Share

bab 7

last update Last Updated: 2025-04-22 16:18:48

Sudah seminggu sejak Kirana dan Revan memutuskan untuk menjalin hubungan tanpa pura-pura. Tidak ada yang berubah secara drastis dari luar—mereka masih duduk di tempat biasa, masih berdebat kecil soal hal-hal receh, dan masih suka saling lempar sindiran. Tapi bagi mereka, semuanya terasa berbeda.

Kini, setiap tatapan memiliki makna. Setiap senyuman terasa lebih hangat.

“Gue jemput lo nanti sore. Jangan pulang cepet-cepet,” bisik Revan sambil menyerahkan roti coklat ke Kirana.

Kirana menatapnya heran. “Ngapain lagi?”

“Surprise.”

Kirana pura-pura mendengus, tapi pipinya memerah. “Ya udah. Tapi jangan yang aneh-aneh.”

Revan mengangkat alis. “Gue? Aneh? Nggak mungkin.”

Kirana sudah menunggu di gerbang sekolah ketika Revan datang dengan motornya. Ia mengulurkan helm.

“Siap?”

Kirana mengangguk. “Siap.”

Mereka kembali ke bukit tempat pertama kali Revan mengungkapkan perasaannya. Tapi kali ini, Revan membawa tikar kecil, makanan ringan, dan termos teh hangat.

“Seriusan lo bawa beginian semua?” Kirana menahan tawa.

“Kalau buat cewek gue, kenapa nggak?” jawab Revan santai.

Kirana hanya bisa geleng-geleng, tapi hatinya terasa hangat.

Mereka duduk berdampingan, menikmati pemandangan kota yang mulai menyala. Angin sore berembus lembut.

“Gue nggak nyangka bisa sampai di titik ini, Kir,” kata Revan pelan. “Dulu kita kayak Tom and Jerry.”

Kirana tertawa. “Eh iya, tapi gue Tom, lo Jerry. Gue yang ngejar, lo yang nyebelin.”

Revan nyengir. “Tapi sekarang Tom-nya udah jatuh cinta, ya?”

Kirana menunduk malu. “Mungkin Jerry-nya juga.”

Hening sejenak. Lalu Revan membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah gelang kecil berwarna biru tua dengan liontin bintang.

“Ini… buat lo. Simbol kalau kita udah nggak pura-pura.”

Kirana menerima gelang itu dengan mata berbinar. Ia menatap Revan lama, lalu berkata pelan, “Makasih ya. Lo tahu nggak, ini hari paling bahagia buat gue.”

Revan tersenyum lebar. “Belum selesai.”

“Hah?”

Revan berdiri dan mengulurkan tangan. “Ayo, gue ngajak lo nari di bawah langit.”

Kirana tertawa. “Gila, Revan.”

“Tapi lo senyum. Berarti mau.”

Dan di bawah langit senja, mereka berdansa pelan tanpa musik, hanya ditemani detak jantung masing-masing yang saling menyatu.

Keesokan harinya, suasana di sekolah seolah ikut berubah. Revan dan Kirana tak lagi menyembunyikan kedekatan mereka. Bukan pamer—hanya lebih jujur. Mereka masih bercanda seperti biasa, tapi kini ada sentuhan manis yang tak bisa ditutupi.

“Kir, bagi penghapus,” kata Revan sambil menyenggol meja Kirana dari belakang.

Kirana menyerahkan penghapus tanpa menoleh. “Inget balikin, ya. Jangan kayak minggu lalu.”

“Tenang, sekarang penghapus ini penting. Ada kenangan manisnya,” kata Revan sambil menatapnya lebay.

Kirana berbalik cepat, melempar tatapan geli. “Lo tuh ya...”

Nadine dari bangku seberang hanya bisa geleng-geleng sambil senyum-senyum sendiri. “Gila, dunia bisa kiamat dalam waktu dekat nih,” gumamnya pelan.

Kirana duduk bersama Nadine, sementara Revan baru datang membawa dua es teh.

“Lo nggak makan, Van?” tanya Kirana.

“Gue kenyang liat lo,” jawab Revan enteng sambil duduk.

