Share

Chapter 7

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2021-11-24 00:00:42

Pagi yang rusuh. Pandan dan Mbak Nanik saling berpandang-pandangan saat mendengar suara-suara pertengkaran dari dalam ruangan Pak Arsene. Bentakan-bentakan Pak Arsene yang diiringi dengan tangisan dan juga makian Bu Intan mewarnai pagi di P.T Inti Graha Anugrah. Mbak Nanik mengatakan selama hampir delapan tahun ia bekerja di perusahaan ini, belun pernah ada kasus yang seheboh ini. Biasanya saat ada pemecatan terhadap salah seorang staff, semua prosedur pemecatannya di tangai oleh pihak HRD. Jadi kalau yang bersangkutan tidak puas atau tidak terima bila dipecat, maka urusannya hanya sampai di HRD. Tidak ada yang berani memprotes apalagi sampai memaki-maki seorang Direktur Utama. Bu Intan merupakan satu-satunya staff senior yang berani langsung protes pada pimpinan tertinggi di perusahaan ini.

"Anda anak bau kencur tidak tahu apa-apa, bisa-bisanya Anda memperlakukan saya seperti ini. Dasar tidak tahu berterima kasih! Kalau tidak ada saya, perusahaan ini sudah kolaps setahun yang lalu. Apakah Anda tahu itu?" suara Bu Intan terdengar sampai keluar ruangan.

"Tetapi Anda juga sudah dibayar mahal oleh ayah saya bukan? Jadi tidak ada lagi istilah balas budi di sini. Tidak usah membawa-bawa jasa kalau Anda sudah menerima kompensasinya. Bahkan, nilai dari kompensasi itu sudah lebih dari yang seharusnya. Yang tidak tahu diri dan tidak tau terima kasih itu, Anda. Anda sudah melewati batas dari tugas Anda yang seharusnya!" gelegar suara Pak Arsene juga tidak kalah kerasnya dengan suara Bu Intan. 

"Baik. Saya akan resign saat ini juga. Kita akan sama-sama lihat, akan jadi apa perusahaan ini ditangan Anda? Anda pikir menjalankan perusahaan itu bisa hanya dengan mengandalkan kerja keras saja? Nonsense! Tanpa adanya trik-trik nakal dan lobby-lobby cantik, perusahaan ini sudah tinggal nama dari jauh-jauh hari. Apakah Anda tahu itu?"

"Tahu. Saya sangat tahu. Seperti saya juga tau kalau Anda adalah orang yang sangat ahli dalam melakukan trik-trik murahan sampai kebablasan. Tapi Anda tidak usah khawatir, saya sudah belajar banyak dari trik-trik lama Anda. Saya sekarang punya trik-trik baru yang lebih efektif cara kerjanya. Sekretaris saya sudah menghandle semuanya."

"Mememukan trik-trik baru? Sekretaris Anda sudah menghandle semuanya? Omong kosong! Anda menghina kecerdasaran saya kalau Anda membandingkan kinerja saya dengan sekretaris Anda yang pakaiannya sebelas dua belas dengan lemper itu. Saya sampai merasa kasihan melihat kancing bajunya yang seakan-akan meminta tolong karena  ltidak kuat lagi menahan beban."

Pandan nyengir lebar. Begitu juga Mbak Nanik dan beberapa staff yang ikut menguping pertengkaran atasan mereka. Cara Mbak Intan menggambarkan sekretaris Pak Arsene itu mewakili perasaan mereka semua. Pas banget! Bu Intan dan Pak Arsene masih terus saling jual beli kata-kata. Suasana makin lama makin memanas. Beberapa staff yang penasaran, diam-diam  menajamkan pendengaran mereka. Mereka semua kepo karena serunya adu mulut Bu Intan dengan atasan mereka.

Pintu ruangan Pak Arsene tiba-tiba terbuka. Bu Intan keluar dengan wajah merah padam dan berderaian air mata. Bu Intan berjalan lurus menuju ke ruang arsip tanpa mempedulikan tatapan keheranan para staff-staff lainnya. Beberapa menit kemudian ia keluar dengan sebuah kardus besar berisi barang-barang pribadinya. Pandan melihat ada photo-photo, buku-buku dan beberapa file-file lainnya. Dengan mulut yang membentuk garis lurus, Bu Intan mengunci mulutnya rapat-rapat dan berjalan cepat menuju ke tempat parkir. Ia kemudian masuk kecdalam mobil dan meninggalkan kantor dengan kepulan asap yang menyebar kemana-mana. 

