DU-DU-DU-TANG-TANG-TANG-TANG!!!
“Lizzi!!! Itu apaan sih berisik banget?” Teriak Mama Ari yang sedang maskeran di ruang tengah.
Lizzi yang sedang menikmati sarapannya di meja makan buru-buru mengambil handphone-nya yang berada di meja ruang tengah.
Iya, yang tadi itu ringtone handphone-nya Lizzi.
“Padahal kan hpnya deket Mama, hufft.” Ucap Lizzi sambil cemberut.
“Kamu liat dong, ini mamah lagi maskeran.” Ucap Mama nya.
Sebelum mengangkat teleponnya, Lizzi melirik sekilas Mama nya yang sedang berusaha mempertahankan masker wajahnya itu agar tidak retak.
“Halo, Pah?” Ucap Lizzi di telepon.
“Lizzi, kamu ada jadwal kuliah hari ini?”
“Ada, Pah. Tapi siang.”
“Nah, kamu bisa anterin dokumen papa dulu nggak sebelum pergi ke kampus? Ada dokumen yang ketinggalan nih.. yah? Yah?”
Hmm.. Papa
Lizzi menatap bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya. Gray Corp? Bukankah ini perusahaan Ayahnya Bryan? Pikirnya. Ia datang ke perusahaan itu untuk mengantarkan berkas-berkas yang ayahnya butuhkan untuk meeting. Ia melangkah masuk menuju lobby sambil mengecek kembali lokasi yang dikirimkan Papahnya. Dan benar di gedung ini.Sesampainya di lobby, ia menelpon ayahnya yang telah mengutusnya ke sini.“Halo, Pah? Aku udah di Gray Corp. Papah di mana?”“Papah di lantai 20 ruang meeting C, nanti dari lift kamu terus ke kanan. Papah tunggu di luar ruangan.”“Oke aku ke sana.” Lizzi berjalan sesuai petunjuk pria itu.Ia menaiki lift ke lantai 41. Setelah sampai di lantai tersebut, ia belok kanan. Ia melihat Papa nya dengan setelan berwarna biru gelap sedang menunggu dekat pintu.“Pah!” Panggil Lizzi sambil melambaikan map hijau itu ke atas.Papanya tersen
Alexa sedang bergegas untuk berangkat ke kantor namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat mendengar handphone ibunya berdering. Sementara itu, ibunya sedang pergi ke toserba. Alexa memutuskan untuk mengangkat telepon tersebut, barang kali ada hal penting. “Hallo-” Sapaan Alexa langsung dipotong begitu saja oleh si penelepon. “Edwin bunuh diri di penjara, semua ini terjadi karena anak itu ingin mengorek kejadian masa lalu. Lima tahun lalu saya suruh kamu buat meyakinkan anak itu bahwa kecelakaan itu tidak disengaja, apa yang kamu lakukan, hah!?” Alexa mengerutkan keningnya. Tidak paham dengan apa yang orang tersebut bicarakan. “Maaf, ini dengan siapa ya?” tanya Alexa. Namun setelah beberapa detik tidak terdengar suara, lalu sambungan telepon itu terputus. Alexa dibuat bingung. Tidak lama kemudian terdengar suara gerbang yang terbuka. Ternyata ibunya telah datang. “Barusan ada telepon.” Kata Alexa setelah ibunya memasuki rumah me
