Share

Bab 8 : Tekanan

last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-04 22:33:04

Selama pelajaran berlangsung, Gaffar tidak terfokus pada guru yang menjelaskan materi di dalam kelas. Ia sibuk melamun memikirkan perkataan dari Bu Diah tadi. Bagaimana jika dalam 2-4 hari ke depan ia belum menemukan pelaku dari pembuat mural itu? Sudah dipastikan ia akan dikeluarkan dari sekolah. Gaffar takut membuat Mei, sang Kakak marah dan kecewa karena perlakuannya. 

"Woy, Gaff. Kantin, yuk," ajak Dani yang tidak ditanggapi oleh Gaffar. 

"GAFFAR!" Seru Dani yang tak kunjung digubris oleh Gaffar.  

"Apaan sih?" Tanya Gaffar yang menatap Dani tak suka. 

"Ngelamun terus. Kemasukan jin tau rasa lo," ejek Dani menatap Gaffar yang seperti orang kebingungan. 

"Kemarin data siswa yang udah dicatet gue simpen dimana, ya? Kok nggak ada sih?" Tanya Gaffar yang kini tengah membuka tas miliknya dan mencari note book yang digunakan untuk mencatat nama-nama yang dicurigai. 

"Nah kan, makanya jangan sembarangan kalo nyimpen barang. Coba cari yang bener," ujar Dani. 

"Udah gue cati, tapi tetep nggak ada. Berisik banget sih lo. Bantuin kek, jangan banyak omong." 

"Bentar, coba gue tanya Sandra. Barangkali dia masih simpen." Dani meninggalkan meja Gaffar dan menuju Sandra yang kini tengah mengobrol cantik di mejanya bersama dengan teman-temannya. 

"Data kemarin tentang kasus Gaffar masih lo simpen nggak, San?" Tanya Dani tanpa basa-basi. 

"Ha, kan kemarin udah gue kasih ke Gaffar. Jadi, gue nggak pegang lagi, dong." 

"Tapi, katanya sekarang nggak ada." 

Sandra menatap ke meja pojok belakang ke arah Gaffar yang masih sibuk mengeluarkan batang-barang dalam tasnya. Ia pun bangkit dan berjalan menuju meja Gaffar.

"Cari yang bener, pake mata." Sandra duduk disebelah Gaffar. 

"Udah gue cari tapi tetap nggak ada, San." Gaffar menjuhkan tasnya yang ada diatas meja. Nampaknya ia sudah mulai menyerah dengan misi pencariannya. 

"Coba gue yang cari. Awas aja lo kalo ketemu." Sandra menarik tas gaffar dan mengeceknya dengan teliti. Saat ia membuka tas bagian depan dan langsung menemukan buku yang dimaksud dan melemparkannya ke arah Gaffar.

"Ini apaan?!" Gaffat tersenyum. 

"Udah, ah. Gue mau ke kantin dulu. Masalah ini lanjut nanti, ya. Laper banget gue," ujar Sandra yang langsung meninggalkan begitu saja. 

"Gue juga mau ke kantin, ikut nggak lo?" 

"Nggak deh, lo duluaan aja." Dani mengagguk dan langsung beranjak dari sana meninggalkan Gaffar yang kini tengah dihadapkan dengan isi kepala yang bising. 

Sepeninggalnya Dani, Gaffar menatap sebuah note book milik sandra yang berisi nama-nama yang dicurigai. Tanpa mengandalkan siapa-siapa, Gaffar langsung beraksi memberantas kebenaran. 

Gaffar menuju ruang kelas X MIPA 1. Dengan tampang sangarnya Gaffar masuk ke ruang kelas tersebut tanpa salam dan langsung berdiri di depan kelas. 

"Siapa pun kalin yang punya nama Kiara Yolanda, cepet maju kedepan!" 

