Perjalanan Aiko dan Ivander diliputi keheningan, hanya sesekali Ivander bersenandung kecil mengikuti lagu yang diputar di radio. Karena bingung harus bagaimana, Aiko hanya bisa pura pura tidur untuk menikmati suara Ivander. Suaranya terdengar merdu, astaga maksudnya, suaranya tidak jelek.
Aiko merasa mobil berhenti dan Ivander di sampingnya juga tertidur - astaga niat Aiko hanya pura pura tertidur sambil menikmati suaranya, tapi Aiko justru benar benar tertidur. Aiko memerhatikan sekeliling dan saat ini mereka berada di depan sebuah patisserie yang cukup unik.
Aiko mengubah posisinya dan melihat wajah lelap Ivander yang sangat teduh dan manis.
Aiko merutuki dirinya sendiri karena masih selalu jatuh pada pesona pria arogan ini."Kau sudah selesai mengagumi wajahku? Jika sudah, ayo kita turun, aku ingin membeli beberapa camilan," wajah Aiko terasa memanas, dirinya malu setengah mati.
Aiko ikut turun setelah Ivander, membiarkan Ivander berjalan jauh di depannya. Aiko, kenapa kau selalu terlihat konyol sih? Aiko tidak berhenti merutuki dirinya sendiri.
Ivander membayarkan beberapa roti dan minuman yang Aiko ambil, Aiko sengaja bergerak lambat untuk membiarkan Ivander membayar sendiri bill-nya, tapi sepertinya cara Aiko sudah terbaca olehnya.
"Kau tidur seperti beruang kutub. Aku bahkan sudah membangunkanmu sebelumnya, tapi karena mengantuk akhirnya aku juga tertidur," Ivander membuka beberapa camilan dan menikmatinya.
Aiko hanya meminta maaf atas sikapnya yang membuat Ivander kerepotan. Seharusnya Aiko tidak ikut perjalanan dinas ini, Aiko tidak tahan dengan kekonyolan apa lagi yang akan dirinya buat nanti.
"Ambilkan minuman di plastik belanja tadi. Dan bukakan untukku," Ivander mulai menstater mobilnya dengan eclair masih ada di tangan kanannya.
Aiko mengambilkan minuman yang dimaksud dan membukakan untuknya. Ivander menegak minuman tersebut dengan tatapannya yang masih fokus menyetir.
"Padahal Anda bisa menikmati makanan Anda sebelum kembali menjalankan mobil, ini terlalu beresiko karena Anda makan sambil menyetir," Aiko tidak menyangka bisa melontarkan kata kata seperti itu pada Ivander.
Tidak ada respon, dan Aiko kembali melihat ke luar jendela, pemandangan luar yang tidak begitu menarik. Namun mampu untuk meredam sedikit rasa gugup Aiko.
Sesekali Aiko merespon pesan yang dikirimkan Mic padanya.Tak terasa empat jam lebih perjalanan Aiko dan Ivander tempuh, Aiko merasa lega karen mereka bisa tiba dengan selamat.
Aiko dan Ivander telah sampai di hotel mewah yang dipilihkan oleh Steve. Dan sampai saat ini tak ada kabar apapun dari Steve, Aiko harap semuanya baik baik saja, Aiko masih bisa mengkhawatirkan orang lain, sementara dirinya sendiri, entahlah.
***
Entah kemalangan apalagi yang terjadi, Steve salah memesan kamar, dan hanya tersisa kamar ini saja. Yah walaupun tipenya adalah connecting room, masih lebih baik daripada Aiko dan Ivandrr harus bersama di satu kamar. Ivander menyuruh Aiko menempati kamar yang kendali aksesnya ada di kamarnya, dan senang hati Aiko menerimanya.
Aiko segera menghubungi Mic sesaat tiba di kamar, Aiko tidak ingin membuat Mic khawatir karena menunggu kabar darinya. Aiko menunggu Mic mengangkat teleponnya sambil menyusun beberapa barang.
Ttok..ttok..ttok
Suara ketukan pintu dari kamar sebelah membuat Aiko menghentikan aktivitasnya sejenak, kemudian membuka pintu tersebut.
