Share

Part 3

Selamat membaca.

Tiga hari berlalu begitu saja tanpa kabar dari sang kekasih membuat Ibra cukup uring-uringan, setelah pertengkaran siang itu Anggita hilang tanpa kabar, bahkan keluarganya tidak ada satupun yang tau Dimana keberadaan Anggita.

“Anggita kamu pergi kemana?.” Ibra memandangi layar ponsel pribadinya, foto prewedding yang mereka ambil satu tahun yang lalu kini menjadi obat rindu Ibra.

“Selamat siang Ibra, gimana kabar kamu?.” Kedatangan Elea yang tiba-tiba membuat Ibra segera menyembunyikan ponselnya.

“Elea? Ngapain kesini?.” Tanya Ibra sedikit ketus.

“Ibra, aku kesini mau ngajak kamu makan siang, kata Resti kamu free siang ini, jadi, ayo makan siang bersama, kita udah lama banget enggak makan siang bersama, apa lagi jalan bersama, gara-gara kasus Devandra kamu jadi sibuk banget.” Elea langsung menarik tangan Ibra begitu saja.

Elea sengaja tidak memilih tempat yang jauh dari tempat kerja Ibra.

Sedari tadi mereka berdua makan dengan hening, tidak ada pembicaraan sama sekali.

“Ibra, bagaimana dengan pekerjaanmu? Apa sedang ada masalah?.” Elea sengaja bertanya pada Ibra.

“Kesalahanku kali ini cukup fatal, tapi aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memperbaikinya”. Elea dapat melihat kesungguhan Ibra.

“Sepertinya kamu sangat menyukai bekerja di firma hukum milik Pak Ardhana ya?”.

“Tentu, aku tidak mudah untuk bergabung dengan tim Pak Ardhana, aku telah berjuang sampai sejauh ini tidak mungkin aku menyerah begitu saja.” Ibra sangat menggebu-gebu tapi sepertinya semangatnya tidak akan bertahan lama.

“Ohhh ya Ibra, kamu kenal Anggita enggak?.” Ibra langsung terdiam, sorot matanya langsung menajam.

“Beberapa hari yang lalukan, aku melihat wanita keluar dari ruang kerjamu dia siapa?” Elea kembali bicara.

“Apa yang kamu lakukan dengan Anggita? Di mana Anggita sekarang?.” Ibra langsung bertanya.

“Aku tidak tau, aku hanya melihatnya di taman depan, memangnya dia siapa? Kenapa kamu perhatian banget sama dia?”.

“Elea jangan bercanda, Dimana Anggita, kalau sampai terjadi sesuatu dengan Anggita, aku tidak akan segan-segan membuat perhitungan denganmu.” Ancam Ibra.

“Dia siapa Ibra? Kenapa kamu perduli banget?”.

“Dia calon istriku, aku akan menikah dengan Anggita bulan depan, jadi mulai sekarang tolong menjauh Elea, aku sudah punya calon istri, buang jauh-jauh rasa cintamu, karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah membalasnya.” Ibra meletakkan undangan pernikahannya dengan Anggita di atas meja.

Tanpa kata apapun, Ibra berlalu pergi meninggalkan Elea yang sibuk memandangi undangan pernikahan di atas meja. Jelas tertulis nama Anggita dan Ibra.

****

Ardhana memanggilnya untuk bertemu di kantor saat ini juga.

Fikirannya berkecamuk, kali apa lagi? Apa dia akan di pecat? Seperti beberapa pengacara yang dulu pernah bergabung dengan firma hukum milik Ardhana yang melakukan kesalah fatal.

“Pak Ibra, Pak Ardhana telah menunggu anda,” Sekretaris Ardhana memberitau Ibra sebelum Ibra masuk ke ruangan Pak Ardhana.

“Selamat siang Pak Ardhana,” Ibra menyapa Pak Ardhana.

“Duduklah.” Pak Ardhana menyuruh Ibra duduk di hadapannya.

