Beranda / Romansa / Love between Cubicles! / 9. Pernah Cantik di Masa Lalu

Share

9. Pernah Cantik di Masa Lalu

Penulis: Linggar Rimbawati Puwrowardhoyo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tak lama kemudian kami sudah memasuki wilayah Simpang Kawat di mana rumahku berlokasi. Perumahan Anggrek Regency 2 terletak di pinggir Jalan Hos Cokroaminoto. Aku cukup beruntung bertempat tinggal di daerah yang strategis tak jauh dari akses jalan raya.

“Setelah Indomaret ada perumahan di sebelah kiri, masuk aja. Rumah saya dekat kok dari gerbang.”

“Oh, iya. Daerah sini ya rumah kamu?”

Aku mengangguk. Bob sudah membelokkan mobilnya ke gerbang perumahan Anggrek Regency 2 dan membunyikan klakson untuk menyapa satpam. Aku memberi instruksi agar Bob mengarahkan mobil ke blok tempat rumahku berada. Tak lama kemudian kami sampai di depan rumahku, rumah nomor 22 di blok F. Bergegas, kubuka pintu mobil dan segera turun sampai-sampai lupa mengucapkan terimakasih pada Bob. Tetapi, sesaat kemudian aku terkejut karena mendapati Bob yang juga turun dan malah membuka bagasi mobilnya. Aku semakin bertanya-tanya bingung ketika Bob menurunkan dua dari tig

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Love between Cubicles!   10. Mimpi

    Aku tak tahu jam berapa tepatnya aku jatuh tertidur, tetapi yang jelas kini aku terbangun dengan perasaan tak nyaman. Kusingkap tirai jendela di belakang ranjang dan kudapati kegelapan di luar sana. Masih malam. Sayup-sayup terdengar suara kendaraan di jalan raya dan suara langkah kaki di jalanan depan rumah. Itu pasti satpam yang patroli. Setiap dua jam memang ada satpam berkeliling untuk menjaga kompleks ini. Udara dingin berembus melalui lubang ventilasi. Meski masih mengantuk dan ingin melanjutkan tidur, tanganku meraih ponsel yang sedang di-charge di atas meja dan membuka kunci dengan memasukkan sederet angka sebagai password. Pukul tiga lewat lima dini hari. Pantas saja udara begitu dingin. Tidak ada pesan apapun di W******p maupun Telegram dan entah kenapa itu menyakitkan. Jujur saja, setiap membuka ponsel aku selalu berharap ada pesan dari ‘seseorang.’ Seseorang yang baru saja kumimpikan. Seseorang yang membuatku terbangun dengan perasaan tak enak. Baru kusad

  • Love between Cubicles!   11. Teringat Mas Wartawan

    Kulanjutkan acara minum susu rendah lemak yang sempat terjeda oleh video call dari Bob tadi. Setelah beberapa gelas yang membuat perutku kembung, aku berhenti dan mengembalikan kotak susu ke dalam lemari pendingin dan meletakkan gelas kotor ke dalam sink. Ketika berniat untuk kembali ke kamar di lantai dua, kudengar Bubu, kucing kesayanganku, mengeong dari kandangnya di bagian belakang rumah ini. Ya, Tuhan! Aku lupa menegok kucingku seharian kemarin. Betapa tidak, pagi-pagi aku berangkat ke kantor dengan tergesa-gesa dan pulang malam. Kali terakhir aku mengajak Bubu bermain adalah Minggu sore yang itu berarti sudah dua hari yang lalu. Dengan langkah berjingkat, aku menuju area belakang yang kubagi menjadi dua bagian; satu area cuci-cuci, jemur dan setrika, dan sisanya adalah area rumah bubu. Aku selalu menjaga kebersihan tempat ini dan seluruh bagian rumahku dengan menyewa jasa tukang bersih-ber