Ivander sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih santai, dan tentu saja terlihat sangat menawan. Aiko menarik kembali akal sehatnya untuk berpikir jernih."Makanan akan datang sepuluh menit lagi, kemarilah jika sudah selesai," tidak menunggu balasan dari Aiko, Ivander segera berjalan meninggalkannya. Apakah Aiko memang tidak semenarik itu hingga membuat Ivander tak ingin berlama lama melihatnya? Kenyataan itu menamparnya. Aiko memilih menyelesaikan menyusun barangnya, mencuci muka berganti baju dan menuju kamar Ivander untuk makan malam. Bisa dibilang ini adalah makan malam yang sangat terlambat.
Makanan sudah tertata rapi dan pelayan room service sudah meninggalkan kamar ini. Aiko berjalan mendekati meja makan, dan melihat Ivander duduk di sofa masih berkutat dengan ipad-nya.
"Anda tidak makan?" Aiko berbasa basi karena tidak tahu harus mengatakan apa. Ivander tidak mengalihkan tatapannya dari benda kotak sedang di depannya dan mengatakan "Makanlah duluan, aku harus mengirim pesan sebentar," Aiko mengangguk dan mulai makan dengan perlahan.
Hanya suara piring dan alat makannya saja yang sesekali terdengar memecah keheningan di ruangan ini.Tak lama kemudian, Ivander datang bergabung bersama Aiko di meja makan. Menikmati makanannya tanpa sepatah katapun. Membuat Aiko semakin kikuk.
Selesai makan, Aiko dan Ivander membahas beberapa hal yang kira kira akan dipertanyakan oleh tim klien. Aiko dengan seksama mendengarkan Ivander menjelaskan, dan tetap saja Aiko tidak bisa fokus melihat Ivander dengan jarak sedekat ini, dengan wangi tubuh yang memabukkan. Aiko menggeleng kuat untuk menghilangkan Ivander dari pikirannya.
"Apa ada yang tidak sesuai? Kau menggeleng sambil menutup matamu membuatku berpikir apakah ada yang salah dari apa yang aku bahas?"
"Maaf, aku hanya tidak sadar dengan apa yang barusan aku lakukan,"Aiko merasakan wajahnya memanas karena malu.
"Baiklah, karena ini juga sudah larut. Kita lanjutkan besok saja. Kau harus selesai bersiap jam sepuluh," Ivander berdiri dan meninggalkan ipad-nya di sofa. Aiko juga keluar dari kamarnya sebelum pikiran pikiran aneh kembali membuatnya terlihat konyol di mata Ivander.
***
Pagi ini Aiko merasa tubuhnya sedikit pegal, mungkin karena perjalanan kemarin malam yang cukup menyita waktu. Tapi Aiko harus terlihat bugar untuk memberikan kesan baik pada klien.
Aiko sudah selesai bersiap dan tidak lupa membawa lembaran lembaran referensi, dan notes dari Ara kemarin. Masih ada empat puluh menit sebelum Aiko dan Ivander berangkat.
Bunyi pesan di meja mengalihkan perhatian Aiko.
"Sarapan," begitulah tulisan pada pesan yang baru saja masuk. Aiko segera bangkit dari duduknya, mengetuk pelan pintunya dan masuk."Aku pikir kau masih memakai kacamata burung hantumu seperti semalam," Aiko tahu itu hanya candaan yang sedikit menyakitkan.
Aiko hanya menanggapinya dengan tersenyum kecut. Atau harusnya Aiko tidak perlu merespon apa apa. Aikoduduk, mengambil roti gandum dan menuang susu ke gelas yang ada di depannya. Memakannya dalam diam. Namun Aiko merasa diperhatikan, dan benar saja. Ivander menatapnya sambil menopang dagunya pada tangan kanannya.
"Anda harusnya makan, bukan menatapku. Anda sendiri yang bilang kalau aku bukan tipe Anda. Dan aku harus mengingat itu," Aiko melanjutkan makannya tanpa sedikitpun menatap Ivander. Degup jantung Aiko seperti akan terdengar olehnya, terlalu berisik.
