Share

Chapter 5

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-23 23:59:28

"Selamat pagi, Pak Arsene. Silahkan dinikmati kopinya. Permisi," setelah meletakkan secangkir kopi di meja atasannya, Pandan membungkuk sopan dan pamit kembali ke belakang. 

"Mau ke mana kamu? Urusan kita yang kemarin belum selesai," sembur atasan barunya. 

Masalah sudah menghampiri pagi-pagi.

Pandan menghentikan langkah. Menarik napas panjang dan menghitung satu sampai lima sebelum berbalik badan. Bersiap berkonfrotasi dengan atasan barunya. 

"Ya, Pak. Saya siap mendengarkan," ucap Pandan sopan. Sebenarnya bukan sifatnya selalu mengalah saat ditindas dan dipersalahkan atas sesuatu yang bukan salahnya. Tetapi setelah ia pikir-pikir, sepertinya ia harus menerapkan ilmu tarik ulur. Ia boleh sesekali membantah, tetapi harus dengan cara yang sopan. Kalau ia terus melawan  sebelum misinya selesai, kemungkinan besar dirinya bisa dipecat. Dan itu tentu saja akan membuat penyelidikannya mandek. Jadi pilihan yang paling bijak saat ini adalah mengalah dulu. Mengalah itu 'kan bukan selalu berarti kalah. Tapi itu adalah bagian dari strategi. Yang tertawa paling akhirlah pemenang yang sesungguhnya. 

"Kenapa sekarang kamu pasrah sekali saat ingin saka eksekusi? Padahal kemarin-kemarin kamu terus saja membantah kata-kata saya?"

Bajirut memang atasannya ini. Membantah salah, menurut pun salah juga.

"Jadi Bapak lebih suka kalau saya terus saja membantah Bapak? Tidak masalah. Saya ini flexible orangnya. Semua hal bisa saya kondisikan," sahut Pandan sopan-sopan menantang. Wajah atasannya mulai berubah. 

Lo jual, gue kredit dah. Kan lo yang minta gue bantah.

"Bukan bermaksud apa-apa. Kalau saya boleh memberi pendapat, sebaiknya Bapak jangan terlalu sering berinteraksi dengan saya. Karena dikhawatirkan hal itu akan berdampak buruk untuk kesehatan Bapak sendiri nantinya." Pandan berusaha menampilkan wajah prihatin di antara keinginannya nyengir.

"Apa maksud kamu?" suara atasannya makin garang. 

Nah lo, bener kan penyakit darah tingginya sudah datang?

"Ya, hipertensi dan serangan jantung itu 'kan biasanya diakibatkan oleh tidak stabilnya aliran darah karena emosi yang berlebihan," jawab Pandan kalem.

Sesungguhnya atasannya ini sangat tidak mencerminkan sikap dan tingkah laku sebagai seorang atasan. Tidak ada aura wibawa atau pun sikap yang bisa membuat orang lain terkesan padanya. Beda sekali dengan sikap ayahnya, Pak Darwis. Pak Darwis adalah sosok atasan yang lembut dan hati-hati dalam bersikap. Untuk menyebut hasil kerja seseorang itu jelek saja misalnya. Beliau cenderung mengatakan bahwa hasil kerja orang tersebut kurang bagus. Begitu juga saat beliau akan mereject hasil kerja staffnya. Ia akan memakai kalimat ; coba kamu ulangi lagi dengan penawaran yang baru. Yang ini masih kurang sempurna. Walaupun semua perintahnya diucapkan dengan kalimat yang lembut, namun tidak ada satu pun staff yang berani membantah kata-katanya. Kesan yang timbul, orang-orang bukannya takut, tetapi segan. Sikap seperti inilah yang tidak dipunyai oleh Pak Arsene ini. Pak Arsene memimpin perusahaan dengan tangan besi alias sesukanya. Pak Darwis membuat orang-orang menyeganinya, sementara Pak Arsene membuat orang menakutinya. Pandan sudah bisa menyimpulkan sifat keduanya walau baru saja bekerja seminggu lebih di sini.

"Siapa sebenarnya kamu ini? Apa benar kamu ini hanya seorang tamatan SMP?" desis atasannya marah bercampur heran.

Waduhhh... gaswat ini mah. Sepertinya Pak Arsene mulai mencurigai jati dirinya. Langkah selanjutnya ia harus lebih berhati-hati lagi. Tanduk dan taringnya sebaiknya harus ia sembunyikan dulu. 

Bunyi ketukan pintu yang disertai suara merdu Mbak Verina menyelamatkannya dari keharusan menjawab pertanyaan Pak Arsene.  Mbak Verina masuk diiringi oleh seorang gadis cantik berbusana ketat berwarna hijau daun. Penampilan gadis ini mengingatkan Pandan pada lontong. Apa nggak sesak napas itu si mbaknya?

