"Mahater Depati! Apa sebenarnya yang terjadi? Tadi kamu bilang kalau kamu tidak pernah melakukan hal yang tidak senonoh dengan Pandan. Sekarang kamu malah mengaku sebagai ayah dari anak yang dikandung Pandan. Bagaimana sekarang sikap kamu berubah menjadi kontradiktif seperti ini? Ayah bingung?" Anak Dewa memijat keningnya karena pusing dengan semua rentetan kejadian ini.
Di mulai dengan telepon dari Revan yang memintanya agar ke rumahnya secepatnya dan membawa putranya. Hingga dugaan kalau putranya telah menghamili putrinya. Sanggahan mati-matian putranya sampai keadaan menjadi berbalik seperti ini. Putranya mengakui segala perbuatannya. Bagaimana ia tidak pusing karenanya?
"Iya, Ather. Ibu juga tidak percaya kalau kamu bisa melakukan perbuatan sebejat itu dengan seorang gadis yang bukan apa-apamu. Dengan Cempaka Putih saja kamu tidak pernah macam-macam, bagaimana mungkin kamu bisa sampai menghamili Pandan? Sampai matipun Ibu tidak akan perc
"Coba lo ulangi lagi camera 7, Im. Oke, lanjut... lanjut... tahan! Sekarang lo smart zoom wajah orang yang berjas abu-abu tepat di belakang gue. Orang ini gerak-geriknya mencurigakan."Denver memberi instruksi pada Baim. Ia juga membungkukkan tubuhnya agar sejajar dengan Baim. Operator CCTV Hotel Dharmawangsa, anak buah Reyhan. Saat ini ia berada di ruang operator CCTV bersama dengan Reyhan dan Baim. Reyhan Dharmawangsa adalah pemilik Hotel Dharmawangsa. Sahabat kentalnya semasa ia kuliah dulu. Ia sengaja kembali ke tempat ini untuk menyelidiki sesuatu. Ia curiga pada Mahater yang sepertinya sangat ikhlas dan dengan senang hati mengakui kesalahannya setelah sebelumnya ia membantah habis-habisan. Pasti ada sesuatu yang tidak beres di sini. Makanya ia kembali ke sini dan mencoba menemukan beberapa petujuk. Nalurinya mengatakan bahwa Mahater menyembunyikan sesuatu.Satu hal lagi yang sangat mengganggu pikirannya adalah, siapa yang t
Suasana makan malam yang sangat menegangkan. Seumur hidupnya Pandan tidak pernah merasakan suasana dingin seperti sekarang ini di meja makan. Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu alih-alih candaan hangat yang biasanya acapkali mereka lakukan. Khususnya apabila kedua orang tuanya ikut makan bersama. Suasananya langsung ceria dengan segala celotehan-celotehannya. Kali ini formasi mereka memang tidak lengkap. Ayahnya sedang mempunyai urusan di luar. Di meja makan hanya ada ibunya, kakaknya dan Mbak Puput, pacar kakaknya.Malam ini Pandan gelisah sekali. Air yang diminumnya bagai duri, dan nasi yang dimakannya bagai sekam. Ia merasa sungguh-sungguh tidak nyaman. Ia seperti seorang pesakitan yang sedang menunggu hukuman. Sedikit saja ia membuat kesalahan, pasti keributan akan pecah. Tinggal menunggu pemicunya saja."Kamu kenapa makannya sedikit sekali, Pandan?" Ibunya melirik piringnya yang hanya berisi seperempat centong nasi dan ses
"Abang ngapain membawa saya ke sini sih? Katanya tadi Abang mau menemani saya ke rumah sakit?" Pandan heran saat Mahater menghentikan laju kendaraannya di gerbang rumahnya sendiri. Ya, ternyata Mahater membawanya ke rumah keluarga besar Depati. Dulu ia memang senang-senang saja kalau di ajak oleh keluarganya mengunjungi rumah Om Anak Dewa ini. Rumahnya sangat luas dan di penuhi tanaman-tanaman yang asri sekali. Menurut cerita lama yang ia dengar, dulunya rumah ini di bangun si Om untuk ibunya. Karena dulu Om Anak Dewa sangat mencintai ibunya. Om Anak Dewa membangun rumah ini persis seperti buku cerita dongeng favorit ibunya. Tapi apa mau dikata, mereka memang tidak berjodoh. Ibunya menikah dengan ayahnya dan Om Dewa menikah dengan Tante Suci Melati.Dulu ia sering mengunjungi rumah ini dengan ibunya. Karena bagaimanapun ibunya adalah adik angkat Om Anak Dewa. Tapi sekarang keadaan 'kan sudah berbeda. Ia mengunjungi rumah ini bukan lagi sebaga