"Wuihhh... serem banget ya, Ndan kalo Bu Intan yang biasanya sabar banget itu marah? Nggak nyangka gue kalau si ibu berani memaki-maki Pak Arsene seperti tadi. Salut gue!"  Mbak Nanik bersiul kagum. Mbak Nanik yang memang doyan nonton sinetron itu sepertinya masih terpesona pada kegarangan Bu Intan walaupun pada akhirnya si ibu tetap resign juga. Pandan sebenarnya agak heran melihat interaksi antara atasannya dengan Bu Intan ini. Bertengkarnya mereka itu tidak mirip dengan pertengkaran antara karyawan dengan atasan. Tapi malah lebih mirip pertengkaran antar keluarga. Ya rasanya aneh saja kalau karyawan menangisnya sampai emosional dan baper seperti itu? Seperti habis diputuskan pacar saja. Pasti ada sesuatu di luar masalah pekerjaan yang tidak diketahui oleh mereka semua.

"Marahnya orang diem emang lebih serem, Mbak. Eh Mbak, saya boleh nggak ngerapiin ruang dokumen? Pasti keadaan ruangan itu sekarang berantakan setelah diacak-acak sama Bu Intan?" usul Pandan hati-hati.

"Ya udah sana rapiin. Emang sudah waktunya dibersihin juga. Ini kan hari kamis. Eh ntar lo jadi makan siang di luar nggak sama temen lo? Gue nitip gorengan ntar ye? Lo nggak usah takut. Gue bayar kok. Kagak minta dibeliin pake ucapan terima kasih doang," ujar Mbak Nanik kocak.

Pandan tertawa. Mbak Nanik ini walau judes tapi orangnya baik dan seru abis. Bodoh sekali mantan pacarnya yang dulu meninggalkannya. Memilih yang muda dari pada yang cinta dan setia. Padahal sekarang muda tapi sepuluh tahun lagi 'kan bakalan tua juga. Sementara cinta dan kesetiaan itu sifatnya abadi. Nggak ada batas waktunya. 

Pandan memindai pergelangan tangannya. Pukul sembilan pagi. Masih ada tiga jam lagi sebelum ia menjegal calon-calon client  Denver. Ia sudah begitu tidak sabar untuk membuat wajah kakaknya berseri-seri lagi. Masih terbayang di matanya, bagaimana kemarin kakaknya tersenyum gembira karena berhasil mendapatkan tiga project besar sekaligus tanpa ia sangka-sangka. 

Oke, mungkin caranya mendapatkan client memang licik. Tetapi tahapan yang dilalui kakaknya sebelum si calon client setuju untuk bekerjasama adalah murni atas usaha kakaknya sendiri. Ia tidak memiliki kontribusi sedikitpun di sana. Ia hanya memberi umpan, dan kakaknya sendirilah yang mengail dan mengeksekusinya. Ia tidak seperti Denver yang selain menjegal tapi juga membocorkan angka-angka nominalnya pada perusahaan Arsene. Denver itu pecundang sejati. 

Satu hal yang masih menggantung dalam pikiriannya adalah, mengapa Denver mau melakukan semua itu? Kompensasi dalam bentuk apa yang didapatkannya dari Arsene? Kalau hanya masalah uang, come on, seorang Delacroix Bimantara itu kaya. Malah kekayaannya jauh melebihi keluarga Arsene Darwis. Inilah misi selanjutnya yang harus ia gali. Misi pertamanya untuk mencari si penghianat usai sudah. Sekarang tinggal menyelidiki misi untuk apa si Denver melakukan semua ini? Pandan tau, tidak mudah memang menyingkap semua tabir ini. Tetapi jangan sebut ia sebagai putri Revan, kalau ia tidak mampu untuk mengungkap semua masalahnya hingga kecakar-akarnya. Just wait and see!

========================

Pandan keluar dari toilet cafe dengan penampilan yang sangat jauh berbeda. Kali ini ia menyamar menjadi seorang  gadis abege, karena calon clientnya berkepribadian kekinian dan masih sangat muda. Dari laman media sosialnya Pandan sudah bisa menyimpulkan kalau calon clientnya ini menyukai gadis-gadis muda. Makanya penampilannya kali ini buat menyerupai anak SMA. Ia mengenakan jumpsuit putih mix dalaman kaos rajut garis-garis, dan bandana yang ia ikat manis di atas puncak kepalanya. 

Sepertinya penyamarannya cukup sukses. Karena ada beberapa orang anak SMA yang sepertinya sedang bolos, terus saja mencuri-curi pandang penuh minat padanya. Mereka semua pasti mengira bahwa ia seusia dengan mereka. Syukurlah, itu berarti kemampuannya dalam hal merias wajah masih bisa diandalkan. Sekitar sepuluh menit menunggu, calon clientnya akhirnya muncul juga. Tepat seperti dugaannya, calon clientnya ini berpenampikan santai dengan kemeja softjeans di mix denim dan celana bahan coklat. Sangat kekinian sekali. 

