"Ma'am, diluar ada seorang wanita yang mengaku teman Nona Kim. Dia sedang menunggu di teras." Seorang pelayan memberitahu dengan sopan pada Dollores.
Dahi Kim mengkerut, belum pernah ada temannya datang ke Yellowstone.
Keempat wanita itu masih terlihat sama-sama geram dan masih terlibat perdebatan sengit antara mereka. Terutama Minerva dan Dollores yang sama-sama tidak mau mengalah. Masing-masing diselimuti aura panas dalam diri mereka.
Karena sudah menikah dengan Leon, Dollores merasa memiliki tempat di keluarga ini. Setiap pelayan tunduk padanya. Seakan kedudukannya lebih tinggi dari istri pertama Leon. Tetapi sayangnya, pernikahan mereka hanya tercatat di agama secara negara Leon belum meng-sahkan.
"Katakan padanya Kim tidak bisa diganggu. Suruh dia pulang." Jawab Dollores dengan angkuhnya.
"Atas dasar apa kau melarang teman Kim bertamu ke sini. Kau pikir ini daerah kekuasaa
Harry tidak sabaran ingin bertemu dengan Kim. Dia menunggu di jok belakang mobil, satu tangannya mencengkram pegangan kuat. Dia mengeluarkan erangan kekesalan.Sebenarnya jok belakang itu cukup gelap sehingga sulit untuk orang luar melihat keadaan di dalam mobil, jadi Harry cukup aman dari mata para pengawal yang berdiri di depan pintu rumah."Kau yakin security tadi mau diajak kerja sama?" tanya Gerald, pria yang memiliki banyak tato di tubuhnya. Maksud Gerald security yang berada di post keamanan di depan gerbang rumah.Harry menatap ke depan, pada Gerald yang duduk di bangku setiran. "Setiap kali aku pulang dengan keadaan mabuk, mereka selalu tutup mulut. Bahkan aku pernah mencium Kim di area rumah, tapi tidak ada yang tahu padahal ada banyak cctv di sini.""What the fuck, bro? Hubungan kalian sudah sejauh itu?" Harry mendengar Gerald mengejeknya sinis. Siapa pun pria di dekat
"Au... " Kim meringis saat tangan Harry menghempaskan tangannya kasar hingga membentur kaca jendela, untung tidak luka.Mata Iblis Harry menyipit pada Kim. "Apa susah menghubungiku beberapa hari ini? Berhari-hari aku menunggu kabarmu, Kim!" Harry meraih tangan Kim. "Jangan pernah meninggalkan aku seperti dulu.""Berhenti mengamuk, Harry. Dengar dulu penjelasanku.""Fuck! What do you want from me?" Makinya. "Kau menganggap perasaanku mainan? Tidak penting, iya?"Harry melepaskan genggamannya dan Kim mengambil mundur badannya. Tatapan Harry seperti menghantam dadanya sewaktu dia mulai menjaga jarak, seluruh tubuhnya gemetar dengan rasa takut yang lengkap dan penuh."Keluarga akan tersangkut dan kita akan menjadi berita buruk di media, mengertilah." Kim menyentuh tangan Harry berusaha menenangkan dirinya dan kekasihnya.Harry menyeringai sinis. "Jujur saja. Kau
"Aku bisa kehilangan kendali jika di dekatmu." Harry berbisik di telinga Kim frustasi. Wanita dengan dua tahi lalat di pipi dan satu d bawah bibir menatap kekasihnya sendu. "Kau harus pulang."Kim turun dari pangkuan Harry lalu duduk di sebelah pria itu, meletakkan kepalanya di atas bahu Harry. "Aku harus menjadi anak baik-baik sampai Daddy mengizinkan aku kembali ke kampus." Ucap Kim memberi pengertian. Menghadapi Harry harus lembut agar Harry tidak emosi lagi."Kau harus memberi kabar kalau tidak mau aku berbuat jauh padamu. Aku bisa nekad memanjat kamarmu."Kim menegakkan tubuhnya. "Tolong mengertilah, Harry. Kau tahu sekeras apa Daddy. Jika kau seperti ini kau akan mempersulitku. Aku tidak mau hubungan kalian semakin renggang." Harry mendengus kasar."Berjanjilah kau tidak akan membuat masalah." Ujar Kim lagi."Aku tidak akan membuat kesepakatan denganmu. " Ucap Harry tanpa melihat Kim. "Aku sangat menderita kau tidak bersamaku bebe