  • Love between Cubicles!   12. Sarapan Bersama

    Dengan mata masih menyipit karena baru bangun tidur, aku berjalan dengan panik menuruni tangga dan menuju pintu ruang tamu. Ketika pintu telah terbuka, kudapati Bob berdiri di ambang pintu dengan pakaian yang sudah rapi. Melihat ekspresi yang disuguhkannya, sepertinya dia sedang menghakimiku yang masih belum mandi, bahkan baru bangun tidur di jam segini. “Apa?” kataku galak. “Jangan berani-berani mengejekku karena masih berantakan jam segini, ya. Ini karena aku nggak bisa tidur nyenyak semalam. Lagian ngapain sih ke sini pagi-pagi.” Tanpa menjawab todongan pertanyaanku, Bob menerobos portal lenganku seperti yang dia lakukan kemarin. Di ruang tengah, rupanya dia bertemu Bubu yang memang tak kumasukkan kembali ke kandangnya. “Hey, buddy! Kok semalam aku nggak lihat kucing ini?” tanya Bob yang mulai bermain-main dengan Bubu. Kelihatannya Bubu pun cepat akrab dengan laki-

  • Love between Cubicles!   13. Revisi

    Setelah berpanjang kali lebar memberi penjelasan pada ibu-ibu kompleks dan satpam mengenai hubunganku dengan Bob, akhirnya kami bisa berangkat kerja dengan tenang. Aku menghela nafas lega tatkala kami sudah sampai di basement tempat parkir gedung perkantoran. Sampai kami masuk lift dengan aku menenteng kantong belanja bekas berisi wadah-wadah makanan yang dibuat Bob tadi, semuanya masih aman terkendali. Maksudku, sepertinya tidak ada yang memergoki kami berdua. Meski jika seseorang dari kantor memergoki kami berangkat bersama, reaksinya tidak akan seheboh ibu-ibu kompleks, tetap saja aku tak punya energi lagi untuk menghadapi hal seperti ini. Selagi lift bergerak ke atas, Bob sibuk memeriksa pantulannya di dinding lift sambil berdeham-deham. Entahlah, mungkin dia sedang kerasukan jiwa Narcissus. Kuakui dia memang selalu tampil sempurna dengan setelan berkelas dan gel mahal pada rambutnya, tetapi menurutku seh

  • Love between Cubicles!   14. Calon Sekretaris, Bukan Calon Istri!

    “Ada apa ini, kok muka Ambika merah banget?” celetuk Bu Lauren sekembalinya dia dari kamar mandi. “Kamu apain, Bob?” Sebelum sempat Bob membuka mulut, aku duluan menyahut, “Nggak papa kok, Mom. Cuma digombalin dikit sama Bob. Dasar, Bob kurang kerjaan.” Meski sedikit mengernyitkan dahi karena mungkin bingung dengan tingkah kami berdua, Bu Lauren tak mengusut lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi. Wanita yang selalu tampil modis dan harum itu segera kembali ke mejanya dan memeriksa pekerjaan. Aku pun kembali ke mejaku dengan kertas artikel yang sudah beres dan segera mengirim email ke bulletin Pandawa. Di sela-sela pekerjaan itu entah kenapa mataku selalu otomatis mencuri pandang ke arah Bob tiap kali ada kesempatan. Sialnya, terhitung beberapa kali aku terpergok sendiri oleh Bob ketika sedang mencuri lih

  • Love between Cubicles!   1. Nasib Nahas di Hari Ulang Tahun

    Alarm pukul lima pagi berbunyi nyaring. Aku terbangun dan merasa pusing. Mengumpat kecil, kucari-cari ponsel sialan itu di bawah bantal di sebelahku. Aha, dapat! Dengan segera kumatikan alarm yang memang berbunyi setiap jam lima pagi itu. Seandainya ini adalah hari Minggu, tentu aku lebih suka kembali ke alam mimpi dan bangun jam satu atau dua siang. Lalu, menyeduh kopi, memesan pizza dan bermalas-malasan sepanjang hari sambil membaca novel atau menonton drama Korea di Netflix. Sayang, sungguh sayang, ini adalah hari Senin! Permulaan minggu yang biasanya menentukan kelancaran pekerjaanku seminggu penuh. Jika aku bersemangat di hari Senin pagi dan memperoleh banyak keberuntungan selama seharian penuh itu, biasanya hari-hari selanjutnya akan terasa mudah. Tetapi, sebaliknya, jika hari Senin-ku kacau dan banyak kutemui kegagalan sepanjang hari itu, sudah bisa dipastikan hari-hari berikutnya akan terasa berat, seperti di neraka. Sayangnya, pagi ini aku tak merasakan sedikitpun s