"Bapak Irvan Halim? Kenalkan saya Meisya, adiknya Mbak Jessica." Pandan segera memperkenalkan diri dengan nama samaran yang baru.

"Saya Irvan Halim. Kenapa tidak Jessica saja yang menemui saya? Tapi... saya pikir keberuntungan sedang ada dipihak saya. Saya memang lebih suka memandangi wajah muda kamu dibandingkan dengan wajah serius kakakmu. Hehehehe..." 

Padahal Jessica itu ya gue juga. Dasar playboy cap duren tiga.

"Kakak saya kebetulan sedang ada urusan dengan Pak Reno. Makanya saja saya yang menemui Pak Irvan. Saya membawa contoh konsep--"

"Jangan manggil Bapak dong, Manis. Panggil Mas Irvan aja. Kan jadi lebih akrab kedengarannya."

Gatel banget ya, Pak? Pengen gue garukin nggak pake garukan sampah?

"Oh gitu ya, Mas? Baik. Saya panggil Mas aja deh." Walau eneg, Pandan tetap bersikap manis dan sopan.

"Kalo ditambah kata ganteng, jadi Mas Ganteng gitu manggilnya juga boleh kok?" Kata si calon client lagi. 

Tong sampah mana tong sampah? Kok gue jadi mendadak mual ya? 

"Oh iya Mas Ganteng. Ini adalah contoh konsep-konsep yang sudah pernah dikerjakan oleh Aditama Group. Saya kira Bapak eh Mas Gan--Ganteng langsung saja ke kantor dan melakukan negosiasi harga dengan pihak perusahaan. Mas Ganteng pasti akan mendapatkan penawaran terbaik di sana. Saya jamin." 

Pandan kembali tersenyum manis sembari sibuk menepis tangan si calon client. Tangan si Irvan ini geratil sekali. Selalu ingin  menyentuh bagian tubuhnya. Entah itu lengan atau bagian-bagian wajahnya. Pandan jadi  kepengen mengikat kedua tangan orang ini dengan tali tambang. Ternyata Reno memang benar. Temannya yang satu ini tangannya tidak bisa diam.

"Tidak masalah berapa harga yang mereka tawarkan. Saya setuju-setuju saja asal kapan-kapan jamu mau saya ajak jalan-jalan. Mau ya, Meisya?" rayu si calon client lagi. 

"Nanti saya pikirkan kalau Mas Ganteng sudah menandatangani draft-draft perjanjian kerjasama dengan Aditama Group." Sahut Pandan lugas. 

"Jangan khawatir. Sepulang dari sini, saya akan mengutus anak buah saya untuk segera menyusun schedule pertemuan dan kerjasama dengan Aditama Group secepatnya. Oh ya, saya juga akan membawa beberapa orang teman saya untuk bekerjasama dengan Aditama Group ini, karena konsepnya memang luar biasa. Sebenarnya besok mereka ada pertemuan dengan PT. Gilang Gemilang Pratama Mandiri. Tetapi setelah saya lihat bahwa konsep Aditama Group ini inovatif sekali, tidak ada salahnya saya menawarkan mereka untuk membanding-bandingkannya dengan konsep ini. Jadi bagaimana? Kamu bersedia saya ajak jalan tidak?" rayu si calon client lagi.

"Kalau Mas Ganteng sudah menandatangani MOU, terus beberapa teman Mas juga ikut bekerjasama, tentu saja saya bersedia. Kita saling membantu bukan? Win win solutions." Sahut Pandan ramah. 

Pandan sangat gembira kalau client-client Denver ini pindah ke perusahaan kakaknya semua. Hah, emang enak di tikung? Pandan sudah sangat tidak sabar untuk melihat bagaimana busuknya wajah si Denver nantinya. Kesian... kesian... kesian. Pandan tersenyum manis membayangkan kakaknya akan kembali tersenyum gembira dengan banyaknya project-project besar yang akan didapatkannya. 

Pandan akan melakukan apapun demi kelangsungan perusahaan kita, Kak. Apapun!

Tanpa Pandan ketahui, seseorang berkali-kali memotretnya yang tengah tersenyum sumringah dengan si calon  client. Ia tidak tahu kalau sebentar lagi bencana besar akan menghampirinya. Si penguntit kembali memotret dengan beberapa angle yang semakin memperlihatkan kedekatan mereka berdua. Ia mengotak-atik ponsel canggihnya sebentar. Mengetik beberapa patah kata sebelum mengirim photo-photo itu pada satu nomor yang ada dalam kontaknya. Setelah itu si penguntit diam-diam meninggalkan Pandan dan calon clientnya dengan senyum puas dibibirnya.