"Lama tidak bertemu, Harry." Ethan tersenyum tipis. "Kalian harus ikut denganku. Tuan sudah menunggu.""Katakan padanya aku tidak punya waktu." Balas Harry pada kaki tangan Leon. Pria itu mengelus badan pistolnya seakan siap mengambil mangsa."Apakah yang di mobil itu teman-temanmu?" ucapnya bernada mengancam. Sekilas Harry melihat ke mobilnya, tampak Kim dan Jelena ketakutan."Aku anggap ini adalah undangan." Ucap Harry, lalu ia kembali ke mobil. Kemudian mobil mereka mengikuti mobil di depan, sedangkan mobil jip di belakang masih setia mengikuti mereka."Apa Daddy menyuruh mereka menjemputku? Ini pasti perbuatan Megan dan Ibunya." Ucap Kim. Ada rasa takut yang timbul di hatinya, Neneknya sekarang pasti dalam masalah. Bodoh, Kim terlalu sepele pada anak-ibu itu."Tenang, Kim. Daddy tidak akan mencelakai kita." Ucap Harry, dia tidak tahu Gerald sudah mengirimkan lokasi pada Jimmy karena sudah berprasangka buruk dan cemas. Pria itu diam saja d
"Aku akan pergi dari sini, kembali ke asrama. Sudah lama aku tidak masuk kuliah." Ucap Kim menahan geram. Ia melangkah lebar ke arah kamarnya lalu memasukkan pakaian ke dalam koper merah"Siapa yang mengizinkan kau pergi!" Leon berteriak dengan keras.Bahkan suaranya mampu meruntuhkan bangunan Mansion mewahnya, hingga orang di tempat itu mendengar teriakan Leon. Tapi Kim tidak peduli, ia tetap memasukkan pakaiannya ke dalam koper."Kau tidak akan kemana-mana, Kim! Daddy bilang kau tetap di sini." Perintah Leon di ambang pintu. "Dengar, aku melakukan ini untuk kebaikan kalian. Kau tahu kan daddy juga sangat menyayangi Harry?"Wajah geram Kim berubah menjadi sinis, ia tidak melihat bukti Leon menyayangi Harry."Dad, kau mengancam akan membunuhnya! Ayah mana yang ingin melukai anaknya?" ujar Kim seraya mundar-mandir mengambil pakaian dari dalam lemari.Setelah siap Kim menarik kopernya keluar dari kamar melewati Leon
Sudah hampir tiga jam Kim terkurung di kamarnya. Ia berbaring di atas ranjang dengan keadaan tangan terikat, wajahnya sembab karena menangis sedari tadi. Mengapa tega ayahnya memperlakukan dia seperti tawanan. Ruangan itu gelap karena lampu tidak dinyalakan, hanya ada pantulan cahaya yang berasal dari jendela.Tiga tahun lalu, rumah ini ada kebahagiaan saat Ibunya, Emily, dan Harry masih bersamanya di Yellowstone. Tetapi sekarang semuanya berbeda."Kim... Kim... "Kim membuka matanya kaget. Ia mendengar suara ketukan dari jendela. Dan yang membuatnya tidak percaya adalah suara itu milik Harry."Apa yang kau lakukan di sini?" Kim melihat Harry masuk dari jendela, bola mata Harry membesar melihat keadaan Kim."Sialan! Siapa yang melakukan ini?" Harry mendudukkan Kim lalu membuka ikatan tali di tangan Kim. "Mr Leon keparat itu yang melakukan ini?" Ucapnya geram dengan nada pelan dan tajam."Dia daddy,