Kirana langsung melempar sedotan ke arah Revan, sementara Nadine tertawa ngakak.

“Tuh kan, gombalnya udah naik level,” cibir Kirana, tapi senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan.

Revan mengantar Kirana pulang seperti biasa. Tapi sebelum Kirana masuk, Revan memanggilnya.

“Kir.”

“Hm?”

“Lo bahagia nggak?”

Kirana menatap Revan sejenak, lalu mengangguk. “Banget.”

Revan tersenyum lega. “Kalau gitu, janji ya... jangan pergi tiba-tiba dari hidup gue.”

Kirana mendekat pelan, menepuk pundak Revan lembut. “Gue nggak ke mana-mana, Van. Gue di sini.”

Dan untuk pertama kalinya, Revan melihat tatapan Kirana yang benar-benar dalam. Tanpa keraguan, tanpa pura-pura.

Malam telah larut, tapi Kirana belum tidur. Ia duduk di balkon kamarnya, mengenakan sweater tipis dan menggenggam cangkir teh hangat. Langit malam dipenuhi bintang, dan pikirannya hanya tertuju pada satu nama: Revan.

Ponselnya bergetar.

Revan: Masih bangun?

Kirana: Iya. Kamu juga?

Revan: Gue lagi ngelamunin lo. Jadi nggak bisa tidur.

Kirana tersenyum kecil, pipinya merona.

Kirana: Lo selalu gombal malem-malem, ya?

Revan: Gue serius. Besok kita jalan, ya. Kencan beneran. Bukan pura-pura lagi.

Kirana: Iya. Gue mau.

Revan menjemput Kirana tepat pukul 9 pagi. Kirana mengenakan blouse putih dengan celana jeans sederhana, tapi Revan tak bisa menahan takjub.

“Lo cantik banget...” bisiknya sambil membukakan pintu motor.

“Udah biasa,” jawab Kirana sambil nyengir, walau dalam hati deg-degan juga.

Mereka tidak pergi ke mall, bukan juga ke café mahal. Tapi justru ke tempat sederhana yang punya makna.

Di taman, mereka duduk di bangku kayu sambil makan es krim dan main tebak-tebakan nama film. Lalu mereka berjalan menyusuri rak-rak perpustakaan, membaca buku sambil saling bisik-bisik lucu.

Revan sempat menarik tangan Kirana saat mereka duduk berdua membaca, lalu berkata pelan, “Lo tahu nggak, ini yang selalu gue bayangin. Waktu bareng lo yang tenang… dan nyata.”

Kirana hanya menjawab dengan mengeratkan genggamannya. Itu cukup.

Menjelang pulang, mereka duduk di pinggir danau kecil di belakang taman. Angin semilir, dan suasana terasa damai.

“Revan,” ujar Kirana pelan. “Gue nggak tahu hubungan kita ke depannya bakal kayak gimana. Tapi untuk sekarang… gue bener-bener bahagia.”

Revan menoleh. “Gue juga, Kir. Dan gue bakal jagain kebahagiaan ini.”

Lalu pelan-pelan, Revan menyelipkan satu helai rambut Kirana ke belakang telinganya dan menatapnya lama. Kirana menunduk malu.

Setelah kencan seharian yang sederhana tapi berkesan, Kirana masuk ke kamarnya dengan senyum tak lepas dari wajahnya. Ia rebahan di kasur, menatap langit-langit dengan perasaan campur aduk: bahagia, malu, dan deg-degan.

Notifikasi ponselnya berbunyi.

Revan:

Tadi hari paling seru yang pernah gue rasain. Makasih ya, cewek pintar.

Kirana:

Makasih juga udah ngajak ke tempat-tempat yang nggak mainstream. Gue suka.

Revan:

Kalau besok kita ke tempat yang lebih random, mau?

Kirana:

Mau... asal sama kamu.

Revan mengetik lagi.

Revan:

Gue janji, Kir. Mau ke mana pun kita nanti, gue bakal terus gandeng tangan lo.

Kirana diam sejenak. Lalu membalas:

Kirana:

Jangan cuma janji, ya.

