Home / Romansa / Love Puzzle Painting / Bab 2 : Frustasi

Share

Bab 2 : Frustasi

last update Last Updated: 2021-09-02 13:27:18

Mendengar perkataan Bu Diah, Gaffar benar-benar merasa terpojokan. Ia pun mencari alibi sebagai pembelaan dan untuk menepis perkataan dari Bu Diah. 

"Ibu kan tau, kalau saya ini biasa nggambar dan melukis pake cat semprot bukan cat air seperti ini. Mana ada duit Bu saya buat beli cat air ini," bela Gaffar.

"Kamu fikir saya percaya?!" Seru Bu Diah yang kini sudah terpancing emosi.

"Males ah kalo disuruh mikir!" Jawab Gaffar seolah tak peduli dengan amarah Bu Diah yang sudah di ubun-ubun.

"Gaffar!"

"Apa sih?"

Bu Diah terlihat mengelus dada meladani manusia setengah waras seperti Gaffar.

"Bicara dengan nada sopan dan nggak boleh ngegas. Inget?!" Bu Diah memperingatkan Gaffar untuk berperilaku santun.

"Iya iya iya, Bu."

"Jadi ini mau gimana? Masalahnya, kepala sekolah mengancam pelaku pembuat mural ini akan dikeluarkan dari sekolah, Gaffar!" Bu Diah pun ikut pusing meladeni masalah ini.

"Hanya karena sebuah lukisan mural dia mau ngeluarin si pelaku? Gila! Nggak punya otak! Meskipun ini bukan saya yang gambar, tapi saya tetap nggak setuju! Menggambar itu seni. Sebuah kreatifitas yang harus diasah. Jadi, bukan menjadi patokan untuk menjadi aturan!" Seru Gaffar dengan bijaknya.

"Ini bukan tentang nilai seni Gaffar. Ini tentang penempatan dan caranya yang salah. Kamu menggambar di arena sekolah yang belum mendapat izin dari pihak yang bersangkutan," ujar Bu Diah membela diri.

"Berapa kali saya harus bilang kalau ini bukan karya saya bu?!"

"Apa ada suatu hal yang membuat saya percaya dengan omongan kamu?" Tanya Bu Diah seolah meremehkan.

Gaffar nampak berfikir sejebak dan memandangi lukisan pad tembok itu. Berkat ketelitiannya, Gaffar menemukan titimangsa pada gambar tersebut.

-Ky

"Ibu bisa lihat, disini terdapat tulisan ky yang mungkin inisial nama si pembuat lukisan. Dan Ibu tau kan nama saya Gaffar Adi Pratama yang nggak ada sangkut pautnya sama sekali dengan huruf k dan y?!"

Bu diah nampak memandangi kode ky itu.

"Oke, saya beri kamu tantangan. Buktikan jika ini bukan kamu yang menggambar, saya tunggu selama 1 minggu."

"Hah? Seminggu?! Gila! Terlalu sebentar bu!"

"Oke, 5 hari."

"Nggak jadi deh bu, satu minggu aja udah nggak apa-apa."

"Bagus, saya suka semangat kamu. Karena saya juga yakin, ini bukan karya kamu." Setelah mengatakan hal tersebut, Bu Diah langsung pergi meninggalkan Gaffar.

"I love you Bu .... " Teriak Gaffar saat Bu Diah sudah melangkah pergi.

Setelah kepergian Bu Diah, Gaffar memandangi lukisan huruf kecil yang berada pada pojok kanan atas yang sangat kecil.

"Siapa K Y?" Tanya Gaffar dengan dirinya sendiri.

"Apa mungkin, Komisi Yudisial?" Gumam Gaffar. 

Gaffar kebali memandangi lukisan mural tersebut dan berjanji akan menemukan pelaku yang sebenarnya. 

----

"Muka lo kenapa? Kusam banget kaya cucian belum kering." 

Saat Gaffat pulang ke rumahnya, justru bukan sambutan baik yang didapatkan. Melainkan ejekan dari sang Kakak yang biasa ribut dengannya. 