Range rover itu melesat cepat di jalanan. Han mengejar mobil berwarna putih di depannya mengikuti lokasi nomor telepon yang dilacak oleh Chandra. Ciiittttt. Ban berdecit saat Han yang sedang memacu mobilnya dengan kencang tiba-tiba menepi untuk memblokir jalan mobil berwarna putih itu. Han segera turun dari mobilnya. Sementara Chandra hanya mengamati dari dalam mobil. Tok..tok..tok.. Han mengetuk kaca jendela mobil putih itu dengan kasar. Wanita itu dengan elegannya membuka pintu dan turun dari mobilnya. Matanya menyipit menelisik lelaki di hadapannya. Hingga beberapa detik kemudian matanya membola. “Reyhan?” tanya wanita itu sedikit terkejut. Han berdecak. Ia heran dengan reaksi wanita itu yang seperti baru pertama kali melihatnya setelah sekian lama tidak bertemu. Padahal Han yakin wanita itulah yang mengawasinya akhir-akhir ini dan berusaha menyingkirkan barang bukti. “Apa yang Anda lakukan pada Edwin?” Tanya Han t
Setelah kunjungan Calvin yang mendadak tadi sore. Untungnya rencana Han dan Alexa malam ini tidak batal. Han dan Alexa memutuskan untuk pergi ke bioskop untuk sekedar melepas penat setelah seminggu ini bekerja. Lagi pula besok weekend. Mereka pergi menggunakan Range Rover milik Han. Dalam perjalanan, seperti biasa, Alexa tak pernah berhenti berceloteh. “Han, Lizzi itu siapa?” Tanya Alexa yang seketika membuat lelaki yang berada di depan kemudi itu menoleh ke arahnya. “Kenapa emangnya?” Tanya Han. “Kepo banget sih.” Lelaki itu mendelik. Alexa menunjukkan senyuman anehnya pada Han. Han yang melihatnya langsung mengerutkan keningnya. “Itu loh.. cewek yang beberapa hari lalu nabrak lo pas mau meeting.” “Apaan sih.. bukan siapa-siapa.” Jawab Han seadanya. Perhatiannya kembali fokus pada jalan raya di depannya. Alexa menyipitkan matanya pada Han. Ia tidak percaya dengan jawaban Han. “Bukan siapa-siapa tapi
Alexa menoleh pada Han yang sedang fokus di depan kemudinya. Han bersikeras untuk mengantar Alexa pulang setelah mereka selesai menonton bioskop meskipun awalnya Alexa menolak.“Lo nggak suka filmnya?” Alexa menyadari saat di bioskop tadi Han tidak benar-benar menaruh perhatiannya pada film itu. Ia hanya sibuk memerhatikan Lizzi yang duduk di sebelah kiri lelaki itu.Han tersenyum lembut. “Suka kok. Seru banget.”Alexa menatap ragu pada Han. Ia terus memandangi lelaki itu dari sudut matanya.Sementara itu, di dalam benak Han, ia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang terjadi di bioskop tadi.Flashback OnBryan memberi ciuman singkat pada bibir Lizzi.“Bryan!” protesnya tidak terima. Tolonglah film ini tengah berada di konfliknya.Bryan mendekatkan kembali wajahnya pada Lizzi. Lelaki itu terus mengikis jaraknya dengan Lizzi. Namun tiba-tiba Han menahan bahu Bryan.
“Aku berterima kasih pada takdir, sekaligus marah padanya.” ***** Flashback On Awan hitam mulai menutupi langit Jakarta sore itu. Mungkin hujan akan segera turun sebentar lagi. Han sedang duduk di dekat gerbang sekolah elit, menunggu seseorang yang tak kunjung ia temukan sejak tadi, Lizzi. Sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu dengan gadis itu karena ia sibuk dengan beberapa urusan setelah ibunya yang meninggal karena kecelakaan beberapa hari lalu. Selain itu, ia juga pindah ke rumah baru untuk bekerja sebagai tutor sebaya di rumah keluarga Gray dan tinggal di sana. Nomor hp Lizzi pun tidak aktif. Karena itu ia berinisiatif untuk menemui gadis itu di sekolahnya. Akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya pada satpam yang berada di sana. “Pak, kelas 9-2 bubar jam berapa ya?” “Kelas 9 udah pada pulang jam 3 sore tadi.” H
