Sinar hangat matahari pagi menyapu kulit wajah Britne, untuk sejenak dia menikmati rasa hangat tersebut dengan mata terpejam, lalu dengan perlahan dia membuka mata sambil tersenyum lebar.Rasa bahagia meliputi hatinya pagi ini, pikirannya melayang mengingat kejadian tadi malam dimana dirinya dan Alvaro akhirnya bisa saling bercerita tanpa ada dinding penghalang lagi.Sikap dingin dan raut sinis pria itu telah berganti dengan sikap yang lebih bersahabat, mengingatkannya pada persahabatannya dulu. Meskipun sikap hangat dan lembut Alvaro belum sepenuhnya pulih, tetapi ada kemajuan yang sangat signifikan pada hubungan mereka.Hal itu memberi harapan bagi Britne jika suatu hari nanti persahabatan mereka akan kembali seperti dulu lagi.Dan dari apa yang Alvaro bicarakan semalam, membuatnya mengerti jika peternakan suaminya sedang mengalami masalah yang serius.“Aku mungkin bisa meminta pendapat papa tentang masalah peternakan Cooper,” gumamnya yang kemudian menegakkan tubuh lalu bersandar
Setelah Alvaro pergi ke bekerja, Britne pergi ke peternakan, menitipkan Cedric pada pengasuh yang membantunya selama ini. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di peternakan Cooper.Perjalanannya dimulai dari menyusuri padang rumput yang tergelar hijau bak permadani yang begitu indah. Selain menikmati pemandangan luar biasa tersebut, dia pun mengisi paru-parunya dengan udara segar dan bersih dengan aroma langu khas rumput hijau yang menenangkan.Setelah matahari meninggi, dia keluar dari padang rumput itu dan berjalan menuju gudang penyimpanan jerami. Ketika dirinya masuk, dilihatnya seorang pekerja sedang menaburkan sesuatu di atas jerami.“Apa yang kamu lakukan?” tegur Britne.Pekerja itu terkejut karena tidak menyangka akan ada yang datang, dia segera menyembunyikan tangan di belakang tubuhnya.“Nyo-nyonya …? Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya pekerja tersebut.Britne menyipitkan mata melihat gelagat pekerja yang mencurigakan tersebut. “Apakah aku dilarang pergi ke sini?” d
Ketika Alvaro melihat Britne sudah agak tenang dan kemarahan dalam dirinya mereda, dia membuat coklat hangat lalu mendatangi istrinya.Britne yang sedang duduk melamun di teras rumah, terkejut ketika suaminya mengulurkan segelas coklat hangat ke hadapannya. Dia mendongak dan menatap wajah Alvaro yang terlihat teduh, mengingatkannya pada pria yang dulu sangat dia kenal.“Kenapa kamu sering duduk di sini malam hari?” tanya Alvaro masih mengulurkan tangan memegang coklat yang dia buat.“Mendinginkan otak,” jawab Britne acuh.Berusaha menarik perhatian istrinya, Alvaro menempelkan gelas hangat di pipi Britne hingga wanita itu terlonjak kaget.“Alvaro! Apa yang kamu lakukan?” tegurnya kesal.“Tanganku pegal memegangnya, bukankah ini minuman kesukaanmu?”Rasa kesal Britne seketika lenyap ketika tahu jika Alvaro masih mengingat minuman kesukaannya.Sambil mengerucutkan bibir, Britne mengambil coklat itu dari tangan suaminya dan saat menghirup aroma manis dari coklat yang meleleh di pinggiran