"Berisik banget sih, lo. Mending diem kalo nggak bisa bantu."

"Kenapa jadi marah, dih? Dasar, aneh." Perempuan yang kini menggunakan setelan daster khas rumahan tersebut mendengus dan langsung meninggalkan Gaffar yang kini sedang termenung di ruang tamu. 

"Lo nggak kerja, Mba?" Teriak Gaffar yang melihat sang Kakak menuju dapur.

"Kerja dong, kalo gue nggak kerja, mau makan apa lo nanti? Shift malem gue," sahutnya yang kini masih belum nampak di hadapan Gaffar.

"Sial, kenapa gue mikirin kaya gini, sih?!" Seru Gaffar seraya mengacak rambutnya dengan penuh emosi dan frustasi.

Akhirnya, Gaffar bangkit dari ruang tamu dan masuk menuju ruang tengah hendak menyusul sang Kakak. Barangkali ada makanan yang bisa ia makan sedikit bisa meredakan pusingnya.

Perlu diketahui, Gaffar hanya tinggal bersama sang kakak. Kedua orang tuanya sudah berpisah sejak Gaffar berusia 5 tahun. Ia sudah terbiasa hidup dengan sang Kakak. Dari dulu, Gaffar selalu mengikuti kemana pun Mei-- sang kakak main. Untuk itulah, ia selalu berusaha baik-baik saja. Karena sang kakak jauh lebih besar menanghung bebannya. 

Brakk

Lemparan kardus dengan ukuran sedang mengenai tubuh Gaffar yang kini sedang berjalan mendekat ke meja makan.

"Apa-apaan nih," seru Gaffar dan menatap emosi kepada si pelaku yang kini tangganya bersilah dada dan siap menyidak sang adik.

"Apaan sih, Mba?!" Lanjutnya. 

"Yang sopan kalo ngomong sama orang tua! Tuh pesenan lo, kan? Bagus, terus aja. Disini cari duit hampir gila, lo malah seenaknya hambur-hamburin." Dengan sorot mata tajam dan tangan yang menunjuk alat-alat lukis yang kini sudah berhamburan, Mei marah besar karena kelakuan Gaffar yang memesan sebuah paket untuk melukis.

"Ini gue beli dari uang gue sendiri mba, dari hadiah event mural bulan kemarin," bela Gaffar yang merapihkan barang-barangnya tersebut yang kini berhamburan.

"Iya gue tau itu uang lo, tapi mikir dong! Itu masih banyak, Gaff!" Mei menunjuk cat semprot milik Gaffar yang sudah sangat banyak. Bahkan rak untuk tempat menyimpannya pun terlihat sudah tidak muat.

"Belum yang dikamar lo. Terus di ruang belakang. Mau lo apa sih sebenernya? Cape gue lama-lama nanggepin lo. Lama-lama makin seenaknya."

Mei langsung meninggalkan Gaffar dan menutup pintu dengan keras sehingga membuat Gaffar tersentak. 

Gaffar memandangi pintu yang tertutup dengan raut wajah bersalah. 

"Bener juga ya yang dibilang mba Mei. Tapi udah terlanjur dibeli. Nggak papa deh."

Related chapters

  • Love Puzzle Painting   Bab 3 : Misi Penyelesaian

    Gaffar memih melanjutkan merapihkan cat semprotnya. Setelah semua tersusun dalam kardus, ia letakkan di lemari penyimpanan khusus yang digunakan untuk mengoleksi spray paint.Setelah semuanya usai, Gaffar kembali melanjutkan niat awalnya untuk makan yang tertunda karena ulah sang Kakak. Saat berada di meja makan, Gaffar membuka tudung saji disana dan hasilnya zonk. Ia tidak menemukan makanan pun disana."Mba Mei!" Dengan tidak tahu dirinya, Gaffar berteriak mencari keberadaan sang Kakak seolah tidak terjadi apa-apa setelah kemarahan Mei tadi. Ia melangkah ke ruang tamu, kamar milik Mei hingga halaman belakang tapi tak kunjung menemukan sang Kakak."Udah berangkat kerja nih pasti," tebaknya.Gaffar melangkah kembali menuju ruang makan dan terduduk lesu disana."Laper, nggak ada makanan. Nggak bisa masak lagi, gue. Sialan." Keluh Gaffar.Gaffar merogoh sakunya dan menemukan selembar uang 20.000,- dan menatapnya dengan i