"Selamat pagi, Pak Arsene. Ini Bu Fenita Mawardi yang akan menggantikan Bu Intan." Mbak Verina memperkenalkan si mbak-mbak cantik yang kini sedang berjabat tangan dengan atasannya. 

Woho, jadi Bu Intan akan digantikan oleh mbak-mbak seksi ini? Menilik penampilannya, Ibu Fenita bahkan bisa membuat aki-aki bangkotan yang matanya lamur pun bisa mendadak terang. Pantas saja Pak Arsene memilihnya.  Kasihan Bu Intan. Semenjak Pak Darwis pensiun beberapa hari yang lalu, tugasnya lebih banyak dialihkan pada Mbak Verina yang cantik ini. Bu Intan hanya diberdayakan untuk membuat materi-materi rapat dan tugas-tugas tidak penting. Ditambah dengan masuknya sekretaris baru ini, makin tidak ada pekerjaanlah Bu Intan nantinya. Sepertinya Pak Arsene ingin menekan Bu Intan sampai si ibu merasa tidak tahan dan mengajukan resign sendiri. Kejam sekali. 

Sejurus kemudian masuk lagi seorang tamu atasannya. Kali ini ia sampai membuang muka kala memindai tamu atasannya. Denver Delacroix Bimantara. Pandan merasa entah ia punya karma apa, sampai ia harus terus bersinggungan dengan manusia mesum ini di mana-mana. Tapi sepertinya si Denver ini mempunyai bisnis dengan atasannya. Soalnya, Denver membawa tumpukan dokumen-dokumen yang baru saja dikeluarkannya dari tas kerjanya. Kalau atasannya sibuk, untuk apa ia ngejogrok di sini bukan? Lebih baik ia ngiser saja ke pantry. Tanpa menimbulkan suara, Pandan meper-meper dan bermaksud meninggalkan ruangan atasannya itu. Sesaat ia merasa Denver meliriknya tajam. Tapi ia bersikap pura-pura tidak tahu saja. Pak Arsene sepertinya juga telah melupakan kehadirannya. Syukurlah, dengan begitu ia jadi bisa kembali ke pantry dengan aman dan sentosa. Saat Pak Arsene meleng, ia segera membuka pintu dan melesat keluar. Selamat!

Setiba di pantry, Pandan membuat secangkir teh hijau untuk dirinya sendiri. Ia memang mempunyai kebiasaan untuk minum secangkir teh hangat  di pagi hari sebagai moodboosternya. Dan benar saja, setelah beberapa teguk teh mengaliri tenggorokannya, moodnya sudah lebih membaik. Sedang asik-asiknya menikmati teh, samar-samar ia seperti mendengar suara tangisan. Pandan menajamkan telinga. Mencoba mencari asal suara. Setelah mendengarkan dengan seksama, sepertinya suara tangisan itu berasal dari toilet. Pandan meletakkan cangkir teh dan mendekati toilet. Baru saja ia ingin mengetuk pintu toilet, sekonyong-konyong pintu toilet tiba-tiba terbuka. Sejurus kemudian Bu Intan keluar dengan mata sembab dan ujung hidung memerah.

"Bu Intan mau minum teh?" tanya Pandan sambil lalu. Ia juga tidak memandang ke arah Bu Intan sama sekali. Ia tidak ingin Bu Intan malu karena dipergoki baru habis menangis.

"Boleh juga, Pandan. Terima kasih ya?" sahut Bu Intan serak. Khas suara orang yang baru saja menangis.

"Saya tau kalau kamu telah melihat saya menangis. Dan saya yakin kamu juga pasti tahu kenapa saya bersedih. Saya sudah mengabdi bertahun-tahun pada perusahaan ini. Berusaha membantu Pak Darwis dengan kemampuan terbaik yang saya punya, hingga perusahaan tumbuh dan berkembang sebesar ini. Saya melakukan apapun demi perusahaan ini. Apapun! Tetapi lihatlah apa yang mereka lakukan kepada saya? Mereka bermaksud membuang saya begitu saja!" Curhatan Bu Intan hanya didengarkan saja oleh Pandan. Jujur, ia tidak tau harus bersikap bagaimana. Hal paling aman yang bisa ia lakukan adalah diam dan menjadi pendengar budiman. Siapa tau Bu Intan terpeleset kata dan memberi info padanya soal rahasia perusahaan. Biasanya orang yang marah cenderung akan membalas bukan?

"Ternyata ungkapan yang mengatakan cintai pekerjaanmu namun jangan cintai perusahaanmu, benar adanya. Karena kita tidak akan pernah tahu, kapan perusahaan akan berhenti mencintai kita. Buktinya ya seperti ini? Apa yang saya lakukan selama ini selalu tidak cukup baik di mata Pak Arsene?" keluh Bu Intan getir. 