"Jadi selama ini kau tidur di sini?" Ucap Kim yang baru selesai mandi. Rambutnya masih basah di tutupi handuk. Pandangannya tertuju pada ranjang di atas lantai berseprai warna zebra.Suasana terasa benar-benar kaku dan canggung. Tubuhnya seperti di sengat oleh aliran listrik yang membuatnya gugup. Tapi ia berusaha untuk tetap santai di depan Harry.Dia membungkuk ke jendela. Dari sini bisa melihat halaman arah gerbang bengkel. Sambil membenarkan dress tidurnya Kim duduk di atas lantai yang terbuat dari kayu itu. Sialan Rachel, kenapa ia meminjamkan gaun tidur bukannya piama yang bercelana panjang.Sekilas Kim melihat Harry memandangi tubuhnya tak berkedip. Salahkan dirinya kenapa pergi begitu saja hanya membawa tas kecilnya yang berisi ponsel dan dompet juga parfum yang selalu standby di tasnya."Di sini sangat nyaman tidur, aku menyukai tempat in
Menjelang pagi suara ketukan keras dari pintu membangunkan Harry, ia bergeser pelan agar tidak membangunkan Kim di sebelahnya.Bayangkan betapa tersiksanya Harry tiap malam tidur bersama Kim tanpa melakukan apa pun, selain bercerita dan bercanda di atas kasur. Tapi begini saja sudah menyenangkan dari pada tidak melihat Kim berhari-hari.Harry berjalan lalu membuka pintu, mendapatkan Juan di bawah pintu dengan wajah panik, pria itu harus menarik nafas agar bisa mengatakan sesuatu. Harry mengerutkan keningnya menatap Juan tidak sabaran."Apa kau mabuk? Kau salah mengetuk kamar, bodoh." Ucap Harry. Mereka terbiasa memaki sesama teman tanpa rasa benci. Itu membuat mereka semakin dekat."Kau harus segera membawa Kim pergi dari sini. Ayahnya telah bergerak mencari Kim ke asrama." Akhirnya Juan bersuara. Di bawah Juan ternyata ada Rachel yang juga memasang wajah cemas."Apa kau yakin?" tanya Harry tegang. Juan dan Rachel mengangguk bersamaan. Kim me
Tiga jam kemudian Kim sudah berada di depan pintu kamar 301 milik Harry. Wanita itu tampak begitu gugup, satu tangannya sudah bersedia untuk mengetuk pintu tapi selalu ia urungkan.Tiba-tiba, seseorang membuka pintu itu. Harry hanya melotot, kaget melihat wanita yang selama ini ia cari kini berada di depannya. Rasanya ingin menarik tubuh Kim ke dalam pelukannya. Namun, mata Harry teralih pada tangan Kim yang menggenggam tangan anak kecil laki-laki. Anak itu yang ia selamatkan sore tadi.Setelah hening beberapa saat Kim berkata, "Boleh aku masuk?""Untuk apa kau datang? Ohh, ayahmu itu pasti sudah memberitahu pertemuan kami, kan," Kata Harry, "Sayangnya aku ada urusan, aku harus pergi." Harry pura-pura sibuk dengan melihat jam tangannya."Sebentar saja," ujar Kim lembut.Harry menelan ludahnya, ia membuang nafasnya sebelum memiringkan tubuhnya ke samping agar Kim bisa masuk."Sam ucapkan salam." Kim menundukkan kepalanya mel
Malam harinya Kim menikmati makan malam di ruang makan bersama ayahnya. Hubungan mereka beberapa tahun belakangan ini sangat baik dan terlihat dekat. Kim selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan ayahnya sekedar bercerita hal yang mereka lakukan hati ini atau Kim akan meminta masukan tentang pekerjaanya."Dad, aku sudah menghubungi orang properti dan pengacara untuk menjual Skyhouse," kata Kim."Kau yang bilang kita tidak perlu menjual tempat ini," sahut Leon meliat ke arah Kim, "apa ada wartawan lagi mengawasi rumah ini?""Meskipun kita mengganti nama pemilik Skyhouse, tetap saja mereka pasti bebal. Tidak percaya Skyhouse telah di jual, apalagi dia melihat Daddy mundar-mandir di sini. "Leon menghela nafas, ia telah menghabiskan sepiring steak sapi, "Waktu cepat sekali berlalu.""Kenapa wajahmu muram seperti itu, Dad? Kita sudah berjanji untuk tidak mengenang masa lalu lagi," ucap Kim pelan.Leon mengalihkan pe