“Aku dengar jika papa Dyana menangani transportasi peternakanmu,” singgung Britne saat dirinya makan malam bersama Alvaro.“Ya, benar sekali. Uncle Varis banyak membantu papa ketika peternakan kami sedang tidak baik-baik saja. Bahkan dia tidak mempermasalahkan pembayaran kami yang terlambat karena mengerti kesulitan yang sedang kami hadapi,” terang Alvaro.“Sebesar apa kepercayaanmu pada Varis?” tanya Britne penuh kehati-hatian karena dia melihat jika Alvaro dan mertuanya sangat mempercayai pria itu.“Sama seperti aku mempercayai papamu,” jawab Alvaro yang membuat Britne menahan diri untuk mengutarakan apa yang menjadi kecurigaannya karena dia tidak mau melakukan kesalahan seperti yang dia lakukan pada Lucas.Merasa heran dengan pertanyaan istrinya, Alvaro kembali bersuara. “Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan hal ini?”“Hmm … ah … tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu sedekat apa keluargamu dengan keluarga Varis.” Britne membuat alasan untuk menutupi kecurigaannya.Alvaro mengangguk-anggu
Britne pergi ke peternakan untuk mencari akar penyebab masalah yang dialami peternakan Cooper karena semakin hari masalah tersebut semakin meluas sedangkan dirinya malah semakin bias terhadap kondisi yang terjadi.Tatapannya menajam dingin ketika melihat Dyana berjalan mendekatinya dan menunggu wanita itu mendapatkannya.“Aku lihat kamu semakin sering ke peternakan. Apakah kamu sedang memata-matai Alvaro?” tuduh Dyana dengan sikap cemburu yang tidak seharusnya.“Untuk apa aku memata-matai suamiku sendiri?” Britne tidak ingin terpancing dengan perkataan Dyana.“Jangan berpura-pura tak peduli, aku tahu Alvaro lebih banyak menghabiskan waktu di peternakan daripada di rumah. Mungkin baginya, peternakan lebih nyaman dibanding dengan rumah sendiri,” Dyana berusaha menggoyahkan hati Britne.“Sepertinya kamu tidak memiliki kerjaan sehingga susah payah mengurusi rumah tangga orang lain, padahal aku dan Alvaro baik-baik saja,” sindir Britne.Mata Dyana membulat marah, tersinggung dengan sindira
“Aku akan pulang malam hari ini,” ujar Alvaro pada Britne ketika dia beranjak pergi.“Bagaimana dengan keadaan peternakan?” tanya Britne khawatir.“Masih belum ada perubahan, tapi tenang saja karena aku memiliki kesepakatan baru dengan Uncle Varis dan itu sangat menguntungkan untuk peternakan.”Mendengar nama papa Dyana disebut, Britne mendekati Alvaro dan berkata, “Apakah tidak sebaiknya kamu berhati-hati dengannya?”“Apa maksudmu?” Kening Alvaro mengerut tajam tidak senang.Tatapan itu membuat Britne gelagapan karena dia tahu jika suaminya tidak suka dengan ucapannya, apalagi selama ini keluarga Varis sudah banyak membantunya.“Sebagai seorang pebisnis, bukankah kamu harus mempelajari setiap kesepakatan yang dilakukan? Aku tidak ingin kamu lengah dan melupakan hal tersebut hanya karena Varis adalah teman papamu,” Britne berusaha memperhalus maksudnya.“Aku sudah tahu tentang hal itu dan kamu tidak perlu mengajariku tentang apa yang harus aku lakukan,” balas Alvaro yang membuat Britn
Sepanjang perjalanan pulang, Britne dan Alvaro memilih saling diam, mereka tidak ingin berdebat atau bertengkar disaat yang tidak tepat. Alvaro fokus dengan mobil yang dikemudikan, sedangkan Britne menahan diri demi keselamatan mereka.Sesampainya di rumah, Alvaro mengikuti Britne ke kamar. Dia menutup pintu kamar dan mulai berbicara, “Aku tidak suka kamu pergi dengan pria lain tanpa seizinku.”“Aku juga tidak suka kamu pergi dengan Dyana apalagi kalian pergi hanya berdua saja,” balas Britne tidak mau kalah.“Aku dan Dyana pergi untuk urusan peternakan,” jelas Alvaro.“Aku dan Trevor bertemu juga karena urusan peternakan,” kata Britne jujur.“Urusan peternakan? Jangan membuat alasan yang tidak masuk akal! Untuk apa pria itu ikut campur urusan peternakanku?” Alvaro tidak percaya dengan alasan yang Britne buat sekaligus merasa tidak senang jika benar teman Britne itu ikut campur dalam pekerjaannya.Britne menatap Alvaro dengan serius, berusaha mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.