Ivander berdiri dari duduknya dan tertawa kecil menanggapi perkataan Aiko. Seorang pria arogan dan bermulut kasar itu tertawa pada Aiko?? Aiko merasa seperti ada yang aneh dari diri Ivander. Sejak malam Ivander menawari Aiko pulang dengannya.
Setelah makan Aiko kembali ke kamarnya, mengambil beberapa barang, lalu kembali ke kamar Ivander dan mereka bersama sama menuju mobil.
Saat sampai di lokasi, Aiko seperti anak ayam menngikuti induknya. Aiko tidak percaya diri berdiri di samping seorang Cleosa Nicolas Ivander. Kenyataan itu kembali menyentaknya pada kenyataan. Ivander disambut dengan sangat hangat oleh tim klien, dan memperkenalkan Aiko sebagai asistennya. Tentu saja itu hanya bualan, bagaimana seorang fashion designer menjadi asistennya?
Beberapa tim klien yang melihat Ivander berbisik bisik tentangnya. Ada yang menyebutnya tampan dan jantan, ada yang menyebutnya keras dan menawan. Aku hanya tersenyum mendengar pujian wanita wanita tersebut pada Ivander. Mereka tidak tahu bahwa Ivander adalah pria arogan dengan mulut yang kejam.
Luar biasa! Meeting ini benar benar menguras energi. Meeting dimulai pukul sebelas dan baru selesai pukul enam sore. Yah tentu saja karena Aiko dan Ivander meeting dengan beberapa klien. Dan sejauh ini, para klien sangat puas dengan hasil kerja team mereka.Saat ini meeting telah selesai, tapi Ivander masih berbincang santai dengan beberapa kenalannya. Aiko mengecek handphonenya dan ada beberapa panggilan tidak terjawab dan pesan dari Mic."Kau sulit sekali dihubungi. Hubungi kembali jika sudah ada waktu luang yah," Aiko melirik sekilas Ivander yang masih asik berbincang, dan Aiko segera melakukan panggilan dengan Mic.Seperi biasa Mic selalu antusias jika menyangkut tentang Aiko dan Ivander. Pertanyaan yang dilontarkan Mic walaupun lewat telepon tidak ada habisnya. Aiko hanya tersenyum sesekali menanggapi kata katanya, walaupun Mic tidak bisa melihat ekspresinya."Kita akan makan malam sebelum ke hotel," Ivander jalan mendekati Aiko kemudian berdiri di belakangnya. Aiko mendongak mel
Tak ada suara, Aiko pasti sudah tidur. Ivander kembali ke kasur dan berusaha untuk tidur, tapi lagi lagi Ivander kembali duduk dan memikirkan bagaimana caranya Ivander tahu kalau Aiko sudah tidur atau belum? Ivander mencoba mengetuk pelan pintu penghubung tersebut, tak ada respon. Tapi Ivander tidak tenang, kemudian mengambil handphonenya dan mencoba mengubungi Aiko. Tidak aktif. Apakah Aiko benar benar tidur atau sesuatu yang buruk terjadi padanya? Segala pikiran negatif membuat Ivander berjalan menuju telepon meja dan segera menghubungi resepsionis. Ivander menjelaskan kondisi yang terjadi.Tangannya dingin, Ivander merasa sangat khawatir sekarang. Ivander menunggu pihak hotel datang membawakan kartu cadangan untuk membuka pintu kamar Aiko dari luar. Tak berapa lama seorang pegawai hotel membawakan kartu tersebut, Ivander segera menuju keluar dan menempelkan kartu tersebut pada gagang pintu.Pintu terbuka, Ivander berjalan pelan menuju kamar Aiko. Tak ada seorangpun di kasur, Ivande