"SAM! Are you okay?" suara pria tua itu sangat kuat. Ia mengambil Sam dari gendongan pemuda itu tanpa melihat wajah orang itu, "Thank God! Kau baik-baik saja my little boy." Suara pria itu lemah."Kakek..."Harry hampir tidak percaya orang itu adalah Leon Parker. Dia memperhatikan kedua orang yang sedang berpelukan itu.Apa katanya kakek?Setelah mengamati wajah anak kecil itu, tidak salah lagi mata itu mirip Kim-nya. Mata hijau biru yang mampu membuatnya terhipnotis.Kerutan muncul di dahi Harry, "Anak siapa ini?" tanyanya. Leon menoleh dengan wajah tak kalah kaget. Ia mengeratkan pelukannya, "Mengapa kau begitu ceroboh membiarkan anak sekecil ini tanpa pengawasan? Hanya karena hobi memancingmu.""Ya. Aku minta maaf," kata Leon bingung. Begitu saja ia mengucapkan maaf. Harry menghela nafas, merasa sudah keterlaluan bicara."Dia tidak apa-apa Tubuhnya tidak ada yang lecet."Harry memusatkan perhatiannya
Pagi sebelum matahari menyapa, Kim sudah bangun dan membuat sarapan. Hari ini jadwalnya sangat penuh tapi Kim berhasil mengaturnya. Wanita berambut sebahu itu terlihat lihai membuat sarapan kesukaan anaknya."Biar aku yang memandikan si kecil. Pergilah bersiap-siap nanti kau terlambat," seorang wanita baru saja datang ke dapur."Dia ada jadwal ke dokter gigi siang ini. Aku minta tolong antarkan dia ya, hati ini aku sibuk sekali." Kata Kim yang sedang memindahkan potongan roti ke piring dan mengolesinya dengan selai coklat."Kau memberinya sarapan roti coklat padahal dia ada jadwal ke dokter gigi? Yang benar saja, Kim?" cetus Naresh heranKim menatap wanita yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya sendiri dan tersenyum, "Hanya periksa gigi bulanan, Naresh. Makan coklat tidak akan membuatnya sakit gigi.""Kau terlalu memanjakan jagoanmu." Ujar Naresh tersenyum, "Baiklah aku yang mengan
Harry akhirnya sampai di Singapure. Wajah tegang di sekitarnya ketika ia berjalan kaki untuk mencapai Skyhouse. Lorong telah berubah, lukisan yang dulu menghiasi di depan apartemen mewah itu telah dibersihkan. Banyak perubahan besar di sini, dia jadi bingung. Apakah mungkin dia salah tempat?Orang yang melihat Harry mengerutkan kening padanya. Harry menghela nafas. Ia tahu betapa tampan wajahnya. Tapi tentu saja bukan karena itu mereka melihat Harry."Hei, enyah dari situ!""Aku sedang mencari seseorang orang." Ucap Harry kepada pria bertampang garang itu."Aku tidak peduli, jangan berdiri di situ! Pergi sana!"Harry mengumpat pelan, dia tidak mau membuat keributan dan memilih pergi.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Harry belum makan apa pun setibanya dia di bandara tadi. Ia memutuskan untuk singgah makan, di sekitar tempat itu ada kedai pizza. Ia berjalan meny