Seketika ruang kelas tersebut langsung hening. Tak ada yang berani bersuara. Sudah dipastikan, mereka pasti takut kepada Gaffar. Terlebih kelas ini dikenal dengan anak-anak baiknya. 

"Nggak ada yang namanya Kiara Yolanda?! Gue hitung sampe tiga kalo nggak ada ngaku, gue lihat name tag dibaju kalian satu-satu dengan paksa."

"Satu."

"Dua."

"Tiga."

"Oke, kalian emang nantangin gue." Gaffar langsung mendekat ke salah satu perempuan yang duduk di depan meja guru dan saat ia berjalan, tiba-tiba suara seorang perempuan yang terbata mengehentikannya. 

"S-saya, Kak." 

Gaffar melihat seorang perempuan dengan rambut sebahu dan kacamatanya yang duduk dibangku tengah sedang menunduk ketakutan. Saat ia sudah berada di depan perempuan itu, benar saja namanya adalah Kiara Yolanda. 

"Kiara Yolanda, nama yang bagus." Gaffar duduk di sebelahnya dan langsung merangkul dan berbisik. 

"Punya masalah apa lo sama gue? Anak kecil ingusan, nggak usah belagu. Cepet ngaku, kalau lo itu dalang dibalik mural di tembok belakang sekolah." 

Perempuan itu menunduk dan menangis karena ditekan oleh perkataan Gaffar. 

"Nggak usah nangis, nanti cantiknya ilang. Perlu lo tau, gue nggak akan iba sama wajah polos itu." 

Brakkk

Gaffar menggebrak meja dengan tangan kirinya. 

"Cepet ngaku!" 

"T-tapi saya nggak ngerti apa yang kakak maksud." 

"Nggak usah pura-pura nggak ngerti. Satu sekolah udah tau tentang kasus gue. Bahkan petugas kebersihan, ibu kantin dan satpam sekolah juga tau!" Seru Gafar yang sudah tidak bisa mengontrol emosinya. 

Gaffar melepas rangkulannya. Ia bersandar pada kursi yang berada disamping perempuan bernama Kiara. Ia menarik nafas panjangnya dan menatap atap kelas. Terlihat Kiara meirik ke arah Gaffar.

"Padahal gue cuma tanya, lo pelakunya atau bukan." 

"B-bukan, Kak." 

Gaffar melirik ke arah Kiara dan langsung beranjak pergi darisana tanpa mengucapkan maaf atau sekedar terima kasih. Ia meninggalkan ruang kelas tersebut denganbemosi yang tidak stabil. Dalam hatinya ia mengabsen nama-nama binatang dan umpatan-umpatan kasar. 

Untuk menenangkan dirinya Gaffar memilih kabur dari sekolah. Ia bolos lewat tembok belakang yang sudah biasa dijadikan jalan pintas untuk pergi. 

Kini Gaffar berada di sebuah tempat pembuangan kereta-kereta bekas yang sudah rusak dan tidak digunakan. Ia duduk termenung di salah satu gerbong yang sangat kotor. Pikirannya kalut. Ia benar-benar merasa takut jika kasus ini tidak terbongkar, pasti sang Kakak akan marah besar kepadanya. Sudah cukup selama ini ia merepotkan sang kakak, menjadi beban untuknya dan semoga ini tidak berkepanjangan.

"Arghhh!" 