"Aku minta maaf karena sudah merepotkan Anda, harusnya Anda bisa menikmati akhir pekan ini dengan beristirahat. Sekali lagi aku minta maaf. Semalam aku merasa sangat lelah dan ketiduran di bathup. Setelah itu, aku tidak ingat lagi apa yang terjadi setelahnya," Ivander kaget, apa Aiko bilang? Tertidur di bathup? Ivander bukan pertama kali mendengarnya, tapi ternyata ini benar benar bisa terjadi. Ivander menahan tawanya agar tidak keluar dan akan membuat Aiko semakin merasa bersalah. "Kau harus membalas kebaikanku suatu hari nanti. Aku akan menagihnya padamu, jadi jangan kabur dan mencoba melupakannya," Ivander tidak bisa berkata apa apa saat Aiko yang berada begitu dekat dengannya mengangguk lemah, dia sangat penurut. Ttok ttok ttok Suara ketukan pintu berhasil mengalihkan pikiran Ivander dari Aiko. Perjalanan tiga hari bersamanya benar benar mengambil alih pikiran Ivander. Ivander berjalan menuju pintu untuk mengecek siapa yang datang. "Selamat pagi tuan, dokter Carrine menyu
Aiko bisa memulihkan keadaannya dengan sangat baik, karena ada Mic dan tentu saja Ivander yang tidak berhenti mengirimkan berbagai jenis makanan yang bisa membantu menunjang kesehatan Aiko. Mic sampai tidak habis pikir dengan perubahan sikap Ivander semenjak kembali dari dinas luar kota bersama Aiko. "Katakan padaku dengan jujur, pasti ada sesuatu yang terjadi antara kau dan dia? Bagaimana bisa manusia arogan, kejam dan jahat seperti itu berubah sangat perhatian padamu?" Mic mencurigai sesuatu antara Aiko dan Ivander. Aiko menghembuskan nafas pelan, Mic benar benar akan mencecarnya jika dirinya tidak mengatakan kejadian yang sebenarnya. "Mic, tidak ada hal yang kau harapkan, yang terjadi antara aku dan dia. Ivander hanya menolongku karena merasa bertanggung jawab, karena aku adalah karyawannya. Titik!" Aiko berusaha menyudahi pembahasan antara dirinya dan Ivander. "Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi. Dan karena sekarang sudah jam delapan lebih, ada baiknya kau minum obatmu
Pagi ini Aiko bangun lebih cepat untuk membuat bekal makan siangnya. Karena Aiko merasa sulit untuknya menyesuaikan waktu di hari pertamanya, jadi untuk berjaga jaga dirinya lebih baik membuat bekal. "Apa yang kau buat? Bekal untuk Ivander?" Mic mengintip bekal yang dibuat oleh Aiko, jarang jarang sahabatnya tersebut membuat bekal. Aiko mendelik tajam pada Mic, tentu saja itu hanya godaan Mic untuknya. "Jangan menggodaku, tentu saja itu hanya akan terjadi dalam mimpimu. Kotak ini untukmu. Aku harus berangkat lebih cepat, karena hari ini Sam akan datang sedikit terlambat karena harus kontrol ke rumah sakit." Aiko membereskan sisa perlengkapan memasaknya dan pamit pada Mic yang masih sibuk memakai riasannya. Aiko mengenakan coat yang cukup tebal namun dinginnya masih begitu terasa. Ini bahkan belum memasuki musim dingin. Aiko memberhentikan taksi di depannya dan segera masuk setidaknya untuk menghindari suhu yang menurutnya cukup membuat hidungnya merah karena kedinginan. S
Selama beberapa waktu Aiko dibuat tidak fokus oleh informasi yang diberikan oleh Sam sebelumnya. Aiko merasa Sam terlalu banyak memberikan informasi pribadi tentang Ivander padanya. Aiko jadi memikirkan bagaimana dirinya harus bersikap pada Ivander setelah mengetahui kebenaran di balik sikap kasarnya. "Aiko, kau tidak pulang? Mulai besok, aku hanya akan menambahkan jika ada hal yang kurang. Selebihnya kau yang akan menginformasikannya langsung pada Mr. Ivander." Sam mulai merapikan barang barangnya dan berjalan meninggalkan Aiko menuju lift. Aiko mengiyakan kata kata Sam dan mulai membenahi meja kerjanya. Aiko meninggalkan mejanya dan berjalan menuju lift, saat pintu lift akan tertutup, sebuah sepatu menahannya, pintu lift terbuka lebar memperlihatkan sosok Ivander di sana. Tentu saja itu bukan hal yang mengejutkan. Karena saat ini sudah jam pulang, dan di lantai 27 ini hanya ada mereka berdua. Ivander masuk ke dalam lift, Aiko mundur perlahan ke sisi sudut lift. Ivander hanya mel
