Beranda / Romansa / Love To The End / 2. Tiga Tahun Kemudian

Share

2. Tiga Tahun Kemudian

Penulis: Dera Tresna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-01 19:34:45

Tiga tahun kemudian …

Britne duduk di kursi belakang sebuah mobil sambil menatap padang hijau yang sangat dirindukannya. Dia menurunkan kaca mobil lalu menghirup udara segar pedesaan yang beraroma rumput basah.

Tiga tahun dia meninggalkan rumah, bersembunyi di ujung dunia demi meninggalkan masa lalu yang kelam. Harapan baru muncul saat hatinya yakin jika semua sudah baik-baik saja.

Tatapannya beralih ke seorang anak berumur dua tahun yang tidur nyenyak di pangkuannya. Wajah tampan anak itu menghanyutkannya ke dalam lamunan.

“Sebentar lagi kamu akan bertemu grandpa dan grandma. Di sini ada banyak kuda dan kamu bisa menaikinya, mama yakin kamu akan suka tinggal disini,” ucapnya sambil mengusap rambut anak itu.

Mobil yang dinaikinya berhenti di depan sebuah rumah dengan bentuk bangunan yang masih sama seperti yang dia tinggalkan terakhir kali. Belum sempat dirinya keluar dari mobil, papa dan mamanya sudah keluar dari dalam rumah untuk menyambut kedatangannya.

Mata Britne berkaca-kaca menatap orang tua yang dirindukannya, mulutnya kelu tak mampu berucap sepatah kata pun.

Ketika keluar dari mobil, papa dan mamanya langsung memeluknya penuh kasih sayang, untuk beberapa saat mereka larut dalam suasana haru.

“Kamu pasti lelah karena perjalanan yang panjang, berikan Cedric pada mama, biar mama  yang menggendongnya,” ujar Inggrid mengambil cucunya dari gendong putrinya.

“Istirahatlah dulu! Nanti malam ada yang ingin papa bicarakan denganmu,” sambung Axton sambil mengambil barang-barang Britne dari dalam mobil.

Britne mengernyit penasaran dengan apa yang akan papanya bicarakan, tetapi dia menahan diri untuk tidak mengulik masalah tersebut karena saat ini dirinya memang benar-benar lelah.

Romantisme Britne dengan orang tuanya siang tadi lenyap ketika malam harinya terjadi pertengkaran diantara mereka. Papa dan mamanya ternyata telah merencanakan sesuatu terkait kepulangannya.

“Kami telah sepakat  untuk menjodohkanmu dengan Alvaro.”

Suara Axton Hogan pada putrinya terdengar pelan tapi tegas, dia dan istrinya telah mengambil keputusan final demi masa depan putrinya.

Mata Britne membulat kaget merespon, jantungnya berdetak kencang mendengar nama Alvaro yang sudah lama tidak dia dengar terucap dari mulut papanya.

“Apakah ini tujuan papa dan mama menyuruhku pulang?” geram Britne dengan nada bergetar penuh emosi menatap tajam ke arah kedua orang tuanya.

Hampir tiga tahun dia bersembunyi dan menjauh dari hiruk pikuk dunia, hidup tenang dengan putranya yang kini berumur dua tahun. Dia berpikir sudah waktunya pulang ke keluarga dan mengira semua akan baik-baik saja, tetapi orang tuanya malah memberi kejutan yang sangat tidak dia sukai.

Melihat ekspresi kesal di wajah putrinya, Inggrid mendekat lalu menangkup tangan Britne penuh kasih sayang.

“Hubungan keluarga kita dengan keluarga Cooper retak semenjak kamu menolak pernikahanmu dengan Alvaro, bukankah kamu mencintainya?”

Mata Britne menatap nyalang mendengar mamanya menyinggung pernikahan konyol yang seharusnya menjadi tanggung jawab saudara kembarnya, bukan dirinya. Dia menarik tangannya dari genggaman mamanya lalu bergerak menjauh.

“Jadi mama menyalahkanku? Geena yang melarikan diri dan merusak pernikahan itu, sangat tidak adil jika aku dipaksa untuk menjadi penggantinya. Perasaanku tidak ada artinya jika Alvaro mencintai Geena, dia hanya akan menganggapku sebagai Geena karena wajah kami yang mirip. Aku mengira mama akan mengerti perasaanku, kenapa sekarang mama tega menyeretku dalam rencana pernikahan konyol itu lagi?”

