Harry membawa si merah dengan kecepatan penuh menuju kampus. Martin yang berada di sebelahnya menahan nafas karena takut Harry akan membuatnya celaka. Martin tidak yakin Harry melakukan ini untuk bersenang-senang melainkan memberinya pelajaran atas ucapannya semalam.
Sampai di parkiran Martin buru-buru keluar. "Harry, nanti aku ada janji dengan Alice. Jadi kau tidak perlu menungguku pulang."
"Hoi! Kau pikir aku supirmu yang mengantar-jemput!" Ujar Harry seraya membanting pintu mobilnya. Cukup membuat Martin terlonjak di tempatnya. Lebih dulu Harry yang melewatinya.
"Dia sangat pendendam." Runtuk Martin kesal. Lalu ia melangkah berlawanan arah dengan Harry. Memilih jalan aman.
Dari belakang Jelena berjalan cepat menghampiri Harry. "Hei, ada apa denganmu. Kau ada masalah?" tanya Jelena penuh perhatian.
Harry hanya menoleh sedetik sambil berjalan. "Tidak ada. Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Dari wajahmu aku bisa melihat ada yang
"Ma'am, diluar ada seorang wanita yang mengaku teman Nona Kim. Dia sedang menunggu di teras." Seorang pelayan memberitahu dengan sopan pada Dollores.Dahi Kim mengkerut, belum pernah ada temannya datang ke Yellowstone.Keempat wanita itu masih terlihat sama-sama geram dan masih terlibat perdebatan sengit antara mereka. Terutama Minerva dan Dollores yang sama-sama tidak mau mengalah. Masing-masing diselimuti aura panas dalam diri mereka.Karena sudah menikah dengan Leon, Dollores merasa memiliki tempat di keluarga ini. Setiap pelayan tunduk padanya. Seakan kedudukannya lebih tinggi dari istri pertama Leon. Tetapi sayangnya, pernikahan mereka hanya tercatat di agama secara negara Leon belum meng-sahkan."Katakan padanya Kim tidak bisa diganggu. Suruh dia pulang." Jawab Dollores dengan angkuhnya."Atas dasar apa kau melarang teman Kim bertamu ke sini. Kau pikir ini daerah kekuasaa
Harry tidak sabaran ingin bertemu dengan Kim. Dia menunggu di jok belakang mobil, satu tangannya mencengkram pegangan kuat. Dia mengeluarkan erangan kekesalan.Sebenarnya jok belakang itu cukup gelap sehingga sulit untuk orang luar melihat keadaan di dalam mobil, jadi Harry cukup aman dari mata para pengawal yang berdiri di depan pintu rumah."Kau yakin security tadi mau diajak kerja sama?" tanya Gerald, pria yang memiliki banyak tato di tubuhnya. Maksud Gerald security yang berada di post keamanan di depan gerbang rumah.Harry menatap ke depan, pada Gerald yang duduk di bangku setiran. "Setiap kali aku pulang dengan keadaan mabuk, mereka selalu tutup mulut. Bahkan aku pernah mencium Kim di area rumah, tapi tidak ada yang tahu padahal ada banyak cctv di sini.""What the fuck, bro? Hubungan kalian sudah sejauh itu?" Harry mendengar Gerald mengejeknya sinis. Siapa pun pria di dekat
"Au... " Kim meringis saat tangan Harry menghempaskan tangannya kasar hingga membentur kaca jendela, untung tidak luka.Mata Iblis Harry menyipit pada Kim. "Apa susah menghubungiku beberapa hari ini? Berhari-hari aku menunggu kabarmu, Kim!" Harry meraih tangan Kim. "Jangan pernah meninggalkan aku seperti dulu.""Berhenti mengamuk, Harry. Dengar dulu penjelasanku.""Fuck! What do you want from me?" Makinya. "Kau menganggap perasaanku mainan? Tidak penting, iya?"Harry melepaskan genggamannya dan Kim mengambil mundur badannya. Tatapan Harry seperti menghantam dadanya sewaktu dia mulai menjaga jarak, seluruh tubuhnya gemetar dengan rasa takut yang lengkap dan penuh."Keluarga akan tersangkut dan kita akan menjadi berita buruk di media, mengertilah." Kim menyentuh tangan Harry berusaha menenangkan dirinya dan kekasihnya.Harry menyeringai sinis. "Jujur saja. Kau
"Aku bisa kehilangan kendali jika di dekatmu." Harry berbisik di telinga Kim frustasi. Wanita dengan dua tahi lalat di pipi dan satu d bawah bibir menatap kekasihnya sendu. "Kau harus pulang."Kim turun dari pangkuan Harry lalu duduk di sebelah pria itu, meletakkan kepalanya di atas bahu Harry. "Aku harus menjadi anak baik-baik sampai Daddy mengizinkan aku kembali ke kampus." Ucap Kim memberi pengertian. Menghadapi Harry harus lembut agar Harry tidak emosi lagi."Kau harus memberi kabar kalau tidak mau aku berbuat jauh padamu. Aku bisa nekad memanjat kamarmu."Kim menegakkan tubuhnya. "Tolong mengertilah, Harry. Kau tahu sekeras apa Daddy. Jika kau seperti ini kau akan mempersulitku. Aku tidak mau hubungan kalian semakin renggang." Harry mendengus kasar."Berjanjilah kau tidak akan membuat masalah." Ujar Kim lagi."Aku tidak akan membuat kesepakatan denganmu. " Ucap Harry tanpa melihat Kim. "Aku sangat menderita kau tidak bersamaku bebe
