Kim tersenyum tipis mendengarnya. Ini bukan gosip. Kim berharap itu sebenarnya. Berharap yang dikatakan Rachel adalah kabar angin saja dan tidak melihat foto yang di tunjukkan Rachel sekarang. Tapi Kim akan mencari tahu langsung dari Harry.
"Jelena sediri yang membagikan foto ini di akun sosmednya." Rachel berkata dengan antusias. Kim benar-benar tidak ingin mendengar itu. "Aku harap kau harus tegas dengan Jelena agar dia tidak sering mencari kesempatan terhadap Harry."
"Ini tadi siang dia post?" Kim melihat time di Instagram itu.
"Sepertinya dia masih berharap pada Harry." Komentar Rachel.
"Jelena tahu hubunganku dengan Harry." Yes she knows!
"Seluruh gadis kampus tahu hubunganmu dengan Harry. Tapi dia Harry... semua wanita tergila-gila padanya. Dan kau pikir karena Harry memiliki kekasih lantas perasaan mereka lenyap?" Uja
Sandra terkejut melihat Kim menunggunya di depan kelasnya. Biasanya Kim tidak pernah menunggunya seperti ini. Apalagi Kim orang yang paling anti menunggu. Ia tersenyum lembut pada sahabatnya."Ada apa? Tidak biasanya." Ucap wanita Asia itu setelah berhadapan dengan Kim."Aku bosan. Kau punya tempat recommen untuk kita jalan-jalan?" Ucap Kim, Sandra tersenyum dan mengangguk."Kita bisa shoping, nonton, setelah itu makan." Ujar Sandra.Kim mengangguk. "Boleh juga." Sudah lama Kim tidak menghamburkan uang. Semenjak ia melakukan perlawanan dengan ayahnya yang milyarder itu Kim sangat merakyat dan bahkan ia berhemat.Kim langsung terdiam dengan raut wajah jijik melihat di belakang Sandra muncul Megan, Kim lupa Megan satu jurusan dengan Sandra."Oh My God. Satan muncul." Umpat Kim. Sandra menoleh ke belakang melihat Megan berjalan ke arah mereka dengan senyuman sinis. "Ayo kita pergi. Pemandangan di sini sangat menyeramkan."San
"Hei, kau tidak mau berterima kasih padaku? Kalau aku tidak memisahkan kalian... mungkin sekarang kau dalam situasi bermasalah di kantor dosen." Suara Jacob ramah dan menuntut, tetapi tidak membuat Kim bersimpatik.Sekarang Jacob berdiri di depan Kim dengan senyuman menawan khas pria brengsek. Kim ingin mengabaikan Jacob tapi mengingat Harry belum menelponnya dan malah bersama Jelena, Kim membalas tatapan Jacob dengan ramah."Kau telah membuatku kehilangan mangsaku." Ucap Kim. "Jadi kau harus membayarnya untukku. Kau bisa mentraktirku minum?" Kata Kim yang kebetulan tenggorokannya sudah kering. Bukan hanya Jacob yang tersenyum, bahkan Sandra dan Lance yang sedang merangkul ikut bersorak."Ini karena kau wanita tercantik di kampus aku menuruti permintaanmu."Jacob membawa Kim ke arah parkiran motornya, tempat yang berbeda dengan parkiran yang biasa genk Harry pakai. Kim melihat beberapa pria yang duduk di m
Pukul delapan malam Kim tiba di asramanya. Di perjalanan tadi Kim mampir sebentar ke toko buku. Kim merasa tidak enak kepada Jacob yang telah mentraktirnya makan, mengantar pulang, dan juga membayar bukunya.Kamar Kim masih gelap, itu berarti Rachel belum pulang. Kim tidak langsung menghidupkan lampu, ia meletakkan tas dan berjalan ke kamar untuk membersihkan diri. Sampai tidak sadar ada seseorang sedang duduk di sofa. Pria itu meletakkan tangannya di senderan sofa. Mata abu-abunya berkilau di kegelapan ruang itu.Beberapa menit kemudian Kim keluar dengan mengenakan handuk menutupi tubuhnya, ia berjalan ke arah lemari dengan santainya. Namun, sesaat ia merasa seseorang ada yang mengawasinya. Kim menoleh pada sofa di sudut, seorang laki-laki duduk dengan bersedekap dada, orang itu menatap Kim dengan wajah menyeramkan seperti pembajak laut.Kim terkejut dan buru-buru menghidupkan lampu, pria itu ternyata Harry."Apa yang kau lakukan di sini?"