Revan:

Enggak. Ini janji yang pakai hati.

Kirana menatap gelang bintang yang Revan beri sambil tersenyum kecil. Ia tahu, perasaan ini bukan main-main. Bukan hanya karena nyaman, tapi karena ia benar-benar mulai jatuh cinta.

Di kamar berbeda, Revan menatap layar ponsel dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran kasur.

“Dia bukan cewek biasa. Dia cewek yang bisa bikin semua gombalan gue jadi nyata.” pikirnya.

Dan malam itu, dua hati remaja yang awalnya hanya berpura-pura, kini benar-benar saling menyayangi.

Hari ini terasa berbeda. Revan dan Kirana datang bersamaan ke sekolah, bukan lagi sembunyi-sembunyi atau berjarak seperti dulu. Mereka masih cuek seperti biasa di depan teman-teman, tapi ada satu hal yang sulit disembunyikan: senyuman mereka yang tulus saat saling bertatapan.

Nadine melirik keduanya sambil berbisik ke teman sebangkunya.

“Lo liat nggak? Tatapan mereka tuh bukan tatapan orang pura-pura.”

Temannya hanya mengangguk sambil ikut senyum.

Revan duduk di depan Kirana sambil menggambar sesuatu di bukunya. Kirana yang penasaran langsung mencondongkan tubuh ke arah Revan.

“Heh, lo gambar apaan sih?”

Revan senyum misterius. “Nih.”

Ia menunjukkan gambarnya: sketsa kecil dua orang anak SMA duduk di bawah pohon sambil minum es teh kotak.

Kirana tertawa kecil. “Lo serius gambar ini?”

“Yup. Ini momen kita di taman belakang sekolah. Gue nggak mau lupa.”

Kirana menatapnya lama, lalu pelan-pelan berkata, “Makasih, Van… lo beneran bikin semuanya terasa berarti."

Sebelum pulang, Revan menarik Kirana ke sisi lapangan yang sepi. Ia mengeluarkan sesuatu dari tas kecilnya—dua gelang karet dengan warna senada.

“Yang ini buat lo. Yang ini buat gue. Nggak mahal, tapi... ini simbol kalau kita udah satu tim sekarang.”

Kirana mengambil gelang itu sambil menahan senyum lebar. “Lo romantisnya nyicil, ya?”

“Gue kan hemat, tapi niat.”

Kirana mengenakan gelang itu di pergelangan tangan kirinya. “Oke, tim KirVan dimulai!”

Revan tertawa. “KirVan? Nama tim kita?”

“Iya dong! Gimana? Keren kan?”

“Lumayan. Asal jangan disingkat jadi VanKir, kesannya kayak serial silat.”

Mereka tertawa bareng, saling lempar ledekan. Dan dalam tawa itu, mereka tahu, hubungan ini tumbuh bukan karena paksaan, tapi karena rasa yang makin kuat dari hari ke hari.

Scene penutup:

“Hari ini gue sadar, cinta nggak selalu harus datang dengan deg-degan atau drama. Kadang dia datang lewat obrolan ringan, lewat gelang sederhana, dan senyum tulus yang selalu bikin hari-hari gue lebih terang. Revan… lo kayak matahari kecil buat hidup gue. Tapi tenang aja, gue nggak akan silau. Gue akan tetap mandangin lo.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 1

    Langit cerah di atas SMA Grahadi, menandakan hari yang cukup menyenangkan bagi para siswa yang baru memulai tahun ajaran baru. Aula sekolah penuh dengan suara riuh rendah para murid yang sedang berbincang. Beberapa asyik bercanda, sementara yang lain sibuk mencari tempat duduk untuk acara pembukaan tahun ajaran.Di antara mereka, seorang gadis berambut panjang dengan wajah manis tengah duduk sambil menopang dagunya. Kirana Ardiani, siswa kelas 11 yang terkenal cerdas dan mandiri, tampak tidak terlalu tertarik dengan suasana ramai di sekitarnya."Kirana! Lo kenapa diem aja? Harusnya lo semangat, kita udah naik kelas, nih!" ujar Nadine, sahabatnya, sambil menggoyangkan bahunya.Kirana menghela napas. "Nggak tahu, Nad. Kayaknya perasaanku nggak enak dari tadi pagi.""Yah, lo kebanyakan mikir! Udahlah, enjoy aja!" Nadine menepuk pundaknya dan kembali berceloteh tentang murid-murid baru yang masuk tahun ini.Acara pun dimulai dengan sambutan dari kepala sekolah. Namun, Kirana tidak terlalu