"Pandan Wangi Delacroix Bimantara. Wah... wah... wah... nama Anda unik sekali ya, Bu? Perpaduan dari nama asli Indonesia, Prancis dan juga sansekerta. Apakah ibu tahu apa arti dari nama Ibu?" Dokter muda yang melihat kalau calon pasiennya ini begitu tegang dan gelisah, berusaha untuk mengalihkan keresahannya. Relaksasi sebelum berkonsultasi adalah hal yang kerap kali ia lakukan. Terutama untuk para calon ibu-ibu muda yang nervous saat harus melakukan pemeriksaan kehamilan untuk pertama kalinya."Ibu saya dulu mengatakan bahwa ia menamakan saya Pandan Wangi, karena ia ingin saya membumi. Bisa bertahan hidup dalam segala situasi, dan tetap harum mewangi meski dipotong, dicabut bahkan diinjak-injak sekalipun." Jawab Pandan jujur. Ia sebenarnya sangat tegang saat akan memeriksakan kandungannya pertama kali ini. Apalagi ternyata dokter kandungannya adalah seorang laki-laki. Ia sempat ingin mengurungkan niatnya saat baru masuk tadi. Apalagi saat melihat Denver y
"Kita bisa mampir ke warung seafood di depan itu nggak, Bang? Saya tiba-tiba kepengen makan kerang rebus." Pandan menunjuk pada sebuah warung sederhana pinggir jalan dengan tulisan Kerang Rebus Medan. Penampakan kerang yang baru saja diangkat dari dandang membuat mulutnya berliur seketika. Membayangkan menyantap kerang rebus panas-panas yang dicocol dengan sambal nenas membuat perutnya kian berontak."Bisa, tapi nggak bisa," sahut Denver sambil terus berkonsentrasi menyetir. Ia bahkan dengan sengaja menekan pedal gas sedikit lebih kencang saat mobil mereka melewati warung yang ia maksud. Eee amang, apa maksudnya ini? Mau cari perkara dengannya ya? Pandan jadi emosi melihatnya."Udah lewat itu warungnya, Bang! Apa maksud Abang dengan kata bisa tapi nggak bisa? Kalau Abang nggak mau nungguin saya makan juga nggak apa-apa kok. Saya nanti bisa pulang sendiri. Sekarang berhenti. Saya mau turun!" Amuk Pandan kesal. Tetapi lagi-lagi ucapannya
"Selamat sore semuanya. Tumben sekali semuanya pada ngumpul di sini. Lengkap lagi. "Denver berusaha mencairkan suasana dengan menyapa ringan ayah dan adiknya. Ia juga menundukkan sedikit kepalanya pada Om Revan, Lautan dan Puput. Berusaha bersikap tetap tenang. Ia tidak mau kalau Pandan sampai ikutan stress melihat suasana yang mulai terasa aura tegangnya ini."Tidak terlalu lengkap Denver. Ibumu dan Tante Embun, Om kirim ke mall dulu. Mereka Om bisikin tentang sale besar-besaran akhir tahun. Jadi mereka berdua masih akan sangat lama berada jauh dari rumah ini," sahut Om Revan kalem. Kalimat terselubung Om Revan ini sudah membawa aura peringatan yang sangat halus namun efektif untuknya. Om Revan bermaksud mengatakan kalau ia tidak usah mengharapkan bantuan dari ibunya maunya Tante Embun. Ancaman terselubung sedang dilancarkan. Om Revan ini memang sangat jago mengintiminasi maupun memanupulasi perasaan orang. Ada kemarahan tertahan yang ditutupi oleh kalimat-kali