    Last Updated : 2021-09-02
  • Love Puzzle Painting   Bab 4 : Drama

    Setelah dengan susah payah membujuk Sandra, akhirnya Sandra bersedia untuk membantu Gaffar. Tidak dengan cuma-cuma, namun dengan beberapa persyaratan diantaranya yaitu Sandra meminta saat penilaian seni rupa nanti, Gaffar harus membuat gambar untuknya namun atas nama sandra. Mengingat Sandra sangat tidak bisa dalam hal seni. Hal itu diterima dengan senang hati oleh Gaffar."Ehh, ada Gaffar," ujar seorang perempuan paruh Nara yang datang dari pintu belakang warteg.Mendengar perkataan tersebut, sontak membuat Gaffar dan Sandra mengalihkan pandang ke sumber suara yang muncul dari pintu belakang warteg."Ehh, iya bu." Gaffar terseyum dan tanpa ragu menyalami tangan yang dipangil ibu tersebut."Sudah selesai beres-beresnya, bu?" Tanya Sandra."Sudah, mending kamu ke rumah aja gih. Ajak Gaffar sekalian, biar ibu yang jaga wartegnya.""Gaffar udah mau pulang kok, bu." Bukan Gaff

    Last Updated : 2021-09-02
  • Love Puzzle Painting   Bab 5 : Drama (2)

    Keesokkan harinya, saat di sekolah Gaffar tak bisa berhenti memikirkan kasus yang sedang dihadapi olehnya. Sebenarny, Gaffar bisa saja bersikap bodoamat. Namun, masalahnya ia harus memikirkan perasaan sang kakak yang pasti akan marah besar jika ia dikeluarkan dari sekolah."Gimana, rencana kita nanti?" Tanya Gaffar kepada Dani yang kini sedang berada di kantin menikmati bakso dari mang Dede."Gas, udah lama juga gue nggak ngelakuin hal nekat," sahut Dani dengan santainya."Keseringan bucin sama si Caca sih lo," ejek Gaffar."Banyak omong, lo. Yang penting nanti pulang sekolah kita jalanin sesuai rencana." Gaffar mengangguk dan mengacungkan jempolnya.Saat mereka tengah asik dan terfokus pada makanannya. Tiba-tiba seorang perempuan duduk di sebelah Gaffar tanpa permisi. Sudah dipastikan, siapa pelakunya."Kenapa lo?" Tanya Gaffar dengan raut wajah yang bingung."Benci banget gue sama Pak Rian, masa gue dis

    Last Updated : 2021-09-02
  • Love Puzzle Painting   Bab 6 : Action

    "Ruang TU jam segini biasanya udah sepi, San. Jadi tenang aja. Nanti kalo ada guru yang tanya, gue tinggal bilang, saya lagi nyari berkas yang disuruh Ibu saya. Gampang kan?" Sandra menganggukan kepalanya. Benar juga yang diucapkan oleh Dani. Tumben sekali dia cerdas. Biasanya di otak dia hanya berisi tentang Caca."Ya udah, tapi gue jaga di depan ruangan aja, ya. Lo berdua yang masuk." Akhirnya Sandra menyetujui ajakan dari Gaffar."Nah gitu dong dari tadi, yuk." Mereka bertiga pun langsung menuju ruang TU untuk mengambil berkas data siswa.Setelah meninggalkan ruang kelas, mereka langsung bergegas menuju ruang TU yang terlihat sepi dari luar."Sana masuk, gue jaga disini.""Ya udah kita masuk, kalau ada yang mencurigakan, langsung kasih aba-aba ya, San. Jadi, gue sama Dani bisa ngumpet." Sandra menganggukan kepala dan mengacungkan jempolnya.Untungnya, kamera pengintai CCTV di ruang TU tidak berfungsi dengan baik, j

