"Ndan, lo tolong bawain teh anget sama kopi ini ke ruangan Pak Arsene ya? Gue kebelet nih." Mbak Nanik memberikan baki pada Pandan dan langsung ngacir ke toilet. Mbak Nanik tadi ikut-ikutan sarapan lontong Medan pedas. Padahal setahu Pandan, Mbak Nanik itu tidak bisa sarapan pagi makanan yang berlemak dan bersantan. Tetapi si Mbak memaksakan diri karena katanya sayang kalau makanan sudah dibeli malah di buang-buang. Pandan memang membeli dua bungkus karena tidak enak kalau hanya makan sendiri.
"Jadi Ibu mengizinkan kalau bapak menikah lagi dengan mantan sekretarisnya yang tidak tahu diri itu? Kenapa Ibu dari dulu selalu saja nrimo kalau diperlakukan semena-mena oleh bapak? Sesekali berontak dong, Bu?" Pandan menghentikan langkahnya di depan pintu. Tidak sopan rasanya ia masuk saat Pak Arsene sedang berbicara dengan ibunya. Apalagi pembicaraannya cukup sensitif.
"Ibu merasa bersalah pada bapakmu, Sene. Bapakmu kan menikahi Ibu karena terpaksa
"Bagaimana keadaannya selama tiga hari ini? Ia sudah sembuh atau masih sakit?""Tiga hari ini Bu Pandan baik-baik saja. Beliau tetap bekerja seperti biasanya. Hanya saja kesehatannya sepertinya belum benar-benar pulih. Bu Pandan sering muntah-muntah akhir-akhir hari ini."Bu Pandan ke kantor naik apa selama tiga hari ini?""Selama tiga hari ini, Bu Pandan naik taksi online dua kali dan naik ojek online satu kali. Bu Pandan tidak pernah membawa mobil sendiri lagi. Sepertinya ia takut kalau penyamarannya ketahuan.""Baik. Saya masih sibuk sampai lusa. Kalian awasi terus dan jaga Bu Pandan hari hal-hal yang membahayakannya. Apakah Bu Pandan ehm, masih keluar masuk hotel?""Selama tiga hari terakhir ini Bu Pandan tidak ke mana-mana, Pak. Saya mengikutinya terus sejak ia keluar rumah di
"Eh udah... udah... jangan pada ribut di sini ya? Malu sama brewok. Masalah-masalah zaman old jangan dibahas-bahas lagi. Kita semua pasti punya aib dan hal-hal yang memalukan di masa lalu," lerai Pandan sok bijaksana.Kayak gue bisa suka sama lo dulu misalnya."Tapi sekarang kita 'kan sudah pada tua. Jaga dong kelakuan kita. Jangan masih kayak anak kecil aja. Norak. Ayo P--Mas Arsene, kita masuk ke dalam."Pandan hampir saja memanggil Bapak pada atasannya. Ia lupa kalau saat ini perannya adalah sebagai pacar atasannya. Bukan OG seperti biasa. Untung saja lidahnya bisa dengan cepat berkelit. Pandan setengah memaksa menyeret atasannya menjauh dari Radit. Ia takut kalau mereka berdua malah ribut dan mengacaukan acara reuni akbar ini. Walaupun atasannya masih terlihat kesal, tapi ia menurut juga ia geret-geret ke meja panitia. Mereka berdua menyerahkan kartu undangan pada panitia yang kemudian menggunting sisi kiri kartu und
Setelah menutup aplikasi Linenya dengan Denver, Pandan mendekati Bu Darwis yang masih saja menangis sesenggukan. Matanya bengkak dan wajahnya basah oleh deraian air mata yang tiada henti. Yang membuat Pandan sedih adalah sorot mata kalah yang terlihat jelas di bola mata tua Bu Darwis. Ia tampak hancur."Kamu tahu tidak, Nak. Ibu menemani bapak dari nol. Dari perusahaan kecil peninggalan orang tuanya, hingga terus berkembang sampai sebesar ini. Begitu bapak sukses dan merasa tidak butuh lagi didampingi, ibu malah dibuang seperti seonggok kotoran," adu Bu Darwis getir."Ibu selalu saja mengalah selama ini. Ibu bahkan rela kalau bapak menikah lagi. Ibu ikhlas illahi ta'ala. Tapi ternyata itu pun masih belum cukup. Bapak meninggalkan Ibu dan berlalu begitu saja dengan istri mudanya. Ibu rasanya seperti mau mati saja, Nak," Bu Darwis kembali menangis pilu."Sudah Bu. Sudah! Untuk apa Ibu menangisi orang yang tidak mengi
Pandan membuka matanya perlahan. Mengerjap-ngerjapkannya beberapa kali karena matanya serasa berat sekali untuk dibuka. Ia menajamkan pendengaran saat sayup-sayup mendengar suara-suara bentakan yang ditingkahi dengan tangisan-tangisan tertahan. Apakah ia sedang bermimpi? Pandan mengumpulkan potongan-potongan kejadian yang berseliweran di benaknya. Kepulangan kedua orang tuanya. Menjemput mereka ke bandara. Kedatangan Denver dan... dan... rekaman-rekaman video yang dikirimkan oleh seseorang pada kakaknya. Dan kemudian gelap gulita!Ia pasti pingsan saat kakaknya menanyakan tentang masalah video-videonya dengan beberapa orang pria berbeda."Ather berani bersumpah demi apapun, Yah. Ather tidak pernah melalukan hal-hal yang tidak senonoh dengan Pandan. Ather hanya kebetulan bertemu dengan Pandan di hotel Hilton dan ia tampak kurang sehat. Makanya Ather mengantarnya pulang. Ather sama sekali tidak menyentuhnya. Apalagi sampai menghamilinya.