"Kenapa semua jadi melenceng dari plan begini? Gue kan udah bilang, jangan pernah melibatkan dia dalam semua aksi kita. Dia itu orangnya nekadan. Bisa berantakan semua ntar rencana kita kalo dia udah ikut campur. Lo kalau kerja yang bener dong? Katanya aja professional. Professional apaan coba?Seorang pria tampan rupawan yang sedang bergoyang-goyang santai mengikuti alunan musik EDM, berjalan menjauhi dance floor. Tangan kanannya memegang ponsel yang masih ditempelkan di telinga. Setelah menemukan satu spot yang tidak begitu bising, ia kembali melanjutkan pembicaraannya."Sorry... sorry... ini semua gara-gara si Daniel sih pake acara ngaku segala. Katanya dia takut bakalan dibikin jadi perkedel daging sama itu duo veteran Alcatraz. Makanya persoalan jadi melebar begini. Tapi lo tenang aja. Menurut gue, perubahan yang melenceng dari rencana kita ini malah jadi lebih bagus lagi. Keadaan akan makin chaos. Kedua keluarga besar akan saling curig
"Tyza... Tyza bisa bantuin Pandan nggak?" Begitu kakaknya berlalu, Pandan segera menghubungi tantenya via ponsel. Alzahra Tjandrawinata alias Zaza alias Tyza. Tantenya ini mempunyai usia yang sama dengan Lautan, kakaknya. Hanya berbeda bulan saja. Karena itulah Tante Zaza tidak mau dipanggil Tante oleh mereka berdua yang nota benenya adalah keponakannya. Alhasil Tante Zaza merubah panggilannya menjadi lebih enak didengar, yaitu Aunty Zaza yang disingkat menjadi Tyza."Ahelah, lo ngomongnya serius begini gue jadi deg deg-an. Pas kayak anak perawan lagi ngintip calon jodoh yang mau ngelamar. Lo mau ngomong apaan, Ndan? Jangan bilang kalo lo lagi bunting ya?"Mampus! Tebakan Aunty Zaza memang tepat sasaran."Emang iya sih. Tapi tujuan utama Pandan--""Eh ponakan durhaka. Lo ngelangkahin gue sebagai Aunty lo ya? Gue aja yang udah akhir dua puluhan gini belum pernah sekalipun ena ena. Lah lo yang baru bro
"Apa gue kata 'kan, Ndan? Laki mah kalo di luar aja kelihatan keren, macho, laki abis. Coba udah berhubungan dengan perasaan dan isi hati. Lemah coeg! Kayak puding kelebihan air. Ambyar," ejek Vanilla semangat. Ia terus menyindir-nyindir Denver sekaligus menyentil Altan, suaminya sendiri. Bukan apa-apa, rasanya bahagia dan puas sekali bisa menyinyiri dua bapak-bapak muda yang biasanya galak dan macho abis ini. Ia jadi kepingin goyang dumang saat melihat dua laki-laki gahar itu hanya cengar cengir salah tingkah mendengar sindirannya."Udah dong, Sayang. Jangan terus diobok-obok ah kelemahan Abang. Abang 'kan lemahnya sama kamu saja. Itu artinya, Abang cinta banget sama kamu. Iya 'kan, Sayang?" Altan mencoba merayu istri jahilnya agar tidak semakin membuatnya kehilangan muka. Tetapi jujur, ia bahagia juga karena Denver yang gahar pun ternyata sama lemahnya seperti dirinya. Kalau menyangkut orang yang ia sayang, segahar apapun seorang laki-laki akan tetap saj
Pandan terbangun di tengah malam saat merasakan perutnya menegang. Perlahan ia mengelus-elus perut buncitnya. Berharap rasa tegangnya bisa sedikit berkurang. Ia melirik ke sisi kanan ranjang. Denver, suami machonya tengah tertidur pulas. Garis-garis kelelahan tampak membayangi raut wajahnya. Tidak heran Denver kalau suaminya ini sekarang tepar. Tadi pagi baru tiba dari luar kota, ia harus kembali meeting marathon dengan para investor di kantor. Tidak heran kalau saat ini suaminya itu tidur seperti orang mati. Suaminya lelah jiwa raga.Pandan meringis saat merasakan nyeri di perutnya. Sebenarnya sudah sejak tadi pagi, ia merasa kalau tubuhnya tidak nyaman. Perutnya sering terasa tegang tiba-tiba namun hilang juga dengan sendirinya. Menurut buku-buku yang ia baca, mungkin ia tengah mengalami braxton hicks atau kontraksi palsu. Karena rasa kramnya ituhanya terasa di daerah perut atau panggul. Selain itu frekuensi dan pola kontraksinya juga acak dan ti