  • Love between Cubicles!   2. Kejutan dari Bu Inka

    Ojek online membawaku membelah jalanan kota yang mulai memadat. Aku sempat berselisih paham dengan driver karena menurutku dia bodoh, tak kunjung bisa menemukan lokasiku. Jelas-jelas aku sudah menuliskan titik jemput di halte bus Rawasari, tetapi dia masih juga meneleponku untuk bertanya. Aku memang tidak suka menerima telepon di tengah keramaian.Akhirnya sepeda motor berbodi lebar yang membuat kedua pahaku pegal itu berhenti di depan kantorku yang berada di sebuah gedung berlantai lebih dari sepuluh. Aku membayarnya dengan selembar lima puluh ribuan dan sialnya tidak ada uang kembalian. Yah, mau tidak mau, aku harus merelakan uang sebesar lima belas ribu melayang. Padahal lumayan untuk beli gado-gado siang nanti."Ikhlas nih, Buk?""Ikhlas. Ambil aja, Pak." jawabku ketus.Ojek online itu mengegas motornya setelah mengucapkan terima kasih. Dia bukan saja membuatku kesal karena tidak punya uang kembalian, tetapi juga karena menyapaku dengan panggilan "Ibu

  • Love between Cubicles!   3. Pria dalam Setelan Hitam

    Seluruh perwakilan sub-divisi sudah duduk manis mengelilingi meja rapat. Aku juga sudah berkoordinasi dengan kepala OB terkait hal konsumsi. Asal tahu saja, orang-orang di kantor ini bermulut lebar semua. Rapat sebentar saja, mereka menuntut adanya camilan. Tak jarang beberapa orang hanya datang untuk setor muka dan menikmati kue.Ada tiga divisi besar di bawah managemen kantor ini, yaitu, HRD, Keuangan dan Procurement. Masing-masing divisi punya satu atau dua sub-divisi. Total ada delapan sub-divisi yang itu berarti ada sebelas kepala yang menjadi anggota rapat, di luar Bu Lauren dan aku.Aku sudah menyiapkan slide presentasi dengan bahan yang diberikan Bu Lauren satu jam yang lalu. Tak sia-sia rupanya aku dulu pernah ikut kursus singkat membuat tampilan power point yang menarik. Bu Lauren selalu senang dengan tampilan presentasi yang kukerjakan. Setelah yakin semuanya beres (seperti memeriksa pointer dan mengecek suhu ruangan) aku baru bisa menyandarkan punggungku ke

Bab terbaru

  • Love between Cubicles!   14. Calon Sekretaris, Bukan Calon Istri!

    “Ada apa ini, kok muka Ambika merah banget?” celetuk Bu Lauren sekembalinya dia dari kamar mandi. “Kamu apain, Bob?” Sebelum sempat Bob membuka mulut, aku duluan menyahut, “Nggak papa kok, Mom. Cuma digombalin dikit sama Bob. Dasar, Bob kurang kerjaan.” Meski sedikit mengernyitkan dahi karena mungkin bingung dengan tingkah kami berdua, Bu Lauren tak mengusut lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi. Wanita yang selalu tampil modis dan harum itu segera kembali ke mejanya dan memeriksa pekerjaan. Aku pun kembali ke mejaku dengan kertas artikel yang sudah beres dan segera mengirim email ke bulletin Pandawa. Di sela-sela pekerjaan itu entah kenapa mataku selalu otomatis mencuri pandang ke arah Bob tiap kali ada kesempatan. Sialnya, terhitung beberapa kali aku terpergok sendiri oleh Bob ketika sedang mencuri lih

  • Love between Cubicles!   13. Revisi

    Setelah berpanjang kali lebar memberi penjelasan pada ibu-ibu kompleks dan satpam mengenai hubunganku dengan Bob, akhirnya kami bisa berangkat kerja dengan tenang. Aku menghela nafas lega tatkala kami sudah sampai di basement tempat parkir gedung perkantoran. Sampai kami masuk lift dengan aku menenteng kantong belanja bekas berisi wadah-wadah makanan yang dibuat Bob tadi, semuanya masih aman terkendali. Maksudku, sepertinya tidak ada yang memergoki kami berdua. Meski jika seseorang dari kantor memergoki kami berangkat bersama, reaksinya tidak akan seheboh ibu-ibu kompleks, tetap saja aku tak punya energi lagi untuk menghadapi hal seperti ini. Selagi lift bergerak ke atas, Bob sibuk memeriksa pantulannya di dinding lift sambil berdeham-deham. Entahlah, mungkin dia sedang kerasukan jiwa Narcissus. Kuakui dia memang selalu tampil sempurna dengan setelan berkelas dan gel mahal pada rambutnya, tetapi menurutku seh