"Bu Intan bukan tidak cukup baik bagi Pak Arsene. Bu Intan hanya maaf, tidak cukup muda dan tidak cukup seksi di mata Pak Arsene. Dan itu semua bukan salah Bu Intan. Bu Intan 'kan bekerja di perusahaan. Bukan di, maaf tempat hiburan malam," hibur Pandan sebisanya. 

"Iya. Kamu benar. Saya memang tidak cukup muda dan seksi di mata Pak Arsene. Hanya saja anak muda itu tidak cukup bijak untuk tau bahwa muda dan seksi, tidak akan membuat suatu perusahaan itu maju," tukas Bu Intan. Setelah menyusuti air matanya sekali lagi, Bu Intan pun segera berlalu dari hadapannya. Sepertinya Bu Intan bersiap-siap untuk menentang keputusan Pak Arsene. Bu Intan pasti tidak terima akan dilepehin begitu saja. Sepertinya tidak lama lagi akan ada pertikaian hebat di antara mereka berdua. Just wait and see.

========================

"Anterin empat cangkir kopi ini ke ruangan Pak Arsene ya, Ndan? Ada beberapa client baru Pak Arsene yang datang berkunjung," Mbak Nanik menyerahkan baki yang telah terisi empat cangkir kopi padanya.

"Inget, ntar kalo lo dirayu-rayu mereka jangan ke ge-eran. Lo cantik. Jadi wajar kalo mereka mau sedikit bermain-main dengan lo," Mbak Nanik langsung memberi peringatan. Akhir-akhir ini hubungan mereka berdua memang semakin membaik. Si mbak juga sering menasehatinya. Menurut Mbak Nanik, ia telah menganggapnya seperti adik sendiri.

"Ahsiappp!" Seperti biasa Pandan memberi jawaban dengan setengah bercanda.

"Lo jangan bilang ahsiap... ahsiap... tapi ntar tiba-tiba lo bunting aja," celetuk Mbak Nanik sadis.

"Astaghfirullahaladzim! Bisa dijadiin kerupuk jangek saya, kalau sampai hamil sebelum dihalalin, Mbak Nik." Seru Pandan ngeri. Dalam bayangannya, kedua orang tuanya akan memarahinya habis-habisan sementara kakaknya akan memotongnya kecil-kecil dalam bentuk dadu seperti kerupuk jangek. Sounds so scary. Isn't it?

"Gue cuma ngingetin. Perempuan 'kan kalo dirayu dikit aja suka lupa daratan. Dipuji cantik sekali. Diingetnya sampai sehari tiga kali dan terus dikenang sampai seumur hidup. Padahal kalimat itu mereka ucapkan pada semua perempuan. Karena memang perempuan itu 'kan kodratnya emang cantik. Masak ganteng? Ye kan?" lanjut Mbak Nanik lucu. Pandan nyengir. Walau terkesan gokil, tapi nasehat-nasehat Mbak Nanik memang benar adanya.

"Jadi, lo Jangan gampang baper kalo lo mau hidup aman di dunia ini. Paham lo?" sambung Mbak Nanik lagi. Pandan menganggukkan kepalanya dengan takzim, dan segera berlalu dari hadapan Mbak Nanik. Alamat dikuliahin sampai sore kalo 'lah kalau ia terus saja menjawabi semua wejangan-wejangan si mbak. Mbak Nanik tidak salah. Semua nasehat-nasehatnya itu bukan ia dapatkan dari jalur pendidikan formal ataupun buku-buku yang dibacanya. Tetapi dari pengalaman-pengalaman hidupnya. Jadi tingkat kebenarannya sudah lulus sertifikasi alias sudah teruji. Si Mbak sudah pernah mengalaminya sendiri. 

"Waktu pacar gue manggil gue, Cantik. Gue senengnya setengah hidup. Eh nggak lama kemudian gue denger dia manggil mbak-mbak penjual gorengan cantik juga. Manggil mbak penjual pulsa dan mbak kasir Indomare* juga cantik. Rupannya doi manggil cantik untuk kategori semua perempuan. Lalu apa bedanya gue yang nota bene pacarnya dengan penjual gorengan ya?"

Pandan terkekeh pelan saat teringat kembali insiden kata cantik yang diceritakan sambil lalu oleh Mbak Nanik di waktu lalu. Ketika tiba di ruangan Pak Arsene, Pandan mengetuk pintu tiga kali. Ketika mendengar sahutan masuk, ia memutar handle pintu sekaligus mendorongnya pelan. Jantungnya mencelos saat melihat siapa client-client baru atasannya ini. Mereka bertiga adalah teman-teman lama kakaknya yang kemarin ia lihat di Astronomix. Semuanya lengkap bertiga minus Denver. Oh ya? Denver tidak terlihat di ruangan ini lagi. Padahal saat ia tinggalkan tadi ada empat orang di ruangan ini. Ada Pak Arsene sendiri, Denver, Mbak Verina dan juga si mbak sekretaris baru, Fenita Mawardi. Mengapa Denver cepat sekali pulang? Ada apa ini sebenarnya? 