Pandan dan Denver tersenyum sumringah. Hari ini adalah hari yang paling mereka tunggu-tunggu. Yaitu resepsi pernikahan mereka. Sebenarnya bukan meriahnya acara yang membuat mereka bahagia. Tetapi makna yang tersirat di dalamnya. Resepsi ini adalah seperti pemberitahuan resmi pada khalayak ramai bahwa mereka berdua telah sah menjadi sepasang suami istri. Walaupun sebelumnya mereka berdua telah menikah dan sah secara hukum dan agama, tetapi tidak semua orang mengetahuinya bukan? Bagi orang yang tidak mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, bisa saja kebersamaan mereka dianggap zinah. Oleh karena itulah maka resepsi pernikahan diperlukan.Saat ini ia dan Denver tengah menjadi ratu dan raja sehari. Mereka berdua duduk di pelaminan dan memandangi para tamu yang datang dan pergi silih berganti. Di samping kanan mereka terdapat satu pelaminan lagi. Di sana Tyza dan Elrama lah yang menjadi ratu dan rajanya. Resepsi pernikahannya memang digelar secara bersamaan
Satu setengah jam sebelumnya.Denver merasa ada sesuatu yang tidak beres saat ia tidak bisa menghubungi ponsel Pandan. Ia kemudian menghubungi ponsel ibunya untuk mengetahui keadaan Pandan di rumah. Saat itulah perasaannya menjadi semakin tidak enak. Ibu dan ART-nya sedang berbelanja bulanan di supermaket rupanya. Itu artinya istrinya hanya sendirian saja di rumah. Ia mencoba menghubungi Pak Mul. Hatinya semakin was-was karena untuk pertama kalinya ponsel SATPAM yang menjaga rumahnya itu dalam keadaan tidak aktif. Pasti telah terjadi sesuatu, batinnya. Tanpa membuang waktu, ia meninggalkan kantor dan mengebut pulang ke rumah. Di sepanjang jalan, degup jantungnya semakin tidak berarturan. Ia sangat takut kalau terjadi sesuatu pada istrinya. Apalagi istrinya saat ini tengah berbadan dua.Mendekati pagar rumahnya ia tahu pasti telah terjadi sesuatu. Pintu gerbang rumahnya terbuka lebar sementara sosok Pak Mul tidak terlihat di pos jaga se
Vanilla menarik napas lega saat putrinya akhirnya tertidur juga. Ini adalah kesempatan emas baginya untuk ikut tidur juga barang sejenak. Semenjak mempunyai bayi yang usianya masih dalam hitungan bulan, jadwal tidurnya menjadi berantakan. Ia sudah mirip dengan kelelawar sekarang. Kalau malam ia melek sambil momong anaknya yang tidak mau tidur. Dan kalau pagi seperti ini barulah ia tidur. Sekarang baginya pagi itu adalah malam, dan malam itu adalah pagi. Untung saja matahari dan rembulan tidak ikutan ganti shift seperti dirinya. Coba ikut ganti jadwal juga, bakalan seperti hidup di negeri Thanos lah kita semua.Baru saja ia ingin merebahkan tubuh lelahnya, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Pandan Wangi, rupanya. Sudah lama sekali sahabatnya ini tidak menghubunginya. Semenjak ia mempunyai bayi, Pandan memang sudah jarang sekali mengajaknya hang out bersama. Ribet katanya. Ya jelaslah, dugem sambil momong bayi itu tidak mudah bambank. Riweuh. Lagian kesia
