Di luar hujan deras! Vinara masih menatap laptopnya dengan sejuta pertanyaan apa yang harus di tulisnya! Beberapa kali dia mengetik, beberapa kali itupun dia menghapus ketikannya!
Dia tidak tahu, apa yang harus di tulisnya untuk mengawali naskah terbarunya! Rasanya hambar, ketika dia menulis naskah romantis!“Aku butuh banyak waktu untuk menulis naskah ini,” kata Vinara saat bertemu dengan Editor beberapa waktu lalu!“Oke. 3 bulan bagaimana?”“Enam bulan. Aku butuh 6 bulan,” kata Vinara.“Oke. Setuju,” kata Editornya.
Suasana kampus begitu ramai seperti biasanya!
“Vinara,” panggil Laura sambil membawa jajanan.
“La.... Em. Jika genre romantis di satuin dengan Thiller atau crime. Bagusnya tokoh-tokoh
Pemain berprofesi sebagai apa?”
“Emang buat apa sih, nanya kayak gitu. Aneh deh!”
“Orang nanya, jawab dong! Jangan balik bertanya kayak gitu,”
“Pemerannya detektif, atau polisi. Atau Gangster gitu,”
“Em. Gitu yaaa... Oke. Thank you! Aku pergi dulu, thanks yaa,” kata Vinara sambil pergi meninggalkan Laura.
Wilayah Perbatasan...
Para prajurit negara tengah berlatih, ada yang berlari-lari, ada yang latihan menembak.
Begitu banyak aktifitas latihan mereka. Padahal saat itu hujan. Seseorang tengah memperhatikan mereka, dia adalah Adra.
Sebuah laporan masuk, untuk diberikan kepada kapten tersebut. Matanya mengamati berkas-berkas tersebut!
“Bukankah dia gadis itu?”
Adra hanya terdiam.
“Kau tidak memberitahu soal pekerjaanmu saat bertemu dengannya?”
Pria itu hanya terdiam lagi!
“Kau tidak memberitahunya ya,”
“Bagaimana aku bisa memberitahunya, sedangkan aku...”
“Kau menyukainya?”
“Tidak, tapi aku tidak merasa takut berdekatan dengan dia,”
“Terus...”
“Mungkin karena aku bertemu dengannya sudah seperti itu. Sebenarnya, aku ingin memanfaatkannya, untuk menyembuhkan penyakitku ini,” kata Adra.
“Apalagi pernikahanku sebentar lagi,” kata Adra.
“Tapi...”
“Aku tahu,” kata Adra sambil menerawang jauh ke depan. “Tapi, aku juga tidak bisa terus menerus menjauh darinya di saat pernikahanku dengannya sudah dekat, aku harus mengobati penyakit ini,”
“Bagaimana jika terjadi sesuatu. Bagaimana jika kau benar-benar...”
“Tidak. Aku tidak mungkin menyukai wanita lain selain dia...”
Sebuah pesawat tengah landing di sebuah bandara. Seorang gadis dan beberapa orang lainnya tengah sibuk dengan barang-barang mereka! Mereka adalah para relawan yang datang membantu di perbatasan. Bagi Vinara datang menjadi sukarela adalah bagian dari menulis naskahnya dengan mendapatkan referensi.
Beberapa mobil datang menjemput para relawan tersebut!
Perbatasan adalah tempat paling di jaga karena terdapat konflik. Begitu banyak warga yang terluka.
Sepanjang perjalanan yang terlihat hanyalah hutan, lautan, serta suasana alam yang sangat indah! Beberapa kali Vinara mengambil foto daerah tersebut.
Sebuah Kam ada di depan mereka. Terdapat beberapa tenda, beberapa rumah, serta fasilitas medis.
Vinara menurunkan barangnya, beberapa orang berjalan ke arah mereka. Mata Vinara tertuju pada orang yang di kenalnya, Vinara hanya membisu melihat hal itu. Nyatanya, pria yang mengatakan memiliki urusan negara tengah berada di Perbatasan!
Pria itu—Adra melihat Vinara seakan tidak mengenal Vinara.
Vinara merapikan pakaiannya di tenda.“Vinara...” Panggil seseorang membuat Vinara terkejut melihat hal itu.
“Aufal,” Vinara terkejut melihat Aufal berada di Perbatasan. “Bagaimana kau ada di sini?” tanya Vinara.
“Aaa. Aku relawan medis di sini,” kata Aufal. “Laura pasti tidak mengizinkanmu untuk menjadi relawan,” kata Aufal. “Dan kau ngotot untuk datang ke sini,” kata Aufal lagi seakan mengetahui segala tentang Vinara.
“Ya seperti itulah,” kata Vinara.
Aufal Akrai adalah mantan pacar Vinara 3 th yang lalu. Dia telah menikah, itu adalah yang di ketahui Vinara dan itu juga yang membuat hubungannya dengan Aufal berakhir.