“Apa kau tau aku memanggilmu Ibra?.” Pak Ardhana memulai pembicaraan.

“Saya tidak tau dengan pasti namun ini ada hubungannya dengan kesalahan yang saya buat beberapa waktu yang lalu.” Jelas Ibra.

“Benar, ini tentang kesalahan fatal itu. Kau sudah taukan apa yang harus kamu lakukan setelah ini Ibra?.” Dengan berat hati Ibra mengangguk. Yaaa, pada akhirnya Ibra di pecat.

“Kamu masih ingin bekerja disini? Masih ingin berkarir di firma hukum ini tanpa cela?.” Ibra segera mengangguk.

“kamu sangat beruntung Ibra.” Ibra menyerkitkan dahinya. Apanya yang beruntung kalau sebentar lagi dia akan di pecat.

“Maaf, tapi kenapa?.” Ibra memberanikan diri untuk bertanya.

“Ibra, mungkin kamu tidak tau jika anakku sangat mencintaimu,” Ibra tambah bingung, sampai saat ini dia bahkan tidak mengenal anaknya pak Ardhana kenapa Pak Ardhana bisa mengatakan jika anaknya mencintainya.

“Tapi saya tidak tau siapa anak anda Pak Ardhana.” Balas Ibra.

“Kamu akan tau nanti, tapi sebelum itu, aku punya penawaran untukmu, apa kamu tertarik Ibra?.” Mendengar sebuah tawaran, Ibra seperti mendapat angin segar, walau Ibra tidak tau seperti apa tawarannya.

“langsung saja Ibra, tadi sudah aku bilang kalau anakku menyukaimu, menikahlah dengan anakku maka kamu akan mendapatkan posisi sebagai Rekan disini? Karirmu aman, nama baikmu bisa pulih, dan yang pasti kamu mendapat dukungan sepenuhnya dariku, pemilik firma hukum ini.” Tawaran terdengar sangat menggiurkan, tapi Ibra masih bimbang.

“Apa saya boleh memikirkannya?” Ibra bertanya.

“Silahkan, saya hanya memberimu waktu dua hari, senin pagi kau harus melapor padaku?.” Senyum bijaksana Pak Ardhana tentu saja sudah memberikan kode jika dia ingin kabar baik.

“Jika saya menolaknya apa saya masih bisa bekerja disini?” Ibra butuh pertimbangan lainnya, dia tidak ingin gegabah.

“Menolak ya? Tentu saja kamu tidak akan bisa bekerja disini, bahkan mungkin beberapa firma hukum kesulitan untuk menerimamu. Kesalahanmu cukup fatal sebagai pengacara, walau track record mu cukup bagus selama ini, tapi di dunia ini tidak ada yang perduli, mereka hanya mencari-cari kesalahanmu untuk menjatuhkanmu.” Apa yang di katakan Pak Ardana memang benar, tidak ada yang benar-benar perduli dengan keberhasilan kita, mereka hanya butuh kegagalan kita untuk menekan kita.

“Apa saya boleh bertemu dengan anak Pak Ardhana?”. Dengan penuh pertimbangan Ibra memilih untuk bertemu dengan anak Pak Ardana terlebih dulu.

“Bukannya kalian sudah sering bertemu?”. Ibra menyerkitkan dahinya, mencoba mengingat-ingat Dimana sekiranya dia pernah bertemu dengan anaknya Pak Ardhana.

Tidak ada, Ibra rasa dia belum pernah bertemu dengan anaknya Pak Ardhana, bahkan orang yang mirip dengan Pak Ardhana atau istrinya.

“Ibra, apa kamu tidak menyadari jika Elea itu anak saya?”.

Ibra diam, mencerna ucapan Pak Ardhana barusan, tunggu, jadi Elea anak Pak Ardhana? Yang benar saja?.

Tapi jika di fikir-fikir ini memang cukup masuk akal. Mulai dari Elea yang bebas keluar masuk firma hukum tanpa pengecekan.