“Wah.. wah.. ada yang nonton nggak ngajak-ngajak nih.” Ucap Chandra saat ia bertemu dengan Han di tempat gym apartemen mereka. Han yang sedang berlari di treadmill sedikit terkejut melihat Chandra yang tiba-tiba datang entah dari mana. “Tau dari mana lo?” Tanya Han. “Dari snapgram nya Alexa lah..” Ucap Chandra. Han tertawa kecil. “Ini nih yang namanya pecekor.” Chandra sambil menunjuk-nunjuk Han. Han mengerutkan keningnya. “Apaan tuh?” “Perebut Cewek Orang. Masa nonton berdua doang, hufttt.” Entah datang dari mana keberanian Chandra untuk menuduh bosnya sendiri seperti itu. “Dihh.. ngarang banget nih orang.” Balas Han tanpa menghentikan treadmill-nya. “Bos mau jadi orang ketiga di Chanxa?” Ucap Chandra semakin ngawur. Han mengerlingkan matanya. Ia benar-benar heran mengapa di perusahaannya bisa ada pegawai sekurang ajar ini. “Heh Chanxa itu nggak pernah ada, ya! Alexa yang bilang. Jang
Lizzi dan Bryan sudah berada dalam mobil Bryan dalam perjalanan menuju rumah Lizzi. Melihat Bryan yang hanya diam saja dari tadi, Lizzi jadi merasa tidak nyaman. Ia segera membuka suara.“Kamu marah?” tanya Lizzi.Namun yang ditanya tetap bergeming. Tetap fokus pada kemudi.Lizzi menyentuh lengan Bryan. “Bry..”Seketika Bryan menoleh. “Eh, kenapa?”Lizzi mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Bryan tidak mendengar ucapannya. “Kamu marah sama aku? Gara-gara di Poliklinik tadi?”“Oh itu...” Kata Bryan.“Kamu jangan salah paham, tadi aku hampir jatuh dan Kai buru-buru megangin aku.” Ucap Lizzi yang takut kekasihnya itu salah paham.Bryan menoleh sebentar pada Lizzi. Ia mengusap-usap kepala Lizzi. “Iya aku paham.” Ucapnya sembari tersenyum. “Lain kali kalo dance hati-hati. Aku nggak mau kamu cidera, luka, atau apapun itu.” Tambah
“Proses produksi kita sudah 70%, kita nggak mungkin menghentikan proses produksi dengan konsekuensi kerugian yang besar.” Pagi hari di ruang meeting Gray Corp sudah dipenuhi dengan berbagai perdebatan.“Tapi jika kita melanjutkan produksi, merek kita akan di tuding melakukan plagiarisme. Design produk kita 100% mirip dengan produk yang baru dirilis perusahaan itu. Kecuali jika kita menyelidiki siapa yang telah membocorkan ide design kita dan membuktikan bahwa ide kita di curi.”“Kita bisa beralibi bahwa model produk kita mengikuti trend furnitur sekarang. Wajar jika ada kemiripan.”Han mengerutkan keningnya. Tangannya bertumpu pada lengan kursi yang sudah ia duduki selama lebih dari satu jam. Sedari tadi ia mendengarkan perdebatan dari divisi produksi di ruang rapat tersebut.“Kita tidak mengikuti trend, kita menciptakan trend.” Han bersuara yang membuat