Pandan yang tidak tahu apa-apa, segera makan dengan lahap ketika pesanan makanan mereka telah datang. Sambil makan Pandan memikirkan seorang calon client yang akan coba ia lobby lagi nanti sore, sepulangnya dari kantor. Kegiatannya banyak sekali dalam seminggu terakhir ini. Selain sebagai seorang OG, ia juga melakoni berbagai macam profesi dalam penyamarannya. Dimulai dari seorang wanita karir, pemuda tampan rupawan, anak abege, dan nanti malam ia akan berperan sebagai seorang wanita muda berkelas yang anggun dan smart. Karena calon client yang akan ditikungnya adalah anak seorang mantan pejabat ternama negeri ini. Mantan anak pejabat ini akan membangun rumah sakit berskala internasional. Nama mantan anak pejabat itu adalah Thomas Pangestu adik dari pengusaha hotel-hotel bintang lima negeri ini Bratasena Pangestu.

========================

Denver memaki perlahan saat detektif swasta yang di hirenya, mengirimkan beberapa file. Sungguh ia tidak mengira kalau orang tidak bermoral itu adalah Pandan Wangi Aditama Perkasa. Setitik debu pun ia tidak pernah menduganya. Terlintas dipikiran saja tidak pernah. Makiannya bertambah kasar saat sang detektif memperlihatkan rekaman CCTV sebuah cafe. Cafe itu adalah tempatnya biasa nongkrong dengan Reno Malik dan Betrand Wiranata. Seorang gay yang kaya raya. Walaupun Pandan menyamar menjadi seorang laki-laki, matanya yang memang sudah terlatih untuk mengenali lekuk liku tubuh Pandan otomatis sudah mendeteksinya.  

"Gue pikir tubuh lo itu sesuci embun pagi. Tapi rupanya lo nggak ada bedanya dengan TPU di Bantar Gebang." Denver menggebrak meja kerjanya kasar. Menggulingkan kopi yang ada di atasnya. Matanya menatap layar ponsel dengan berapi-api saat melihat Pandan berjalan saling beriringan dengan Reno dan masuk ke dalam sebuah hotel. 

"Begini ini rupanya kelakuan lo divbelakang kakak lo yang memuji-muji lo sebagai gadis baik? Punya orang tua baik dan kakak selurus Lautan pun ternyata tidak menjamin akhlak lo ikutan baik juga rupanya. Bagaimana cara lo bisa tau soal semua client-client gue? Cara kotor apa lagi yang lo buat, setan kecil?"

Denver menggeram emosi melihat style Pandan yang seperti abege tapi kelakuan seperti perempuan yang sudah berpengalaman dengan laki-laki. Suara ketukan pintu membuat Denver menutup sejenak ponsel pintarnya. Setelah ia menjawab masuk, salah seorang detektif lainnya masuk diiringi dengan salah seorang staff administrasinya. Denver mengerutkan keningnya. Untuk apa detektif ini membawa staff adminnya? Sebuah pemikiran langsung singgah di kepalanya. Jangan-jangan staffnya inilah dalangnya!

"Selamat siang Pak Denver. Saya membawa orang yang telah membocorkan rahasia perusahaan kepada pihak luar." 

Ternyata dugaannya memang benar. Kalian semua berurusan dengan orang yang salah! Lihat saja, apa yang akan dilakukannya untuk membalas mereka semua. Mata untuk mata terlalu kecil artinya. Ia akan membuat mereka membayar semua perbuatan buruk mereka sampai keringnya keringat dan tetesan darah terakhir! 

Related chapters

  • Love of My Life   Chapter 8

    "Jelaskan..."Denver melihat staff adminnya yang bernama Indah Pertiwi itu terus saja gemetaran walaupun ia sudah menggunakan nada paling rendah saat menginterogasinya. Duduknya tidak tenang dan kedua tangannya saling meremas satu sama lain. Tatapan matanya tidak fokus pada satu titik dan terus saja memandang kesegala arah kecuali padanya. Denver memberi isyarat pada detektif yang terlihat memegang sebuah amplop coklat. Denver tahu, isi amplop itu pasti hasil penyelidikan menyeluruh dari detektifnya. Setelah membacanya sebentar, is sudah tahu secara gadis besar semua permasalahannya. Ia kemudian memberi kode pada sang detektif untuk keluar. Ia ingin menguliti Indah Pertiwi ini sendirian selapis demi selapis. Sang detektif membuka pintu ruangan dan saat bayangan si detektif menghilang, barulah Indah bersuara."Sa--sa--ya bersalah. Saya minta ma--maaf." Jawab Indah terbata-bata."Bukan itu jawaban yang saya i