Mulut Inggrid seketika bungkam dengan mata berkaca-kaca merasakan kepedihan putrinya. Dia menoleh menatap suaminya dengan putus asa dan menggeleng memberi isyarat untuk membatalkan rencana yang telah mereka ambil.

Namun Keputusan Axton sudah bulat, sebagai kepala rumah tangga dia harus mengambil keputusan berat meski itu terasa menyakitkan bagi putrinya. Dia ingin yang terbaik untuk putrinya sekaligus memperbaiki persahabatannya dengan William Cooper, papa dari Alvaro.

“Papa sudah memberimu waktu cukup lama, berharap kamu menemukan pria yang kamu cintai, tetapi apa yang kamu dapatkan selama tiga tahun mengasingkan diri? Kamu malah sibuk dengan putramu dan menutup kehidupan pribadimu. Apakah kamu akan membiarkan Cedric tumbuh tanpa seorang ayah?”

“Jangan bawa Cedric dalam masalah ini. Dia putraku, aku bisa menjadi ibu sekaligus seorang ayah baginya,” Britne bersikeras dengan pendiriannya.

“Sampai kapanpun kamu tidak akan bisa menggantikan peran ayah dalam hidup Cedric, kamu tidak akan bisa mengajarkannya bersikap sebagai seorang pria, mengajarkannya berkuda dan menjelajah hutan, membawanya pada tantangan-tantangan yang hanya bisa diajarkan seorang pria pada putranya,” terang Axton.

“Apakah papa mengira Alvaro akan menerima keberadaan Cedric? Alvaro sangat menjunjung tinggi kehormatan, dia tidak akan menerima putraku yang lahir tanpa seorang ayah.”

“Britne! Jaga ucapanmu! Jangan sampai Cedric mendengar apa yang kamu ucapkan itu!” tegur Inggrid dengan nada tinggi karena merasa perkataan putrinya sudah melewati batas.

Britne seketika menggigit bibir karena sadar telah mengucapkan perkataan yang seharusnya tidak diucapkan. Rasa bersalah mencengkram hatinya meski dia tahu Cedric tidak mendengar apa yang dia katakan.

“Biarkan aku bahagia menjalani hidupku berdua saja bersama Cedric. Jika Cedric butuh sosok ayah, aku harap papa bisa menggantikannya. Papa bisa menjadikannya seorang pria, mengajarinya berkuda dan melakukan tantangan apapun yang kalian suka. Aku tidak akan melarangnya asal itu tidak membahayakan Cedric,” mohon Britne.

Tangisnya kemudian pecah membuat Inggrid ikut menangis karena tidak tega memaksa putrinya melakukan apa yang tidak disukai meski tahu jika hal itu adalah yang terbaik.

Rahang Axton mengeras karena situasi diantara mereka tidak seperti yang diharapkan. Tidak ingin larut dalam suasana penuh emosi, dia berjalan menjauh dari istri dan putrinya. Sebelum keluar dari ruangan, dia kembali menatap Britne.

“Besok ikut kami ke kediaman Jackson, mereka ingin bertemu denganmu dan Cedric. Akan ada juga makan malam bersama untuk menyambut kepulanganmu dan kedatangan Arlo serta calon istrinya,” ucap Axton yang kemudian menghilang dari pandangan Britne dengan ekspresi yang tidak terbaca.

Britne hanya bisa menghela nafas panjang dan pasrah karena tidak bisa menolak ajakan papanya. Selain itu dia juga ingin bertemu dengan Arlo, sepupunya. Mengucapkan selamat karena akhirnya telah mendapatkan cintanya.

*

Sepanjang acara makan malam di kediaman Jackson, Britne merasa gugup dan cemas. Dia belum siap bertemu dengan Geena karena rasa marah yang masih mengganjal di hatinya. Dia berharap saudaranya itu tidak datang karena sampai acara makan malam hampir selesai, Geena tak kunjung terlihat.

Beruntung Allie calon sepupu iparnya, mencairkan ketegangan dengan berita kehamilan keduanya, perhatiannya pun teralihkan dan dia turut larut dalam kebahagiaan sepupunya.

Namun beberapa menit kemudian, yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Geena datang bersama dengan keluarga kecilnya dan mereka tampak sangat bahagia. Hal tersebut membuat dirinya iri sehingga memilih untuk tetap duduk dan tidak menyambut kedatangan saudaranya tersebut.