    Last Updated : 2025-03-04
  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 2

    Kirana berjalan ke kantin dengan langkah ragu. Sejujurnya, ia ingin segera menyelesaikan tantangan ini dan kembali menjalani hidupnya seperti biasa. Tapi sayangnya, dengan Revan Pradipta di sampingnya, itu terasa mustahil.Sementara itu, kantin sudah mulai ramai. Begitu mereka masuk, semua mata langsung tertuju pada mereka.“Hei, itu Kirana dan Revan!”“Mereka beneran ikut Love Contract?”“Wah, pasangan baru nih! Asli nggak nyangka!”Kirana menggigit bibirnya. Ya ampun, ini baru hari pertama, tapi gosipnya sudah menyebar ke seluruh sekolah!Di sampingnya, Revan tetap dengan wajah datarnya, seolah tidak peduli sama sekali.“Kita pesan apa?” tanya Kirana akhirnya.Revan melirik ke arah menu dan berkata santai, “Nasi goreng aja.”Kirana menghela napas. “Ya udah, nasi goreng.”Mereka pun memesan dua porsi nasi goreng dan mencari tempat duduk. Sayangnya, hampir semua meja penuh. Yang tersisa hanya satu meja di tengah kantin, tepat di tempat paling terbuka.“Ya ampun, tempatnya di situ,” gu

    Last Updated : 2025-03-04
  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 3

    Sejak percakapan aneh dengan Revan di kantin kemarin, Kirana jadi kepikiran terus. Kenapa dia tiba-tiba nanya soal Rian? Emangnya dia peduli?“Gue nggak ngerti jalan pikiran cowok itu,” gumamnya saat duduk di bangkunya pagi ini.Nadine yang baru datang langsung nyenggol lengannya. “Ngomongin siapa?”“Siapa lagi kalau bukan Revan,” jawab Kirana malas.Nadine tertawa. “Kenapa lagi? Dia ngelakuin sesuatu?”Kirana menghela napas. “Kemarin dia tiba-tiba nanya, ‘Lo suka Rian?’”Mata Nadine membesar. “HAH?!”“Ssstt! Jangan heboh,” desis Kirana sambil melirik ke sekeliling. Beberapa siswa yang sudah ada di kelas langsung memasang ekspresi kepo.Nadine menurunkan suaranya, tapi tetap bersemangat. “Lo jawab apa?”“Tentu aja gue bilang itu bukan urusan dia.”Nadine mengangguk-angguk. “Tapi tetep aja aneh. Revan nggak pernah peduli sama orang lain, apalagi nanya hal kayak gitu.”“Itulah yang bikin gue bingung,” gumam Kirana.Saat itu, pintu kelas terbuka dan Revan masuk dengan ekspresinya yang se

    Last Updated : 2025-03-04
  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 4

    Sejak obrolannya dengan Rian di taman belakang sekolah, Kirana jadi makin ragu. Apa benar gue nggak boleh terlalu berharap? Tapi kenapa Revan tiba-tiba peduli?Hari-hari berlalu, tapi suasana di sekolah masih ramai dengan gosip soal dirinya dan Revan. Kirana berusaha tidak peduli, tapi dalam hati, ia tahu ada sesuatu yang mulai berubah—terutama dalam dirinya.Pagi Hari – Dalam KelasHari ini, Kirana datang lebih awal dan mendapati kelas masih sepi. Ia duduk di bangkunya sambil mengeluarkan buku catatan, berusaha mengalihkan pikirannya.Namun, baru beberapa menit, seseorang duduk di bangku sebelahnya.Revan.Seperti biasa, ekspresinya datar. Ia menatap Kirana sebentar sebelum berkata, “Lo seriusan nggak sakit lagi?”Kirana menghela napas. “Revan, gue udah bilang, gue baik-baik aja.”Revan diam sebentar sebelum mengangguk. “Bagus.”Kirana mengernyit. “Lo kenapa sih?”Revan menoleh. “Kenapa apa?”Kirana menatapnya tajam. “Kenapa lo tiba-tiba perhatian sama gue?”Revan terdiam. Tatapannya