Pandan meletakkan kopi dengan hati-hati di atas meja. Sebelum meletakkan kopi, ia sempat melirik sekilas namun menyeluruh meja kerja atasannya. Dan di sana ada map berlogo AD Group yang diletakkan di antara tumpukan map-map lainnya. Fixed! Ia sepertinya sudah bisa meraba-raba siapa kira-kira hantunya di sini. Tapi tentu saja ia harus mengumpulkan bukti-bukti yang komplit terlebih dahulu. Ia tidak boleh sembarangan menuduh orang. 

"Lo emang Don Yuan sejati ya, Sen? Mulai dari CS, sekretaris lo yang yahud abis di depan, sampai OG yang bahkan lebih ehm lagi dari dua kandidat di depan. Semua ada dalam satu kantor. Lengkaplah sudah kantor lo ini surganya para laki-laki. Bisa tegang atas bawah kepala kami semua kalau lama-lama di sini. Kepala atas tegang mikirin kerjaan, dan kepala bawah tegang juga minta pelampiasan. Lo emang juara kalo soal-soal beginian. Hehehe."

Bajirut!

Pandan mengkertakkan gerahamnya. Geram mendengar ucapan yang begitu seksis oleh salah seorang client Pak Arsene ini. Walaupun diucapkan dalam bisikan pelan, tapi ia masih bisa mendengarkannya dengan jelas. Pandan tidak mengerti di mana para eksmud ini meletakkan hati dan dan pikirannya. Mereka semua dikandung oleh perempuan. Dilahirkan dari rahim seorang perempuan. Disusui, disuapi, diasuh dan dibesarkan juga oleh seorang perempuan. Bahkan surga mereka pun berada di telapak kaki perempuan. Bagaimana bisa mereka merendahkan seorang perempuan sampai seperti itu?

"Gue denger-denger lo udah ketemuan sama ownernya Aditama Group ya? Lo nggak tertarik apa sama konsepnya? Bukannya konsep-konsep mereka biasanya luar biasa?"  

Pandan yang bermaksud menutup pintu ruangan, seketika menghentikan langkahnya. Pembicaraan mereka mulai menarik perhatiannya.

"Iya. Pemiliknya temen lama gue dan Barry waktu SMP dulu. Gue dan Barry udah kenal lama sama si Utan. Kecuali si Kenan ini. Kalau Kenan 'kan emang dari kecil udah tinggal di Perth. Kembali ke masalah kerjaan. Konsep si Utan bagus banget sebenarnya. Hanya saja costnya agak di atas dari harga yang lo tawarkan. Lo temen SMA gue, dan si Utan temen SMP gue. Gue, Barry dan Kenan selalu memisahkan antara masalah bisnis dan pertemanan. Perusahaan kami adalah perusahaan komersil, bukan yayasan. Jadi sudah pasti yang kami kejar itu keuntungan yang sebesar-besarnya. Makanya kami bertiga memutuskan untuk bekerjasama dengan perusahaan lo dibandingkan dengan Aditama Group." 

Cukup sudah! Berarti ada yang membocorkan tentang harga penawaran dari kakaknya. Map AD group di meja Pak Arsene. Penawaran harga yang sedikit rendah dari harga yang ditawarkan kakaknya. Mengapa selalu kebetulan seperti ini? Pandan semakin yakin dengan dugaannya. Hantu keparat itu telah menghianati kakaknya. Tunggu saja pembalasannya! 

Kalo lo bisa menghianati persahabatan lo dengan kakak gue dengan cara seperti ini, gue juga bisa menghancurkan perusahaan lo. Kita lihat saja, jadi apa ke depannya PT. Gilang Gemilang Pratama Mandiri kalau gue kerjain semua client-clientnya!

Jangan bilang gue licik. Lo yang memulai semua ini. Gue cuma ikutin aja smua alur cerita lo. Tunggu aja pembalasan dari gue!

Bab terkait

  • Love of My Life   Chapter 6

    Pandan terbangun di tengah malam karena mimpi buruk. Ia bermimpi kalau perusahaan mereka bangkrut dan kakaknya masuk penjara. Masih begitu jelas terekam dalam benaknya, kakaknya berteriak-teriak histeris dan mengatakan kalau ia tidak bersalah sebelum beberapa orang polisi meringkusnya. Pandan terduduk tegak di atas tempat tidur. Tubuh terus gemetar dengan keringat dingin yang bercucuran. Mimpi itu begitu nyata. Apalagi saat bagian kakaknya menoleh ke belakang sambil terus meneriakkan kata kalau ia tidak bersalah. Sementara ia berlari mengejar kakaknya. Meminta para polisi itu untuk membebaskan kakaknya. Ia seolah-olah sedang menonton dirinya sendiri di dalam mimpinya.Karena tidak bisa kembali tidur, Pandan turun dari ranjang. Ia bermaksud membuat segelas susu hangat di dapur. Biasanya kalau ia terbangun di tengah malam dan tidak bisa tidur lagi, segelas susu hangat akan membuatnya rileks. Saat akan mendekati dapur, Pandan menjerit kaget melihat ada bayang