"I love you, Kim." Harry mendesis. Dia melingkarkan lengannya yang kuat di sekeliling Kim. Tubuhnya yang menjulang tinggi menyelimuti Kim sepenuhnya. "You are mine... We're together. ""Aku tidak ingin kau menyerah. Tetaplah bersamaku.""Kau mau aku tetap di sini? Menginap denganmu." ujar Harry. Kim semakin frustasi merasakan tangan Harry bergerak liat menyentuh kulitnya."Kim?""Yeah.""Yeah?""Can you stay?"Harry tersenyum. "Yeah."Harry sengaja mematikan lampu dan hanya mendapatkan pencahayaan dari pantulan cela jendela. Kim sadar mendapati dirinya dan Harry tanpa sehelai pakaian. Harry menciumi setiap inci wajahnya, lalu turun ke bawah dan terhenti di puncak dadanya. Dan itu membuat Kim tersiksa dengan kenikmatan yang diciptakan Harry."Ini terakhir aku tahu kau bersama pria lain. Kau tidak akan pernah membayangkan apa yang bisa kulakukan pada orang itu." Ujar Harry, matanya menusuk iris mata Kim hingga sampai
Kim menempelkan kepalanya di atas dada Harry, matanya menatap wajah Harry yang tengah serius mengutak-atik ponselnya. Satu jam yang lalu mereka selesai melakukan aktivitas panas mereka dan sekarang Kim sudah dibuat kesal dengan kesibukan Harry."Harry.""Hm." Hanya itu jawaban Harry tanpa melihat padanya."Siapa yang membuatmu sibuk di depanku? Aku merasa diabaikan." Ujar Kim dengan nada muram.Harry tidak langsung mematikan ponselnya. Ia sangat serius membalas chat dari seseorang. Setelah selesai baru ia fokus melihat wajah kekasihnya sambil membelai puncak kepala Kim, ada yang dipikirkan kekasihnya. Mereka saling memandang beberapa menit."Akhirnya aku bisa bangun pagi di sampingmu lagi." Ucap Harry dengan nada senang. "Aku merindukanmu, sayang."Bagi Harry Kim adalah wanita paling cantik di matanya. Bulu matanya lentik, bibirnya sensual berwarna pink alami. Ditambah tahi lalat yang menggemaskan di pipinya."Lantas kenap
"Aku akan mencari tahu kenapa barang Emily bisa di tangan Megan." Harry mengambil bandul kalung itu dan memperhatikan seksama. Perlahan wajahnya menjadi sendu mengingat tentang Emily kecilnya. Harry merasakan tangan Kim meremas lengannya."Need want?" Wanita itu tidak menjawab, bibirnya gemetar sedang menahan air mata.Harry mengambil tangan Kim dan menggenggamnya, ia tahu dari semua orang di dunia yang bersedih atas meninggalnya Emily dan Amber adalah Kim meski wanita itu tidak pernah mengeluh."Sayang, katakan sesuatu.""Aku merindukan Emily." Ucap Kim tanpa sadar air matanya telah turun. "Naresh sudah menyelidiki kasus Emily tapi tidak ada yang dia dapat... sepertinya ada yang sengaja menutupi kematian Emily.""Jangan menangis, sayang." Harry mengusap air mata Kim dengan lembut lalu mengecup kening wanita itu. "Kau harus bahagia, Kim."Harry teringat akan perkataan Jimmy, dia pernah bilang bahwa Emily meninggal bukan karena kecelakaan di