  • Love between Cubicles!   12. Sarapan Bersama

    Dengan mata masih menyipit karena baru bangun tidur, aku berjalan dengan panik menuruni tangga dan menuju pintu ruang tamu. Ketika pintu telah terbuka, kudapati Bob berdiri di ambang pintu dengan pakaian yang sudah rapi. Melihat ekspresi yang disuguhkannya, sepertinya dia sedang menghakimiku yang masih belum mandi, bahkan baru bangun tidur di jam segini. “Apa?” kataku galak. “Jangan berani-berani mengejekku karena masih berantakan jam segini, ya. Ini karena aku nggak bisa tidur nyenyak semalam. Lagian ngapain sih ke sini pagi-pagi.” Tanpa menjawab todongan pertanyaanku, Bob menerobos portal lenganku seperti yang dia lakukan kemarin. Di ruang tengah, rupanya dia bertemu Bubu yang memang tak kumasukkan kembali ke kandangnya. “Hey, buddy! Kok semalam aku nggak lihat kucing ini?” tanya Bob yang mulai bermain-main dengan Bubu. Kelihatannya Bubu pun cepat akrab dengan laki-

  • Love between Cubicles!   11. Teringat Mas Wartawan

    Kulanjutkan acara minum susu rendah lemak yang sempat terjeda oleh video call dari Bob tadi. Setelah beberapa gelas yang membuat perutku kembung, aku berhenti dan mengembalikan kotak susu ke dalam lemari pendingin dan meletakkan gelas kotor ke dalam sink. Ketika berniat untuk kembali ke kamar di lantai dua, kudengar Bubu, kucing kesayanganku, mengeong dari kandangnya di bagian belakang rumah ini. Ya, Tuhan! Aku lupa menegok kucingku seharian kemarin. Betapa tidak, pagi-pagi aku berangkat ke kantor dengan tergesa-gesa dan pulang malam. Kali terakhir aku mengajak Bubu bermain adalah Minggu sore yang itu berarti sudah dua hari yang lalu. Dengan langkah berjingkat, aku menuju area belakang yang kubagi menjadi dua bagian; satu area cuci-cuci, jemur dan setrika, dan sisanya adalah area rumah bubu. Aku selalu menjaga kebersihan tempat ini dan seluruh bagian rumahku dengan menyewa jasa tukang bersih-ber

  • Love between Cubicles!   10. Mimpi

    Aku tak tahu jam berapa tepatnya aku jatuh tertidur, tetapi yang jelas kini aku terbangun dengan perasaan tak nyaman. Kusingkap tirai jendela di belakang ranjang dan kudapati kegelapan di luar sana. Masih malam. Sayup-sayup terdengar suara kendaraan di jalan raya dan suara langkah kaki di jalanan depan rumah. Itu pasti satpam yang patroli. Setiap dua jam memang ada satpam berkeliling untuk menjaga kompleks ini. Udara dingin berembus melalui lubang ventilasi. Meski masih mengantuk dan ingin melanjutkan tidur, tanganku meraih ponsel yang sedang di-charge di atas meja dan membuka kunci dengan memasukkan sederet angka sebagai password. Pukul tiga lewat lima dini hari. Pantas saja udara begitu dingin. Tidak ada pesan apapun di W******p maupun Telegram dan entah kenapa itu menyakitkan. Jujur saja, setiap membuka ponsel aku selalu berharap ada pesan dari ‘seseorang.’ Seseorang yang baru saja kumimpikan. Seseorang yang membuatku terbangun dengan perasaan tak enak. Baru kusad

  • Love between Cubicles!   9. Pernah Cantik di Masa Lalu

    Tak lama kemudian kami sudah memasuki wilayah Simpang Kawat di mana rumahku berlokasi. Perumahan Anggrek Regency 2 terletak di pinggir Jalan Hos Cokroaminoto. Aku cukup beruntung bertempat tinggal di daerah yang strategis tak jauh dari akses jalan raya.“Setelah Indomaret ada perumahan di sebelah kiri, masuk aja. Rumah saya dekat kok dari gerbang.”“Oh, iya. Daerah sini ya rumah kamu?”Aku mengangguk. Bob sudah membelokkan mobilnya ke gerbang perumahan Anggrek Regency 2 dan membunyikan klakson untuk menyapa satpam. Aku memberi instruksi agar Bob mengarahkan mobil ke blok tempat rumahku berada. Tak lama kemudian kami sampai di depan rumahku, rumah nomor 22 di blok F. Bergegas, kubuka pintu mobil dan segera turun sampai-sampai lupa mengucapkan terimakasih pada Bob. Tetapi, sesaat kemudian aku terkejut karena mendapati Bob yang juga turun dan malah membuka bagasi mobilnya. Aku semakin bertanya-tanya bingung ketika Bob menurunkan dua dari tig