    Last Updated : 2021-09-02
  • Love Puzzle Painting   Bab 7 : Panik

    Setelah kepergian Gaffar, Sandra menatap Dani dan Caca yang dengan santainya masih duduk manis di rumah Sandra tanpa menghiraukan Sandra yang sudah muak. "Terus lo berdua kenapa masih disini? Rumah gue bukan tempat pacaran. Jadi, mending lo berdua pulang juga gih. Masalah ini kita lanjut besok," usir Sandra dengan raut wajah yang tidak suka.Gaffar pulang dengan keadaan kepala pusing karena memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu dipusingkan. Awalnya Gaffar merasa tidak enak kepada Sandra, Dani dan Caca yang harus terlibat juga untuk membantu kasus Gaffar. Namun, Gaffar menepis rasa tidak enak itu, toh apa gunanya teman jika tidak bisa dimintai tolong saat salah satu diantara mereka sedang kesusahan."Ini semua gara-gara Kakek tua sialan." Gaffar membuka pintu rumahnya dengan keras sehingga membuat Mei, Kakak Gaffar tersentak."Apaan sih lo, dateng-dateng teriak nggak jelas. Salam kek, sopan dikit dong. Jangan mancing keributan!" Ser

    Last Updated : 2021-09-03
  • Love Puzzle Painting   Bab 8 : Tekanan

    Selama pelajaran berlangsung, Gaffar tidak terfokus pada guru yang menjelaskan materi di dalam kelas. Ia sibuk melamun memikirkan perkataan dari Bu Diah tadi. Bagaimana jika dalam 2-4 hari ke depan ia belum menemukan pelaku dari pembuat mural itu? Sudah dipastikan ia akan dikeluarkan dari sekolah. Gaffar takut membuat Mei, sang Kakak marah dan kecewa karena perlakuannya."Woy, Gaff. Kantin, yuk," ajak Dani yang tidak ditanggapi oleh Gaffar."GAFFAR!" Seru Dani yang tak kunjung digubris oleh Gaffar. "Apaan sih?" Tanya Gaffar yang menatap Dani tak suka."Ngelamun terus. Kemasukan jin tau rasa lo," ejek Dani menatap Gaffar yang seperti orang kebingungan."Kemarin data siswa yang udah dicatet gue simpen dimana, ya? Kok nggak ada sih?" Tanya Gaffar yang kini tengah membuka tas miliknya dan mencari note book yang digunakan untuk mencatat nama-nama yang dicurigai."Nah kan, makanya jangan sembarangan kalo nyimpe

    Last Updated : 2021-09-04
  • Love Puzzle Painting   Bab 9 : Tekanan

    Banyak yang menganggap Gaffar adalah pemuda yang urakan, brandalan dan nakal. Benar, memang begitulah kenyataannya. Namun, tak jarang diketahui pula, Gaffar adalah seorang yang sangat tulus dan sedikit sensitif. Dari sana, emosinya tidak stabil dan membuat kegaduhan.Tidak ada asap jika tidak ada api. Begitulah Gaffar. Tidak akan membuat masalah jika tidak ada penindasan.Ini bermula saat Gaffar masih duduk di bangku SMP, saat itu ia sering bergaul dengan kakak kelasnya yang berandalan. Mulai dari membolos, tawuran, bahkan mengikuti konvoi saat kakak kelasnya merayakan kelulusan. Benar, Gaffar memang sangat nakal pada saat itu. Mungkin karena dia masih remaja labil yang belum memikirkan masa depan. Ditambah lagi, pada saat itu ia tidak diperhatikan. Dimana kondisi keluarganya yang hancur. Kedua orangtuanya tewas dalam sebuah kecelakaan dan sang kakak terpaksa banting tulang bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan Gaffar demi menyambung kehidupan.