“Bagaimana kabarmu, Britne?” suara Geena menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengaduk makan malam tanpa minat.

“Tidak sebahagia seperti yang kamu dan Mattew rasakan,” sindirnya dingin.

Matanya melirik kesal ketika Geena tidak pergi menjauh tetapi malah menarik kursi di sebelahnya dan duduk di sana, padahal dia berharap saudara kembarnya itu akan menyingkir setelah mendengar nada dingin yang artinya dia tidak sedang ingin berbicara.

“Maafkan aku,” ucap Geena dengan tulus.

“Maafmu tidak akan mengubah keadaan,” balasnya.

“Aku tahu, tetapi rasa bersalahku juga tidak akan mengubah keadaan. Aku tidak bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahanku. Adakah yang bisa aku lakukan untukmu agar hubungan kita membaik?”

“Tidak ada yang bisa kamu lakukan, aku telah memaafkanmu dan saat ini aku hanya ingin hidup tenang bersama putraku.”

“Kamu berhak bahagia, seperti apa yang aku dan Mattew rasakan. Cedric juga berhak mendapatkan figure ayah dalam tumbuh kembangnya.”

Seringai sinis terkembang di bibir Britne, dia sadar jika keluarganya telah merencanakan sesuatu jauh sebelum dirinya pulang.

“Kalian pasti sudah membicarakan semua ini di belakangku bukan? Kamu bersekongkol dengan papa dan mama untuk menjodohkanku dengan Alvaro.”

“Karena kami tahu kamu mencintainya,” tegas Geena tidak mengelak.

“Aku sudah tidak mencintainya lagi, perasaanku padanya telah berubah. Lagi pula aku tidak sudi menikah dengan pria yang hati dan pikirannya penuh dengan dirimu,” geram Britne merespon sikap Geena yang merasa lebih tahu tentang perasaannya dibanding dengan dirinya sendiri.

“Jika kamu sudah tidak mencintainya, seharusnya saat ini kamu sudah bersama pria lain, paling tidak kamu bisa hidup bersama papa kandung Cedric dan hidup bahagia,” Geena menyinggung keberadaan papa dari putranya.

Braakkk …

Britne menggebrak meja makan dengan keras, hingga semua mata tertuju padanya. Dia meremas sendok yang dipegangnya dengan kuat, menahan diri agar tidak menampar wajah Geena.

“Jangan pernah menyinggung papa dari Cedric atau pria manapun dalam hidupku! Hubungan kita tidak akan pernah membaik jika sikapmu terus seperti ini. Kamu terlalu mencampuri urusanku dan sok tahu tentang apa yang harus aku lakukan. Kamu tidak tahu apa-apa tentangku, Geena.”

“Ya, aku memang tidak tahu apa-apa tentang dirimu. Kita bertemu saat kita sudah tumbuh dewasa dan selama aku terhilang dari keluarga ini, ada Alvaro yang selalu bersamamu. Kalian tumbuh bersama sejak kecil dan saling tahu karakter masing-masing. Cobalah mengenalnya lagi dan jujurlah tentang perasaanmu padanya.”

“Ada dua penyesalan dalam hidupku. Pertama, saat menuliskan perasaanku di sebuah buku sehingga kamu membacanya dan yang kedua saat aku memutuskan untuk pulang sehingga kalian punya peluang mengatur hidupku. Kamu sendiri melarikan diri dari perjodohan yang papa dan mama lakukan, bagaimana bisa sekarang kamu bersekongkol dengan mereka untuk menjodohkanku dengan Alvaro, lucu sekali dirimu,” sindir Britne.

“Jangan seperti ini, Britne!” pinta Geena.

“Lalu sikap seperti apa yang kamu harapkan dariku? Jika kamu dan papa terus mendesakku, maka aku akan kembali pergi dan tidak akan pernah pulang lagi,” ancam Britne yang kemudian beranjak dari kursinya dan pergi meninggalkan Geena begitu saja.

Setelah yakin dirinya telah menyingkir dari keluarganya, air matanya tumpah begitu saja. Semua orang tidak tahu tentang perasaannya dan masa sulit yang telah dia lalui, tetapi mereka dengan gampang mengambil keputusan untuk masa depannya.