Bab terkait

  • Love Puzzle Painting   Bab 9 : Tekanan

    Banyak yang menganggap Gaffar adalah pemuda yang urakan, brandalan dan nakal. Benar, memang begitulah kenyataannya. Namun, tak jarang diketahui pula, Gaffar adalah seorang yang sangat tulus dan sedikit sensitif. Dari sana, emosinya tidak stabil dan membuat kegaduhan.Tidak ada asap jika tidak ada api. Begitulah Gaffar. Tidak akan membuat masalah jika tidak ada penindasan.Ini bermula saat Gaffar masih duduk di bangku SMP, saat itu ia sering bergaul dengan kakak kelasnya yang berandalan. Mulai dari membolos, tawuran, bahkan mengikuti konvoi saat kakak kelasnya merayakan kelulusan. Benar, Gaffar memang sangat nakal pada saat itu. Mungkin karena dia masih remaja labil yang belum memikirkan masa depan. Ditambah lagi, pada saat itu ia tidak diperhatikan. Dimana kondisi keluarganya yang hancur. Kedua orangtuanya tewas dalam sebuah kecelakaan dan sang kakak terpaksa banting tulang bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan Gaffar demi menyambung kehidupan.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • Love Puzzle Painting   Bab 10 : Beban

    Kini Gaffar memasuki rumah dengan lesu. Ia kembali teringat akan ketakutannya tersebut. Saat melewati kamar Mba Mei, Gaffar mendengar suara tangis. Hatinya tersentuh, bahkan seketika ia merasa darah dalam tubuhnya berhenti mengalir.Satu tetes air matanya jatuh begitu saja. Rasa bersalahnya kian bertambah besar mendengar suara tangis sang Kakak. Dirinya hancur membiarkan malaikat tak bersayap pengganti Ibu kini tumbang. Terlebih, penyebab utamanya adalah dirinya.Ingin sekali Gaffar mengetuk pintu, menghampiri sang Kakak dan menanyakan ada apa. Lalu memeluk tubuhnya yang hangat itu. Namun, nyali Gaffar tak lebih dari seorang pecundang. Ia memilih masuk ke kamarnya sendiri dan ikut terhanyut dalam tangis diamnya."Arghh!"Gaffar mengacak rambutnya, bahkan melempar helm yang sedari tadi berada di tangannya. Ia benar-benar merasa gagal menjadi laki-laki."Ini semua gara-gara Kepala sekolah sialan. Kalau aja dia nggak nuduh semb

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Love Puzzle Painting   Bab 11 : Gaduh

    Saat Gaffar berjalan menuju kelasnya dengan memegang satu bukunya. Ia menabrak seorang perempuan yang sedari tadi berjalan menunduk. Beberapa bukunya yang tadi berada di tangan perempuan tersebut terjatuh."M-maaf, Kak.""Kalo jalan itu matanya dipake," seru Gaffar. Dengan kebaikan hatinya, Gaffar pun membantu perempuan tersebut memungut bukunya yang berceceran di lantai."T-terima kasih, Kak," ujar perempuan tersebut.Gaffat tersentak saat mengetahui bahwa perempuan tersebut adalah perempuan yang ia labrak kemarin."Lo lagi lo lagi. Males banget gue lihat muka lo." Gaffar langsung beranjak darisana meninggalkan Kiara yang kini memaku di tempat dengan wajah tegangnya.Saat Gaffar memasuki kelas, ia disambut oleh Sandra yang sedari tadi sudah berada di depan ruang kelasnya dengan tangan yang bersilah dada."Dateng juga lo akhirnya," seru Sandra menyambut ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-11
  • Love Puzzle Painting   Bab 12 : Si Kuat Mei

    Terkadang, semesta hanya memihak kepada mereka yang memiliki kekuasan terlalu banyak. Bahkan, beberapa diantaranya tak pernah merasa cukup atas nikmat yang telah didapat. Tanpa mereka ketahui, bahwa diluar sana banyak yang membutuhkan uluran tangan untuk meminta bantuan. Menjadi anak perempuan pertama memang sangat sulit bagi Mei. Terlebih, ia harus bekerja keras untuk menjadi tulang punggung keluarga. Disaat banyak perempuan seusianya sibuk nongkrong dan menikmati masa muda, ia disibukkan dengan tangungjawab yang begitu besar. Harusnya, Mei kini tengah menempuh pendidikan di bangku kuliah. Menjadi seorang perawat yang ia cita-citakan sedari kecil. Namun, realita menamparnya untuk tidak berkhayal terlalu tinggi. Disinlah sekarang, duduk sendirian di halte bus dengan amplop coklat berisi surat lamaran pekerjaan yang sedaritadi berada pada tangannya. Ia menyeka ker

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-18
  • Love Puzzle Painting   Bab 13 : Menyerah?