Sebelum Britne keluar dari rumah untuk bergabung dengan suami dan anaknya, dia mengambil ponsel lalu menelepon Trevor. “Apa yang sebenarnya Dyana lakukan sehingga perbuatannya merugikan peternakan Cooper?” tanyanya tanpa basa-basi.“Aku menemukan tanda tangan palsu milik William Cooper dalam sebuah dokumen kesepakatan kerja dan aku yakin William tidak menyadarinya, seseorang telah memalsukan tanda tangan tersebut untuk menarik sejumlah uang yang sangat besar,” jawab Trevor.“Lalu kamu menyimpulkan jika Dyana yang memalsukannya? Kenapa kamu berpikir seperti itu dan apa buktinya?” cecar Britne berhati-hati atas apa yang dia dengar dan terima.“Saat kamu menceritakan kedekatan William dan Dyana, serta seringnya wanita itu pergi ke rumah William, aku rasa dia yang paling dekat dengan ruang kerja William sehingga bisa keluar masuk kapan saja tanpa diketahui dan dia bisa mencuri dokumen tersebut.”“Ada Alvaro yang sering datang ke rumah papanya serta beberapa pelayan disana? Kenapa kamu men
“Auuuw …” rintih Trevor saat Anya mengobati lukanya.Anya melirik selintas menatap wajah pria itu lalu kembali berkonsentrasi dengan luka yang sedang dia obati.“Katanya tergores sedikit, kenapa sekarang jadi manja dan meringis kesakitan,” gumam Anya seolah sedang bicara pada dirinya sendiri.Trevor tersenyum masam menanggapi sindiran Anya. “Jika kamu bersikap sedikit lebih lembut, aku tidak akan merasa kesakitan.”Bukannya bersikap lembut, Anya malah sengaja menekan luka Trevor hingga pria itu berteriak kesakitan, menarik tangannya lalu menghindari Anya.“Ini sangat menyakitkan, aku tahu kamu sengaja melakukannya,” gerutunya tanpa rasa marah.Anya kembali menarik tangan pria itu lalu kini benar-benar mengobatinya dengan hati-hati. “Ini bukan luka ringan dengan sedikit goresan seperti yang kamu katakan. Lukamu cukup parah dan terus mengeluarkan darah, besok kamu harus periksa ke rumah sakit.”Trevor terdiam sambil memperhatikan Anya yang sedang mengobati lukanya. Sebenarnya dokter sud
“Sudah cukup, aku tidak mampu memakan semua ini,” kata Anya sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil mengusap perutnya yang kekenyangan, mengabaikan sopan santun di hadapan Trevor.“Kamu harus makan banyak, aku melihatmu terlihat sangat kurus dan kantung matamu tidak bisa kamu sembunyikan dari make up tebal,” ujar Trevor seakan tahu kondisi Anya.Anya kembali menegakkan tubuh dan mengusap wajahnya. “Sekarang kita bisa membahas pekerjaan,” ujarnya lalu mengeluarkan dokumen untuk menghindari Trevor banyak bicara.“Kenapa buru-buru, aku masih ingin bersamamu.”“Cukup, Trevor! Bersikaplah profesional. Kita di sini untuk urusan pekerjaan dan aku tidak ingin terlibat denganmu lebih dari ini.” Anya menekankan hubungan mereka saat ini.Dengan buru-buru Anya membuka dokumen yang dibawa lalu membacakan pasal-pasal yang mereka sepakati. Trevor yang muak dengan sikap Anya, merebut dokumen tersebut lalu menutupnya.“Aku ingin bicara denganmu soal Remy,” terang Trevor.“Aku tidak ada urusan den