Bab terkait

  • Love To The End   3. Kejadian yang Terlupakan

    Ketegangan Britne dan Geena masih terus berlanjut hingga acara pernikahan sepupu mereka berlangsung. Dia sengaja menghindar dari keramaian dan menatap acara pernikahan tersebut dari kejauhan.“Pernikahan yang sangat indah,” pujinya sedikit iri.Berusaha mengurangi kegalauan hati, Britne mengambil minuman yang berada di pojok taman. Saat berbalik langkahnya terhenti melihat sosok pria yang dihindarinya selama ini. Jantungnya seketika berdetak sangat cepat dan tubuhnya gemetar tanpa alasan.“Al-Alvaro ...” ucapnya gagap.Mata pria itu menatap tajam tak bersahabat ke arahnya, tatapan lembut yang dulu sering Alvaro berikan, kini lenyap tak berbekas. Britne mendapati pria yang berbeda dari sahabatnya dulu, hal itu membuatnya semakin gugup.“Kemana saja dirimu selama ini?” tanya Alvaro yang sama sekali tidak ingat hal terakhir yang dia lakukan pada Britne.“Aku menyingkir untuk menenangkan diri,” jawab Britne.“Menenangkan diri?” ulang Alvaro dengan seringai sinis. “Aku yang gagal menikah,

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Love To The End   4. Kencan Buta

    Malam hari, Britne tidur dengan gelisah. Mimpi yang selama ini mengganggu tidurnya, datang kembali. Dia meringis menahan rasa sakit di pangkal paha, rasa nyeri itu masih teringat jelas di alam bawah sadar.“Geena, aku mencintaimu,” racau Alvaro sesaat setelah pria itu meledakkan benih di dalam rahimnya.Telinga Britne berdenging sakit ketika mendengar hal tersebut, dia langsung terbangun dengan nafas terengah, keringat dingin membasahi tubuh, air mata menetes karena rasa sakit yang mencengkram hati, jantungnya berdetak kencang karena kemarahan yang meliputi.Malam itu, tiga tahun yang lalu dia melakukan kesalahan besar, hal tersebut membuatnya trauma untuk menjalin hubungan dengan seorang pria. Alvaro berhasil meruntuhkan kepercayaan dirinya dengan menyebut nama Geena di dalam percintaan mereka.Lebih menyedihkan lagi, pria itu tidak pernah ingat tentang malam yang mereka lewati bersama karena melakukannya dalam keadaan mabuk. Sampai detik ini, hanya dirinya dan Tuhan yang tahu tentan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • Love To The End   5. Kita Sudah Sama-sama Berubah

    Alvaro melirik sekilas ke arah Britne lalu melemparkan handuk yang dipakai untuk mengeringkan rambut ke kursi di dekatnya, sengaja mengabaikan keterkejutan wanita itu.“Bagaimana aku bisa bersamamu?” tanya Britne heran.“Memangnya siapa yang kamu harapkan bersamamu saat ini, pria brengsek yang ingin melecehkanmu itu?” sindir Alvaro.“Aku tidak tahu jika dia pria jahat.”“Tentu saja kamu tidak tahu karena kamu begitu bodoh, mudah tergoda oleh bujuk rayu pria,” geram Alvaro menahan kemarahan tanpa memikirkan apa yang dia katakan.“Aku tidak …” Britne seketika terdiam tak melanjutkan perkataannya karena percuma saja dia menyangkal, Alvaro tidak akan percaya dengan apa yang dia katakan.Sambil tertunduk lesu, tangannya meremas bagian depan kemeja yang dipakai. Untuk sekian kali Alvaro meruntuhkan kepercayaan dirinya, membentuk persepsi di alam bawah sadar jika dirinya memang benar-benar bodoh.Bibir Britne gemetar, dadanya terasa sesak, ingin sekali dia menjauh dari pria itu tetapi ada ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • Love To The End   6. Mimpi Buruk Menjadi Kenyataan