Empat tahun kemudian."Polisi baru saja menggerebek bagasi kita di bengkel Vernon. Sepertinya keadaan kita tidak aman lagi." Ujar pria berkepala botak, "Mereka sedang mengincar kita, jadi kita kita harus berpencar untuk bersembunyi.""Kalau bukan karena ulah Thomas, kita tidak akan diincar polisi," ujar Juan. "Merepotkan saja." Dia mundar-mandir gelisah memikirkan perkara itu."Jika salah satu diantara kita ada yang tertangkap, maka semua harus menyerahkan diri." Ucap Harry kepada mereka. Semua mengangguk pasrah. "Seandainya Thomas tidak menusuknya. Aku sendiri yang akan mematahkan leher Jacob.""Dia pasti dendam karena kita menjebaknya waktu itu." Gerald mengingat waktu mereka memasukkan narkoba ke mobil Jacib.Tiga hari lalu mereka melakukan tindakan gila di California ketika melakukan balapan liar. Thomas menusuk Jacob dengan kaca botol minuman. Itu karena orang itu menggoda Jelena dan
Memasukkan ke penjara tidak semudah itu.Leon berkata santai, "Kita lihat saja nanti siapa yang menang." Ucapnya kepada Natalie. Lalu ia melihat Harry dengan lekat. Terlihat ekspresi sedih di wajah Leon. Entah mengapa, tiba-tiba Leon merindukan keluarganya yang dulu. Di saat Amber dan Emily masih hidup dan Harry bersama mereka. Mungkin Kim tidak akan membencinya seperti sekarang ini. Jika saja Leon tidak melakukan kesalahan fatal.Wajah Natalie tampak dingin seperti es batu, dia bicara dengan nada penuh penekanan, "Aku memberikanmu pilihan Tuan Leon Parker, pertama menyerahkan diri ke kantor polisi, akui kesalahanmu. Atau aku akan membuat keluargamu bangkrut."Leon tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap Natalie dan bertanya-tanya kenapa wanita itu memberinya kesempatan. Apakah mungkin karena berterimakasih telah merawat Harry hingga besar?"Kurasa kau bicara seperti itu karena kau tidak punya bukti yang kuat untuk membuat suamiku di penjara.
"Harry..." gumam Kim tanpa sadar seraya mengusap sudut matanya yang basah. Ia masih shock melihat hasil test pack di tangannya.Sudah seminggu ia merasakan gejala tidak menyenangkan dan juga merasa aneh, tidak biasanya Kim telat datang bulan. Naresh orang yang terdekat dengannya di Yellowstone mengetahui hubungan Kim dan Harry sudah sejauh apa. Wanita itu berinisiatif membelikan test pack dan hasilnya."Oh My Gosh..." desis Naresh tidak kalah kaget. Ia menyentuh bahu Kim mencoba menenangkan wanita itu. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, apa kau akan mengatakannya kepada Harry?""Kimberley?""Aku tidak tahu... aku tidak tahu, Naresh." Ucap Kim frustasi. Rasa panik mulai melanda. Bagaimana kalau ayahnya tahu? Dollores dan Megan... mereka pasti akan membuatnya dalam kesusahan."Tolong aku Naresh," Kim memegang tangan wanita berbadan tegap itu. "Jangan katakan pada siapapun tentang kehamilanku. Bersikaplah seperti biasa.""Apa rencanamu?
Jelena mundur dari pelukan Harry, membuat Harry bingung. Apakah wanita itu tidak menikmati permainannya? Ternyata wanita itu meraba resleting gaunnya ke bawah. Dan dengan lancar ia menarik gaunnya ke atas dan membuka semuanya. Harry menatapnya dengan tersenyum."Kau perlu bantuan?""Aku bisa. "Harry memandangi Jelena yang sedang berusaha melepaskan bra brendanya berwarna putih. Kemudian melonggar ikatan dan melepaskan benda itu hingga akhirnya ia mengekspos seluruh buah dadanya kepada Harry.Harry menatapnya sejenak dan menikmati pemandangan indah itu. Tapi, jujur ia lebih menyukai milik Kim yang bulat dan penuh. Harry menangkup keduanya dan meremasnya membuat Jelena tersentak oleh kenikmatan itu. Bibir Harry memasukkan ujung dada milik Jelena ke dalam mulutnya dan bermain-main di sana. Menghisap dan menggigitnya ujung yang mengeras itu.Pria itu tampan... Jelena mengakui itu. Ia sangat t