    Mei menangis karena kebodohannya sendiri. Memang, terlihat fana jika menangisi uang. Bahkan terdengar sangat lebay. Namun, ia hanyalah manusia biasa yang jika merasa kehilangan pasti akan bersedih.Hingga waktu sudah menjelang sore, ia tidak berani pulang ke rumah. Ia harus mengatakan apa kepada Gaffar perihal kondisi ekonominya yang begitu sulit. Ia tidak punya jawaban untuk menjawab tiap pertanyan yang pasti akan dilontarkan Gaffar kepadnya.Sebuah ide muncul di kepala Mei. Ia harus bertemu dengan Bagas. Manusia bajingan itu hanya satu-satunya cahaya semu yang belum tentu mampu diharapkan.Mei berjalan dengan separuh tenaganya yang tersisa. Penampilan yang sudah tidak karuan, rambut yang berantakan dan mata yang sembab membuatnya seperti orang yang tidak terurus.Saat tiba di rumah sederhana milik Bagas, terdapat sebuah sepeda motor yang terparkir disana pertanda sang pemilik rumah ada di dalamnya. Pintunya juga terbuka, tidak seperti

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19
  • Love Puzzle Painting   Bab 14 : Bagas Si Pecundang

    Saat dirasa kondisinya sudah membaik dan kini sang Kakak sudah terlelap dalam tidurnya setelah meminum obat yang diberikan Gaffar kini ia sedikit menarik napas lega.Gaffar tidak pernah menyangka jika kondisi sang kakak akan separah ini karena tekanan dari keadaan yang teramat sulit. Terlebih kondisi ekonomi benar-benar membuat situasi menjadi semakin rumit.Kini Gaffar duduk di teras rumah sambil memandang langit malam yang begitu damai. Pikirannya kalut, matanya membara dipenuhi api. Ia benar-benar marah kepada Bagas, kekasih Mei yang sangat kurang ajar. Meskipun ia belum mengetahui pasti permasalahan apa yang tengah mereka hadapi. Tapi, ia bersumpah akan menghabisi Bagas sampai ia bertekuk lutut dihadapannya.Dengan tarikan napas panjang, Gaffar bangkit dari kursi kayu yang ia duduki dan langsung bangkit untuk mengendarai motornya menuju ke suatu tempat.Saat tengah melajukan motornya di jalan Merpati 04 seorang perempuan dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23
  • Love Puzzle Painting   Bab 15 : Perempuan Misterius

    Perjalanan Gaffar menuntun pada tempat pembuangan gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai kemarin. Ini hanya satu-satunya tempat yang bisa dijadikan untuk meluapkan emosinya.Gaffar berbaring diatas gerbong kereta dengan air mata yang mulai menetes begitu saja. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan yang dialami sang Kakak akibat perbuatan bejat manusia bernama Bagas.DorrSatu suara tembakan yang dilayangkan ke udara membuat Gaffar tersentak. Sehingga membuatnya bangun dan mencari dimana sumber suara tembakan tersebut.DorrTembakan kedua kembali berbunyi dan sukses membuat Gaffar sedikit bingung akan situasi dan kondisi yang terjadi. Ada apa ini sebenarnya? Terlebih saat ia melihat kearah bawah dan menemukan laki-laki bertubuh kekar yang membawa senjata api."KELUAR ATAU SAYA BAKAR TEMPAT INI!" Teriak salah satu diantara mereka dengan lantangnya.Melihat keadaan yang cukup menegangkan, Gaffa

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Love Puzzle Painting   Bab 16 : Penyiksaan