    “Kenapa papa belum tidur dan tampak gelisah?” tanya Britne melihat papanya mondar-mandir di ruang tamu padahal malam sudah larut.“Sudah beberapa hari tidak ada kabar dari Alvaro semenjak sarapan kita pagi itu. Jika terus begini, bagaimana dengan nasibmu?” jawab Axton.“Aku tidak terkejut dengan hal tersebut, aku tahu bagaimana sifat keluarganya. Di jaman modern ini, hanya keluarganya yang masih memegang teguh sebuah kehormatan. Aku yakin Alvaro tidak akan menikahiku setelah mengetahui jika aku memiliki putra tanpa seorang ayah.”“Papa akan coba menelponnya untuk mengetahui apa yang terjadi,” balas Axton hendak mengambil ponsel.“Hentikan hal itu Pa! Kenapa papa masih saja mengharapkan Alvaro untuk mau menikahiku? Dia tidak mungkin menerimaku setelah mengetahui kenyataan jika Cedric adalah putraku,” larang Britne.“Jika tidak dengan Alvaro, dengan siapa lagi kamu akan menikah?”Kening Britne mengkerut tidak senang mendengar ucapan papanya. “Serendah itukah papa memandangku sehingga me

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • Love To The End   7. Pernikahan Sederhana

    Dengan tangan gemetar, Britne menorehkan tanda tangan di atas kertas yang membuat statusnya berubah menjadi Nyonya Cooper.Tidak ada pesta megah atau acara khusus untuk merayakan pernikahan dirinya dan Alvaro, mereka hanya menandatangani surat pernikahan yang disaksikan oleh keluarga dekat, lalu dilanjutkan dengan acara makan keluarga di rumahnya.Hal tersebut sudah menjadi keputusannya karena dia tidak ingin menikah dengan pesta megah sedangkan pernikahan dirinya dan Alvaro lebih seperti pernikahan bisnis.Sebelum acara makan dimulai, Britne duduk kaku di samping Alvaro, dia tidak mengerti dengan sikap pria yang kini sudah menjadi suaminya itu.Bukankah dari awal Alvaro sendiri yang bersikeras untuk menikah dengannya? Tetapi sekarang, pria itu malah terlihat dingin dan cuek, seakan tidak menginginkan pernikahan tersebut.“Apakah kamu menyesal dengan pernikahan ini?” singgung Britne sambil melirik ke arah suaminya.“Tidak ada yang perlu aku sesali,” ucapnya seakan pernikahan mereka bu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Love To The End   8. Ikatan Ayah dan Anak

    Perjalanan menuju peternakan Cooper menjadi perjalanan yang terasa panjang dan lama bagi Britne dan Alvaro. Sepanjang perjalanan mereka sama-sama diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Britne duduk menjauh dari Alvaro sambil mendekap Cedric yang terlelap, sedangkan Alvaro fokus dengan kemudi mobil, sesekali mencuri pandang ke arah istrinya dengan tatapan yang tak terbaca.Tatapan itu disalah artikan sebagai ancaman bagi Britne sehingga dia semakin menutup diri dan memasang dinding atas keberadaan Alvaro.Mereka sampai di peternakan ketika hari sudah malam, Britne menidurkan Cedric ke kamar yang sudah disediakan Alvaro lalu pergi ke kamar dimana barang-barangnya ditaruh di sana.Saat membuka pintu, dia terkejut mendapati Alvaro sudah berada di kamar tersebut. Bayangan masa lalu mereka saat berada di dalam satu kamar yang sama, membuat Britne merasa sesak dan wajahnya memucat.Perubahan raut wajah Britne membuat Alvaro khawatir. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil berjal

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-08
  • Love To The End   9. Pesaing Tak Tahu Diri

    Keesokan paginya Britne bangun dan terkejut karena tanpa sadar telah tidur dengan begitu lelap, pertengkarannya dengan Alvaro cukup menguras emosi hingga membuatnya kelelahan.Dia segera beranjak dari tempat tidur dan pergi ke kamar Cedric untuk melihat keadaannya karena biasanya putranya sulit tidur saat berada di tempat yang baru. Butuh beberapa hari untuk Cedric bisa beradaptasi, itulah salah satu alasan kenapa dirinya keberatan ketika Alvaro memaksanya untuk pindah ke peternakan Cooper,Namun betapa heran dirinya saat mendapati Cedric tidur sangat lelap bahkan air liurnya sampai menetes ke bantal, membuat senyum Britne merekah.“Lelap sekali tidur anak mama,” gumamnya senang karena ternyata Cedric bisa beradaptasi dengan cepat di tempat yang baru, dia tidak tahu jika semalam putranya sempat bangun dan Alvaro yang menenangkannya.Dia duduk di ranjang putranya lalu mengusap rambut anak itu. “Sepertinya kita berdua sangat kelelahan hingga tidur sangat lelap.”Tidak ingin mengganggu t