Tidak ada yang banyak berubah sejak pernyataan cinta Ivander dan Aiko beberapa hari lalu. Aiko berusaha bekerja dengan tekun dan tetap memerhatikan kedekatan pribadinya dengan Ivander. Sebisa mungkin Aiko menghindari ajakan pribadi Ivander saat jam kerja. Dan Ivander tidak pernah memaksa Aiko untuk menerima ajakannya. Aiko turun ke lantai 1 untuk membeli 2 cup kopi dan beberapa camilan untuk dirinya, Sam dan Ivander. Beberapa wanita terlihat mengantre di depannya. "Apa kau dan teammu sudah menyiapkan penampilan untuk acara lusa nanti?" Seorang wanita dengan rambut ikal dan tubuh semampai menanyakan hal tersebut kepada teman di sampingnya. Aiko sebenarnya tidak berniat mencuri dengar, hanya saja suara wanita tersebut cukup keras sehingga bisa terdengar oleh orang lain. "Tentu saja! Kami akan menampilkan spesial stage yang memukau. Aku juga tidak sabar melihat para pria pria menampilkan otot otot mereka hari Sabtu nanti," wanita di sebelahnya membalas dengan antusias. Aiko bar
Tak terasa para tim tiap divisi sudah mulai sibuk untuk menampilkan performa terbaiknya sore nanti. Ada yang bersiap dengan gaun model terbaru, ada yang bersiap dengan formasi band-nya, ada juga yang bersiap sebagai penyanyi. Aiko menemani Ivander melihat lihat persiapan yang sudah dilakukan oleh EO kepercayaannya. Ddrrt..ddrrt..ddrrtt Handphone Aiko bergetar, Aiko segera menghentikan langkahnya dan merogoh sakunya, tertera nama Mic di sana. "Ai, apa kau baik baik saja? Maaf karena baru bisa menghubungimu sekarang. Bagaimana handover asisten pribadinya? Lancar? Kau berutang cerita banyak hal padaku," Aiko tersenyum kecil menanggapi kata kata Mic. "Aku baik baik saja Mic. Semuanya lancar, tentu saja. Kapan kau kembali?" Aiko tidak banyak membahasa mengenai 'utang cerita' yang ditagih oleh Mic padanya. "Kemungkinan aku akan kembali Senin. Jangan merindukanku, jangan lupa selalu memastikan pintu utama terkunci," Aiko mengangguk menanggapi kata kata Mic, walaupun Mic tidak dapa
Aiko meminta Max untuk mengecek CCTV, siapa saja yang beberapa waktu belakangan naik ke lantai 27 selama dirinya dan Ivander tidak masuk. Ruangan Ivander tidak bisa diakses sembarang orang, pasti ada seseorang yang menjadi mata mata dan saat ini berkeliaran di sekitar mereka. Aiko mencoba menenangkan Ivander yang masih belum berbicara sepatah katapun. Hatinya sakit melihat keterdiaman Ivander. "Ai, aku harap apapun yang akan terjadi kedepannya, jangan memercayai hal hal yang orang lain katakan. Aku tahu masa laluku kelam dan menjijikkan, tapi aku berjanji akan menyelesaikan semuanya sampai di sini. Aku pikir dengan memasukannya ke penjara akan membuatnya jera, namun justru bisa membuatnya menggerakkan orang lain untuk menghancurkan pernikahan kita. Maafkan aku karena semua ini membuatmu kesulitan." Ivander tak berani menatap wajah Aiko yang masih setia duduk di sampingnya dan mengkhawatirkannya. Aiko beranjak dari sofa, lalu naik ke pengakuan Ivander. Ivander yang awalnya menundu