    Di sebuah kota di Negara Swedia terlihat seorang perempuan dengan rambut panjang tengah menatap dunia luar melalui kaca jendela yang berada di kamarnya. Ia iri melihat tawa teman-temannya yang begitu bahagia menikmati masa mudanya dengan berbagai pengalaman yang menyenangkan. Bukan seperti dirinya yang hidup penuh dengan aturan dan tuntutan."Permisi, nyonya. Ini makan siangnya saya letakkan di meja, ya. Saya permisi."Suara asisten rumah tangga itu membuat perempuan itu mengaluhkan pandangannya dan menatap makanan itu. Selera makannya tidak ada. Bahkan makanan pagi tadi pun masih tersisa di meja makan. Tergeletak begitu saja tanpa berniat untuk dibereskan.Ia memilih untuk mengambil air putihnya dan meminum hingga tersisa separuh.Inilah kehidupannya, penuh dengan tuntutan.Tok tok tok"Permisi, Kayla. Boleh Ayah masuk?""Masuk aja, pintunya nggak dikunci!"Dari balik pintu menampilkan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03

Bab terbaru

  • Love Puzzle Painting   Bab 19 : Kembali Terjatuh

    Tidak ada sahutan sama sekali dari Gaffar saat Bu Diah selesai mengatakan hal tersebut. Padahal Bu Diah merasakan jelas deru napas Gaffar yang tidak beraturan menandakan emosinya sedang tidak stabil.Bu Diah memegang bahu Gaffar dan ia mengelus dengan penuh cinta. Tanpa disadari, air mata Gaffar sudah lolos begitu saja dari pelupuk matanya. Bu Diah yang menyadari hal tersebut dan langsung memeluk Gaffar dengan erat. Untungnya susasana sekolah sudah sepi, jadi tidak ada yang melihat kejadian ini selain terpantau kamera cctv.Gaffar tidak membalas pelukan Bu Diah. Tangisnya pecah begitu saja saat Bu Diah mengelus bahunya dan beberapa kali mengelus kepalanya. Rasanya sudah lama sekali ia tidak mendapat perlakuan seperti ini. Ia merindukan dekap hangat seseorang yang menenangkannya saat dunia sedang tidak ramah. Ia juga perlu rumah untuk mengistirahatkan beban yang sudah lama ia tanggung sendiri dan tidak tau harus ia luapkan kemana. "Saya nggak t

  • Love Puzzle Painting   Bab 18 : Sia-Sia

    Setelah memakan ketoprak selesai, Kayla pun membayar dengan uang pas. Sebelum beranjak dari tempat tersebut, ia meneguk habis segelas air putih yang disediakan sang penjual.Ia benar-benar bingung harus pulang kemana. Pencarian tentang Panti Asuhan Kasih Bunda di internet tidak membuahkan hasil sama sekali. Bertanya pada orang-orang pun tidak ada yang mengerti. Terlebih, Bi Asri, Pak Joko, Pak Felix dan beberapa nomor yang tidak dikenal terus menghubunginya tanpa henti.Hal tersebut membuat Kayla semakin risih. Hingga ia memilih untuk mematikan saja handphone miliknya. Biarkan saja semua orang gempar akan kepergiannya. Ia sudah tidak peduli.Hingga malam yang terus larut, suasana kota yang mulai senyap membuat Kayla benar-benar merasa seperti orang hilang. Langkah kakinya membawa ke sebuah bawah jembatan yang kumuh. Ia memilih untuk duduk disana dan menyenderkan tubuhnya pada salah satu tembok yang menjulang. Biarkan saja