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-09
  • Love To The End   10. Belajar Merelakanmu

    Sebagai seorang wanita yang masih butuh perhatian, Britne berharap Alvaro akan menyusulnya pulang, namun sayangnya apa yang diharapkan tidak terjadi, bahkan sampai larut malam pria itu tak kunjung pulang.Bayangan Alvaro, William dan Dyana makan bersama sambil bercanda dan tawa membuat hati Britne memanas, kecemburuan mengusiknya dan rasa cemas mengganggunya.Setelah Cedric tidur, dia sengaja menunggu kepulangan Alvaro. Penantiannya terasa begitu lama hingga membuatnya mondar-mandir tidak tenang di ruang depan rumahnya. Langkahnya terhenti ketika pintu rumah terbuka dan Alvaro muncul dari sana.Mata mereka saling menatap namun mulut keduanya bungkam. Semua kata yang sudah Britne rangkai sebelumnya, tiba-tiba lenyap hingga tak ada satu kata pun yang mampu dia ingat.“Kamu belum tidur?” tanya Alvaro yang terlihat terkejut mendapati istrinya berdiri di depannya.“Kenapa kamu pulang larut malam? Bahkan untuk makan pun kamu tidak sempat,” Britne balik bertanya.“Ada masalah di peternakan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10

Bab terbaru

  • Love To The End   76. Tidak Bisa Melepaskanmu

    “Auuuw …” rintih Trevor saat Anya mengobati lukanya.Anya melirik selintas menatap wajah pria itu lalu kembali berkonsentrasi dengan luka yang sedang dia obati.“Katanya tergores sedikit, kenapa sekarang jadi manja dan meringis kesakitan,” gumam Anya seolah sedang bicara pada dirinya sendiri.Trevor tersenyum masam menanggapi sindiran Anya. “Jika kamu bersikap sedikit lebih lembut, aku tidak akan merasa kesakitan.”Bukannya bersikap lembut, Anya malah sengaja menekan luka Trevor hingga pria itu berteriak kesakitan, menarik tangannya lalu menghindari Anya.“Ini sangat menyakitkan, aku tahu kamu sengaja melakukannya,” gerutunya tanpa rasa marah.Anya kembali menarik tangan pria itu lalu kini benar-benar mengobatinya dengan hati-hati. “Ini bukan luka ringan dengan sedikit goresan seperti yang kamu katakan. Lukamu cukup parah dan terus mengeluarkan darah, besok kamu harus periksa ke rumah sakit.”Trevor terdiam sambil memperhatikan Anya yang sedang mengobati lukanya. Sebenarnya dokter sud

  • Love To The End   75. Insiden

    “Sudah cukup, aku tidak mampu memakan semua ini,” kata Anya sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil mengusap perutnya yang kekenyangan, mengabaikan sopan santun di hadapan Trevor.“Kamu harus makan banyak, aku melihatmu terlihat sangat kurus dan kantung matamu tidak bisa kamu sembunyikan dari make up tebal,” ujar Trevor seakan tahu kondisi Anya.Anya kembali menegakkan tubuh dan mengusap wajahnya. “Sekarang kita bisa membahas pekerjaan,” ujarnya lalu mengeluarkan dokumen untuk menghindari Trevor banyak bicara.“Kenapa buru-buru, aku masih ingin bersamamu.”“Cukup, Trevor! Bersikaplah profesional. Kita di sini untuk urusan pekerjaan dan aku tidak ingin terlibat denganmu lebih dari ini.” Anya menekankan hubungan mereka saat ini.Dengan buru-buru Anya membuka dokumen yang dibawa lalu membacakan pasal-pasal yang mereka sepakati. Trevor yang muak dengan sikap Anya, merebut dokumen tersebut lalu menutupnya.“Aku ingin bicara denganmu soal Remy,” terang Trevor.“Aku tidak ada urusan den