"Lama tidak bertemu, Harry." Ethan tersenyum tipis. "Kalian harus ikut denganku. Tuan sudah menunggu.""Katakan padanya aku tidak punya waktu." Balas Harry pada kaki tangan Leon. Pria itu mengelus badan pistolnya seakan siap mengambil mangsa."Apakah yang di mobil itu teman-temanmu?" ucapnya bernada mengancam. Sekilas Harry melihat ke mobilnya, tampak Kim dan Jelena ketakutan."Aku anggap ini adalah undangan." Ucap Harry, lalu ia kembali ke mobil. Kemudian mobil mereka mengikuti mobil di depan, sedangkan mobil jip di belakang masih setia mengikuti mereka."Apa Daddy menyuruh mereka menjemputku? Ini pasti perbuatan Megan dan Ibunya." Ucap Kim. Ada rasa takut yang timbul di hatinya, Neneknya sekarang pasti dalam masalah. Bodoh, Kim terlalu sepele pada anak-ibu itu."Tenang, Kim. Daddy tidak akan mencelakai kita." Ucap Harry, dia tidak tahu Gerald sudah mengirimkan lokasi pada Jimmy karena sudah berprasangka buruk dan cemas. Pria itu diam saja d
"Aku akan pergi dari sini, kembali ke asrama. Sudah lama aku tidak masuk kuliah." Ucap Kim menahan geram. Ia melangkah lebar ke arah kamarnya lalu memasukkan pakaian ke dalam koper merah"Siapa yang mengizinkan kau pergi!" Leon berteriak dengan keras.Bahkan suaranya mampu meruntuhkan bangunan Mansion mewahnya, hingga orang di tempat itu mendengar teriakan Leon. Tapi Kim tidak peduli, ia tetap memasukkan pakaiannya ke dalam koper."Kau tidak akan kemana-mana, Kim! Daddy bilang kau tetap di sini." Perintah Leon di ambang pintu. "Dengar, aku melakukan ini untuk kebaikan kalian. Kau tahu kan daddy juga sangat menyayangi Harry?"Wajah geram Kim berubah menjadi sinis, ia tidak melihat bukti Leon menyayangi Harry."Dad, kau mengancam akan membunuhnya! Ayah mana yang ingin melukai anaknya?" ujar Kim seraya mundar-mandir mengambil pakaian dari dalam lemari.Setelah siap Kim menarik kopernya keluar dari kamar melewati Leon
Sudah hampir tiga jam Kim terkurung di kamarnya. Ia berbaring di atas ranjang dengan keadaan tangan terikat, wajahnya sembab karena menangis sedari tadi. Mengapa tega ayahnya memperlakukan dia seperti tawanan. Ruangan itu gelap karena lampu tidak dinyalakan, hanya ada pantulan cahaya yang berasal dari jendela.Tiga tahun lalu, rumah ini ada kebahagiaan saat Ibunya, Emily, dan Harry masih bersamanya di Yellowstone. Tetapi sekarang semuanya berbeda."Kim... Kim... "Kim membuka matanya kaget. Ia mendengar suara ketukan dari jendela. Dan yang membuatnya tidak percaya adalah suara itu milik Harry."Apa yang kau lakukan di sini?" Kim melihat Harry masuk dari jendela, bola mata Harry membesar melihat keadaan Kim."Sialan! Siapa yang melakukan ini?" Harry mendudukkan Kim lalu membuka ikatan tali di tangan Kim. "Mr Leon keparat itu yang melakukan ini?" Ucapnya geram dengan nada pelan dan tajam."Dia daddy,
"Jadi selama ini kau tidur di sini?" Ucap Kim yang baru selesai mandi. Rambutnya masih basah di tutupi handuk. Pandangannya tertuju pada ranjang di atas lantai berseprai warna zebra.Suasana terasa benar-benar kaku dan canggung. Tubuhnya seperti di sengat oleh aliran listrik yang membuatnya gugup. Tapi ia berusaha untuk tetap santai di depan Harry.Dia membungkuk ke jendela. Dari sini bisa melihat halaman arah gerbang bengkel. Sambil membenarkan dress tidurnya Kim duduk di atas lantai yang terbuat dari kayu itu. Sialan Rachel, kenapa ia meminjamkan gaun tidur bukannya piama yang bercelana panjang.Sekilas Kim melihat Harry memandangi tubuhnya tak berkedip. Salahkan dirinya kenapa pergi begitu saja hanya membawa tas kecilnya yang berisi ponsel dan dompet juga parfum yang selalu standby di tasnya."Di sini sangat nyaman tidur, aku menyukai tempat in