“Apa yang kamu dapatkan dari penyelidikan Remy?” tanya Trevor pada Adam.“Ada berita bagus yang bisa membuatmu keluar dari jerat wanita itu?” jawab Adam sambil menyerahkan hasil penemuannya pada Trevor.Trevor menaikkan satu alis dengan senyum sinis terkembang di ujung bibir membaca dokumen yang Adam berikan padanya.“Jadi wanita itu tidak hamil? Selama ini dia sedang bermain-main denganku dan berbohong padaku?” ujar Trevor.“Dia tidak mungkin hamil darimu karena kamu tidak bercinta dengannya,” kata Adam.“Jadi kamu percaya padaku sekarang?” Trevor menyombongkan diri menyindir ketidakpercayaan Adam padanya.“Aku tidak sepenuhnya percaya dengan perkataanmu, aku hanya percaya pada data yang aku dapatkan.” Adam langsung mematahkan kesombongan Trevor.“Data apa yang kamu dapatkan?”“Apakah kamu ingat saat kamu melakukan tes darah saat itu?” Adam mengingatkan.“Ah … ya … sehari setelah aku mabuk aku merasa tidak enak badan sehingga aku memutuskan ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan
“Apakah aku bisa bertemu dengan papa tirimu?” tanya Trevor pada Remy dengan ekspresi tak terbaca.“Papaku …?” ulang Remy dengan cuping hidung kembang-kempis memperlihatkan kegugupan yang coba disembunyikan, “kenapa kamu ingin bertemu dengan papaku?”Tidak ingin dicurigai atas permintaannya, Trevor memilih kata dengan hati-hati sebelum mengucapkan.“Jika memang bayi yang kamu kandung adalah anakku, bukankah sudah seharusnya aku bertemu papamu? Karena papa kandungmu sudah meninggal, sudah sewajarnya aku bertemu dengan walimu saat ini.”Kecurigaan yang sempat terbesit dalam benak Remy, seketika lenyap ketika sikap Trevor berubah lembut padanya, bahkan pria itu tidak menolaknya lagi. “Aku tidak bisa janji, papaku susah untuk ditemui.”“Sayang sekali, apakah itu berarti tidak ada restu untuk kita?” pancing Trevor.“Re-restu …?” Kata-kata itu membuat mata Remy berbinar senang.“Lupakan saja permintaanku.” Trevor berusaha tarik ulur emosi Remy, dia kemudian beranjak dari tempat duduk hendak
Anya terbelalak mengetahui jika kakaknya yang masuk ke ruangan. Dia langsung berusaha bangun dan merapikan pakaian.“A-aku … ka-kami …” Otak Anya seketika kosong dan tak mampu menjelaskan apa yang terjadi.“Dia jatuh dari kursi dan aku berusaha menolongnya, aku harap kamu tidak salah paham dengan apa yang dilihat tadi,” jelas Trevor dengan santai sambil berdiri dan berjalan mendekati Arlo seolah tidak terjadi apa-apa.“Benarkah begitu?” tanya Arlo memastikan langsung ke Anya dengan tatapan penuh selidik.“Aku sedikit ceroboh hingga terjatuh dari kursi dan beruntung Trevor menolongku,” jelas Anya tak sepenuhnya berbohong.“Lalu bagaimana kamu bisa berada di sini? Bukankah seharusnya kamu menemuiku?” Tatapan curiga Arlo diarahkan pada Trevor.“Aku tersesat dan berakhir di sini.”Arlo terdiam berusaha memahami situasi yang terjadi, dia tipe orang yang tidak mudah percaya hanya dengan mendengar cerita dari orang lain. Banyak peristiwa dan proses dalam hidupnya yang membuat dia begitu hati
“Mereka memundurkan rapatnya karena kamu tidak datang,” ujar Adam yang kembali menemui Trevor.“Biarkan saja, aku masih bisa menanganinya. Apakah kamu sudah menemukan data tentang Remy? Apa yang kamu dapatkan?” cecar Trevor.“Tidak banyak yang bisa ditemukan, aku hanya bisa mengakses data pribadi dan keuangannya. Tidak ada hal yang mencurigakan dengan semua itu,” terang Adam.“Berikan semua data itu padaku dan tinggalkan aku sendiri, aku yang akan mengurusnya.”Adam kemudian menyerahkan sebuah flashdisk pada Trevor, tetapi tidak langsung pergi dari hadapan pria itu. Mengetahui hal tersebut, Trevor menatapnya dengan dingin. “Ada apa lagi?”“Arlo Jackson baru saja menelpon, dia ingin bertemu dan mengundangmu ke kantornya, ada kerjasama yang ingin ditawarkan,” ujar Adam menginformasikan tujuan Arlo.Rahang Trevor mengeras, rasa cemburu mengusik mengingat Anya sangat dekat dengan pria itu.“Bilang saja aku tidak berminat dengan semua yang dia tawarkan,” balas Trevor tanpa pikir panjang.“