  • Love To The End   74. Usaha Mendekati

    “Apa yang kamu dapatkan dari penyelidikan Remy?” tanya Trevor pada Adam.“Ada berita bagus yang bisa membuatmu keluar dari jerat wanita itu?” jawab Adam sambil menyerahkan hasil penemuannya pada Trevor.Trevor menaikkan satu alis dengan senyum sinis terkembang di ujung bibir membaca dokumen yang Adam berikan padanya.“Jadi wanita itu tidak hamil? Selama ini dia sedang bermain-main denganku dan berbohong padaku?” ujar Trevor.“Dia tidak mungkin hamil darimu karena kamu tidak bercinta dengannya,” kata Adam.“Jadi kamu percaya padaku sekarang?” Trevor menyombongkan diri menyindir ketidakpercayaan Adam padanya.“Aku tidak sepenuhnya percaya dengan perkataanmu, aku hanya percaya pada data yang aku dapatkan.” Adam langsung mematahkan kesombongan Trevor.“Data apa yang kamu dapatkan?”“Apakah kamu ingat saat kamu melakukan tes darah saat itu?” Adam mengingatkan.“Ah … ya … sehari setelah aku mabuk aku merasa tidak enak badan sehingga aku memutuskan ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan

  • Love To The End   73. Masuk Jebakan

    “Apakah aku bisa bertemu dengan papa tirimu?” tanya Trevor pada Remy dengan ekspresi tak terbaca.“Papaku …?” ulang Remy dengan cuping hidung kembang-kempis memperlihatkan kegugupan yang coba disembunyikan, “kenapa kamu ingin bertemu dengan papaku?”Tidak ingin dicurigai atas permintaannya, Trevor memilih kata dengan hati-hati sebelum mengucapkan.“Jika memang bayi yang kamu kandung adalah anakku, bukankah sudah seharusnya aku bertemu papamu? Karena papa kandungmu sudah meninggal, sudah sewajarnya aku bertemu dengan walimu saat ini.”Kecurigaan yang sempat terbesit dalam benak Remy, seketika lenyap ketika sikap Trevor berubah lembut padanya, bahkan pria itu tidak menolaknya lagi. “Aku tidak bisa janji, papaku susah untuk ditemui.”“Sayang sekali, apakah itu berarti tidak ada restu untuk kita?” pancing Trevor.“Re-restu …?” Kata-kata itu membuat mata Remy berbinar senang.“Lupakan saja permintaanku.” Trevor berusaha tarik ulur emosi Remy, dia kemudian beranjak dari tempat duduk hendak

  • Love To The End   72. Cara Mendapatkan

    Anya terbelalak mengetahui jika kakaknya yang masuk ke ruangan. Dia langsung berusaha bangun dan merapikan pakaian.“A-aku … ka-kami …” Otak Anya seketika kosong dan tak mampu menjelaskan apa yang terjadi.“Dia jatuh dari kursi dan aku berusaha menolongnya, aku harap kamu tidak salah paham dengan apa yang dilihat tadi,” jelas Trevor dengan santai sambil berdiri dan berjalan mendekati Arlo seolah tidak terjadi apa-apa.“Benarkah begitu?” tanya Arlo memastikan langsung ke Anya dengan tatapan penuh selidik.“Aku sedikit ceroboh hingga terjatuh dari kursi dan beruntung Trevor menolongku,” jelas Anya tak sepenuhnya berbohong.“Lalu bagaimana kamu bisa berada di sini? Bukankah seharusnya kamu menemuiku?” Tatapan curiga Arlo diarahkan pada Trevor.“Aku tersesat dan berakhir di sini.”Arlo terdiam berusaha memahami situasi yang terjadi, dia tipe orang yang tidak mudah percaya hanya dengan mendengar cerita dari orang lain. Banyak peristiwa dan proses dalam hidupnya yang membuat dia begitu hati

  • Love To The End   71. Masih Ada Hati

    “Mereka memundurkan rapatnya karena kamu tidak datang,” ujar Adam yang kembali menemui Trevor.“Biarkan saja, aku masih bisa menanganinya. Apakah kamu sudah menemukan data tentang Remy? Apa yang kamu dapatkan?” cecar Trevor.“Tidak banyak yang bisa ditemukan, aku hanya bisa mengakses data pribadi dan keuangannya. Tidak ada hal yang mencurigakan dengan semua itu,” terang Adam.“Berikan semua data itu padaku dan tinggalkan aku sendiri, aku yang akan mengurusnya.”Adam kemudian menyerahkan sebuah flashdisk pada Trevor, tetapi tidak langsung pergi dari hadapan pria itu. Mengetahui hal tersebut, Trevor menatapnya dengan dingin. “Ada apa lagi?”“Arlo Jackson baru saja menelpon, dia ingin bertemu dan mengundangmu ke kantornya, ada kerjasama yang ingin ditawarkan,” ujar Adam menginformasikan tujuan Arlo.Rahang Trevor mengeras, rasa cemburu mengusik mengingat Anya sangat dekat dengan pria itu.“Bilang saja aku tidak berminat dengan semua yang dia tawarkan,” balas Trevor tanpa pikir panjang.“

