Home / Romansa / Love To The End / 5. Kita Sudah Sama-sama Berubah

Share

5. Kita Sudah Sama-sama Berubah

Author: Dera Tresna
last update Last Updated: 2024-06-02 22:25:44

Alvaro melirik sekilas ke arah Britne lalu melemparkan handuk yang dipakai untuk mengeringkan rambut ke kursi di dekatnya, sengaja mengabaikan keterkejutan wanita itu.

“Bagaimana aku bisa bersamamu?” tanya Britne heran.

“Memangnya siapa yang kamu harapkan bersamamu saat ini, pria brengsek yang ingin melecehkanmu itu?” sindir Alvaro.

“Aku tidak tahu jika dia pria jahat.”

“Tentu saja kamu tidak tahu karena kamu begitu bodoh, mudah tergoda oleh bujuk rayu pria,” geram Alvaro menahan kemarahan tanpa memikirkan apa yang dia katakan.

“Aku tidak …” Britne seketika terdiam tak melanjutkan perkataannya karena percuma saja dia menyangkal, Alvaro tidak akan percaya dengan apa yang dia katakan.

Sambil tertunduk lesu, tangannya meremas bagian depan kemeja yang dipakai. Untuk sekian kali Alvaro meruntuhkan kepercayaan dirinya, membentuk persepsi di alam bawah sadar jika dirinya memang benar-benar bodoh.

Bibir Britne gemetar, dadanya terasa sesak, ingin sekali dia menjauh dari pria itu tetapi ada yang harus dia pastikan terlebih dahulu sebelum dirinya pergi.

“Apa yang terjadi diantara kita tadi malam?” tanya Britne yang membuat Alvaro menatapnya penuh arti.

Pria itu berjalan mendekat dengan hanya menggunakan handuk yang menutup area intim, sedangkan dadanya dibiarkan terbuka begitu saja dan hal tersebut berhasil mengintimidasi Britne.

Nafasnya tercekat, dia melangkah mundur untuk menghindari keberadaan Alvaro, tetapi pria itu dengan cepat meraih dan mencengkram lengannya.

“Apa yang kamu harapkan aku lakukan padamu?” Alvaro balik bertanya dengan nada sinis tak bersahabat.

“A-aku tidak mengharapkan apapun, aku yakin tidak terjadi apa-apa diantara kita hanya saja kenapa pakaianku berganti?”

“Kenapa kamu berpikir tidak terjadi apa-apa diantara kita?”

“Kamu pria terhormat, tidak mungkin melakukan sesuatu yang tidak pantas terhadap wanita yang tidak sadarkan diri.”

“Pria terhormat?” ulang Alvaro sinis. “Kamu pikir aku tidak bisa berubah?”

Mata Britne membulat. “Kamu tidak mungkin melakukannya.”

“Apa yang akan kamu lakukan jika semalam kita benar-benar bercinta?” tanya Alvaro begitu vulgar yang semakin mengejutkan Britne karena dulu sikapnya sangat sopan.

Dengan sekuat tenaga, Britne melepaskan diri dari cengkraman Alvaro, lalu menjaga jarak sejauh mungkin dari pria itu.

“Di-dimana pakaianku? Aku harus pulang sekarang,” ucap Britne gagap menghindari keberadaan Alvaro dan ingin segera pergi dari kamar tersebut.

“Pakaianmu masih di tempat laundry, sebentar lagi pelayan hotel akan mengantarnya.”

“Aku harus pergi sekarang, sebaiknya aku memesan pakaian baru,” balas Britne yang kemudian mengambil ponsel yang ada di dalam tas, berusaha menelepon seseorang.

Alvaro yang melihatnya, segera merebut ponsel itu dan melemparkannya ke atas ranjang. “Apakah kamu takut padaku? Padahal semalam kamu sama sekali tidak takut berduaan dengan pria asing.”

“Aku tidak punya alasan untuk takut padamu,” sanggah Britne.

“Lalu kenapa kamu ingin cepat-cepat pergi dariku?”

“Itu karena …” perkataan Britne tertahan karena dia tidak mungkin berkata jujur tentang perasaannya sehingga tubuhnya selalu bereaksi berlebihan saat mereka berdekatan.

“Karena apa Britne?” desak Alvaro.

“Please Alvaro, aku harus pulang,” mohon Britne dengan suara bergetar tak ingin menanggapi.