"Harry!"Harry menghentikan langkahnya di lorong sekolah yang begitu sepi. Tidak ada orang yang berlalu lalang, dan sekarang sudah pukul tiga. Mata kuliahnya juga sudah selesai.Tatapan mata Harry tidak seperti dulu kepada Jelena, ia menatap wanita itu dingin. Ia tidak menyangka Jelena akan mengambil kesempatan dalam pertengkarannya dengan Kim. Kekasihnya merajuk karena Jelena memasukkan foto mereka ke akun Instagram wanita itu dengan caption mesra.Mungkin Jelena lupa status mereka hanya berteman. Dan foto itu diambil tanpa ia tahu.Dan satu lagi yang membuat Harry merasa harus menjauh dari Jelena, bahwa wanita itu masih menyukainya lebih dari teman. Ia tahu Jelena menyukainya tapi tidak menyangka pertemanan mereka tidak tulus. Jelena menginginkan posisi Kim di hatinya."Harry, kau marah padaku? Kau tidak membalas chat dan mengangkat teleponku. Jika ini masalah foto itu, aku sudah menghapusnya." Jelena menatap Harry sedih."Sepertinya ada y
Mobil mewah berhenti di depan bengkel Paman Vernon yang ada papan tulisan 'Bengkel Ekspress' Pukul 8 malam bengkel itu masih ramai dengan orang-orang dan mobil yang berjejer. Suara gelak tawa terdengar ricuh tanpa mereka sadar seorang wanita berjubah tebal turun dari mobil mewahnya.Asap lokomotif yang berasal dari mobil tak mengganggu mata abu-abunya untuk mencari seseorang."Siapa dia?" Kris lebih dulu menyadari kedatangan wanita itu. Para pemuda yang berdiri di bengkel itu tampak melihat wanita paruh baya itu dengan penuh minat."Sepertinya aku kenal." Ujar Martin."Harry..." suara wanita berumur empat puluh lima tahun itu memanggil pemuda yang berada di antara gerombolan itu."Bukankah itu ibunya Harry?" suara Martin di sebelah Thomas tampak kaget. Menurutnya Harry salah seorang manusia yang beruntung memiliki orangtua angkat kaya raya dan sekarang ibu kandungnya juga seperti dari golongan atas."Harry! Cepat kelu
Tiga jam kemudian Kim sudah berada di depan pintu kamar 301 milik Harry. Wanita itu tampak begitu gugup, satu tangannya sudah bersedia untuk mengetuk pintu tapi selalu ia urungkan.Tiba-tiba, seseorang membuka pintu itu. Harry hanya melotot, kaget melihat wanita yang selama ini ia cari kini berada di depannya. Rasanya ingin menarik tubuh Kim ke dalam pelukannya. Namun, mata Harry teralih pada tangan Kim yang menggenggam tangan anak kecil laki-laki. Anak itu yang ia selamatkan sore tadi.Setelah hening beberapa saat Kim berkata, "Boleh aku masuk?""Untuk apa kau datang? Ohh, ayahmu itu pasti sudah memberitahu pertemuan kami, kan," Kata Harry, "Sayangnya aku ada urusan, aku harus pergi." Harry pura-pura sibuk dengan melihat jam tangannya."Sebentar saja," ujar Kim lembut.Harry menelan ludahnya, ia membuang nafasnya sebelum memiringkan tubuhnya ke samping agar Kim bisa masuk."Sam ucapkan salam." Kim menundukkan kepalanya mel
Malam harinya Kim menikmati makan malam di ruang makan bersama ayahnya. Hubungan mereka beberapa tahun belakangan ini sangat baik dan terlihat dekat. Kim selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan ayahnya sekedar bercerita hal yang mereka lakukan hati ini atau Kim akan meminta masukan tentang pekerjaanya."Dad, aku sudah menghubungi orang properti dan pengacara untuk menjual Skyhouse," kata Kim."Kau yang bilang kita tidak perlu menjual tempat ini," sahut Leon meliat ke arah Kim, "apa ada wartawan lagi mengawasi rumah ini?""Meskipun kita mengganti nama pemilik Skyhouse, tetap saja mereka pasti bebal. Tidak percaya Skyhouse telah di jual, apalagi dia melihat Daddy mundar-mandir di sini. "Leon menghela nafas, ia telah menghabiskan sepiring steak sapi, "Waktu cepat sekali berlalu.""Kenapa wajahmu muram seperti itu, Dad? Kita sudah berjanji untuk tidak mengenang masa lalu lagi," ucap Kim pelan.Leon mengalihkan pe