  • Love To The End   70. Silsilah Keluarga

    “Sudah lama sekali aku tidak membicarakan papaku dan aku tidak berminat,” tolak Trevor enggan mengulik masa lalunya kembali.“Tapi ini berhubungan dengan keluarga Jackson, jika kita tidak menyelesaikannya maka hidup kita sebagai keluarga Smith tidak akan tenang,” terang Mattew.“Apa untungnya bagiku? Nama Smith tidak ada artinya bagiku dan aku tidak punya hubungan apapun dengan keluarga Jackson.” Trevor berusaha menghindar dari masalah yang lebih buruk.“Kamu dan Britne berteman baik, Arlo juga mengenalmu. Pertemananmu dengan Britne akan rusak dan bisnismu akan tersendat jika kita tidak menyelesaikan masalah keluarga kita.”Trevor menghela nafas panjang lalu memijit batang hidungnya. “Sepertinya keputusanku untuk pulang adalah sebuah kesalahan dan seharusnya aku tidak perlu mengenalmu sehingga masalah ini tidak mendatangiku.”Mattew tersenyum penuh pengertian. “Ini adalah kesalahan para orang tua kita yang tidak bisa kita hindari, jadi tugas kita sekarang adalah memutuskan semua kutuk

  • Love To The End   69. Mimpi Buruk Mengusik

    “Dasar anak pembawa sial! Mati saja kamu!” umpat mamanya sambil memukul dengan keras.Umurnya masih tujuh tahun saat itu tetapi bayangan itu masih sangat jelas di ingatan. Kekerasan, umpatan, pukulan selalu dia dapatkan di masa kecil.Dia sering disalahkan atas kehidupan mamanya yang buruk, papanya meninggalkan mereka dalam kemiskinan dan semenjak saat itu mamanya sering kali kehilangan akal sehat lalu memukul dirinya tanpa alasan.Tetapi bukan itu hal terburuk dalam hidupnya, hal terburuk yang dia alami adalah ketika menemukan mamanya bunuh diri dan meninggalkannya sebatang kara di dunia ini. Dia kemudian dibawa petugas sosial untuk dibesarkan di panti asuhan.Trevor terbangun dengan keringat dingin yang membasahi pakaian, rahangnya mengeras mengingat mimpinya. Hal itulah yang membuatnya begitu membenci papanya dan tidak ingin tahu siapa ayah kandungnya.Seumur hidup, dia membenci pria yang telah menghamili mamanya dan meninggalkannya begitu saja.Mimpi buruk itu membuatnya tidak bis

  • Love To The End   68. Undangan Makan Malam

    Trevor mengerang marah karena situasi sulit yang dihadapinya. Keadaan ruyam ketika dia mabuk dan terbangun dengan Remy tidur di sisinya dan sekarang wanita itu mengaku hamil anaknya.“Sudah ku bilang Remy akan menyulitkan hidupmu,” sindir Adam merespon sikap Trevor.“Bisakah kamu diam jika kamu tidak punya solusinya? Jangan membuatku semakin pusing,” geram Trevor.“Benarkah kamu tidak mengingat apapun malam itu?”Trevor menggeleng sambil memijat kepalanya yang berdenyut sakit. “Aku tidak mungkin bercinta dengan Remy, jika aku melakukannya aku pasti mengingatnya meski mungkin tidak secara detail. Itu yang aku rasakan pada Anya sehingga aku yakin jika anak yang Remy kandung bukan anakku, tetapi aku butuh bukti untuk menyanggahnya jika tidak Remy akan membuat media gempar dan nilai sahamku akan turun.”“Jadi kamu bercinta dengan Anya dalam keadaan mabuk? Dasar pria brengsek,” umpat Adam membuat Trevor sadar jika telah bicara terlalu banyak.“Enyahlah dari hadapanku, Adam! Aku sedang ingi

DMCA.com Protection Status