    Last Updated : 2021-09-06
  • Love Puzzle Painting   Bab 10 : Beban

    Kini Gaffar memasuki rumah dengan lesu. Ia kembali teringat akan ketakutannya tersebut. Saat melewati kamar Mba Mei, Gaffar mendengar suara tangis. Hatinya tersentuh, bahkan seketika ia merasa darah dalam tubuhnya berhenti mengalir.Satu tetes air matanya jatuh begitu saja. Rasa bersalahnya kian bertambah besar mendengar suara tangis sang Kakak. Dirinya hancur membiarkan malaikat tak bersayap pengganti Ibu kini tumbang. Terlebih, penyebab utamanya adalah dirinya.Ingin sekali Gaffar mengetuk pintu, menghampiri sang Kakak dan menanyakan ada apa. Lalu memeluk tubuhnya yang hangat itu. Namun, nyali Gaffar tak lebih dari seorang pecundang. Ia memilih masuk ke kamarnya sendiri dan ikut terhanyut dalam tangis diamnya."Arghh!"Gaffar mengacak rambutnya, bahkan melempar helm yang sedari tadi berada di tangannya. Ia benar-benar merasa gagal menjadi laki-laki."Ini semua gara-gara Kepala sekolah sialan. Kalau aja dia nggak nuduh semb

    Last Updated : 2021-09-07

Latest chapter

  • Love Puzzle Painting   Bab 19 : Kembali Terjatuh

    Tidak ada sahutan sama sekali dari Gaffar saat Bu Diah selesai mengatakan hal tersebut. Padahal Bu Diah merasakan jelas deru napas Gaffar yang tidak beraturan menandakan emosinya sedang tidak stabil.Bu Diah memegang bahu Gaffar dan ia mengelus dengan penuh cinta. Tanpa disadari, air mata Gaffar sudah lolos begitu saja dari pelupuk matanya. Bu Diah yang menyadari hal tersebut dan langsung memeluk Gaffar dengan erat. Untungnya susasana sekolah sudah sepi, jadi tidak ada yang melihat kejadian ini selain terpantau kamera cctv.Gaffar tidak membalas pelukan Bu Diah. Tangisnya pecah begitu saja saat Bu Diah mengelus bahunya dan beberapa kali mengelus kepalanya. Rasanya sudah lama sekali ia tidak mendapat perlakuan seperti ini. Ia merindukan dekap hangat seseorang yang menenangkannya saat dunia sedang tidak ramah. Ia juga perlu rumah untuk mengistirahatkan beban yang sudah lama ia tanggung sendiri dan tidak tau harus ia luapkan kemana. "Saya nggak t

  • Love Puzzle Painting   Bab 18 : Sia-Sia

    Setelah memakan ketoprak selesai, Kayla pun membayar dengan uang pas. Sebelum beranjak dari tempat tersebut, ia meneguk habis segelas air putih yang disediakan sang penjual.Ia benar-benar bingung harus pulang kemana. Pencarian tentang Panti Asuhan Kasih Bunda di internet tidak membuahkan hasil sama sekali. Bertanya pada orang-orang pun tidak ada yang mengerti. Terlebih, Bi Asri, Pak Joko, Pak Felix dan beberapa nomor yang tidak dikenal terus menghubunginya tanpa henti.Hal tersebut membuat Kayla semakin risih. Hingga ia memilih untuk mematikan saja handphone miliknya. Biarkan saja semua orang gempar akan kepergiannya. Ia sudah tidak peduli.Hingga malam yang terus larut, suasana kota yang mulai senyap membuat Kayla benar-benar merasa seperti orang hilang. Langkah kakinya membawa ke sebuah bawah jembatan yang kumuh. Ia memilih untuk duduk disana dan menyenderkan tubuhnya pada salah satu tembok yang menjulang. Biarkan saja