"Mahater Depati! Apa sebenarnya yang terjadi? Tadi kamu bilang kalau kamu tidak pernah melakukan hal yang tidak senonoh dengan Pandan. Sekarang kamu malah mengaku sebagai ayah dari anak yang dikandung Pandan. Bagaimana sekarang sikap kamu berubah menjadi kontradiktif seperti ini? Ayah bingung?" Anak Dewa memijat keningnya karena pusing dengan semua rentetan kejadian ini.Di mulai dengan telepon dari Revan yang memintanya agar ke rumahnya secepatnya dan membawa putranya. Hingga dugaan kalau putranya telah menghamili putrinya. Sanggahan mati-matian putranya sampai keadaan menjadi berbalik seperti ini. Putranya mengakui segala perbuatannya. Bagaimana ia tidak pusing karenanya?"Iya, Ather. Ibu juga tidak percaya kalau kamu bisa melakukan perbuatan sebejat itu dengan seorang gadis yang bukan apa-apamu. Dengan Cempaka Putih saja kamu tidak pernah macam-macam, bagaimana mungkin kamu bisa sampai menghamili Pandan? Sampai matipun Ibu tidak akan perc
"Coba lo ulangi lagi camera 7, Im. Oke, lanjut... lanjut... tahan! Sekarang lo smart zoom wajah orang yang berjas abu-abu tepat di belakang gue. Orang ini gerak-geriknya mencurigakan."Denver memberi instruksi pada Baim. Ia juga membungkukkan tubuhnya agar sejajar dengan Baim. Operator CCTV Hotel Dharmawangsa, anak buah Reyhan. Saat ini ia berada di ruang operator CCTV bersama dengan Reyhan dan Baim. Reyhan Dharmawangsa adalah pemilik Hotel Dharmawangsa. Sahabat kentalnya semasa ia kuliah dulu. Ia sengaja kembali ke tempat ini untuk menyelidiki sesuatu. Ia curiga pada Mahater yang sepertinya sangat ikhlas dan dengan senang hati mengakui kesalahannya setelah sebelumnya ia membantah habis-habisan. Pasti ada sesuatu yang tidak beres di sini. Makanya ia kembali ke sini dan mencoba menemukan beberapa petujuk. Nalurinya mengatakan bahwa Mahater menyembunyikan sesuatu.Satu hal lagi yang sangat mengganggu pikirannya adalah, siapa yang t
Suasana makan malam yang sangat menegangkan. Seumur hidupnya Pandan tidak pernah merasakan suasana dingin seperti sekarang ini di meja makan. Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu alih-alih candaan hangat yang biasanya acapkali mereka lakukan. Khususnya apabila kedua orang tuanya ikut makan bersama. Suasananya langsung ceria dengan segala celotehan-celotehannya. Kali ini formasi mereka memang tidak lengkap. Ayahnya sedang mempunyai urusan di luar. Di meja makan hanya ada ibunya, kakaknya dan Mbak Puput, pacar kakaknya.Malam ini Pandan gelisah sekali. Air yang diminumnya bagai duri, dan nasi yang dimakannya bagai sekam. Ia merasa sungguh-sungguh tidak nyaman. Ia seperti seorang pesakitan yang sedang menunggu hukuman. Sedikit saja ia membuat kesalahan, pasti keributan akan pecah. Tinggal menunggu pemicunya saja."Kamu kenapa makannya sedikit sekali, Pandan?" Ibunya melirik piringnya yang hanya berisi seperempat centong nasi dan ses
"Abang ngapain membawa saya ke sini sih? Katanya tadi Abang mau menemani saya ke rumah sakit?" Pandan heran saat Mahater menghentikan laju kendaraannya di gerbang rumahnya sendiri. Ya, ternyata Mahater membawanya ke rumah keluarga besar Depati. Dulu ia memang senang-senang saja kalau di ajak oleh keluarganya mengunjungi rumah Om Anak Dewa ini. Rumahnya sangat luas dan di penuhi tanaman-tanaman yang asri sekali. Menurut cerita lama yang ia dengar, dulunya rumah ini di bangun si Om untuk ibunya. Karena dulu Om Anak Dewa sangat mencintai ibunya. Om Anak Dewa membangun rumah ini persis seperti buku cerita dongeng favorit ibunya. Tapi apa mau dikata, mereka memang tidak berjodoh. Ibunya menikah dengan ayahnya dan Om Dewa menikah dengan Tante Suci Melati.Dulu ia sering mengunjungi rumah ini dengan ibunya. Karena bagaimanapun ibunya adalah adik angkat Om Anak Dewa. Tapi sekarang keadaan 'kan sudah berbeda. Ia mengunjungi rumah ini bukan lagi sebaga