. Semester kemarin Bryan yang jadi mahasiswa berprestasi.” Ucap Kanza merendah. “Tetap aja.. Kanza, Jjang!!” Lizzi mengangkat kedua jempolnya. Lizzi dan Kanza berteman. Iya dong. Walaupun Kanza adalah mantan Bryan dan Lizzi sekarang pacar Bryan, mereka sudah berteman sejak lama karena memiliki hobi yang sama yaitu dance. Lizzi dan Kanza sekarang berada di tim yang sama untuk project mereka yang baru. Mereka akan tampil di acara Dies Natalis kampus mereka yang akan diselenggarakan bulan depan. “Makasih..” Kanza tersenyum manis. “Ya udah yuk sekarang kita mulai latihan, tuh anak yang lain juga udah pada kumpul.” Kanza menunjuk beberapa orang teman mereka yang sedang duduk di depan kaca besar studio latihan itu. Ini hari pertama mereka mulai latihan untuk project
DU-DU-DU-TANG-TANG-TANG-TANG!!!“Lizzi!!! Itu apaan sih berisik banget?” Teriak Mama Ari yang sedang maskeran di ruang tengah.Lizzi yang sedang menikmati sarapannya di meja makan buru-buru mengambil handphone-nya yang berada di meja ruang tengah.Iya, yang tadi itu ringtone handphone-nya Lizzi.“Padahal kan hpnya deket Mama, hufft.” Ucap Lizzi sambil cemberut.“Kamu liat dong, ini mamah lagi maskeran.” Ucap Mama nya.Sebelum mengangkat teleponnya, Lizzi melirik sekilas Mama nya yang sedang berusaha mempertahankan masker wajahnya itu agar tidak retak.“Halo, Pah?” Ucap Lizzi di telepon.“Lizzi, kamu ada jadwal kuliah hari ini?” “Ada, Pah. Tapi siang.”“Nah, kamu bisa anterin dokumen papa dulu nggak sebelum pergi ke kampus? Ada dokumen yang ketinggalan nih.. yah? Yah?”Hmm.. Papa
Lizzi menatap bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya. Gray Corp? Bukankah ini perusahaan Ayahnya Bryan? Pikirnya. Ia datang ke perusahaan itu untuk mengantarkan berkas-berkas yang ayahnya butuhkan untuk meeting. Ia melangkah masuk menuju lobby sambil mengecek kembali lokasi yang dikirimkan Papahnya. Dan benar di gedung ini.Sesampainya di lobby, ia menelpon ayahnya yang telah mengutusnya ke sini.“Halo, Pah? Aku udah di Gray Corp. Papah di mana?”“Papah di lantai 20 ruang meeting C, nanti dari lift kamu terus ke kanan. Papah tunggu di luar ruangan.”“Oke aku ke sana.” Lizzi berjalan sesuai petunjuk pria itu.Ia menaiki lift ke lantai 41. Setelah sampai di lantai tersebut, ia belok kanan. Ia melihat Papa nya dengan setelan berwarna biru gelap sedang menunggu dekat pintu.“Pah!” Panggil Lizzi sambil melambaikan map hijau itu ke atas.Papanya tersen
Alexa sedang bergegas untuk berangkat ke kantor namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat mendengar handphone ibunya berdering. Sementara itu, ibunya sedang pergi ke toserba. Alexa memutuskan untuk mengangkat telepon tersebut, barang kali ada hal penting. “Hallo-” Sapaan Alexa langsung dipotong begitu saja oleh si penelepon. “Edwin bunuh diri di penjara, semua ini terjadi karena anak itu ingin mengorek kejadian masa lalu. Lima tahun lalu saya suruh kamu buat meyakinkan anak itu bahwa kecelakaan itu tidak disengaja, apa yang kamu lakukan, hah!?” Alexa mengerutkan keningnya. Tidak paham dengan apa yang orang tersebut bicarakan. “Maaf, ini dengan siapa ya?” tanya Alexa. Namun setelah beberapa detik tidak terdengar suara, lalu sambungan telepon itu terputus. Alexa dibuat bingung. Tidak lama kemudian terdengar suara gerbang yang terbuka. Ternyata ibunya telah datang. “Barusan ada telepon.” Kata Alexa setelah ibunya memasuki rumah me