    Last Updated : 2025-03-04
  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 5

    Sejak percakapannya dengan Revan di koridor, Kirana tidak bisa lagi mengabaikan perasaan aneh yang mulai tumbuh dalam hatinya.Revan tidak main-main. Dia sendiri tidak yakin dengan perasaannya, tapi satu hal yang pasti—dia berubah.Dan perubahan itu terjadi karena Kirana.Namun, Kirana masih belum siap menghadapi kenyataan itu.Pagi Hari – KelasHari ini, Kirana kembali mencoba menjaga jarak dari Revan. Ia fokus pada buku catatannya, berharap bisa mengabaikan semua kebingungan dalam kepalanya.Tapi harapannya sia-sia.“Kir, lo masih marah sama gue?”Kirana tersentak. Ia mendongak dan melihat Revan berdiri di samping mejanya, tatapannya serius.Kirana buru-buru menggeleng. “Gue nggak marah.”Revan menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, “Oke.”Lalu, tanpa berkata apa-apa lagi, dia berjalan kembali ke tempat duduknya.Kirana menghela napas. Kenapa dia harus sesantai itu? Kenapa dia nggak kelihatan bingung kayak gue?Nadine, yang sejak tadi mengamati mereka, langsung menyenggol Kirana.

    Last Updated : 2025-03-04
  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 6

    Pagi itu, Kirana datang ke sekolah dengan kepala penuh pikiran. Ucapan Revan semalam masih terngiang di telinganya:“Kalau lo butuh satu alasan buat nggak nerima dia, mungkin gue bisa kasih.”Apa maksudnya? Apakah Revan juga mulai merasa hal yang sama kayak gue?Nadine mendekat sambil menyenggol bahu Kirana.“Lo kelihatan kayak orang kurang tidur. Jangan-jangan mikirin Revan?”Kirana langsung menatap Nadine dengan mata melebar.“Bukan! Maksudnya… ya nggak juga sih.”Nadine terkekeh. “Berarti iya.”Kirana menghela napas panjang. “Nad, gue beneran bingung. Revan berubah. Dia nggak kayak dulu yang nyebelin. Sekarang dia… perhatian. Tapi gue takut ini semua cuma bagian dari kontrak.”“Terus kalau bukan?” tanya Nadine serius.Kirana terdiam. Ia tidak punya jawaban.Saat Kirana berjalan menuju kantin, tiba-tiba Rian muncul dan berjalan di sampingnya.“Kir, lo ada waktu nanti sepulang sekolah?”“Ngapain?” tanya Kirana pelan.“Ada yang mau gue omongin. Penting.”Kirana menatap Rian. Tatapan c

    Last Updated : 2025-04-22

Latest chapter

  • Love contract: Perjodohan tak terduga     bab 7

    Sudah seminggu sejak Kirana dan Revan memutuskan untuk menjalin hubungan tanpa pura-pura. Tidak ada yang berubah secara drastis dari luar—mereka masih duduk di tempat biasa, masih berdebat kecil soal hal-hal receh, dan masih suka saling lempar sindiran. Tapi bagi mereka, semuanya terasa berbeda.Kini, setiap tatapan memiliki makna. Setiap senyuman terasa lebih hangat.“Gue jemput lo nanti sore. Jangan pulang cepet-cepet,” bisik Revan sambil menyerahkan roti coklat ke Kirana.Kirana menatapnya heran. “Ngapain lagi?”“Surprise.”Kirana pura-pura mendengus, tapi pipinya memerah. “Ya udah. Tapi jangan yang aneh-aneh.”Revan mengangkat alis. “Gue? Aneh? Nggak mungkin.”Kirana sudah menunggu di gerbang sekolah ketika Revan datang dengan motornya. Ia mengulurkan helm.“Siap?”Kirana mengangguk. “Siap.”Mereka kembali ke bukit tempat pertama kali Revan mengungkapkan perasaannya. Tapi kali ini, Revan membawa tikar kecil, makanan ringan, dan termos teh hangat.“Seriusan lo bawa beginian semua?”