    Last Updated : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 9

    Denver melajukan mobil sekencang-kencangnya. Semakin lama pedal gas yang diinjaknya semakin dalam. Ia memerlukan pelampiasan! Sembari menyetir ia memegangi dada kanannya yang terasa sesak. Tidak bisa begini. Ia merasa kesulitan meraih udara. Paru-parunya seakan kolaps. Ia membutuhkan udara segar, atau ia akan mencelakakan dirinya sendiri di jalan raya.Ketika melewati jalan yang sedikit sepi, Denver menyalakan lampu tangan dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dengan segera ia keluar dari mobil seraya menghembuskan napas kasar pendek-pendek dari mulutnya. Ia sudah menduga kalau memang Pandanlah biang keroknya. Toh ia juga telah melihat photo-photo mesra Pandan dengan para calon clientnya. Ia jelas-jelas telah tahu aksi-aksi tidak bermoral Pandan. Tetapi ketika melihat Pandan beraksi dengan mata dan kepalanya sendiri, beda rasanya. Sakitnya merasuk hingga ke tulang sumsumnya. Jujur ia sempat tidak ingin mempercayai penglihatannya. Menerima kenyataan yang ti

    Last Updated : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 10

    "Bagaimana Pandan Wangi Aditama Perkasa? Saya tidak mendengar jawaban kamu. Sudahlah, buang wajah pura-pura kaget kamu itu. Di sini tidak ada siapa-siapa. Jadi sikap sok innocent kamu itu tidak berguna. Jangan membuat saya semakin muak dengan ekspresi wajah munafik kamu itu," cetus Denver dingin.Pandan tidak menjawab sesuku kata pun. Tetapi ia menatap tajam wajah Denver dengan kebencian yang tidak lagi ia sembunyikan. Dasar penghianat manipulatif! Sudah salah tetapi masih saja bersikap playing victim."Kalau saya katakan bahwa saya tidak seperti yang kamu duga. Apakah kamu akan mempercayai kata-kata saya?" ucap Pandan sembari menatap tepat pada netra hitam mata Denver."Tidak," jawab Denver singkat.Pandan menarik napas panjang. Berarti apapun yang akan ia katakan selanjutnya, tidak akan ada gunanya. Denver telah memilih untuk mempercayai asumsinya sendiri. Ia jelaskan sampai mulutnya berbusa-

    Last Updated : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 11

    Mahater ragu-ragu antara ingin membangunkan Pandan atau menelepon Lautan saat mereka telah tiba di pintu gerbang kediaman Aditama Perkasa. Sebenarnya kalau mau dirunut-runut, keluarga besarnya masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengan keluarga Aditama Perkasa, walaupun bukan digariskan melalui hubungan darah. Ibu Pandan adalah adik angkat ayahnya dan mereka dibesarkan bersama sebagai kakak adik. Namun lama kelamaan perasaan cinta persaudaraan mereka berubah rasa menjadi cinta asmara antara seorang laki-laki dan perempuan. Hanya saja karena satu dan lain hal mereka berdua tidak berjodoh. Ibu Pandan akhirnya menikah dengan Revan Aditama Perkasa sementara ayahnya menikahi anak salah satu karyawannya yang bernama Suci Melati, ibunya. Karena masa lalu mereka yang saling terkait satu sama lain, menjadikan hubungan kekeluargaan mereka merenggang. Om Revan tidak menyukai ayahnya begitu juga sebaliknya. Ayahnya selalu mengatakan kalau Om Revan itu tukang tikung. Sementara Om Revan juga me

    Last Updated : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 12

    "Sini kopinya, biar saya saja yang bawa," Bu Fenita, sekretaris baru Pak Arsene, meraih baki yang sedianya akan diantarkan oleh Pandan ke ruangan atasannya. Pandan dan Mbak Nanik saling berpandangan. Tumben sekali Bu Fenita mau bersusah payah mengantarkan kopi untuk tamunya Pak Arsene. Biasanya setelah mengintruksikan ini itu, Bu Fenita segera berlalu dari pantry. Namun kali ini ada sesuatu yang berbeda. Setelah memesan kopi, Bu Fenita menunggu dengan sabar dan sekarang ingin mengantarkan minumannya sendiri. Namun tak urung Pandan memberikan juga bakinya pada Bu Fenita yang segera berlalu dengan langkah bergegas menuju ruangan Pak Arsene."Jiwa kepo gue mendadak meronta-ronta penasaran ngeliat sikap mencurigakan Bu Lemper ini, Ndan. Sebentar ya, gue nyari info dulu. Siapa sih sebenernya tamu Pak Arsene ini sampe Bu Lemper semangat banget nyari perhatiannya?" Mbak Nanik bergegas mengekori langkah Bu Fenita.Pandan hanya menggeleng