Adra melihat Vinara tengah berbincang-bincang dengan seorang pria membuatnya mengurungkan niat untuk menemui Vinara.
Beberapa hari yang lalu, sebelum Vinara berangkat!
“Vinara. Apa kau serius? Kau hanya bercanda kan?”
“Aku tidak bercanda, aku serius!”
“Tapi...”
“Aku tahu... Aku hanya pergi menenangkan pikiranku dengan menjadi relawan di sana. Selama ini, aku hanya fokus dengan kuliahku, sekarang aku harus fokus me refresh kembali otakku,” kata Vinara sambil meyakinkan sahabatnya itu.
“Aku akan datang ke sana,” kata Laura.
“Ti...”
“Aku akan tetap datang,” kata Laura memotong perkataan Vinara.
“Jadi hal mendesak yang kau maksud adalah menjaga perbatasan?” kata Vinara menghampiri seseorang yang tengah berdiri di tepi pantai. “Kapten Adra,” kata Vinara lagi.
“Em. Seharusnya aku memberitahu soal...”“Tidak perlu, aku sudah mengetahuinya saat kau menolong mendapatkan tasku. Bahkan pakaianmu saat itu beraroma Mesiu. Aku beranggapan jika aroma Mesiu karena kau adalah seorang Polisi. Tapi, polisi tidak memiliki aroma Mesiu yang kuat. Tidak seperti tentara yang tiap saat berlatih dengan bom serta latihan menembak,” kata Vinara.
“Disini suasana alamnya masih sangat terjaga. Begitu banyak turis dari mancanegara yang datang berkunjung di sini. Walaupun ini adalah wilayah perbatasan, mereka ingin menjajal keindahan alam di sini,”
“Seperti yang menjadi sandera beberapa waktu lalu bukan?”
“Ya. Indonesia di kenal dengan keindahan alam serta hasil bumi yang berlimpah, tidak menutup kemungkinan untuk mereka datang menyaksikan langsung alam Indonesia,”
“Eem. Apa jaringan disini jelek?”
“Ia, karena ini wilayah perbatasan jaringan cukup jelek. Akses internet tidak bisa di lakukan kecuali pergi ke hotel dekat sini atau ke kota,”
“Aku harus menghubungi temanku,” kata Vinara.
“Kau tidak bisa menggunakan Smartphone di sini, hanya bisa mengunakan Ponsel biasa saja,” kata Adra.
“Siapa pria yang berbicara dengamu tadi?” tanya Adra.
“Oh. Dia Aufal, petugas medis,”
“Kau mengenalnya?”
“Em. Sangat mengenalnya,” kata Vinara. “Dia mantan pacarku,” kata Vinara lagi membuat Adra terkejut.
“Mantan pacarr?”
“Iya Mantan Pacar,” kata Vinara. “Dia telah menikah 3 thn lalu. Aku tidak tahu jika dia ada di sini menjadi rewalan medis. Kami bertemu sebulan yang lalu di acara reuni sekolah,” kata Vinara lagi. “Ah! Maaf, aku jadi curhat padamu,"
“Damai, tidak seperti di kota begitu berisik dengan suara kendaraan serta asap kendaraan yang berlaulalang dan juga asap pabrik,” kata Vinara sambil menghirup udara segar.
“Yaa seperti ini disini. Membeli bahan makanan sendiri, memasak sendiri, berburu, dan masih banyak hal yang di lakukan secara tradisional di sini,"“Karena itu, aku memilih datang kemari,”
“Selain profilmu sebagai Relawan, aku di berikan sebuah dokumen mengapa kau berada di sini,”
“Hhhmmm... Aku datang kemari untuk mengenal lebih dekat kehidupan prajurit di sini. Aku tidak bisa menulis jika aku tidak melihat melalui sudut pandang satu masyarakat saja,” kata Vinara.
“Begitu ya. Pantas saja, kau takut kehilangan laptop karena kau tidak ingin naskah yang berada di dalam hilang,”
“Sebenarnya, aku ingin meminta bantuanmu selama aku berada di sini,”
“Bantuan?”
“Aku di tuntut harus menulis novel romantis,” kata Vinara dengan terbata-bata.
“Tuntut saja mereka,” kata Adra.
“Aku tidak bisa. Lagi pula, mungkin mereka yang membaca novelku agak bosan dengan genre yang ku tulis,” kata Vinara.
“Karena itu, j-jadilah pacarku ....”
Deg!
.