  • Love Puzzle Painting   Bab 17 : Penolong

    Karena akal cerdas dari Bi Asri, ia memiliki sebuah ide. Bahwa ia akan membantu Kayla untuk keluar dari kamar mandi. Tentunya, secara diam-diam tanpa sepengetahuan dari sang tuan.Naluri keibuannya tidak bisa dibantah, bahwa melihat seorang anak yang tersiksa. Hatinya ikut teriris ketika mendengar jeritan rasa sakit dari Kayla yang sudah ia anggap sebagai anak.BrakkDobrakan pintu dari Pak Joko membuat Bi Asri histeris karena melihat kondisi Kayla yang begitu mengenaskan. Mereka pun membopong tubuh Kayla untuk keluar dari kamar mandi."Nyonya, bangun. Aduh, iki piye? Tolong, kamu ambil miyak kayu putih di meja," suruh Bi Asri kepada Pak Joko.Sambil menunggu Pak Joko mengambil minyak kayu putih dan menyiapkan alat-alat yang sekiranya bisa membantu Kayla untuk bangun, Bi Asri memilih membantu mengganti pakaian Kayla yang sudah basah dan ada beberapa bercak darah disana.Uh

  • Love Puzzle Painting   Bab 16 : Penyiksaan

    Di sebuah kota di Negara Swedia terlihat seorang perempuan dengan rambut panjang tengah menatap dunia luar melalui kaca jendela yang berada di kamarnya. Ia iri melihat tawa teman-temannya yang begitu bahagia menikmati masa mudanya dengan berbagai pengalaman yang menyenangkan. Bukan seperti dirinya yang hidup penuh dengan aturan dan tuntutan."Permisi, nyonya. Ini makan siangnya saya letakkan di meja, ya. Saya permisi."Suara asisten rumah tangga itu membuat perempuan itu mengaluhkan pandangannya dan menatap makanan itu. Selera makannya tidak ada. Bahkan makanan pagi tadi pun masih tersisa di meja makan. Tergeletak begitu saja tanpa berniat untuk dibereskan.Ia memilih untuk mengambil air putihnya dan meminum hingga tersisa separuh.Inilah kehidupannya, penuh dengan tuntutan.Tok tok tok"Permisi, Kayla. Boleh Ayah masuk?""Masuk aja, pintunya nggak dikunci!"Dari balik pintu menampilkan

  • Love Puzzle Painting   Bab 15 : Perempuan Misterius

    Perjalanan Gaffar menuntun pada tempat pembuangan gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai kemarin. Ini hanya satu-satunya tempat yang bisa dijadikan untuk meluapkan emosinya.Gaffar berbaring diatas gerbong kereta dengan air mata yang mulai menetes begitu saja. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan yang dialami sang Kakak akibat perbuatan bejat manusia bernama Bagas.DorrSatu suara tembakan yang dilayangkan ke udara membuat Gaffar tersentak. Sehingga membuatnya bangun dan mencari dimana sumber suara tembakan tersebut.DorrTembakan kedua kembali berbunyi dan sukses membuat Gaffar sedikit bingung akan situasi dan kondisi yang terjadi. Ada apa ini sebenarnya? Terlebih saat ia melihat kearah bawah dan menemukan laki-laki bertubuh kekar yang membawa senjata api."KELUAR ATAU SAYA BAKAR TEMPAT INI!" Teriak salah satu diantara mereka dengan lantangnya.Melihat keadaan yang cukup menegangkan, Gaffa

  • Love Puzzle Painting   Bab 14 : Bagas Si Pecundang

    Saat dirasa kondisinya sudah membaik dan kini sang Kakak sudah terlelap dalam tidurnya setelah meminum obat yang diberikan Gaffar kini ia sedikit menarik napas lega.Gaffar tidak pernah menyangka jika kondisi sang kakak akan separah ini karena tekanan dari keadaan yang teramat sulit. Terlebih kondisi ekonomi benar-benar membuat situasi menjadi semakin rumit.Kini Gaffar duduk di teras rumah sambil memandang langit malam yang begitu damai. Pikirannya kalut, matanya membara dipenuhi api. Ia benar-benar marah kepada Bagas, kekasih Mei yang sangat kurang ajar. Meskipun ia belum mengetahui pasti permasalahan apa yang tengah mereka hadapi. Tapi, ia bersumpah akan menghabisi Bagas sampai ia bertekuk lutut dihadapannya.Dengan tarikan napas panjang, Gaffar bangkit dari kursi kayu yang ia duduki dan langsung bangkit untuk mengendarai motornya menuju ke suatu tempat.Saat tengah melajukan motornya di jalan Merpati 04 seorang perempuan dengan

  • Love Puzzle Painting   Bab 13 : Menyerah?