Alvaro berdecak kesal lalu berjalan menjauh, sambil membelakangi Britne dengan santai dia melepas handuk yang dipakai.

Nafas Britne tercekat dengan jantung yang berdetak cepat seperti genderang yang ditabuh, matanya tak berkedip menatap tubuh maskulin Alvaro, tubuh yang mengagumkan yang baru pertama kali dia lihat karena dulu dia terlalu malu untuk menatapnya.

Tak ingin larut dengan keindahan yang menyeretnya dalam gairah, Britne menundukkan kepala pura-pura acuh.

“Semalam tidak terjadi apapun diantara kita. Aku berusaha membuatmu muntah agar obat perangsang yang pria itu berikan tidak berefek padamu. Itulah alasannya kenapa pakaianmu kotor dan aku harus menggantinya,” ucap Alvaro sambil memakai celana.

Britne bernafas lega mendengarnya, dari awal dia sangat yakin jika Alvaro bukanlah pria yang memanfaatkan keadaan yang dapat merugikan orang lain. Meski pria itu kini sudah berubah dingin, namun kebaikannya tetap ada.

Sayang, kelegaannya tidak berlangsung lama ketika Alvaro melanjutkan perkataannya.

“Semalam orang tuamu menelepon, karena tidak ingin membuat mereka khawatir, aku mengangkat panggilannya dan mengatakan jika kamu sudah tidur. Mereka kemudian bertanya kenapa aku yang mengangkat ponselmu, jadi aku mengatakan jika kita sedang bersama di hotel.”

“APA …? kenapa kamu mengatakan kita berada di hotel?” pekik Britne dengan nada tinggi.

“Karena aku tidak ingin berbohong.”

“Aku akan pulang sekarang,” geram Britne sambil beranjak dari tempatnya.

“Apakah kamu akan pulang dengan memakai kemejaku? Tunggu disini! Aku akan mengantarmu,” ucap Alvaro menyelesaikan kancing terakhirnya, lalu berlalu dari hadapan Britne.

*

Tak bisa menolak, Britne akhirnya terpaksa pulang bersama Alvaro. Sepanjang perjalanan, dia merasa kesal karena tahu apa yang orang tuanya pikirkan. Hal itu akan menjadi senjata yang ampuh untuk bisa memaksanya menikah dengan Alvaro.

Dirinya semakin kesal ketika mobil yang dikendarai pria itu masuk ke halaman rumah dan ternyata disana sudah ada orang tuanya yang menyambut. Senyum lebar merekah di bibir papa dan mamanya, dengan binar mata yang sudah bisa ditebak oleh dirinya.

Britne langsung turun dari mobil dan mendekati orang tuanya. “Apa yang terjadi tidak seperti yang kalian pikirkan. Aku dan Alvaro tidak melakukan apapun, dia menolongku dari pria yang ingin melecehkanku,” terangnya berharap orang tuanya mengerti.

“Kami tahu apa yang terjadi,” balas Inggrid menanggapi perkataan putrinya.

“Kalian sudah tahu?” gumam Britne heran sambil menatap Alvaro kesal.

Matanya menyipit tajam karena sadar jika Alvaro sedang mempermainkannya dengan membiarkannya berpikir jika orang tuanya akan mengira mereka tidur bersama.

“Alvaro sudah menjelaskan semuanya semalam, beruntung ada dia di sana. Bagaimana jika tidak ada Alvaro? Kamu pasti sudah menjadi korban pelecehan. Untuk itulah papa selalu bisa mempercayakanmu pada Alvaro karena dia bisa menjaga dan melindungimu,” sambung Axton.

Mengabaikan perkataan papanya, Britne melangkah mendekati Alvaro. “Apakah kamu sedang berusaha mengambil hati orang tuaku dengan berpura-pura sebagai seorang pahlawan?”

Alvaro menaikkan satu alisnya dan membalas tatapan Britne dengan tidak kalah dingin. “Bukankah seharusnya kamu berterima kasih padaku karena aku telah menyelamatkanmu?”

“Hentikan sandiwaramu, Alvaro!”

“Aku tidak sedang bermain sandiwara. Sebaiknya aku menemui orang tuamu,” balas Alvaro menghindar lalu pergi meninggalkan Britne begitu saja.

Inggrid yang melihat Alvaro berjalan ke arahnya, segera menyambutnya. “Apakah kamu sudah makan? Aku baru saja masak cukup banyak.”