Bersambung …
Ddrrr... Ddrr... Ddrr...Suara Ponsel bergetar di balik saku jaketnya.“Kau tidak lupa hari ini bukan?” sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.Suasana kampus tampak begitu ramai, seorang anak gadis tengah di pandangi oleh beberapa anak laki-laki di kampus. Ya! Itu bukan kali pertama gadis itu mendapat tatapan dari para pria. Sepertinya dia tengah asik memainkan ponselnya, sesekali dia menyerup minuman yang telah dipesannya sedari tadi.“Aku harus mencari tambahan uang lagi untuk kebutuhan dua tahun di sana. Apa aku kerja paruh waktu saja sambil menulis naskah baru?” gumannya dalam hati.Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya lagi. Membuatnya begitu terburu-buru pergi.Sebuah kafe bernuansa modern di padukan dengan desain klasik kuno masuk ke dalam sebuah kafe. Suasana tidak begitu ramai, namun terdapat beberapa pengunjung.“Oh, Vin. Sini ....” sebuah sapaan untuk gadis itu dari seorang wanita umurnya
Sebuah suara keyboard terdengar, begitu cepat.Dddrrr... Ddrrr... Ddrrrr...Suara getaran terdengar dari arah ponsel, tapi ia hanya menengok sekilas dan kembali melanjutkan aktifitasnya.“Ahhh... selesai juga,” kata gadis itu. “Syukurlah, akhirnya bab kali ini selesai juga, rasanya kurang greget. Tapi sudah jam segini. Sebaiknya aku revisinya besok,” katanya sambil merengangkan tubuhnya.“Hhhhmm... Hanya pesan dari Editor,” katanya memeriksa pesan yang masuk kemudian menyimpan kembali ponselnya di atas meja.Ia sangat kesal setelah pertemuan beberapa waktu lalu dengan Editornya. Hal itu membuatnya tidak mengangkat panggilan telpon itu.Ia focus dengan apa yang saat ini diketik olehnya. Tangannya bekerja di keyboard laptop. Otaknya tidak focus pada pekerjaan, hal itu membuatnya mengikuti hatinya, menulis apa yang dia pikirkan.Suasana malam tampak begitu mencekamkan. Hawa dingin serasa menusuk sampai
“Hei Psiko,” sebuah suara memanggil.Vinara melihat kearah kiri-kanannya, serta belakangnya.“Kau memanggilku?” tanya Vinara.“Emang siapa lagi yang ku panggil jika bukan kau,” kata gadis yang di memanggil Vinara.“Kau cari ribut denganku?” tanya Vinara sambil memasang wajah sinisnya. “Apa kau tidak ingat, jika aku bisa membuatmu masuk rumah sakit? Apa kau mau seperti dulu?” tanya Vinara. “Coba saja, jika kau ingin kembali ke rumah sakit dengan patah tulang lagi,” kata Vinara sambil berbisik di telinga gadis itu.Gadis itu hanya terdiam ketika Vinara mengucapkan hal yang membuatnya begitu merinding.Tidak ada yang tahu pasti, apa yang sebenarnya terjadi pada saat masuk kuliah yang membuat beberapa mahasiswa baru di keluarkan dari kampus.Sekilas memori Vinara tergambar.“Ayolah ...” kata seseorang sambil meraih lengan Vinara memasuki sebuah ruma
Angin sepoi-sepoi menerpa rambut Vinara. Suara gesekan dari batang bambu menghadirkan irama yang indah di tambah dengan kicauan burung-burung. Nuansa alam membuat Vinara terbaui. Matanya menatap jauh ke arah hutan buatan di perpustakaan itu.“Kumohon berhentilah ...” kata seorang wanita yang tengah berjongkok.Namun, kedua pria yang tengah bertengkar itu makin memuncak.Batss!Sebuah sayatan di lengan seorang pria yang entah darimana datang. Salah satu pria itu, membawa pisau, dan berniat untuk membunuh.Ada rasa lega, ada rasa ketakutan. Semua terlihat di raut wajah para pengunjung kafe.“Tidak apa-apa,” kata Pria itu.Darah mulai bercucuran di lantai.Vinara, hanya melihat semuanya dari kejauhan. Dia tidak berniat untuk melihat semuanya dari dekat.Beberapa polisi datang mengamankan ketiga orang tersebut. Sampai keadaan mulai tenang, barulah polisi-polisi tersebut pergi.Beberapa menit ya