"SAM! Are you okay?" suara pria tua itu sangat kuat. Ia mengambil Sam dari gendongan pemuda itu tanpa melihat wajah orang itu, "Thank God! Kau baik-baik saja my little boy." Suara pria itu lemah."Kakek..."Harry hampir tidak percaya orang itu adalah Leon Parker. Dia memperhatikan kedua orang yang sedang berpelukan itu.Apa katanya kakek?Setelah mengamati wajah anak kecil itu, tidak salah lagi mata itu mirip Kim-nya. Mata hijau biru yang mampu membuatnya terhipnotis.Kerutan muncul di dahi Harry, "Anak siapa ini?" tanyanya. Leon menoleh dengan wajah tak kalah kaget. Ia mengeratkan pelukannya, "Mengapa kau begitu ceroboh membiarkan anak sekecil ini tanpa pengawasan? Hanya karena hobi memancingmu.""Ya. Aku minta maaf," kata Leon bingung. Begitu saja ia mengucapkan maaf. Harry menghela nafas, merasa sudah keterlaluan bicara."Dia tidak apa-apa Tubuhnya tidak ada yang lecet."Harry memusatkan perhatiannya
Pagi sebelum matahari menyapa, Kim sudah bangun dan membuat sarapan. Hari ini jadwalnya sangat penuh tapi Kim berhasil mengaturnya. Wanita berambut sebahu itu terlihat lihai membuat sarapan kesukaan anaknya."Biar aku yang memandikan si kecil. Pergilah bersiap-siap nanti kau terlambat," seorang wanita baru saja datang ke dapur."Dia ada jadwal ke dokter gigi siang ini. Aku minta tolong antarkan dia ya, hati ini aku sibuk sekali." Kata Kim yang sedang memindahkan potongan roti ke piring dan mengolesinya dengan selai coklat."Kau memberinya sarapan roti coklat padahal dia ada jadwal ke dokter gigi? Yang benar saja, Kim?" cetus Naresh heranKim menatap wanita yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya sendiri dan tersenyum, "Hanya periksa gigi bulanan, Naresh. Makan coklat tidak akan membuatnya sakit gigi.""Kau terlalu memanjakan jagoanmu." Ujar Naresh tersenyum, "Baiklah aku yang mengan
Harry akhirnya sampai di Singapure. Wajah tegang di sekitarnya ketika ia berjalan kaki untuk mencapai Skyhouse. Lorong telah berubah, lukisan yang dulu menghiasi di depan apartemen mewah itu telah dibersihkan. Banyak perubahan besar di sini, dia jadi bingung. Apakah mungkin dia salah tempat?Orang yang melihat Harry mengerutkan kening padanya. Harry menghela nafas. Ia tahu betapa tampan wajahnya. Tapi tentu saja bukan karena itu mereka melihat Harry."Hei, enyah dari situ!""Aku sedang mencari seseorang orang." Ucap Harry kepada pria bertampang garang itu."Aku tidak peduli, jangan berdiri di situ! Pergi sana!"Harry mengumpat pelan, dia tidak mau membuat keributan dan memilih pergi.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Harry belum makan apa pun setibanya dia di bandara tadi. Ia memutuskan untuk singgah makan, di sekitar tempat itu ada kedai pizza. Ia berjalan meny
Empat tahun kemudian."Polisi baru saja menggerebek bagasi kita di bengkel Vernon. Sepertinya keadaan kita tidak aman lagi." Ujar pria berkepala botak, "Mereka sedang mengincar kita, jadi kita kita harus berpencar untuk bersembunyi.""Kalau bukan karena ulah Thomas, kita tidak akan diincar polisi," ujar Juan. "Merepotkan saja." Dia mundar-mandir gelisah memikirkan perkara itu."Jika salah satu diantara kita ada yang tertangkap, maka semua harus menyerahkan diri." Ucap Harry kepada mereka. Semua mengangguk pasrah. "Seandainya Thomas tidak menusuknya. Aku sendiri yang akan mematahkan leher Jacob.""Dia pasti dendam karena kita menjebaknya waktu itu." Gerald mengingat waktu mereka memasukkan narkoba ke mobil Jacib.Tiga hari lalu mereka melakukan tindakan gila di California ketika melakukan balapan liar. Thomas menusuk Jacob dengan kaca botol minuman. Itu karena orang itu menggoda Jelena dan