    Last Updated : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 13

    "Saya sudah selesai, Pandan." Ujar Bu Intan seraya menjejalkan beberapa dokumen lagi ke dalam tas besarnya."Oh sudah ya, Bu. Mari Bu," Pandan mempersilahkan Bu Intan keluar terlebih dahulu agar ia bisa mengunci pintu. Mendekati ambang pintu, Bu Intan mengeluarkan ponsel dan menekan beberapa nomor. Sambil mengunci pintu dalam gerakan yang ia lambat-lambatkan, Pandan menajamkan pendengarannya."Hallo... saya hanya ingin mengingatkan. Tidak masalah buat saya kalau kamu mau menjual informasi-informasi itu kepada Arsene. Hanya saja, saya tidak mau kalau nama saya disangkutpautkan dalam project-project kalian setelahnya. Hubungan masalah pekerjaan kita berdua sudah selesai. Jangan pernah membawa-bawa nama saya lagi dalam hal apapun. Mulai hari ini saya sudah tidak kenal lagi dengan kamu. Titik." Bu Intan kemudian menutup teleponnya.Pandan yang tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengorek keterangan, buru-buru menah

    Last Updated : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 14

    Sepulang dari tempat kantor, Pandan terus mengurung diri di dalam kamar. Ia tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Bayang-bayang ia akan dihabisi oleh ke dua orang tua dan kakaknyabegitu mencekam jiwanya. Ia gentar. Hamil di luar nikah itu konotasi aib yang tidak termaafkan di negara yang paham ketimurannya masih sangat kental. Lain ceritanya kalau ia tinggal di belahan negara barat sana. Masalahnya bukan hanya ia yang akan menanggung malu. Tetapi yang paling disalahkan oleh orang-orang tentu saja kedua orang tuanya. Mereka akan dicap sebagai orang tua yang gagal dalam mendidik anak perempuan mereka. Hal itulah yang paling ia sedihkan. Ia telah mencoreng arang hitam di wajah kedua orang tuanya dan keluarga besarnya. Pandan gamang dan gentar. Terdengar suara ketukan pintu berikut kepala kakaknya yang muncul diambang pintu."Kamu nggak mau makan, Dek? Bu Isah masak rendang jengkol dan kepiting saus Padang kesukaan kamu tuh.""Iya, nan

    Last Updated : 2021-11-24
  • Love of My Life   Chapter 15

    "Ndan, lo tolong bawain teh anget sama kopi ini ke ruangan Pak Arsene ya? Gue kebelet nih." Mbak Nanik memberikan baki pada Pandan dan langsung ngacir ke toilet. Mbak Nanik tadi ikut-ikutan sarapan lontong Medan pedas. Padahal setahu Pandan, Mbak Nanik itu tidak bisa sarapan pagi makanan yang berlemak dan bersantan. Tetapi si Mbak memaksakan diri karena katanya sayang kalau makanan sudah dibeli malah di buang-buang. Pandan memang membeli dua bungkus karena tidak enak kalau hanya makan sendiri."Jadi Ibu mengizinkan kalau bapak menikah lagi dengan mantan sekretarisnya yang tidak tahu diri itu? Kenapa Ibu dari dulu selalu saja nrimo kalau diperlakukan semena-mena oleh bapak? Sesekali berontak dong, Bu?" Pandan menghentikan langkahnya di depan pintu. Tidak sopan rasanya ia masuk saat Pak Arsene sedang berbicara dengan ibunya. Apalagi pembicaraannya cukup sensitif."Ibu merasa bersalah pada bapakmu, Sene. Bapakmu kan menikahi Ibu karena terpaksa

    Last Updated : 2021-11-24

Latest chapter

  • Love of My Life   Extra Part II

    "Apa gue kata 'kan, Ndan? Laki mah kalo di luar aja kelihatan keren, macho, laki abis. Coba udah berhubungan dengan perasaan dan isi hati. Lemah coeg! Kayak puding kelebihan air. Ambyar," ejek Vanilla semangat. Ia terus menyindir-nyindir Denver sekaligus menyentil Altan, suaminya sendiri. Bukan apa-apa, rasanya bahagia dan puas sekali bisa menyinyiri dua bapak-bapak muda yang biasanya galak dan macho abis ini. Ia jadi kepingin goyang dumang saat melihat dua laki-laki gahar itu hanya cengar cengir salah tingkah mendengar sindirannya."Udah dong, Sayang. Jangan terus diobok-obok ah kelemahan Abang. Abang 'kan lemahnya sama kamu saja. Itu artinya, Abang cinta banget sama kamu. Iya 'kan, Sayang?" Altan mencoba merayu istri jahilnya agar tidak semakin membuatnya kehilangan muka. Tetapi jujur, ia bahagia juga karena Denver yang gahar pun ternyata sama lemahnya seperti dirinya. Kalau menyangkut orang yang ia sayang, segahar apapun seorang laki-laki akan tetap saj