Di luar hujan deras! Vinara masih menatap laptopnya dengan sejuta pertanyaan apa yang harus di tulisnya! Beberapa kali dia mengetik, beberapa kali itupun dia menghapus ketikannya!Dia tidak tahu, apa yang harus di tulisnya untuk mengawali naskah terbarunya! Rasanya hambar, ketika dia menulis naskah romantis!“Aku butuh banyak waktu untuk menulis naskah ini,” kata Vinara saat bertemu dengan Editor beberapa waktu lalu!“Oke. 3 bulan bagaimana?”“Enam bulan. Aku butuh 6 bulan,” kata Vinara.“Oke. Setuju,” kata Editornya.Suasana kampus begitu ramai seperti biasanya!“Vinara,” panggil Laura sambil membawa jajanan.“La.... Em. Jika genre romantis di satuin dengan Thiller atau crime. Bagusnya tokoh-tokohPemain berprofesi sebagai apa?”“Emang buat apa sih, nanya kayak gitu. Aneh deh!”“Orang nanya, jawab dong! Jangan balik bertanya
Angin sepoi-sepoi menerpa rambut Vinara. Suara gesekan dari batang bambu menghadirkan irama yang indah di tambah dengan kicauan burung-burung. Nuansa alam membuat Vinara terbaui. Matanya menatap jauh ke arah hutan buatan di perpustakaan itu.“Kumohon berhentilah ...” kata seorang wanita yang tengah berjongkok.Namun, kedua pria yang tengah bertengkar itu makin memuncak.Batss!Sebuah sayatan di lengan seorang pria yang entah darimana datang. Salah satu pria itu, membawa pisau, dan berniat untuk membunuh.Ada rasa lega, ada rasa ketakutan. Semua terlihat di raut wajah para pengunjung kafe.“Tidak apa-apa,” kata Pria itu.Darah mulai bercucuran di lantai.Vinara, hanya melihat semuanya dari kejauhan. Dia tidak berniat untuk melihat semuanya dari dekat.Beberapa polisi datang mengamankan ketiga orang tersebut. Sampai keadaan mulai tenang, barulah polisi-polisi tersebut pergi.Beberapa menit ya
“Hei Psiko,” sebuah suara memanggil.Vinara melihat kearah kiri-kanannya, serta belakangnya.“Kau memanggilku?” tanya Vinara.“Emang siapa lagi yang ku panggil jika bukan kau,” kata gadis yang di memanggil Vinara.“Kau cari ribut denganku?” tanya Vinara sambil memasang wajah sinisnya. “Apa kau tidak ingat, jika aku bisa membuatmu masuk rumah sakit? Apa kau mau seperti dulu?” tanya Vinara. “Coba saja, jika kau ingin kembali ke rumah sakit dengan patah tulang lagi,” kata Vinara sambil berbisik di telinga gadis itu.Gadis itu hanya terdiam ketika Vinara mengucapkan hal yang membuatnya begitu merinding.Tidak ada yang tahu pasti, apa yang sebenarnya terjadi pada saat masuk kuliah yang membuat beberapa mahasiswa baru di keluarkan dari kampus.Sekilas memori Vinara tergambar.“Ayolah ...” kata seseorang sambil meraih lengan Vinara memasuki sebuah ruma
Sebuah suara keyboard terdengar, begitu cepat.Dddrrr... Ddrrr... Ddrrrr...Suara getaran terdengar dari arah ponsel, tapi ia hanya menengok sekilas dan kembali melanjutkan aktifitasnya.“Ahhh... selesai juga,” kata gadis itu. “Syukurlah, akhirnya bab kali ini selesai juga, rasanya kurang greget. Tapi sudah jam segini. Sebaiknya aku revisinya besok,” katanya sambil merengangkan tubuhnya.“Hhhhmm... Hanya pesan dari Editor,” katanya memeriksa pesan yang masuk kemudian menyimpan kembali ponselnya di atas meja.Ia sangat kesal setelah pertemuan beberapa waktu lalu dengan Editornya. Hal itu membuatnya tidak mengangkat panggilan telpon itu.Ia focus dengan apa yang saat ini diketik olehnya. Tangannya bekerja di keyboard laptop. Otaknya tidak focus pada pekerjaan, hal itu membuatnya mengikuti hatinya, menulis apa yang dia pikirkan.Suasana malam tampak begitu mencekamkan. Hawa dingin serasa menusuk sampai
Ddrrr... Ddrr... Ddrr...Suara Ponsel bergetar di balik saku jaketnya.“Kau tidak lupa hari ini bukan?” sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.Suasana kampus tampak begitu ramai, seorang anak gadis tengah di pandangi oleh beberapa anak laki-laki di kampus. Ya! Itu bukan kali pertama gadis itu mendapat tatapan dari para pria. Sepertinya dia tengah asik memainkan ponselnya, sesekali dia menyerup minuman yang telah dipesannya sedari tadi.“Aku harus mencari tambahan uang lagi untuk kebutuhan dua tahun di sana. Apa aku kerja paruh waktu saja sambil menulis naskah baru?” gumannya dalam hati.Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya lagi. Membuatnya begitu terburu-buru pergi.Sebuah kafe bernuansa modern di padukan dengan desain klasik kuno masuk ke dalam sebuah kafe. Suasana tidak begitu ramai, namun terdapat beberapa pengunjung.“Oh, Vin. Sini ....” sebuah sapaan untuk gadis itu dari seorang wanita umurnya