Lizzi dan Bryan sudah berada dalam mobil Bryan dalam perjalanan menuju rumah Lizzi. Melihat Bryan yang hanya diam saja dari tadi, Lizzi jadi merasa tidak nyaman. Ia segera membuka suara.“Kamu marah?” tanya Lizzi.Namun yang ditanya tetap bergeming. Tetap fokus pada kemudi.Lizzi menyentuh lengan Bryan. “Bry..”Seketika Bryan menoleh. “Eh, kenapa?”Lizzi mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Bryan tidak mendengar ucapannya. “Kamu marah sama aku? Gara-gara di Poliklinik tadi?”“Oh itu...” Kata Bryan.“Kamu jangan salah paham, tadi aku hampir jatuh dan Kai buru-buru megangin aku.” Ucap Lizzi yang takut kekasihnya itu salah paham.Bryan menoleh sebentar pada Lizzi. Ia mengusap-usap kepala Lizzi. “Iya aku paham.” Ucapnya sembari tersenyum. “Lain kali kalo dance hati-hati. Aku nggak mau kamu cidera, luka, atau apapun itu.” Tambah
“Wah.. wah.. ada yang nonton nggak ngajak-ngajak nih.” Ucap Chandra saat ia bertemu dengan Han di tempat gym apartemen mereka. Han yang sedang berlari di treadmill sedikit terkejut melihat Chandra yang tiba-tiba datang entah dari mana. “Tau dari mana lo?” Tanya Han. “Dari snapgram nya Alexa lah..” Ucap Chandra. Han tertawa kecil. “Ini nih yang namanya pecekor.” Chandra sambil menunjuk-nunjuk Han. Han mengerutkan keningnya. “Apaan tuh?” “Perebut Cewek Orang. Masa nonton berdua doang, hufttt.” Entah datang dari mana keberanian Chandra untuk menuduh bosnya sendiri seperti itu. “Dihh.. ngarang banget nih orang.” Balas Han tanpa menghentikan treadmill-nya. “Bos mau jadi orang ketiga di Chanxa?” Ucap Chandra semakin ngawur. Han mengerlingkan matanya. Ia benar-benar heran mengapa di perusahaannya bisa ada pegawai sekurang ajar ini. “Heh Chanxa itu nggak pernah ada, ya! Alexa yang bilang. Jang
“Aku berterima kasih pada takdir, sekaligus marah padanya.” ***** Flashback On Awan hitam mulai menutupi langit Jakarta sore itu. Mungkin hujan akan segera turun sebentar lagi. Han sedang duduk di dekat gerbang sekolah elit, menunggu seseorang yang tak kunjung ia temukan sejak tadi, Lizzi. Sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu dengan gadis itu karena ia sibuk dengan beberapa urusan setelah ibunya yang meninggal karena kecelakaan beberapa hari lalu. Selain itu, ia juga pindah ke rumah baru untuk bekerja sebagai tutor sebaya di rumah keluarga Gray dan tinggal di sana. Nomor hp Lizzi pun tidak aktif. Karena itu ia berinisiatif untuk menemui gadis itu di sekolahnya. Akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya pada satpam yang berada di sana. “Pak, kelas 9-2 bubar jam berapa ya?” “Kelas 9 udah pada pulang jam 3 sore tadi.” H
Alexa menoleh pada Han yang sedang fokus di depan kemudinya. Han bersikeras untuk mengantar Alexa pulang setelah mereka selesai menonton bioskop meskipun awalnya Alexa menolak.“Lo nggak suka filmnya?” Alexa menyadari saat di bioskop tadi Han tidak benar-benar menaruh perhatiannya pada film itu. Ia hanya sibuk memerhatikan Lizzi yang duduk di sebelah kiri lelaki itu.Han tersenyum lembut. “Suka kok. Seru banget.”Alexa menatap ragu pada Han. Ia terus memandangi lelaki itu dari sudut matanya.Sementara itu, di dalam benak Han, ia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang terjadi di bioskop tadi.Flashback OnBryan memberi ciuman singkat pada bibir Lizzi.“Bryan!” protesnya tidak terima. Tolonglah film ini tengah berada di konfliknya.Bryan mendekatkan kembali wajahnya pada Lizzi. Lelaki itu terus mengikis jaraknya dengan Lizzi. Namun tiba-tiba Han menahan bahu Bryan.