“Mama …!” protes Britne dari balik punggung Alvaro, merasa keberatan jika Alvaro makan bersama mereka.

“Aku memang belum sempat sarapan karena Britne buru-buru minta pulang,” ucap Alvaro yang dengan senang hati menerima tawaran Inggrid membuat Britne semakin kesal.

Senyum Inggrid terkembang, dia segera menggandeng tangan pria itu lalu menariknya masuk ke rumah. “Kalau begitu, kita sarapan bersama.”

Britne yang mendengar ajakan mamanya hendak melarang, tetapi suaranya menggantung karena semua orang sudah berjalan meninggalkannya sendiri di teras rumah. Dengan menggerutu, Britne menjejakkan kakinya kesal lalu terpaksa ikut masuk ke rumah untuk sarapan bersama Alvaro.

Sesampainya di dalam rumah, Britne segera menyusul mamanya yang sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan tamunya.

“Tidak seharusnya mama mengundang Alvaro makan bersama kita.”

“Memangnya ada yang salah? Dia sudah menolong dan mengantarmu pulang, hanya sekedar memberinya sarapan belum cukup untuk membalas kebaikannya.”

“Mama membuat hubunganku dengan Alvaro semakin rumit.”

“Bukan mama yang membuatnya rumit, tetapi kamu sendiri yang membuatnya.”

“Hubunganku dengan Alvaro sudah tidak seperti dulu lagi.”

“Kalau begitu, perbaikilah hubungan kalian. Paling tidak kalian bisa berteman seperti dulu lagi.”

“Tapi …”

“Mama harus segera menghidangkan ini sebelum dingin,” ucap Inggrid memotong perkataan putrinya.

Dia segera keluar dari dapur hingga Britne lagi-lagi harus terpaksa mengikutinya. Mereka pun duduk melingkar di meja makan, Inggrid duduk di sebelah suaminya sedangkan Britne duduk berhadapan dengan Alvaro.

Britne memilih untuk tidak banyak bicara, sehingga papanya yang lebih banyak mengajak Alvaro bicara.

“Jadi bagaimana keputusanmu?” tanya Axton pada Alvaro yang membuat Britne seketika menghentikan kegiatan makannya.

“Aku menerima perjodohanku dengan Britne, aku harap pernikahan kami bisa membuat hubunganmu dan papaku membaik,” jawab Alvaro sambil melirik sinis ke arah Britne yang tidak disadari oleh Axton dan Inggrid.

Britne hanya diam menahan rasa kesal, sedangkan papanya tertawa begitu senang. Di tengah hal tersebut, tiba-tiba terdengar tangisan Cedric dari dalam kamar, membuat wajah Britne seketika memucat.

Betapa bodoh dirinya tidak menyadari jika Cedric dan Alvaro ada dalam satu atap yang sama, jangan-jangan Alvaro akan menyadari kemiripannya dengan putranya. Tubuhnya membeku dan pikirannya kosong hingga tak mampu bereaksi mendengar tangisan putranya.

“Oh … Cedric pasti sudah bangun, aku akan menenangkannya,” ucap Inggrid yang kemudian beranjak dari tempat duduknya.

Kening Alvaro berkerut mendengar nama Cedric, sepertinya nama itu terasa tidak asing dan dia pernah mendengarnya, tetapi dia lupa dimana tepatnya.

Tak lama kemudian, Inggrid menggendong Cedric keluar dan saat melihat mamanya, Cedric dengan keras memanggil Britne sambil mengulurkan kedua tangannya. “Mama …!”

Alvaro yang terkejut dengan hal itu, tanpa sadar menjatuhkan sendok yang dia pegang. Britne yang menyadari hal tersebut segera berdiri dan mengambil Cedric dari gendongan mamanya.

“Siapa dia?” tanya Alvaro dengan suara sedikit bergetar.

Axton dan Inggrid saling menatap karena mengira Britne sudah menceritakan Cedric pada Alvaro.

“Dia putraku,” tegas Britne.

“Putramu?” ulang Alvaro seakan tak percaya dengan apa yang dia dengar.

“Ya, dia putraku. Apakah sekarang kamu merasa keberatan dengan perjodohan kita? Bukan hanya kamu yang sudah berubah, aku pun sudah banyak berubah. Aku bukan wanita terhormat yang bisa kamu nikahi,” ujar Britne lalu pergi meninggalkan meja makan dengan suasana yang seketika berubah menjadi hening.