  • Love of My Life   Extra Part I

    Pandan terbangun di tengah malam saat merasakan perutnya menegang. Perlahan ia mengelus-elus perut buncitnya. Berharap rasa tegangnya bisa sedikit berkurang. Ia melirik ke sisi kanan ranjang. Denver, suami machonya tengah tertidur pulas. Garis-garis kelelahan tampak membayangi raut wajahnya. Tidak heran Denver kalau suaminya ini sekarang tepar. Tadi pagi baru tiba dari luar kota, ia harus kembali meeting marathon dengan para investor di kantor. Tidak heran kalau saat ini suaminya itu tidur seperti orang mati. Suaminya lelah jiwa raga.Pandan meringis saat merasakan nyeri di perutnya. Sebenarnya sudah sejak tadi pagi, ia merasa kalau tubuhnya tidak nyaman. Perutnya sering terasa tegang tiba-tiba namun hilang juga dengan sendirinya. Menurut buku-buku yang ia baca, mungkin ia tengah mengalami braxton hicks atau kontraksi palsu. Karena rasa kramnya ituhanya terasa di daerah perut atau panggul. Selain itu frekuensi dan pola kontraksinya juga acak dan ti

  • Love of My Life   Chapter 46(end)

    Pandan dan Denver tersenyum sumringah. Hari ini adalah hari yang paling mereka tunggu-tunggu. Yaitu resepsi pernikahan mereka. Sebenarnya bukan meriahnya acara yang membuat mereka bahagia. Tetapi makna yang tersirat di dalamnya. Resepsi ini adalah seperti pemberitahuan resmi pada khalayak ramai bahwa mereka berdua telah sah menjadi sepasang suami istri. Walaupun sebelumnya mereka berdua telah menikah dan sah secara hukum dan agama, tetapi tidak semua orang mengetahuinya bukan? Bagi orang yang tidak mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, bisa saja kebersamaan mereka dianggap zinah. Oleh karena itulah maka resepsi pernikahan diperlukan.Saat ini ia dan Denver tengah menjadi ratu dan raja sehari. Mereka berdua duduk di pelaminan dan memandangi para tamu yang datang dan pergi silih berganti. Di samping kanan mereka terdapat satu pelaminan lagi. Di sana Tyza dan Elrama lah yang menjadi ratu dan rajanya. Resepsi pernikahannya memang digelar secara bersamaan

  • Love of My Life   Chapter 45

    Satu setengah jam sebelumnya.Denver merasa ada sesuatu yang tidak beres saat ia tidak bisa menghubungi ponsel Pandan. Ia kemudian menghubungi ponsel ibunya untuk mengetahui keadaan Pandan di rumah. Saat itulah perasaannya menjadi semakin tidak enak. Ibu dan ART-nya sedang berbelanja bulanan di supermaket rupanya. Itu artinya istrinya hanya sendirian saja di rumah. Ia mencoba menghubungi Pak Mul. Hatinya semakin was-was karena untuk pertama kalinya ponsel SATPAM yang menjaga rumahnya itu dalam keadaan tidak aktif. Pasti telah terjadi sesuatu, batinnya. Tanpa membuang waktu, ia meninggalkan kantor dan mengebut pulang ke rumah. Di sepanjang jalan, degup jantungnya semakin tidak berarturan. Ia sangat takut kalau terjadi sesuatu pada istrinya. Apalagi istrinya saat ini tengah berbadan dua.Mendekati pagar rumahnya ia tahu pasti telah terjadi sesuatu. Pintu gerbang rumahnya terbuka lebar sementara sosok Pak Mul tidak terlihat di pos jaga se

  • Love of My Life   Chapter 44

    Vanilla menarik napas lega saat putrinya akhirnya tertidur juga. Ini adalah kesempatan emas baginya untuk ikut tidur juga barang sejenak. Semenjak mempunyai bayi yang usianya masih dalam hitungan bulan, jadwal tidurnya menjadi berantakan. Ia sudah mirip dengan kelelawar sekarang. Kalau malam ia melek sambil momong anaknya yang tidak mau tidur. Dan kalau pagi seperti ini barulah ia tidur. Sekarang baginya pagi itu adalah malam, dan malam itu adalah pagi. Untung saja matahari dan rembulan tidak ikutan ganti shift seperti dirinya. Coba ikut ganti jadwal juga, bakalan seperti hidup di negeri Thanos lah kita semua.Baru saja ia ingin merebahkan tubuh lelahnya, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Pandan Wangi, rupanya. Sudah lama sekali sahabatnya ini tidak menghubunginya. Semenjak ia mempunyai bayi, Pandan memang sudah jarang sekali mengajaknya hang out bersama. Ribet katanya. Ya jelaslah, dugem sambil momong bayi itu tidak mudah bambank. Riweuh. Lagian kesia