Setelah kunjungan Calvin yang mendadak tadi sore. Untungnya rencana Han dan Alexa malam ini tidak batal. Han dan Alexa memutuskan untuk pergi ke bioskop untuk sekedar melepas penat setelah seminggu ini bekerja. Lagi pula besok weekend. Mereka pergi menggunakan Range Rover milik Han. Dalam perjalanan, seperti biasa, Alexa tak pernah berhenti berceloteh. “Han, Lizzi itu siapa?” Tanya Alexa yang seketika membuat lelaki yang berada di depan kemudi itu menoleh ke arahnya. “Kenapa emangnya?” Tanya Han. “Kepo banget sih.” Lelaki itu mendelik. Alexa menunjukkan senyuman anehnya pada Han. Han yang melihatnya langsung mengerutkan keningnya. “Itu loh.. cewek yang beberapa hari lalu nabrak lo pas mau meeting.” “Apaan sih.. bukan siapa-siapa.” Jawab Han seadanya. Perhatiannya kembali fokus pada jalan raya di depannya. Alexa menyipitkan matanya pada Han. Ia tidak percaya dengan jawaban Han. “Bukan siapa-siapa tapi
Range rover itu melesat cepat di jalanan. Han mengejar mobil berwarna putih di depannya mengikuti lokasi nomor telepon yang dilacak oleh Chandra. Ciiittttt. Ban berdecit saat Han yang sedang memacu mobilnya dengan kencang tiba-tiba menepi untuk memblokir jalan mobil berwarna putih itu. Han segera turun dari mobilnya. Sementara Chandra hanya mengamati dari dalam mobil. Tok..tok..tok.. Han mengetuk kaca jendela mobil putih itu dengan kasar. Wanita itu dengan elegannya membuka pintu dan turun dari mobilnya. Matanya menyipit menelisik lelaki di hadapannya. Hingga beberapa detik kemudian matanya membola. “Reyhan?” tanya wanita itu sedikit terkejut. Han berdecak. Ia heran dengan reaksi wanita itu yang seperti baru pertama kali melihatnya setelah sekian lama tidak bertemu. Padahal Han yakin wanita itulah yang mengawasinya akhir-akhir ini dan berusaha menyingkirkan barang bukti. “Apa yang Anda lakukan pada Edwin?” Tanya Han t
Alexa sedang bergegas untuk berangkat ke kantor namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat mendengar handphone ibunya berdering. Sementara itu, ibunya sedang pergi ke toserba. Alexa memutuskan untuk mengangkat telepon tersebut, barang kali ada hal penting. “Hallo-” Sapaan Alexa langsung dipotong begitu saja oleh si penelepon. “Edwin bunuh diri di penjara, semua ini terjadi karena anak itu ingin mengorek kejadian masa lalu. Lima tahun lalu saya suruh kamu buat meyakinkan anak itu bahwa kecelakaan itu tidak disengaja, apa yang kamu lakukan, hah!?” Alexa mengerutkan keningnya. Tidak paham dengan apa yang orang tersebut bicarakan. “Maaf, ini dengan siapa ya?” tanya Alexa. Namun setelah beberapa detik tidak terdengar suara, lalu sambungan telepon itu terputus. Alexa dibuat bingung. Tidak lama kemudian terdengar suara gerbang yang terbuka. Ternyata ibunya telah datang. “Barusan ada telepon.” Kata Alexa setelah ibunya memasuki rumah me
Lizzi menatap bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya. Gray Corp? Bukankah ini perusahaan Ayahnya Bryan? Pikirnya. Ia datang ke perusahaan itu untuk mengantarkan berkas-berkas yang ayahnya butuhkan untuk meeting. Ia melangkah masuk menuju lobby sambil mengecek kembali lokasi yang dikirimkan Papahnya. Dan benar di gedung ini.Sesampainya di lobby, ia menelpon ayahnya yang telah mengutusnya ke sini.“Halo, Pah? Aku udah di Gray Corp. Papah di mana?”“Papah di lantai 20 ruang meeting C, nanti dari lift kamu terus ke kanan. Papah tunggu di luar ruangan.”“Oke aku ke sana.” Lizzi berjalan sesuai petunjuk pria itu.Ia menaiki lift ke lantai 41. Setelah sampai di lantai tersebut, ia belok kanan. Ia melihat Papa nya dengan setelan berwarna biru gelap sedang menunggu dekat pintu.“Pah!” Panggil Lizzi sambil melambaikan map hijau itu ke atas.Papanya tersen