Elea juga mengenal beberapa petinggi firma hukum ini, jangan lupakan jika Elea juga cukup dekat dengan Ivanka Pramudja.

Seharusnya Ibra menyadari dari awal namun Ibra mengabaikannya.

Kehadiran Elea sudah cukup mengganggu Ibra, dan Ibra juga tidak perduli dengan orang-orang di sekitar Elea.

“Apa ini permintaan Elea?” Ibra bertanya, untuk memastikan satu hal.

“Tidak. Elea bahkan tidak tau sama sekali. Ini murni penawaran dariku, aku cukup terkesan dengan kegigihanmu dalam bekerja tapi kesalahan yang kamu lakukan kemarin tidak bisa di anggap enteng, jadi aku mencoba bernegosiasi, jika kamu tidak mau silahkan keluar dari firma hukum ini.” Ibra tau ini bukan candaan yang biasanya di lakukan Pak Ardhana, ini serius, Pak Ardhana mengusirnya terang-terangan jika menolak menikah dengan Elea.

Rasanya Ibra ingin tertawa pada takdir yang mempermainkannya.

Hubungannya dengan Anggita sedang di ambang kehancuran, begitu juga dengan karirnya sebagai pengacara.

Ibra benar-benar frustasi.

****

Jadi seperti ini rasanya patah hati.

Pantas saja kedua sahabatnya selalu mewanti-wantinya jika patahati sangatlah menyakitkan.

“Astaga Elea, sudah cukup ya, kamu udah kaya gini.” Beberapa saat yang lalu Stefi mendapat panggilan dari Elea, dengan buru-buru Stefi datang ke Bar.

“Hahahahahaha,,, ternyata rasanya sangat menyakitkan Stef, aku,, aku,, sakit.”Elea menangis, Stefi buru-buru memeluk Elea.

Stefi tidak tau apa yang terjadi dengan Elea, ini bukan pertama kali Elea seperti ini, tapi, dari semuanya ini yang paling parah.

“Ibra,, Ibra, dia,, dia mau nikah,” Stefi langsung menghetikan usapannya pada punggung Elea.

Tunggu, stefi barusan tidak salah dengar bukan?.

“Elea jangan bercanda, kamu bahkan memukul mundur semua wanita yang ingin dekat dengan Ibra, bagaimana bisa Ibra akan menikah.” Stefi langsung mencercanya.

“Anggita, wanita itu namanya Anggita, aku membencinya, aku sangat-sangat membencinya.” Elea terus meracau, membuat Stefi kewalahan, sepertinya dia harus minta bantuan Savira, semoga saja Savira belum tidur.

“Jangan ngelantur!. Astaga jangan minum lagi,” Stefi langsung mengambil gelas di tangan Elea.

“Elea, berhenti minum”. Baru saja Stefi mengambil gelas Elea, Elea malah mengambil botol di atas meja.

Stefi segera menarik Elea menjauh dari botol-botol berisi alcohol yang dia pesan, beruntung room yang Elea pesan cukup luas, Stefi mendudukan Elea di sisi sofa yang lain, yang jauh dari gelas dan botol alcohol.

Clek..

“Savira untungnya kamu datang.” Stefi menghela nafas lega.

“Astaga Elea!!!!!.” Stefi berteriak ketika Elea sudah memegang botol alcohol, baru sebentar Stefi lengah, Elea sudah pindah tempat.

“Savira bantuin.” Stefi bergegas menghampiri Elea yang sudah minum lagi.

“Dia kenapa sih?.” Savira bertanya pada Stefi,

Bukannya membantu Stefi, Savira malah join dengan Elea.

“Patah hati, tadi sih ngeracau kalau Ibra mau nikah, gak tau she bener apa enggak tuh anak.” Stefi menghela nafas, pada akhirnya dia hanya pasrah dengan keadaan yang tidak menguntungkan untuknya.

terima kasih telah membaca cerita ini, sampai jumpa di part selanjutnya

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status