“Sudah lama sekali aku tidak membicarakan papaku dan aku tidak berminat,” tolak Trevor enggan mengulik masa lalunya kembali.“Tapi ini berhubungan dengan keluarga Jackson, jika kita tidak menyelesaikannya maka hidup kita sebagai keluarga Smith tidak akan tenang,” terang Mattew.“Apa untungnya bagiku? Nama Smith tidak ada artinya bagiku dan aku tidak punya hubungan apapun dengan keluarga Jackson.” Trevor berusaha menghindar dari masalah yang lebih buruk.“Kamu dan Britne berteman baik, Arlo juga mengenalmu. Pertemananmu dengan Britne akan rusak dan bisnismu akan tersendat jika kita tidak menyelesaikan masalah keluarga kita.”Trevor menghela nafas panjang lalu memijit batang hidungnya. “Sepertinya keputusanku untuk pulang adalah sebuah kesalahan dan seharusnya aku tidak perlu mengenalmu sehingga masalah ini tidak mendatangiku.”Mattew tersenyum penuh pengertian. “Ini adalah kesalahan para orang tua kita yang tidak bisa kita hindari, jadi tugas kita sekarang adalah memutuskan semua kutuk
“Dasar anak pembawa sial! Mati saja kamu!” umpat mamanya sambil memukul dengan keras.Umurnya masih tujuh tahun saat itu tetapi bayangan itu masih sangat jelas di ingatan. Kekerasan, umpatan, pukulan selalu dia dapatkan di masa kecil.Dia sering disalahkan atas kehidupan mamanya yang buruk, papanya meninggalkan mereka dalam kemiskinan dan semenjak saat itu mamanya sering kali kehilangan akal sehat lalu memukul dirinya tanpa alasan.Tetapi bukan itu hal terburuk dalam hidupnya, hal terburuk yang dia alami adalah ketika menemukan mamanya bunuh diri dan meninggalkannya sebatang kara di dunia ini. Dia kemudian dibawa petugas sosial untuk dibesarkan di panti asuhan.Trevor terbangun dengan keringat dingin yang membasahi pakaian, rahangnya mengeras mengingat mimpinya. Hal itulah yang membuatnya begitu membenci papanya dan tidak ingin tahu siapa ayah kandungnya.Seumur hidup, dia membenci pria yang telah menghamili mamanya dan meninggalkannya begitu saja.Mimpi buruk itu membuatnya tidak bis
Trevor mengerang marah karena situasi sulit yang dihadapinya. Keadaan ruyam ketika dia mabuk dan terbangun dengan Remy tidur di sisinya dan sekarang wanita itu mengaku hamil anaknya.“Sudah ku bilang Remy akan menyulitkan hidupmu,” sindir Adam merespon sikap Trevor.“Bisakah kamu diam jika kamu tidak punya solusinya? Jangan membuatku semakin pusing,” geram Trevor.“Benarkah kamu tidak mengingat apapun malam itu?”Trevor menggeleng sambil memijat kepalanya yang berdenyut sakit. “Aku tidak mungkin bercinta dengan Remy, jika aku melakukannya aku pasti mengingatnya meski mungkin tidak secara detail. Itu yang aku rasakan pada Anya sehingga aku yakin jika anak yang Remy kandung bukan anakku, tetapi aku butuh bukti untuk menyanggahnya jika tidak Remy akan membuat media gempar dan nilai sahamku akan turun.”“Jadi kamu bercinta dengan Anya dalam keadaan mabuk? Dasar pria brengsek,” umpat Adam membuat Trevor sadar jika telah bicara terlalu banyak.“Enyahlah dari hadapanku, Adam! Aku sedang ingi