Dia sengaja tidak mengatakan kebenaran tentang Cedric, namun memilih untuk menempatkan diri sebagai wanita yang tercela agar Alvaro menolak perjodohan mereka.

Related chapters

  • Love To The End   6. Mimpi Buruk Menjadi Kenyataan

    “Kenapa papa belum tidur dan tampak gelisah?” tanya Britne melihat papanya mondar-mandir di ruang tamu padahal malam sudah larut.“Sudah beberapa hari tidak ada kabar dari Alvaro semenjak sarapan kita pagi itu. Jika terus begini, bagaimana dengan nasibmu?” jawab Axton.“Aku tidak terkejut dengan hal tersebut, aku tahu bagaimana sifat keluarganya. Di jaman modern ini, hanya keluarganya yang masih memegang teguh sebuah kehormatan. Aku yakin Alvaro tidak akan menikahiku setelah mengetahui jika aku memiliki putra tanpa seorang ayah.”“Papa akan coba menelponnya untuk mengetahui apa yang terjadi,” balas Axton hendak mengambil ponsel.“Hentikan hal itu Pa! Kenapa papa masih saja mengharapkan Alvaro untuk mau menikahiku? Dia tidak mungkin menerimaku setelah mengetahui kenyataan jika Cedric adalah putraku,” larang Britne.“Jika tidak dengan Alvaro, dengan siapa lagi kamu akan menikah?”Kening Britne mengkerut tidak senang mendengar ucapan papanya. “Serendah itukah papa memandangku sehingga me

    Last Updated : 2024-06-04
  • Love To The End   7. Pernikahan Sederhana

    Dengan tangan gemetar, Britne menorehkan tanda tangan di atas kertas yang membuat statusnya berubah menjadi Nyonya Cooper.Tidak ada pesta megah atau acara khusus untuk merayakan pernikahan dirinya dan Alvaro, mereka hanya menandatangani surat pernikahan yang disaksikan oleh keluarga dekat, lalu dilanjutkan dengan acara makan keluarga di rumahnya.Hal tersebut sudah menjadi keputusannya karena dia tidak ingin menikah dengan pesta megah sedangkan pernikahan dirinya dan Alvaro lebih seperti pernikahan bisnis.Sebelum acara makan dimulai, Britne duduk kaku di samping Alvaro, dia tidak mengerti dengan sikap pria yang kini sudah menjadi suaminya itu.Bukankah dari awal Alvaro sendiri yang bersikeras untuk menikah dengannya? Tetapi sekarang, pria itu malah terlihat dingin dan cuek, seakan tidak menginginkan pernikahan tersebut.“Apakah kamu menyesal dengan pernikahan ini?” singgung Britne sambil melirik ke arah suaminya.“Tidak ada yang perlu aku sesali,” ucapnya seakan pernikahan mereka bu

    Last Updated : 2024-06-06
  • Love To The End   8. Ikatan Ayah dan Anak

    Perjalanan menuju peternakan Cooper menjadi perjalanan yang terasa panjang dan lama bagi Britne dan Alvaro. Sepanjang perjalanan mereka sama-sama diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Britne duduk menjauh dari Alvaro sambil mendekap Cedric yang terlelap, sedangkan Alvaro fokus dengan kemudi mobil, sesekali mencuri pandang ke arah istrinya dengan tatapan yang tak terbaca.Tatapan itu disalah artikan sebagai ancaman bagi Britne sehingga dia semakin menutup diri dan memasang dinding atas keberadaan Alvaro.Mereka sampai di peternakan ketika hari sudah malam, Britne menidurkan Cedric ke kamar yang sudah disediakan Alvaro lalu pergi ke kamar dimana barang-barangnya ditaruh di sana.Saat membuka pintu, dia terkejut mendapati Alvaro sudah berada di kamar tersebut. Bayangan masa lalu mereka saat berada di dalam satu kamar yang sama, membuat Britne merasa sesak dan wajahnya memucat.Perubahan raut wajah Britne membuat Alvaro khawatir. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil berjal