  • Love between Cubicles!   8. Perasaan Insecure pada Perempuan Cantik

    Di supermarket, Bob memilih troli yang paling besar. Ternyata dia mengambil apa saja yang dilewatinya begitu saja mulai dari sabun mandi cair, pasta gigi, obat kumur, sikat gigi, shampo, kondisioner, sabun pembersih wajah, pisau cukur, kaus kaki, kaus dalam, celana dalam, handuk kecil, deterjen, cairan pembersih lantai, cairan pencuci piring, pokoknya semuanya seolah tak memikirkan berapa uang yang harus dia keluarkan untuk membayar semua belanjaannya. Di bagian green grocery dia juga memasukkan segala jenis buah dan sayur, yogurt, susu, olahan daging beku, hingga bumbu dapur.“Kita belum punya peralatan masak. Kita cari teflon sama panci dulu, yuk.”Di belakang Bob, aku termenung dengan ucapannya barusan. Memangnya siapa yang mau masak, batinku. Dia tidak akan melibatkan aku dalam kekonyolan ini kan?“Ki?” Sebelah tangan Bob melambai-lambai di depan wajahku. “Kok melamun? Atau kamu capek, ya? Wajah kamu nggak bersemangat gitu.&rdqu

  • Love between Cubicles!   7. Ayam dan Kentang

    Tak terasa waktu sudah menunjuk pukul empat sore. Bel pulang baru saja berbunyi dan orang-orang bergegas untuk beranjak meninggalkan kantor. Aini segera melesat secepat kilat meninggalkan pantry dan menuju lobi supaya tidak perlu mengantre untuk absen pulang.Sebenarnya aku juga ingin lekas-lekas sampai rumah dan beristirahat mengingat semalam aku sangat kurang tidur. Tetapi, aku harus menunggu Pak Bob selesai berdiskusi dengan Bu Lauren. Aku tak bisa begitu saja mengabaikan perintah Bu Lauren untuk menemani Pak Bob berbelanja dan makan malam di WTC.Kubasuh wajahku sekali lagi di toilet dan menggerai rambut yang tadinya kugulung serta melepas blazer yang berat. Lumayan, aku jadi tampil lebih segar dan terkesan lebih kasual. Ketika aku kembali ke ruang Manajer Kantor, Bu Lauren dan Pak Bob sudah bersiap-siap hendak keluar ruangan.“Nah, ini dia Kinasih!” Seru Bu Lauren ketika melihatku. “Kamu jadi temeni Pak Bob, ya, Say. Sorry, aku nggak bisa

  • Love between Cubicles!   6. Metamorfosis

    Aku kembali ke masa kini. Kupandangi Pak Bob dan secarik post it itu bergantian. Hanya orang-orang dari SMANSA Petir yang memanggilku Gadis Hujan. Itu pun angkatan tertentu saja. Generasi Tiktok tentu tidak kenal seseorang dari sekolah mereka yang dipanggil demikian. Lama kutatap wajah calon bos baruku itu dari tempatku duduk dalam diam. Diam-diam aku berpikir jangan-jangan Pak Bob dulunya bersekolah di SMA yang sama denganku.Aku ingat ada seorang kakak kelas yang bernama Bob juga ketika SMA dulu. Tetapi entah siapa nama lengkapnya. Jika melihat penampilannya, rasanya tidak ada mirip-miripnya dengan Pak Bob calon bos baruku itu.Bob si kakak kelas berbadan tinggi kurus dengan rambut belah tengah yang terlihat konyol. Dan yang paling membuat orang risih adalah gigi majunya yang dipasang semacam kawat gigi yang keberadaannya justru makin mengundang orang untuk mengejek. Ya, seingatku Bob si kakak kelas adalah pecundang sekolah yang sering jadi sasaran risak bukan saja o

DMCA.com Protection Status