Memasukkan ke penjara tidak semudah itu.Leon berkata santai, "Kita lihat saja nanti siapa yang menang." Ucapnya kepada Natalie. Lalu ia melihat Harry dengan lekat. Terlihat ekspresi sedih di wajah Leon. Entah mengapa, tiba-tiba Leon merindukan keluarganya yang dulu. Di saat Amber dan Emily masih hidup dan Harry bersama mereka. Mungkin Kim tidak akan membencinya seperti sekarang ini. Jika saja Leon tidak melakukan kesalahan fatal.Wajah Natalie tampak dingin seperti es batu, dia bicara dengan nada penuh penekanan, "Aku memberikanmu pilihan Tuan Leon Parker, pertama menyerahkan diri ke kantor polisi, akui kesalahanmu. Atau aku akan membuat keluargamu bangkrut."Leon tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap Natalie dan bertanya-tanya kenapa wanita itu memberinya kesempatan. Apakah mungkin karena berterimakasih telah merawat Harry hingga besar?"Kurasa kau bicara seperti itu karena kau tidak punya bukti yang kuat untuk membuat suamiku di penjara.
"Harry..." gumam Kim tanpa sadar seraya mengusap sudut matanya yang basah. Ia masih shock melihat hasil test pack di tangannya.Sudah seminggu ia merasakan gejala tidak menyenangkan dan juga merasa aneh, tidak biasanya Kim telat datang bulan. Naresh orang yang terdekat dengannya di Yellowstone mengetahui hubungan Kim dan Harry sudah sejauh apa. Wanita itu berinisiatif membelikan test pack dan hasilnya."Oh My Gosh..." desis Naresh tidak kalah kaget. Ia menyentuh bahu Kim mencoba menenangkan wanita itu. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, apa kau akan mengatakannya kepada Harry?""Kimberley?""Aku tidak tahu... aku tidak tahu, Naresh." Ucap Kim frustasi. Rasa panik mulai melanda. Bagaimana kalau ayahnya tahu? Dollores dan Megan... mereka pasti akan membuatnya dalam kesusahan."Tolong aku Naresh," Kim memegang tangan wanita berbadan tegap itu. "Jangan katakan pada siapapun tentang kehamilanku. Bersikaplah seperti biasa.""Apa rencanamu?
Jelena mundur dari pelukan Harry, membuat Harry bingung. Apakah wanita itu tidak menikmati permainannya? Ternyata wanita itu meraba resleting gaunnya ke bawah. Dan dengan lancar ia menarik gaunnya ke atas dan membuka semuanya. Harry menatapnya dengan tersenyum."Kau perlu bantuan?""Aku bisa. "Harry memandangi Jelena yang sedang berusaha melepaskan bra brendanya berwarna putih. Kemudian melonggar ikatan dan melepaskan benda itu hingga akhirnya ia mengekspos seluruh buah dadanya kepada Harry.Harry menatapnya sejenak dan menikmati pemandangan indah itu. Tapi, jujur ia lebih menyukai milik Kim yang bulat dan penuh. Harry menangkup keduanya dan meremasnya membuat Jelena tersentak oleh kenikmatan itu. Bibir Harry memasukkan ujung dada milik Jelena ke dalam mulutnya dan bermain-main di sana. Menghisap dan menggigitnya ujung yang mengeras itu.Pria itu tampan... Jelena mengakui itu. Ia sangat t