    Last Updated : 2024-06-08
  • Love To The End   9. Pesaing Tak Tahu Diri

    Keesokan paginya Britne bangun dan terkejut karena tanpa sadar telah tidur dengan begitu lelap, pertengkarannya dengan Alvaro cukup menguras emosi hingga membuatnya kelelahan.Dia segera beranjak dari tempat tidur dan pergi ke kamar Cedric untuk melihat keadaannya karena biasanya putranya sulit tidur saat berada di tempat yang baru. Butuh beberapa hari untuk Cedric bisa beradaptasi, itulah salah satu alasan kenapa dirinya keberatan ketika Alvaro memaksanya untuk pindah ke peternakan Cooper,Namun betapa heran dirinya saat mendapati Cedric tidur sangat lelap bahkan air liurnya sampai menetes ke bantal, membuat senyum Britne merekah.“Lelap sekali tidur anak mama,” gumamnya senang karena ternyata Cedric bisa beradaptasi dengan cepat di tempat yang baru, dia tidak tahu jika semalam putranya sempat bangun dan Alvaro yang menenangkannya.Dia duduk di ranjang putranya lalu mengusap rambut anak itu. “Sepertinya kita berdua sangat kelelahan hingga tidur sangat lelap.”Tidak ingin mengganggu t

    Last Updated : 2024-06-09
  • Love To The End   10. Belajar Merelakanmu

    Sebagai seorang wanita yang masih butuh perhatian, Britne berharap Alvaro akan menyusulnya pulang, namun sayangnya apa yang diharapkan tidak terjadi, bahkan sampai larut malam pria itu tak kunjung pulang.Bayangan Alvaro, William dan Dyana makan bersama sambil bercanda dan tawa membuat hati Britne memanas, kecemburuan mengusiknya dan rasa cemas mengganggunya.Setelah Cedric tidur, dia sengaja menunggu kepulangan Alvaro. Penantiannya terasa begitu lama hingga membuatnya mondar-mandir tidak tenang di ruang depan rumahnya. Langkahnya terhenti ketika pintu rumah terbuka dan Alvaro muncul dari sana.Mata mereka saling menatap namun mulut keduanya bungkam. Semua kata yang sudah Britne rangkai sebelumnya, tiba-tiba lenyap hingga tak ada satu kata pun yang mampu dia ingat.“Kamu belum tidur?” tanya Alvaro yang terlihat terkejut mendapati istrinya berdiri di depannya.“Kenapa kamu pulang larut malam? Bahkan untuk makan pun kamu tidak sempat,” Britne balik bertanya.“Ada masalah di peternakan s

    Last Updated : 2024-06-10
  • Love To The End   11. Ada yang Mengenalinya

    Alvaro kembali ke rumah saat hari sudah sangat larut dan Britne sudah tidur lelap hingga tidak tahu jam berapa suaminya pulang. Mereka kembali tidur di tempat terpisah, diam-diam Alvaro tidur bersama Cedric karena anak itu memberinya kedamaian.Dia enggan memberitahu Britne tentang kebiasaan barunya tersebut, khawatir istrinya akan marah sehingga melarangnya mendekati Cedric. Apalagi Britne selalu sensitif jika menyinggung sesuatu yang berkaitan dengan putranya.Keesokan paginya, Britne terkejut mendapati Alvaro masih berada di rumah. Padahal semalam pria itu bilang harus ke peternakan pagi-pagi karena ada masalah.Dengan acuh, Britne berjalan melewati suaminya dan pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Dia mengeluarkan beberapa bahan makanan dari kulkas dan mulai memilih apa yang ingin dia olah terlebih dahulu.Menyadari ada yang datang, Britne menegakkan wajah dan melihat Alvaro diam berdiri di ambang pintu menatapnya.“Apakah kamu mau sarapan di rumah? Aku akan memasak lebih jika

    Last Updated : 2024-06-11
  • Love To The End   12. Mungkin Kita Bisa Berteman Lagi

    “Alvaro saat ini sedang sibuk dengan peternakannya,” celetuk Britne mengalihkan pembicaraan tentang Cedric. Dia tidak ingin Emira tahu tentang apa yang dia sembunyikan selama ini.“Saya mendengar tentang masalah yang sedang terjadi di peternakan Cooper, semoga Tuan Alvaro bisa mengatasinya,” balas Emira yang membuat rasa ingin tahu Britne tergelitik.“Apakah kamu mengetahui masalah seperti apa yang sedang terjadi di peternakan?” selidik Britne.“Saya tidak tahu secara detail, tetapi semenjak industri kuda berkembang sangat pesat, Tuan Cooper mulai merambah ke bisnis rekreasi dan kompetisi. Yang saya dengar, Tuan Cooper menandatangani tender besar terkait hal tersebut. Sayangnya akhir-akhir ini kuda-kuda Tuan Cooper bermasalah tentang uji kesehatan,” terang Emira.“Mana mungkin kuda-kuda Cooper bermasalah tentang kesehatan? Selama ini mereka selalu mengembangbiakkan kuda yang terbaik dan papa adalah orang yang paling cermat dalam pemilihan serta perawatan kudanya,” sanggah Britne.“Awa