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 7

    Pagi yang rusuh. Pandan dan Mbak Nanik saling berpandang-pandangan saat mendengar suara-suara pertengkaran dari dalam ruangan Pak Arsene. Bentakan-bentakan Pak Arsene yang diiringi dengan tangisan dan juga makian Bu Intan mewarnai pagi di P.T Inti Graha Anugrah. Mbak Nanik mengatakan selama hampir delapan tahun ia bekerja di perusahaan ini, belun pernah ada kasus yang seheboh ini. Biasanya saat ada pemecatan terhadap salah seorang staff, semua prosedur pemecatannya di tangai oleh pihak HRD. Jadi kalau yang bersangkutan tidak puas atau tidak terima bila dipecat, maka urusannya hanya sampai di HRD. Tidak ada yang berani memprotes apalagi sampai memaki-maki seorang Direktur Utama. Bu Intan merupakan satu-satunya staff senior yang berani langsung protes pada pimpinan tertinggi di perusahaan ini."Anda anak bau kencur tidak tahu apa-apa, bisa-bisanya Anda memperlakukan saya seperti ini. Dasar tidak tahu berterima kasih! Kalau tidak ada saya, perusahaan ini sudah kola

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 8

    "Jelaskan..."Denver melihat staff adminnya yang bernama Indah Pertiwi itu terus saja gemetaran walaupun ia sudah menggunakan nada paling rendah saat menginterogasinya. Duduknya tidak tenang dan kedua tangannya saling meremas satu sama lain. Tatapan matanya tidak fokus pada satu titik dan terus saja memandang kesegala arah kecuali padanya. Denver memberi isyarat pada detektif yang terlihat memegang sebuah amplop coklat. Denver tahu, isi amplop itu pasti hasil penyelidikan menyeluruh dari detektifnya. Setelah membacanya sebentar, is sudah tahu secara gadis besar semua permasalahannya. Ia kemudian memberi kode pada sang detektif untuk keluar. Ia ingin menguliti Indah Pertiwi ini sendirian selapis demi selapis. Sang detektif membuka pintu ruangan dan saat bayangan si detektif menghilang, barulah Indah bersuara."Sa--sa--ya bersalah. Saya minta ma--maaf." Jawab Indah terbata-bata."Bukan itu jawaban yang saya i

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 9

    Denver melajukan mobil sekencang-kencangnya. Semakin lama pedal gas yang diinjaknya semakin dalam. Ia memerlukan pelampiasan! Sembari menyetir ia memegangi dada kanannya yang terasa sesak. Tidak bisa begini. Ia merasa kesulitan meraih udara. Paru-parunya seakan kolaps. Ia membutuhkan udara segar, atau ia akan mencelakakan dirinya sendiri di jalan raya.Ketika melewati jalan yang sedikit sepi, Denver menyalakan lampu tangan dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dengan segera ia keluar dari mobil seraya menghembuskan napas kasar pendek-pendek dari mulutnya. Ia sudah menduga kalau memang Pandanlah biang keroknya. Toh ia juga telah melihat photo-photo mesra Pandan dengan para calon clientnya. Ia jelas-jelas telah tahu aksi-aksi tidak bermoral Pandan. Tetapi ketika melihat Pandan beraksi dengan mata dan kepalanya sendiri, beda rasanya. Sakitnya merasuk hingga ke tulang sumsumnya. Jujur ia sempat tidak ingin mempercayai penglihatannya. Menerima kenyataan yang ti

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 10

    "Bagaimana Pandan Wangi Aditama Perkasa? Saya tidak mendengar jawaban kamu. Sudahlah, buang wajah pura-pura kaget kamu itu. Di sini tidak ada siapa-siapa. Jadi sikap sok innocent kamu itu tidak berguna. Jangan membuat saya semakin muak dengan ekspresi wajah munafik kamu itu," cetus Denver dingin.Pandan tidak menjawab sesuku kata pun. Tetapi ia menatap tajam wajah Denver dengan kebencian yang tidak lagi ia sembunyikan. Dasar penghianat manipulatif! Sudah salah tetapi masih saja bersikap playing victim."Kalau saya katakan bahwa saya tidak seperti yang kamu duga. Apakah kamu akan mempercayai kata-kata saya?" ucap Pandan sembari menatap tepat pada netra hitam mata Denver."Tidak," jawab Denver singkat.Pandan menarik napas panjang. Berarti apapun yang akan ia katakan selanjutnya, tidak akan ada gunanya. Denver telah memilih untuk mempercayai asumsinya sendiri. Ia jelaskan sampai mulutnya berbusa-