  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 6

    Pagi itu, Kirana datang ke sekolah dengan kepala penuh pikiran. Ucapan Revan semalam masih terngiang di telinganya:“Kalau lo butuh satu alasan buat nggak nerima dia, mungkin gue bisa kasih.”Apa maksudnya? Apakah Revan juga mulai merasa hal yang sama kayak gue?Nadine mendekat sambil menyenggol bahu Kirana.“Lo kelihatan kayak orang kurang tidur. Jangan-jangan mikirin Revan?”Kirana langsung menatap Nadine dengan mata melebar.“Bukan! Maksudnya… ya nggak juga sih.”Nadine terkekeh. “Berarti iya.”Kirana menghela napas panjang. “Nad, gue beneran bingung. Revan berubah. Dia nggak kayak dulu yang nyebelin. Sekarang dia… perhatian. Tapi gue takut ini semua cuma bagian dari kontrak.”“Terus kalau bukan?” tanya Nadine serius.Kirana terdiam. Ia tidak punya jawaban.Saat Kirana berjalan menuju kantin, tiba-tiba Rian muncul dan berjalan di sampingnya.“Kir, lo ada waktu nanti sepulang sekolah?”“Ngapain?” tanya Kirana pelan.“Ada yang mau gue omongin. Penting.”Kirana menatap Rian. Tatapan c

  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 5

    Sejak percakapannya dengan Revan di koridor, Kirana tidak bisa lagi mengabaikan perasaan aneh yang mulai tumbuh dalam hatinya.Revan tidak main-main. Dia sendiri tidak yakin dengan perasaannya, tapi satu hal yang pasti—dia berubah.Dan perubahan itu terjadi karena Kirana.Namun, Kirana masih belum siap menghadapi kenyataan itu.Pagi Hari – KelasHari ini, Kirana kembali mencoba menjaga jarak dari Revan. Ia fokus pada buku catatannya, berharap bisa mengabaikan semua kebingungan dalam kepalanya.Tapi harapannya sia-sia.“Kir, lo masih marah sama gue?”Kirana tersentak. Ia mendongak dan melihat Revan berdiri di samping mejanya, tatapannya serius.Kirana buru-buru menggeleng. “Gue nggak marah.”Revan menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, “Oke.”Lalu, tanpa berkata apa-apa lagi, dia berjalan kembali ke tempat duduknya.Kirana menghela napas. Kenapa dia harus sesantai itu? Kenapa dia nggak kelihatan bingung kayak gue?Nadine, yang sejak tadi mengamati mereka, langsung menyenggol Kirana.

  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 4

    Sejak obrolannya dengan Rian di taman belakang sekolah, Kirana jadi makin ragu. Apa benar gue nggak boleh terlalu berharap? Tapi kenapa Revan tiba-tiba peduli?Hari-hari berlalu, tapi suasana di sekolah masih ramai dengan gosip soal dirinya dan Revan. Kirana berusaha tidak peduli, tapi dalam hati, ia tahu ada sesuatu yang mulai berubah—terutama dalam dirinya.Pagi Hari – Dalam KelasHari ini, Kirana datang lebih awal dan mendapati kelas masih sepi. Ia duduk di bangkunya sambil mengeluarkan buku catatan, berusaha mengalihkan pikirannya.Namun, baru beberapa menit, seseorang duduk di bangku sebelahnya.Revan.Seperti biasa, ekspresinya datar. Ia menatap Kirana sebentar sebelum berkata, “Lo seriusan nggak sakit lagi?”Kirana menghela napas. “Revan, gue udah bilang, gue baik-baik aja.”Revan diam sebentar sebelum mengangguk. “Bagus.”Kirana mengernyit. “Lo kenapa sih?”Revan menoleh. “Kenapa apa?”Kirana menatapnya tajam. “Kenapa lo tiba-tiba perhatian sama gue?”Revan terdiam. Tatapannya