  • Love Puzzle Painting   Bab 17 : Penolong

    Karena akal cerdas dari Bi Asri, ia memiliki sebuah ide. Bahwa ia akan membantu Kayla untuk keluar dari kamar mandi. Tentunya, secara diam-diam tanpa sepengetahuan dari sang tuan.Naluri keibuannya tidak bisa dibantah, bahwa melihat seorang anak yang tersiksa. Hatinya ikut teriris ketika mendengar jeritan rasa sakit dari Kayla yang sudah ia anggap sebagai anak.BrakkDobrakan pintu dari Pak Joko membuat Bi Asri histeris karena melihat kondisi Kayla yang begitu mengenaskan. Mereka pun membopong tubuh Kayla untuk keluar dari kamar mandi."Nyonya, bangun. Aduh, iki piye? Tolong, kamu ambil miyak kayu putih di meja," suruh Bi Asri kepada Pak Joko.Sambil menunggu Pak Joko mengambil minyak kayu putih dan menyiapkan alat-alat yang sekiranya bisa membantu Kayla untuk bangun, Bi Asri memilih membantu mengganti pakaian Kayla yang sudah basah dan ada beberapa bercak darah disana.Uh

  • Love Puzzle Painting   Bab 16 : Penyiksaan

    Di sebuah kota di Negara Swedia terlihat seorang perempuan dengan rambut panjang tengah menatap dunia luar melalui kaca jendela yang berada di kamarnya. Ia iri melihat tawa teman-temannya yang begitu bahagia menikmati masa mudanya dengan berbagai pengalaman yang menyenangkan. Bukan seperti dirinya yang hidup penuh dengan aturan dan tuntutan."Permisi, nyonya. Ini makan siangnya saya letakkan di meja, ya. Saya permisi."Suara asisten rumah tangga itu membuat perempuan itu mengaluhkan pandangannya dan menatap makanan itu. Selera makannya tidak ada. Bahkan makanan pagi tadi pun masih tersisa di meja makan. Tergeletak begitu saja tanpa berniat untuk dibereskan.Ia memilih untuk mengambil air putihnya dan meminum hingga tersisa separuh.Inilah kehidupannya, penuh dengan tuntutan.Tok tok tok"Permisi, Kayla. Boleh Ayah masuk?""Masuk aja, pintunya nggak dikunci!"Dari balik pintu menampilkan

  • Love Puzzle Painting   Bab 15 : Perempuan Misterius

    Perjalanan Gaffar menuntun pada tempat pembuangan gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai kemarin. Ini hanya satu-satunya tempat yang bisa dijadikan untuk meluapkan emosinya.Gaffar berbaring diatas gerbong kereta dengan air mata yang mulai menetes begitu saja. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan yang dialami sang Kakak akibat perbuatan bejat manusia bernama Bagas.DorrSatu suara tembakan yang dilayangkan ke udara membuat Gaffar tersentak. Sehingga membuatnya bangun dan mencari dimana sumber suara tembakan tersebut.DorrTembakan kedua kembali berbunyi dan sukses membuat Gaffar sedikit bingung akan situasi dan kondisi yang terjadi. Ada apa ini sebenarnya? Terlebih saat ia melihat kearah bawah dan menemukan laki-laki bertubuh kekar yang membawa senjata api."KELUAR ATAU SAYA BAKAR TEMPAT INI!" Teriak salah satu diantara mereka dengan lantangnya.Melihat keadaan yang cukup menegangkan, Gaffa

  • Love Puzzle Painting   Bab 14 : Bagas Si Pecundang

    Saat dirasa kondisinya sudah membaik dan kini sang Kakak sudah terlelap dalam tidurnya setelah meminum obat yang diberikan Gaffar kini ia sedikit menarik napas lega.Gaffar tidak pernah menyangka jika kondisi sang kakak akan separah ini karena tekanan dari keadaan yang teramat sulit. Terlebih kondisi ekonomi benar-benar membuat situasi menjadi semakin rumit.Kini Gaffar duduk di teras rumah sambil memandang langit malam yang begitu damai. Pikirannya kalut, matanya membara dipenuhi api. Ia benar-benar marah kepada Bagas, kekasih Mei yang sangat kurang ajar. Meskipun ia belum mengetahui pasti permasalahan apa yang tengah mereka hadapi. Tapi, ia bersumpah akan menghabisi Bagas sampai ia bertekuk lutut dihadapannya.Dengan tarikan napas panjang, Gaffar bangkit dari kursi kayu yang ia duduki dan langsung bangkit untuk mengendarai motornya menuju ke suatu tempat.Saat tengah melajukan motornya di jalan Merpati 04 seorang perempuan dengan

  • Love Puzzle Painting   Bab 13 : Menyerah?