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 11

    Mahater ragu-ragu antara ingin membangunkan Pandan atau menelepon Lautan saat mereka telah tiba di pintu gerbang kediaman Aditama Perkasa. Sebenarnya kalau mau dirunut-runut, keluarga besarnya masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengan keluarga Aditama Perkasa, walaupun bukan digariskan melalui hubungan darah. Ibu Pandan adalah adik angkat ayahnya dan mereka dibesarkan bersama sebagai kakak adik. Namun lama kelamaan perasaan cinta persaudaraan mereka berubah rasa menjadi cinta asmara antara seorang laki-laki dan perempuan. Hanya saja karena satu dan lain hal mereka berdua tidak berjodoh. Ibu Pandan akhirnya menikah dengan Revan Aditama Perkasa sementara ayahnya menikahi anak salah satu karyawannya yang bernama Suci Melati, ibunya. Karena masa lalu mereka yang saling terkait satu sama lain, menjadikan hubungan kekeluargaan mereka merenggang. Om Revan tidak menyukai ayahnya begitu juga sebaliknya. Ayahnya selalu mengatakan kalau Om Revan itu tukang tikung. Sementara Om Revan juga me

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 12

    "Sini kopinya, biar saya saja yang bawa," Bu Fenita, sekretaris baru Pak Arsene, meraih baki yang sedianya akan diantarkan oleh Pandan ke ruangan atasannya. Pandan dan Mbak Nanik saling berpandangan. Tumben sekali Bu Fenita mau bersusah payah mengantarkan kopi untuk tamunya Pak Arsene. Biasanya setelah mengintruksikan ini itu, Bu Fenita segera berlalu dari pantry. Namun kali ini ada sesuatu yang berbeda. Setelah memesan kopi, Bu Fenita menunggu dengan sabar dan sekarang ingin mengantarkan minumannya sendiri. Namun tak urung Pandan memberikan juga bakinya pada Bu Fenita yang segera berlalu dengan langkah bergegas menuju ruangan Pak Arsene."Jiwa kepo gue mendadak meronta-ronta penasaran ngeliat sikap mencurigakan Bu Lemper ini, Ndan. Sebentar ya, gue nyari info dulu. Siapa sih sebenernya tamu Pak Arsene ini sampe Bu Lemper semangat banget nyari perhatiannya?" Mbak Nanik bergegas mengekori langkah Bu Fenita.Pandan hanya menggeleng

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 13

    "Saya sudah selesai, Pandan." Ujar Bu Intan seraya menjejalkan beberapa dokumen lagi ke dalam tas besarnya."Oh sudah ya, Bu. Mari Bu," Pandan mempersilahkan Bu Intan keluar terlebih dahulu agar ia bisa mengunci pintu. Mendekati ambang pintu, Bu Intan mengeluarkan ponsel dan menekan beberapa nomor. Sambil mengunci pintu dalam gerakan yang ia lambat-lambatkan, Pandan menajamkan pendengarannya."Hallo... saya hanya ingin mengingatkan. Tidak masalah buat saya kalau kamu mau menjual informasi-informasi itu kepada Arsene. Hanya saja, saya tidak mau kalau nama saya disangkutpautkan dalam project-project kalian setelahnya. Hubungan masalah pekerjaan kita berdua sudah selesai. Jangan pernah membawa-bawa nama saya lagi dalam hal apapun. Mulai hari ini saya sudah tidak kenal lagi dengan kamu. Titik." Bu Intan kemudian menutup teleponnya.Pandan yang tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengorek keterangan, buru-buru menah

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-24

Bab terbaru

  • Love of My Life   Extra Part II

    "Apa gue kata 'kan, Ndan? Laki mah kalo di luar aja kelihatan keren, macho, laki abis. Coba udah berhubungan dengan perasaan dan isi hati. Lemah coeg! Kayak puding kelebihan air. Ambyar," ejek Vanilla semangat. Ia terus menyindir-nyindir Denver sekaligus menyentil Altan, suaminya sendiri. Bukan apa-apa, rasanya bahagia dan puas sekali bisa menyinyiri dua bapak-bapak muda yang biasanya galak dan macho abis ini. Ia jadi kepingin goyang dumang saat melihat dua laki-laki gahar itu hanya cengar cengir salah tingkah mendengar sindirannya."Udah dong, Sayang. Jangan terus diobok-obok ah kelemahan Abang. Abang 'kan lemahnya sama kamu saja. Itu artinya, Abang cinta banget sama kamu. Iya 'kan, Sayang?" Altan mencoba merayu istri jahilnya agar tidak semakin membuatnya kehilangan muka. Tetapi jujur, ia bahagia juga karena Denver yang gahar pun ternyata sama lemahnya seperti dirinya. Kalau menyangkut orang yang ia sayang, segahar apapun seorang laki-laki akan tetap saj