  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 3

    Sejak percakapan aneh dengan Revan di kantin kemarin, Kirana jadi kepikiran terus. Kenapa dia tiba-tiba nanya soal Rian? Emangnya dia peduli?“Gue nggak ngerti jalan pikiran cowok itu,” gumamnya saat duduk di bangkunya pagi ini.Nadine yang baru datang langsung nyenggol lengannya. “Ngomongin siapa?”“Siapa lagi kalau bukan Revan,” jawab Kirana malas.Nadine tertawa. “Kenapa lagi? Dia ngelakuin sesuatu?”Kirana menghela napas. “Kemarin dia tiba-tiba nanya, ‘Lo suka Rian?’”Mata Nadine membesar. “HAH?!”“Ssstt! Jangan heboh,” desis Kirana sambil melirik ke sekeliling. Beberapa siswa yang sudah ada di kelas langsung memasang ekspresi kepo.Nadine menurunkan suaranya, tapi tetap bersemangat. “Lo jawab apa?”“Tentu aja gue bilang itu bukan urusan dia.”Nadine mengangguk-angguk. “Tapi tetep aja aneh. Revan nggak pernah peduli sama orang lain, apalagi nanya hal kayak gitu.”“Itulah yang bikin gue bingung,” gumam Kirana.Saat itu, pintu kelas terbuka dan Revan masuk dengan ekspresinya yang se

  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 2

    Kirana berjalan ke kantin dengan langkah ragu. Sejujurnya, ia ingin segera menyelesaikan tantangan ini dan kembali menjalani hidupnya seperti biasa. Tapi sayangnya, dengan Revan Pradipta di sampingnya, itu terasa mustahil.Sementara itu, kantin sudah mulai ramai. Begitu mereka masuk, semua mata langsung tertuju pada mereka.“Hei, itu Kirana dan Revan!”“Mereka beneran ikut Love Contract?”“Wah, pasangan baru nih! Asli nggak nyangka!”Kirana menggigit bibirnya. Ya ampun, ini baru hari pertama, tapi gosipnya sudah menyebar ke seluruh sekolah!Di sampingnya, Revan tetap dengan wajah datarnya, seolah tidak peduli sama sekali.“Kita pesan apa?” tanya Kirana akhirnya.Revan melirik ke arah menu dan berkata santai, “Nasi goreng aja.”Kirana menghela napas. “Ya udah, nasi goreng.”Mereka pun memesan dua porsi nasi goreng dan mencari tempat duduk. Sayangnya, hampir semua meja penuh. Yang tersisa hanya satu meja di tengah kantin, tepat di tempat paling terbuka.“Ya ampun, tempatnya di situ,” gu

  • Love contract: Perjodohan tak terduga    bab 1

    Langit cerah di atas SMA Grahadi, menandakan hari yang cukup menyenangkan bagi para siswa yang baru memulai tahun ajaran baru. Aula sekolah penuh dengan suara riuh rendah para murid yang sedang berbincang. Beberapa asyik bercanda, sementara yang lain sibuk mencari tempat duduk untuk acara pembukaan tahun ajaran.Di antara mereka, seorang gadis berambut panjang dengan wajah manis tengah duduk sambil menopang dagunya. Kirana Ardiani, siswa kelas 11 yang terkenal cerdas dan mandiri, tampak tidak terlalu tertarik dengan suasana ramai di sekitarnya."Kirana! Lo kenapa diem aja? Harusnya lo semangat, kita udah naik kelas, nih!" ujar Nadine, sahabatnya, sambil menggoyangkan bahunya.Kirana menghela napas. "Nggak tahu, Nad. Kayaknya perasaanku nggak enak dari tadi pagi.""Yah, lo kebanyakan mikir! Udahlah, enjoy aja!" Nadine menepuk pundaknya dan kembali berceloteh tentang murid-murid baru yang masuk tahun ini.Acara pun dimulai dengan sambutan dari kepala sekolah. Namun, Kirana tidak terlalu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status