    Last Updated : 2024-06-13
  • Love To The End   13. Bangun Hubungan

    Sinar hangat matahari pagi menyapu kulit wajah Britne, untuk sejenak dia menikmati rasa hangat tersebut dengan mata terpejam, lalu dengan perlahan dia membuka mata sambil tersenyum lebar.Rasa bahagia meliputi hatinya pagi ini, pikirannya melayang mengingat kejadian tadi malam dimana dirinya dan Alvaro akhirnya bisa saling bercerita tanpa ada dinding penghalang lagi.Sikap dingin dan raut sinis pria itu telah berganti dengan sikap yang lebih bersahabat, mengingatkannya pada persahabatannya dulu. Meskipun sikap hangat dan lembut Alvaro belum sepenuhnya pulih, tetapi ada kemajuan yang sangat signifikan pada hubungan mereka.Hal itu memberi harapan bagi Britne jika suatu hari nanti persahabatan mereka akan kembali seperti dulu lagi.Dan dari apa yang Alvaro bicarakan semalam, membuatnya mengerti jika peternakan suaminya sedang mengalami masalah yang serius.“Aku mungkin bisa meminta pendapat papa tentang masalah peternakan Cooper,” gumamnya yang kemudian menegakkan tubuh lalu bersandar

    Last Updated : 2024-06-18

Latest chapter

  • Love To The End   76. Tidak Bisa Melepaskanmu

    “Auuuw …” rintih Trevor saat Anya mengobati lukanya.Anya melirik selintas menatap wajah pria itu lalu kembali berkonsentrasi dengan luka yang sedang dia obati.“Katanya tergores sedikit, kenapa sekarang jadi manja dan meringis kesakitan,” gumam Anya seolah sedang bicara pada dirinya sendiri.Trevor tersenyum masam menanggapi sindiran Anya. “Jika kamu bersikap sedikit lebih lembut, aku tidak akan merasa kesakitan.”Bukannya bersikap lembut, Anya malah sengaja menekan luka Trevor hingga pria itu berteriak kesakitan, menarik tangannya lalu menghindari Anya.“Ini sangat menyakitkan, aku tahu kamu sengaja melakukannya,” gerutunya tanpa rasa marah.Anya kembali menarik tangan pria itu lalu kini benar-benar mengobatinya dengan hati-hati. “Ini bukan luka ringan dengan sedikit goresan seperti yang kamu katakan. Lukamu cukup parah dan terus mengeluarkan darah, besok kamu harus periksa ke rumah sakit.”Trevor terdiam sambil memperhatikan Anya yang sedang mengobati lukanya. Sebenarnya dokter sud

  • Love To The End   75. Insiden

    “Sudah cukup, aku tidak mampu memakan semua ini,” kata Anya sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil mengusap perutnya yang kekenyangan, mengabaikan sopan santun di hadapan Trevor.“Kamu harus makan banyak, aku melihatmu terlihat sangat kurus dan kantung matamu tidak bisa kamu sembunyikan dari make up tebal,” ujar Trevor seakan tahu kondisi Anya.Anya kembali menegakkan tubuh dan mengusap wajahnya. “Sekarang kita bisa membahas pekerjaan,” ujarnya lalu mengeluarkan dokumen untuk menghindari Trevor banyak bicara.“Kenapa buru-buru, aku masih ingin bersamamu.”“Cukup, Trevor! Bersikaplah profesional. Kita di sini untuk urusan pekerjaan dan aku tidak ingin terlibat denganmu lebih dari ini.” Anya menekankan hubungan mereka saat ini.Dengan buru-buru Anya membuka dokumen yang dibawa lalu membacakan pasal-pasal yang mereka sepakati. Trevor yang muak dengan sikap Anya, merebut dokumen tersebut lalu menutupnya.“Aku ingin bicara denganmu soal Remy,” terang Trevor.“Aku tidak ada urusan den