    Mei menangis karena kebodohannya sendiri. Memang, terlihat fana jika menangisi uang. Bahkan terdengar sangat lebay. Namun, ia hanyalah manusia biasa yang jika merasa kehilangan pasti akan bersedih.Hingga waktu sudah menjelang sore, ia tidak berani pulang ke rumah. Ia harus mengatakan apa kepada Gaffar perihal kondisi ekonominya yang begitu sulit. Ia tidak punya jawaban untuk menjawab tiap pertanyan yang pasti akan dilontarkan Gaffar kepadnya.Sebuah ide muncul di kepala Mei. Ia harus bertemu dengan Bagas. Manusia bajingan itu hanya satu-satunya cahaya semu yang belum tentu mampu diharapkan.Mei berjalan dengan separuh tenaganya yang tersisa. Penampilan yang sudah tidak karuan, rambut yang berantakan dan mata yang sembab membuatnya seperti orang yang tidak terurus.Saat tiba di rumah sederhana milik Bagas, terdapat sebuah sepeda motor yang terparkir disana pertanda sang pemilik rumah ada di dalamnya. Pintunya juga terbuka, tidak seperti

  • Love Puzzle Painting   Bab 12 : Si Kuat Mei

    Terkadang, semesta hanya memihak kepada mereka yang memiliki kekuasan terlalu banyak. Bahkan, beberapa diantaranya tak pernah merasa cukup atas nikmat yang telah didapat. Tanpa mereka ketahui, bahwa diluar sana banyak yang membutuhkan uluran tangan untuk meminta bantuan. Menjadi anak perempuan pertama memang sangat sulit bagi Mei. Terlebih, ia harus bekerja keras untuk menjadi tulang punggung keluarga. Disaat banyak perempuan seusianya sibuk nongkrong dan menikmati masa muda, ia disibukkan dengan tangungjawab yang begitu besar. Harusnya, Mei kini tengah menempuh pendidikan di bangku kuliah. Menjadi seorang perawat yang ia cita-citakan sedari kecil. Namun, realita menamparnya untuk tidak berkhayal terlalu tinggi. Disinlah sekarang, duduk sendirian di halte bus dengan amplop coklat berisi surat lamaran pekerjaan yang sedaritadi berada pada tangannya. Ia menyeka ker

  • Love Puzzle Painting   Bab 11 : Gaduh

    Saat Gaffar berjalan menuju kelasnya dengan memegang satu bukunya. Ia menabrak seorang perempuan yang sedari tadi berjalan menunduk. Beberapa bukunya yang tadi berada di tangan perempuan tersebut terjatuh."M-maaf, Kak.""Kalo jalan itu matanya dipake," seru Gaffar. Dengan kebaikan hatinya, Gaffar pun membantu perempuan tersebut memungut bukunya yang berceceran di lantai."T-terima kasih, Kak," ujar perempuan tersebut.Gaffat tersentak saat mengetahui bahwa perempuan tersebut adalah perempuan yang ia labrak kemarin."Lo lagi lo lagi. Males banget gue lihat muka lo." Gaffar langsung beranjak darisana meninggalkan Kiara yang kini memaku di tempat dengan wajah tegangnya.Saat Gaffar memasuki kelas, ia disambut oleh Sandra yang sedari tadi sudah berada di depan ruang kelasnya dengan tangan yang bersilah dada."Dateng juga lo akhirnya," seru Sandra menyambut ke

DMCA.com Protection Status