Range rover itu melesat cepat di jalanan. Han mengejar mobil berwarna putih di depannya mengikuti lokasi nomor telepon yang dilacak oleh Chandra. Ciiittttt. Ban berdecit saat Han yang sedang memacu mobilnya dengan kencang tiba-tiba menepi untuk memblokir jalan mobil berwarna putih itu. Han segera turun dari mobilnya. Sementara Chandra hanya mengamati dari dalam mobil. Tok..tok..tok.. Han mengetuk kaca jendela mobil putih itu dengan kasar. Wanita itu dengan elegannya membuka pintu dan turun dari mobilnya. Matanya menyipit menelisik lelaki di hadapannya. Hingga beberapa detik kemudian matanya membola. “Reyhan?” tanya wanita itu sedikit terkejut. Han berdecak. Ia heran dengan reaksi wanita itu yang seperti baru pertama kali melihatnya setelah sekian lama tidak bertemu. Padahal Han yakin wanita itulah yang mengawasinya akhir-akhir ini dan berusaha menyingkirkan barang bukti. “Apa yang Anda lakukan pada Edwin?” Tanya Han t
Setelah kunjungan Calvin yang mendadak tadi sore. Untungnya rencana Han dan Alexa malam ini tidak batal. Han dan Alexa memutuskan untuk pergi ke bioskop untuk sekedar melepas penat setelah seminggu ini bekerja. Lagi pula besok weekend. Mereka pergi menggunakan Range Rover milik Han. Dalam perjalanan, seperti biasa, Alexa tak pernah berhenti berceloteh. “Han, Lizzi itu siapa?” Tanya Alexa yang seketika membuat lelaki yang berada di depan kemudi itu menoleh ke arahnya. “Kenapa emangnya?” Tanya Han. “Kepo banget sih.” Lelaki itu mendelik. Alexa menunjukkan senyuman anehnya pada Han. Han yang melihatnya langsung mengerutkan keningnya. “Itu loh.. cewek yang beberapa hari lalu nabrak lo pas mau meeting.” “Apaan sih.. bukan siapa-siapa.” Jawab Han seadanya. Perhatiannya kembali fokus pada jalan raya di depannya. Alexa menyipitkan matanya pada Han. Ia tidak percaya dengan jawaban Han. “Bukan siapa-siapa tapi
“Proses produksi kita sudah 70%, kita nggak mungkin menghentikan proses produksi dengan konsekuensi kerugian yang besar.” Pagi hari di ruang meeting Gray Corp sudah dipenuhi dengan berbagai perdebatan.“Tapi jika kita melanjutkan produksi, merek kita akan di tuding melakukan plagiarisme. Design produk kita 100% mirip dengan produk yang baru dirilis perusahaan itu. Kecuali jika kita menyelidiki siapa yang telah membocorkan ide design kita dan membuktikan bahwa ide kita di curi.”“Kita bisa beralibi bahwa model produk kita mengikuti trend furnitur sekarang. Wajar jika ada kemiripan.”Han mengerutkan keningnya. Tangannya bertumpu pada lengan kursi yang sudah ia duduki selama lebih dari satu jam. Sedari tadi ia mendengarkan perdebatan dari divisi produksi di ruang rapat tersebut.“Kita tidak mengikuti trend, kita menciptakan trend.” Han bersuara yang membuat