  • Love To The End   74. Usaha Mendekati

    “Apa yang kamu dapatkan dari penyelidikan Remy?” tanya Trevor pada Adam.“Ada berita bagus yang bisa membuatmu keluar dari jerat wanita itu?” jawab Adam sambil menyerahkan hasil penemuannya pada Trevor.Trevor menaikkan satu alis dengan senyum sinis terkembang di ujung bibir membaca dokumen yang Adam berikan padanya.“Jadi wanita itu tidak hamil? Selama ini dia sedang bermain-main denganku dan berbohong padaku?” ujar Trevor.“Dia tidak mungkin hamil darimu karena kamu tidak bercinta dengannya,” kata Adam.“Jadi kamu percaya padaku sekarang?” Trevor menyombongkan diri menyindir ketidakpercayaan Adam padanya.“Aku tidak sepenuhnya percaya dengan perkataanmu, aku hanya percaya pada data yang aku dapatkan.” Adam langsung mematahkan kesombongan Trevor.“Data apa yang kamu dapatkan?”“Apakah kamu ingat saat kamu melakukan tes darah saat itu?” Adam mengingatkan.“Ah … ya … sehari setelah aku mabuk aku merasa tidak enak badan sehingga aku memutuskan ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan

  • Love To The End   73. Masuk Jebakan

    “Apakah aku bisa bertemu dengan papa tirimu?” tanya Trevor pada Remy dengan ekspresi tak terbaca.“Papaku …?” ulang Remy dengan cuping hidung kembang-kempis memperlihatkan kegugupan yang coba disembunyikan, “kenapa kamu ingin bertemu dengan papaku?”Tidak ingin dicurigai atas permintaannya, Trevor memilih kata dengan hati-hati sebelum mengucapkan.“Jika memang bayi yang kamu kandung adalah anakku, bukankah sudah seharusnya aku bertemu papamu? Karena papa kandungmu sudah meninggal, sudah sewajarnya aku bertemu dengan walimu saat ini.”Kecurigaan yang sempat terbesit dalam benak Remy, seketika lenyap ketika sikap Trevor berubah lembut padanya, bahkan pria itu tidak menolaknya lagi. “Aku tidak bisa janji, papaku susah untuk ditemui.”“Sayang sekali, apakah itu berarti tidak ada restu untuk kita?” pancing Trevor.“Re-restu …?” Kata-kata itu membuat mata Remy berbinar senang.“Lupakan saja permintaanku.” Trevor berusaha tarik ulur emosi Remy, dia kemudian beranjak dari tempat duduk hendak

  • Love To The End   72. Cara Mendapatkan

    Anya terbelalak mengetahui jika kakaknya yang masuk ke ruangan. Dia langsung berusaha bangun dan merapikan pakaian.“A-aku … ka-kami …” Otak Anya seketika kosong dan tak mampu menjelaskan apa yang terjadi.“Dia jatuh dari kursi dan aku berusaha menolongnya, aku harap kamu tidak salah paham dengan apa yang dilihat tadi,” jelas Trevor dengan santai sambil berdiri dan berjalan mendekati Arlo seolah tidak terjadi apa-apa.“Benarkah begitu?” tanya Arlo memastikan langsung ke Anya dengan tatapan penuh selidik.“Aku sedikit ceroboh hingga terjatuh dari kursi dan beruntung Trevor menolongku,” jelas Anya tak sepenuhnya berbohong.“Lalu bagaimana kamu bisa berada di sini? Bukankah seharusnya kamu menemuiku?” Tatapan curiga Arlo diarahkan pada Trevor.“Aku tersesat dan berakhir di sini.”Arlo terdiam berusaha memahami situasi yang terjadi, dia tipe orang yang tidak mudah percaya hanya dengan mendengar cerita dari orang lain. Banyak peristiwa dan proses dalam hidupnya yang membuat dia begitu hati

  • Love To The End   71. Masih Ada Hati

    “Mereka memundurkan rapatnya karena kamu tidak datang,” ujar Adam yang kembali menemui Trevor.“Biarkan saja, aku masih bisa menanganinya. Apakah kamu sudah menemukan data tentang Remy? Apa yang kamu dapatkan?” cecar Trevor.“Tidak banyak yang bisa ditemukan, aku hanya bisa mengakses data pribadi dan keuangannya. Tidak ada hal yang mencurigakan dengan semua itu,” terang Adam.“Berikan semua data itu padaku dan tinggalkan aku sendiri, aku yang akan mengurusnya.”Adam kemudian menyerahkan sebuah flashdisk pada Trevor, tetapi tidak langsung pergi dari hadapan pria itu. Mengetahui hal tersebut, Trevor menatapnya dengan dingin. “Ada apa lagi?”“Arlo Jackson baru saja menelpon, dia ingin bertemu dan mengundangmu ke kantornya, ada kerjasama yang ingin ditawarkan,” ujar Adam menginformasikan tujuan Arlo.Rahang Trevor mengeras, rasa cemburu mengusik mengingat Anya sangat dekat dengan pria itu.“Bilang saja aku tidak berminat dengan semua yang dia tawarkan,” balas Trevor tanpa pikir panjang.“