    Mei menangis karena kebodohannya sendiri. Memang, terlihat fana jika menangisi uang. Bahkan terdengar sangat lebay. Namun, ia hanyalah manusia biasa yang jika merasa kehilangan pasti akan bersedih.Hingga waktu sudah menjelang sore, ia tidak berani pulang ke rumah. Ia harus mengatakan apa kepada Gaffar perihal kondisi ekonominya yang begitu sulit. Ia tidak punya jawaban untuk menjawab tiap pertanyan yang pasti akan dilontarkan Gaffar kepadnya.Sebuah ide muncul di kepala Mei. Ia harus bertemu dengan Bagas. Manusia bajingan itu hanya satu-satunya cahaya semu yang belum tentu mampu diharapkan.Mei berjalan dengan separuh tenaganya yang tersisa. Penampilan yang sudah tidak karuan, rambut yang berantakan dan mata yang sembab membuatnya seperti orang yang tidak terurus.Saat tiba di rumah sederhana milik Bagas, terdapat sebuah sepeda motor yang terparkir disana pertanda sang pemilik rumah ada di dalamnya. Pintunya juga terbuka, tidak seperti

  • Love Puzzle Painting   Bab 12 : Si Kuat Mei

    Terkadang, semesta hanya memihak kepada mereka yang memiliki kekuasan terlalu banyak. Bahkan, beberapa diantaranya tak pernah merasa cukup atas nikmat yang telah didapat. Tanpa mereka ketahui, bahwa diluar sana banyak yang membutuhkan uluran tangan untuk meminta bantuan. Menjadi anak perempuan pertama memang sangat sulit bagi Mei. Terlebih, ia harus bekerja keras untuk menjadi tulang punggung keluarga. Disaat banyak perempuan seusianya sibuk nongkrong dan menikmati masa muda, ia disibukkan dengan tangungjawab yang begitu besar. Harusnya, Mei kini tengah menempuh pendidikan di bangku kuliah. Menjadi seorang perawat yang ia cita-citakan sedari kecil. Namun, realita menamparnya untuk tidak berkhayal terlalu tinggi. Disinlah sekarang, duduk sendirian di halte bus dengan amplop coklat berisi surat lamaran pekerjaan yang sedaritadi berada pada tangannya. Ia menyeka ker

  • Love Puzzle Painting   Bab 11 : Gaduh

    Saat Gaffar berjalan menuju kelasnya dengan memegang satu bukunya. Ia menabrak seorang perempuan yang sedari tadi berjalan menunduk. Beberapa bukunya yang tadi berada di tangan perempuan tersebut terjatuh."M-maaf, Kak.""Kalo jalan itu matanya dipake," seru Gaffar. Dengan kebaikan hatinya, Gaffar pun membantu perempuan tersebut memungut bukunya yang berceceran di lantai."T-terima kasih, Kak," ujar perempuan tersebut.Gaffat tersentak saat mengetahui bahwa perempuan tersebut adalah perempuan yang ia labrak kemarin."Lo lagi lo lagi. Males banget gue lihat muka lo." Gaffar langsung beranjak darisana meninggalkan Kiara yang kini memaku di tempat dengan wajah tegangnya.Saat Gaffar memasuki kelas, ia disambut oleh Sandra yang sedari tadi sudah berada di depan ruang kelasnya dengan tangan yang bersilah dada."Dateng juga lo akhirnya," seru Sandra menyambut ke

DMCA.com Protection Status