Lizzi dan Bryan sudah berada dalam mobil Bryan dalam perjalanan menuju rumah Lizzi. Melihat Bryan yang hanya diam saja dari tadi, Lizzi jadi merasa tidak nyaman. Ia segera membuka suara.“Kamu marah?” tanya Lizzi.Namun yang ditanya tetap bergeming. Tetap fokus pada kemudi.Lizzi menyentuh lengan Bryan. “Bry..”Seketika Bryan menoleh. “Eh, kenapa?”Lizzi mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Bryan tidak mendengar ucapannya. “Kamu marah sama aku? Gara-gara di Poliklinik tadi?”“Oh itu...” Kata Bryan.“Kamu jangan salah paham, tadi aku hampir jatuh dan Kai buru-buru megangin aku.” Ucap Lizzi yang takut kekasihnya itu salah paham.Bryan menoleh sebentar pada Lizzi. Ia mengusap-usap kepala Lizzi. “Iya aku paham.” Ucapnya sembari tersenyum. “Lain kali kalo dance hati-hati. Aku nggak mau kamu cidera, luka, atau apapun itu.” Tambah
“Wah.. wah.. ada yang nonton nggak ngajak-ngajak nih.” Ucap Chandra saat ia bertemu dengan Han di tempat gym apartemen mereka. Han yang sedang berlari di treadmill sedikit terkejut melihat Chandra yang tiba-tiba datang entah dari mana. “Tau dari mana lo?” Tanya Han. “Dari snapgram nya Alexa lah..” Ucap Chandra. Han tertawa kecil. “Ini nih yang namanya pecekor.” Chandra sambil menunjuk-nunjuk Han. Han mengerutkan keningnya. “Apaan tuh?” “Perebut Cewek Orang. Masa nonton berdua doang, hufttt.” Entah datang dari mana keberanian Chandra untuk menuduh bosnya sendiri seperti itu. “Dihh.. ngarang banget nih orang.” Balas Han tanpa menghentikan treadmill-nya. “Bos mau jadi orang ketiga di Chanxa?” Ucap Chandra semakin ngawur. Han mengerlingkan matanya. Ia benar-benar heran mengapa di perusahaannya bisa ada pegawai sekurang ajar ini. “Heh Chanxa itu nggak pernah ada, ya! Alexa yang bilang. Jang
“Aku berterima kasih pada takdir, sekaligus marah padanya.” ***** Flashback On Awan hitam mulai menutupi langit Jakarta sore itu. Mungkin hujan akan segera turun sebentar lagi. Han sedang duduk di dekat gerbang sekolah elit, menunggu seseorang yang tak kunjung ia temukan sejak tadi, Lizzi. Sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu dengan gadis itu karena ia sibuk dengan beberapa urusan setelah ibunya yang meninggal karena kecelakaan beberapa hari lalu. Selain itu, ia juga pindah ke rumah baru untuk bekerja sebagai tutor sebaya di rumah keluarga Gray dan tinggal di sana. Nomor hp Lizzi pun tidak aktif. Karena itu ia berinisiatif untuk menemui gadis itu di sekolahnya. Akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya pada satpam yang berada di sana. “Pak, kelas 9-2 bubar jam berapa ya?” “Kelas 9 udah pada pulang jam 3 sore tadi.” H
Alexa menoleh pada Han yang sedang fokus di depan kemudinya. Han bersikeras untuk mengantar Alexa pulang setelah mereka selesai menonton bioskop meskipun awalnya Alexa menolak.“Lo nggak suka filmnya?” Alexa menyadari saat di bioskop tadi Han tidak benar-benar menaruh perhatiannya pada film itu. Ia hanya sibuk memerhatikan Lizzi yang duduk di sebelah kiri lelaki itu.Han tersenyum lembut. “Suka kok. Seru banget.”Alexa menatap ragu pada Han. Ia terus memandangi lelaki itu dari sudut matanya.Sementara itu, di dalam benak Han, ia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang terjadi di bioskop tadi.Flashback OnBryan memberi ciuman singkat pada bibir Lizzi.“Bryan!” protesnya tidak terima. Tolonglah film ini tengah berada di konfliknya.Bryan mendekatkan kembali wajahnya pada Lizzi. Lelaki itu terus mengikis jaraknya dengan Lizzi. Namun tiba-tiba Han menahan bahu Bryan.