  • Love To The End   70. Silsilah Keluarga

    “Sudah lama sekali aku tidak membicarakan papaku dan aku tidak berminat,” tolak Trevor enggan mengulik masa lalunya kembali.“Tapi ini berhubungan dengan keluarga Jackson, jika kita tidak menyelesaikannya maka hidup kita sebagai keluarga Smith tidak akan tenang,” terang Mattew.“Apa untungnya bagiku? Nama Smith tidak ada artinya bagiku dan aku tidak punya hubungan apapun dengan keluarga Jackson.” Trevor berusaha menghindar dari masalah yang lebih buruk.“Kamu dan Britne berteman baik, Arlo juga mengenalmu. Pertemananmu dengan Britne akan rusak dan bisnismu akan tersendat jika kita tidak menyelesaikan masalah keluarga kita.”Trevor menghela nafas panjang lalu memijit batang hidungnya. “Sepertinya keputusanku untuk pulang adalah sebuah kesalahan dan seharusnya aku tidak perlu mengenalmu sehingga masalah ini tidak mendatangiku.”Mattew tersenyum penuh pengertian. “Ini adalah kesalahan para orang tua kita yang tidak bisa kita hindari, jadi tugas kita sekarang adalah memutuskan semua kutuk

  • Love To The End   69. Mimpi Buruk Mengusik

    “Dasar anak pembawa sial! Mati saja kamu!” umpat mamanya sambil memukul dengan keras.Umurnya masih tujuh tahun saat itu tetapi bayangan itu masih sangat jelas di ingatan. Kekerasan, umpatan, pukulan selalu dia dapatkan di masa kecil.Dia sering disalahkan atas kehidupan mamanya yang buruk, papanya meninggalkan mereka dalam kemiskinan dan semenjak saat itu mamanya sering kali kehilangan akal sehat lalu memukul dirinya tanpa alasan.Tetapi bukan itu hal terburuk dalam hidupnya, hal terburuk yang dia alami adalah ketika menemukan mamanya bunuh diri dan meninggalkannya sebatang kara di dunia ini. Dia kemudian dibawa petugas sosial untuk dibesarkan di panti asuhan.Trevor terbangun dengan keringat dingin yang membasahi pakaian, rahangnya mengeras mengingat mimpinya. Hal itulah yang membuatnya begitu membenci papanya dan tidak ingin tahu siapa ayah kandungnya.Seumur hidup, dia membenci pria yang telah menghamili mamanya dan meninggalkannya begitu saja.Mimpi buruk itu membuatnya tidak bis

  • Love To The End   68. Undangan Makan Malam

    Trevor mengerang marah karena situasi sulit yang dihadapinya. Keadaan ruyam ketika dia mabuk dan terbangun dengan Remy tidur di sisinya dan sekarang wanita itu mengaku hamil anaknya.“Sudah ku bilang Remy akan menyulitkan hidupmu,” sindir Adam merespon sikap Trevor.“Bisakah kamu diam jika kamu tidak punya solusinya? Jangan membuatku semakin pusing,” geram Trevor.“Benarkah kamu tidak mengingat apapun malam itu?”Trevor menggeleng sambil memijat kepalanya yang berdenyut sakit. “Aku tidak mungkin bercinta dengan Remy, jika aku melakukannya aku pasti mengingatnya meski mungkin tidak secara detail. Itu yang aku rasakan pada Anya sehingga aku yakin jika anak yang Remy kandung bukan anakku, tetapi aku butuh bukti untuk menyanggahnya jika tidak Remy akan membuat media gempar dan nilai sahamku akan turun.”“Jadi kamu bercinta dengan Anya dalam keadaan mabuk? Dasar pria brengsek,” umpat Adam membuat Trevor sadar jika telah bicara terlalu banyak.“Enyahlah dari hadapanku, Adam! Aku sedang ingi

DMCA.com Protection Status