  • Love of My Life   Extra Part I

    Pandan terbangun di tengah malam saat merasakan perutnya menegang. Perlahan ia mengelus-elus perut buncitnya. Berharap rasa tegangnya bisa sedikit berkurang. Ia melirik ke sisi kanan ranjang. Denver, suami machonya tengah tertidur pulas. Garis-garis kelelahan tampak membayangi raut wajahnya. Tidak heran Denver kalau suaminya ini sekarang tepar. Tadi pagi baru tiba dari luar kota, ia harus kembali meeting marathon dengan para investor di kantor. Tidak heran kalau saat ini suaminya itu tidur seperti orang mati. Suaminya lelah jiwa raga.Pandan meringis saat merasakan nyeri di perutnya. Sebenarnya sudah sejak tadi pagi, ia merasa kalau tubuhnya tidak nyaman. Perutnya sering terasa tegang tiba-tiba namun hilang juga dengan sendirinya. Menurut buku-buku yang ia baca, mungkin ia tengah mengalami braxton hicks atau kontraksi palsu. Karena rasa kramnya ituhanya terasa di daerah perut atau panggul. Selain itu frekuensi dan pola kontraksinya juga acak dan ti

  • Love of My Life   Chapter 46(end)

    Pandan dan Denver tersenyum sumringah. Hari ini adalah hari yang paling mereka tunggu-tunggu. Yaitu resepsi pernikahan mereka. Sebenarnya bukan meriahnya acara yang membuat mereka bahagia. Tetapi makna yang tersirat di dalamnya. Resepsi ini adalah seperti pemberitahuan resmi pada khalayak ramai bahwa mereka berdua telah sah menjadi sepasang suami istri. Walaupun sebelumnya mereka berdua telah menikah dan sah secara hukum dan agama, tetapi tidak semua orang mengetahuinya bukan? Bagi orang yang tidak mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, bisa saja kebersamaan mereka dianggap zinah. Oleh karena itulah maka resepsi pernikahan diperlukan.Saat ini ia dan Denver tengah menjadi ratu dan raja sehari. Mereka berdua duduk di pelaminan dan memandangi para tamu yang datang dan pergi silih berganti. Di samping kanan mereka terdapat satu pelaminan lagi. Di sana Tyza dan Elrama lah yang menjadi ratu dan rajanya. Resepsi pernikahannya memang digelar secara bersamaan

  • Love of My Life   Chapter 45

    Satu setengah jam sebelumnya.Denver merasa ada sesuatu yang tidak beres saat ia tidak bisa menghubungi ponsel Pandan. Ia kemudian menghubungi ponsel ibunya untuk mengetahui keadaan Pandan di rumah. Saat itulah perasaannya menjadi semakin tidak enak. Ibu dan ART-nya sedang berbelanja bulanan di supermaket rupanya. Itu artinya istrinya hanya sendirian saja di rumah. Ia mencoba menghubungi Pak Mul. Hatinya semakin was-was karena untuk pertama kalinya ponsel SATPAM yang menjaga rumahnya itu dalam keadaan tidak aktif. Pasti telah terjadi sesuatu, batinnya. Tanpa membuang waktu, ia meninggalkan kantor dan mengebut pulang ke rumah. Di sepanjang jalan, degup jantungnya semakin tidak berarturan. Ia sangat takut kalau terjadi sesuatu pada istrinya. Apalagi istrinya saat ini tengah berbadan dua.Mendekati pagar rumahnya ia tahu pasti telah terjadi sesuatu. Pintu gerbang rumahnya terbuka lebar sementara sosok Pak Mul tidak terlihat di pos jaga se

  • Love of My Life   Chapter 44

    Vanilla menarik napas lega saat putrinya akhirnya tertidur juga. Ini adalah kesempatan emas baginya untuk ikut tidur juga barang sejenak. Semenjak mempunyai bayi yang usianya masih dalam hitungan bulan, jadwal tidurnya menjadi berantakan. Ia sudah mirip dengan kelelawar sekarang. Kalau malam ia melek sambil momong anaknya yang tidak mau tidur. Dan kalau pagi seperti ini barulah ia tidur. Sekarang baginya pagi itu adalah malam, dan malam itu adalah pagi. Untung saja matahari dan rembulan tidak ikutan ganti shift seperti dirinya. Coba ikut ganti jadwal juga, bakalan seperti hidup di negeri Thanos lah kita semua.Baru saja ia ingin merebahkan tubuh lelahnya, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Pandan Wangi, rupanya. Sudah lama sekali sahabatnya ini tidak menghubunginya. Semenjak ia mempunyai bayi, Pandan memang sudah jarang sekali mengajaknya hang out bersama. Ribet katanya. Ya jelaslah, dugem sambil momong bayi itu tidak mudah bambank. Riweuh. Lagian kesia