Setelah kunjungan Calvin yang mendadak tadi sore. Untungnya rencana Han dan Alexa malam ini tidak batal. Han dan Alexa memutuskan untuk pergi ke bioskop untuk sekedar melepas penat setelah seminggu ini bekerja. Lagi pula besok weekend. Mereka pergi menggunakan Range Rover milik Han. Dalam perjalanan, seperti biasa, Alexa tak pernah berhenti berceloteh. “Han, Lizzi itu siapa?” Tanya Alexa yang seketika membuat lelaki yang berada di depan kemudi itu menoleh ke arahnya. “Kenapa emangnya?” Tanya Han. “Kepo banget sih.” Lelaki itu mendelik. Alexa menunjukkan senyuman anehnya pada Han. Han yang melihatnya langsung mengerutkan keningnya. “Itu loh.. cewek yang beberapa hari lalu nabrak lo pas mau meeting.” “Apaan sih.. bukan siapa-siapa.” Jawab Han seadanya. Perhatiannya kembali fokus pada jalan raya di depannya. Alexa menyipitkan matanya pada Han. Ia tidak percaya dengan jawaban Han. “Bukan siapa-siapa tapi
Range rover itu melesat cepat di jalanan. Han mengejar mobil berwarna putih di depannya mengikuti lokasi nomor telepon yang dilacak oleh Chandra. Ciiittttt. Ban berdecit saat Han yang sedang memacu mobilnya dengan kencang tiba-tiba menepi untuk memblokir jalan mobil berwarna putih itu. Han segera turun dari mobilnya. Sementara Chandra hanya mengamati dari dalam mobil. Tok..tok..tok.. Han mengetuk kaca jendela mobil putih itu dengan kasar. Wanita itu dengan elegannya membuka pintu dan turun dari mobilnya. Matanya menyipit menelisik lelaki di hadapannya. Hingga beberapa detik kemudian matanya membola. “Reyhan?” tanya wanita itu sedikit terkejut. Han berdecak. Ia heran dengan reaksi wanita itu yang seperti baru pertama kali melihatnya setelah sekian lama tidak bertemu. Padahal Han yakin wanita itulah yang mengawasinya akhir-akhir ini dan berusaha menyingkirkan barang bukti. “Apa yang Anda lakukan pada Edwin?” Tanya Han t
Alexa sedang bergegas untuk berangkat ke kantor namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat mendengar handphone ibunya berdering. Sementara itu, ibunya sedang pergi ke toserba. Alexa memutuskan untuk mengangkat telepon tersebut, barang kali ada hal penting. “Hallo-” Sapaan Alexa langsung dipotong begitu saja oleh si penelepon. “Edwin bunuh diri di penjara, semua ini terjadi karena anak itu ingin mengorek kejadian masa lalu. Lima tahun lalu saya suruh kamu buat meyakinkan anak itu bahwa kecelakaan itu tidak disengaja, apa yang kamu lakukan, hah!?” Alexa mengerutkan keningnya. Tidak paham dengan apa yang orang tersebut bicarakan. “Maaf, ini dengan siapa ya?” tanya Alexa. Namun setelah beberapa detik tidak terdengar suara, lalu sambungan telepon itu terputus. Alexa dibuat bingung. Tidak lama kemudian terdengar suara gerbang yang terbuka. Ternyata ibunya telah datang. “Barusan ada telepon.” Kata Alexa setelah ibunya memasuki rumah me
Lizzi menatap bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya. Gray Corp? Bukankah ini perusahaan Ayahnya Bryan? Pikirnya. Ia datang ke perusahaan itu untuk mengantarkan berkas-berkas yang ayahnya butuhkan untuk meeting. Ia melangkah masuk menuju lobby sambil mengecek kembali lokasi yang dikirimkan Papahnya. Dan benar di gedung ini.Sesampainya di lobby, ia menelpon ayahnya yang telah mengutusnya ke sini.“Halo, Pah? Aku udah di Gray Corp. Papah di mana?”“Papah di lantai 20 ruang meeting C, nanti dari lift kamu terus ke kanan. Papah tunggu di luar ruangan.”“Oke aku ke sana.” Lizzi berjalan sesuai petunjuk pria itu.Ia menaiki lift ke lantai 41. Setelah sampai di lantai tersebut, ia belok kanan. Ia melihat Papa nya dengan setelan berwarna biru gelap sedang menunggu dekat pintu.“Pah!” Panggil Lizzi sambil melambaikan map hijau itu ke atas.Papanya tersen