Denver melambaikan tangan pada Pandan setelah terlebih dahulu memberi kecupan jarak jauh pada istrinya. Seolah-olah kecupan sayang yang baru saja dicercahkannya di kening istrinya tadi, masih belum memuaskannya. Setelah itu baru lah ia masuk ke dalam mobil dan meninggalkan istrinya untuk bekerja. Setiap pagi agendanya memang seperti ini. Pandan akan menemaninya sarapan pagi, mengiringi langkahnya sampai ke teras depan, dan melambaikan tangannya sampai bayangannya tidak tampak lagi. Ritual paginya sungguh membahagiakan.Tapi khusus hari ini ia akan sedikit terlambat untuk pergi ke kantor. Ia akan mengunjungi Irma terlebih dahulu di Rumah Tahana. Ia memang sudah merencanakan hal ini dari minggu lalu. Sebelum Irma dinyatakan bersalah dan resmi menjadi seorang narapidana, ia ingin berbicara dengannya dari hati ke hati terlebih dahulu. Bagaimanapun dulu Irma adalah temannya. Lebih tepatnya teman yang selalu ia lindungi dari masalah perudungan di sekolahnya. Ia ingin
Ziva membeku. Ia sejenak seperti merasa merasa kehilangan orientasi. Ini pendengarannya yang salah atau memang Lautan yang jadi error karena dibodohi Irma bin Puput ya? Bagaimana ia tidak bingung coba, Lautan yang biasanya dingin-dingin coolkas masa mendadak romantis ala ala anak santri begini? Jangan-jangan ada yang tidak beres dalam struktur otaknya."Bang Utan sadar nih ngomong ginian sama Ziva? Inget ya Bang, apa yang sudah diucapkan tidak boleh ditarik lagi kayak petugas BPOM narik makanan kadaluarsa di supermaket. Jangan karena Abang lagi galau makanya Abang jadi iseng gombalin Ziva." Ziva mencebikkan bibirnya. Pura-pura kesal. Padahal dalam hati dia ingin goyang dombret sambil salto-salto di udara saking senangnya. Bayangkan, ia mendapat balasan gombalan syariah dari pria pujaan hatinya."Kamu lihat Abang sedang pingsan tidak?" tanya Lautan. Ziva menggelengkan kepalanya. Ya emang kagak pingsanlah. Kalau pingsan mah orangnya reba
Denver membuka pintu kamar perlahan dan menutupnya kembali dengan hati-hati. Berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Ia tidak ingin Pandan ikut terbangun. Setelah pintu tertutup rapat, ia melanjutkan langkahnya menuju ke taman belakang. Ia memang sengaja mencari tempat yang tenang dan kondusif untuk menelepon Lautan. Mengajak bicara dari hati ke hati. Bagaimanapun pembicaraan mereka ini sangat sensitif. Kalau ia tidak hati-hati, bisa-bisa Lautan salah paham dan menganggapnya memfitnah calon istrinya.Sebenarnya Lautan itu sudah berniat untuk menikah dengan Puput tahun ini juga. Hanya saja Lautan belum memberitahukan niatnya pada keluarganya. Ia ingin membuat kejutan katanya. Keinginan Lautan ini hanya ia seorang yang mengetahuinya. Karena Lautan memintanya untuk merahasiakannya dulu. Makanya saat ini ia begitu resah. Membongkar semua kedok Puput pada Lautan yang tengah sayang-sayangnya, ibarat makan buah simalakana. Ia tidak tega membayangkan betapa kecew
"Terus hubungan Radit sama Irma ini apaan? Kok kesannya si Radit ini ngelindungin si Irma banget? Bukannya saya suuzon sama orang ya, Bang. Tapi Radit itu biasanya nggak pernah mau berteman dengan orang yang maaf, nggak selevel dengannya. Setahu saya sih begitu, Bang," ucap Pandan hati-hati. Bukan apa-apa, Denver ini agak sensitif kalau nama Radit dibawa-bawa. Denver tidak langsung menjawab. Ia malah melipat kedua tangannya ke dada. Bersedekap sambil menyipitkan matanya. Hadeh bau-baunya bakalan disindir-sindir lagi nih."Kenapa kamu ingin tahu sekali mengenai hubungan Radit dan Irma?" ujar Denver kesal.Nah kan, kejadian juga apa yang baru saja ia pikirkan. Kudu pake strategi, puji, angkat, dan umbang-umbang lagi ini sepertinya."Ck, ya karena saya ingin mengungkap kasus sabotase dan teror meneror ini lah, Abangku sayang," rayu Pandan mesra. "Udahan dong Bang, curiga-curigaannya. Kan sudah saya bilang,