  • Love of My Life   Chapter 43

    Denver melambaikan tangan pada Pandan setelah terlebih dahulu memberi kecupan jarak jauh pada istrinya. Seolah-olah kecupan sayang yang baru saja dicercahkannya di kening istrinya tadi, masih belum memuaskannya. Setelah itu baru lah ia masuk ke dalam mobil dan meninggalkan istrinya untuk bekerja. Setiap pagi agendanya memang seperti ini. Pandan akan menemaninya sarapan pagi, mengiringi langkahnya sampai ke teras depan, dan melambaikan tangannya sampai bayangannya tidak tampak lagi. Ritual paginya sungguh membahagiakan.Tapi khusus hari ini ia akan sedikit terlambat untuk pergi ke kantor. Ia akan mengunjungi Irma terlebih dahulu di Rumah Tahana. Ia memang sudah merencanakan hal ini dari minggu lalu. Sebelum Irma dinyatakan bersalah dan resmi menjadi seorang narapidana, ia ingin berbicara dengannya dari hati ke hati terlebih dahulu. Bagaimanapun dulu Irma adalah temannya. Lebih tepatnya teman yang selalu ia lindungi dari masalah perudungan di sekolahnya. Ia ingin

  • Love of My Life   Chapter 42

    Ziva membeku. Ia sejenak seperti merasa merasa kehilangan orientasi. Ini pendengarannya yang salah atau memang Lautan yang jadi error karena dibodohi Irma bin Puput ya? Bagaimana ia tidak bingung coba, Lautan yang biasanya dingin-dingin coolkas masa mendadak romantis ala ala anak santri begini? Jangan-jangan ada yang tidak beres dalam struktur otaknya."Bang Utan sadar nih ngomong ginian sama Ziva? Inget ya Bang, apa yang sudah diucapkan tidak boleh ditarik lagi kayak petugas BPOM narik makanan kadaluarsa di supermaket. Jangan karena Abang lagi galau makanya Abang jadi iseng gombalin Ziva." Ziva mencebikkan bibirnya. Pura-pura kesal. Padahal dalam hati dia ingin goyang dombret sambil salto-salto di udara saking senangnya. Bayangkan, ia mendapat balasan gombalan syariah dari pria pujaan hatinya."Kamu lihat Abang sedang pingsan tidak?" tanya Lautan. Ziva menggelengkan kepalanya. Ya emang kagak pingsanlah. Kalau pingsan mah orangnya reba

  • Love of My Life   Chapter 41

    Denver membuka pintu kamar perlahan dan menutupnya kembali dengan hati-hati. Berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Ia tidak ingin Pandan ikut terbangun. Setelah pintu tertutup rapat, ia melanjutkan langkahnya menuju ke taman belakang. Ia memang sengaja mencari tempat yang tenang dan kondusif untuk menelepon Lautan. Mengajak bicara dari hati ke hati. Bagaimanapun pembicaraan mereka ini sangat sensitif. Kalau ia tidak hati-hati, bisa-bisa Lautan salah paham dan menganggapnya memfitnah calon istrinya.Sebenarnya Lautan itu sudah berniat untuk menikah dengan Puput tahun ini juga. Hanya saja Lautan belum memberitahukan niatnya pada keluarganya. Ia ingin membuat kejutan katanya. Keinginan Lautan ini hanya ia seorang yang mengetahuinya. Karena Lautan memintanya untuk merahasiakannya dulu. Makanya saat ini ia begitu resah. Membongkar semua kedok Puput pada Lautan yang tengah sayang-sayangnya, ibarat makan buah simalakana. Ia tidak tega membayangkan betapa kecew

  • Love of My Life   Chapter 40

    "Terus hubungan Radit sama Irma ini apaan? Kok kesannya si Radit ini ngelindungin si Irma banget? Bukannya saya suuzon sama orang ya, Bang. Tapi Radit itu biasanya nggak pernah mau berteman dengan orang yang maaf, nggak selevel dengannya. Setahu saya sih begitu, Bang," ucap Pandan hati-hati. Bukan apa-apa, Denver ini agak sensitif kalau nama Radit dibawa-bawa. Denver tidak langsung menjawab. Ia malah melipat kedua tangannya ke dada. Bersedekap sambil menyipitkan matanya. Hadeh bau-baunya bakalan disindir-sindir lagi nih."Kenapa kamu ingin tahu sekali mengenai hubungan Radit dan Irma?" ujar Denver kesal.Nah kan, kejadian juga apa yang baru saja ia pikirkan. Kudu pake strategi, puji, angkat, dan umbang-umbang lagi ini sepertinya."Ck, ya karena saya ingin mengungkap kasus sabotase dan teror meneror ini lah, Abangku sayang," rayu Pandan mesra. "Udahan dong Bang, curiga-curigaannya. Kan sudah saya bilang,

DMCA.com Protection Status