  • Love of My Life   Chapter 43

    Denver melambaikan tangan pada Pandan setelah terlebih dahulu memberi kecupan jarak jauh pada istrinya. Seolah-olah kecupan sayang yang baru saja dicercahkannya di kening istrinya tadi, masih belum memuaskannya. Setelah itu baru lah ia masuk ke dalam mobil dan meninggalkan istrinya untuk bekerja. Setiap pagi agendanya memang seperti ini. Pandan akan menemaninya sarapan pagi, mengiringi langkahnya sampai ke teras depan, dan melambaikan tangannya sampai bayangannya tidak tampak lagi. Ritual paginya sungguh membahagiakan.Tapi khusus hari ini ia akan sedikit terlambat untuk pergi ke kantor. Ia akan mengunjungi Irma terlebih dahulu di Rumah Tahana. Ia memang sudah merencanakan hal ini dari minggu lalu. Sebelum Irma dinyatakan bersalah dan resmi menjadi seorang narapidana, ia ingin berbicara dengannya dari hati ke hati terlebih dahulu. Bagaimanapun dulu Irma adalah temannya. Lebih tepatnya teman yang selalu ia lindungi dari masalah perudungan di sekolahnya. Ia ingin

  • Love of My Life   Chapter 42

    Ziva membeku. Ia sejenak seperti merasa merasa kehilangan orientasi. Ini pendengarannya yang salah atau memang Lautan yang jadi error karena dibodohi Irma bin Puput ya? Bagaimana ia tidak bingung coba, Lautan yang biasanya dingin-dingin coolkas masa mendadak romantis ala ala anak santri begini? Jangan-jangan ada yang tidak beres dalam struktur otaknya."Bang Utan sadar nih ngomong ginian sama Ziva? Inget ya Bang, apa yang sudah diucapkan tidak boleh ditarik lagi kayak petugas BPOM narik makanan kadaluarsa di supermaket. Jangan karena Abang lagi galau makanya Abang jadi iseng gombalin Ziva." Ziva mencebikkan bibirnya. Pura-pura kesal. Padahal dalam hati dia ingin goyang dombret sambil salto-salto di udara saking senangnya. Bayangkan, ia mendapat balasan gombalan syariah dari pria pujaan hatinya."Kamu lihat Abang sedang pingsan tidak?" tanya Lautan. Ziva menggelengkan kepalanya. Ya emang kagak pingsanlah. Kalau pingsan mah orangnya reba

  • Love of My Life   Chapter 41

    Denver membuka pintu kamar perlahan dan menutupnya kembali dengan hati-hati. Berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Ia tidak ingin Pandan ikut terbangun. Setelah pintu tertutup rapat, ia melanjutkan langkahnya menuju ke taman belakang. Ia memang sengaja mencari tempat yang tenang dan kondusif untuk menelepon Lautan. Mengajak bicara dari hati ke hati. Bagaimanapun pembicaraan mereka ini sangat sensitif. Kalau ia tidak hati-hati, bisa-bisa Lautan salah paham dan menganggapnya memfitnah calon istrinya.Sebenarnya Lautan itu sudah berniat untuk menikah dengan Puput tahun ini juga. Hanya saja Lautan belum memberitahukan niatnya pada keluarganya. Ia ingin membuat kejutan katanya. Keinginan Lautan ini hanya ia seorang yang mengetahuinya. Karena Lautan memintanya untuk merahasiakannya dulu. Makanya saat ini ia begitu resah. Membongkar semua kedok Puput pada Lautan yang tengah sayang-sayangnya, ibarat makan buah simalakana. Ia tidak tega membayangkan betapa kecew

  • Love of My Life   Chapter 40

    "Terus hubungan Radit sama Irma ini apaan? Kok kesannya si Radit ini ngelindungin si Irma banget? Bukannya saya suuzon sama orang ya, Bang. Tapi Radit itu biasanya nggak pernah mau berteman dengan orang yang maaf, nggak selevel dengannya. Setahu saya sih begitu, Bang," ucap Pandan hati-hati. Bukan apa-apa, Denver ini agak sensitif kalau nama Radit dibawa-bawa. Denver tidak langsung menjawab. Ia malah melipat kedua tangannya ke dada. Bersedekap sambil menyipitkan matanya. Hadeh bau-baunya bakalan disindir-sindir lagi nih."Kenapa kamu ingin tahu sekali mengenai hubungan Radit dan Irma?" ujar Denver kesal.Nah kan, kejadian juga apa yang baru saja ia pikirkan. Kudu pake strategi, puji, angkat, dan umbang-umbang lagi ini sepertinya."Ck, ya karena saya ingin mengungkap kasus sabotase dan teror meneror ini lah, Abangku sayang," rayu Pandan mesra. "Udahan dong Bang, curiga-curigaannya. Kan sudah saya bilang,

DMCA.com Protection Status