Aiko merasa gugup akan kembali bekerja setelah istirahat hampir satu pekan setelah kejadian penculikan beberapa waktu lalu. Ivander mencoba meyakinkan Aiko bahwa semua akan baik baik saja. Waktu menunjukkan pukul 8.15 dan sudah ada Peter yang menunggu untuk mengantar Ivander dan Aiko menuju kantor. Karena jarak mansion dan kantor memakan waktu kurang lebih setengah jam, sehingga Aiko dan Ivander harus bersiap lebih awal. Sepanjang perjalanan menuju kantor, Aiko dan Ivander banyak membahas tentang pesta pernikahan mereka yang akan digelar tanggal 25 Januari mendatang. Sedikit lagi desain gaun pengantin yang dibuatnya akan rampung dan akan memasuki tahap pembuatan, membayangkannya saja membuat dirinya sumringah. Ivander akan mengundang beberapa keluarga dan teman, karena dirinya berjanji pada Aiko untuk tidak membuat acara pesta yang begitu besar, mengingat Aiko bukan tipe orang yang mudah bergaul dengan orang lain. "Kau bisa mengundang siapapun yang kau inginkan," Ivander meraih tan
Ivander sadar bahwa gerakannya terlalu kasar, dan memastikan bahwa kondisi Aiko tidak terluka karenanya. Ivander melenguhkan nama Aiko di setiap erangannya, membuat Aiko dipenuhi rasa bahagia. Tangan Ivander benar benar tidak membuat kedua payudara Aiko menganggur begitu saja. Antara bibir dan tangannya berkerja dengan sangat baik, sesekali meremasnya, dan sesekali mencium lalu mengisapnya. Tanda kemerahan hampir memenuhi area leher dan dada Aiko, namun Ivander belum puas dengan itu. Gerakannya semakin dalam dan kuat, Aiko merasakan bahwa kejantanan Ivander semakin membesar dan memenuhinya. "Ai! Aku akan keluar aahh~!" kata kata Ivander diikuti dengan gerakannya yang mendorong lebih dalam kejantanannya. "Aahh~!" lenguhan Ivander disambut bersamaan dengan pencapaian yang didapatkan oleh Aiko, rasanya panas, dan ada sesuatu yang berkedut di dalamnya. Peluh yang menetes, nafas yang memburu, rasa panas yang menjalar dari kulit menyentuh kulit membuat Ivander dan Aiko dipenuhi deng
Aiko mengenakan lingerie transparan berwarna merah maroon, lengkap pakaian dalam dengan warna senada. Aiko gugup setengah mati dan masih saja mematut dirinya di depan cermin. Setelah cukup lama meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik baik saja, Aiko mengambil bathrobe dan mengenakannya, rambutnya dibungkus dengan handuk. Lalu berjalan keluar dari kamar mandi. Terlihat Ivander yang bersandar pada headboard kasur, sambil memainkan handphonenya. Baju tidur berbahan satin yang dikenakan Ivander terlihat sangat menggairahkan, otot otot tubuhnya tercetak jelas. "Kenapa lama sekali? Apa kau tidak apa apa?" Ivander turun dari tempat tidur dan berjalan mendekati Aiko yang hampir tidak tahu harus melakukan apa apa karena Ivander sangat dekat berada di depannya. "Tidak apa apa sayang, aku hanya menikmati waktuku berendam di bathup tadi. Tenang saja, aku tidak akan mengulangi hal yang sama dan mambuatmu khawatir." Aiko menatap dalam Ivander yang masih terlihat khawatir padanya. Iva
Saat sampai di kamar Ivander, Aiko takjub melihat pemandangan yang menghadap ke taman belakang rumah keluarga Xavier. Berbagai jenis bunga dan tanaman tumbuh dengan indahnya. Ada gazebo yang melengkapi taman tersebut sehingga terlihat lebih menawan. Aiko lalu beralih melihat foto foto Ivander di meja kerjanya. Aiko mengambil 1 foto yang memperlihatkan Ivander kecil sedang tersenyum manis. "Kau memang sudah terlihat tampan sejak kecil," Aiko menggandeng tangan Ivander yang masih setia mengekorinya kemanapun kakinya melangkah. Ivander membawa Aiko ke kamar kecil di belakang kasurnya. Ada sofa, kulkas mini, komputer game, dan ada rak buku yang tersusun rapi berbagai macam jenis bacaan. "Dulu, saat aku merasa lelah ataupun stress. Aku pasti akan menghabiskan hariku di sini. Aku bisa melakukan apapun yang ku inginkan tanpa harus memikirkan apa yang dikatakan orang lain. Aku tidak mengubah kamar ini, dan ibu rutin meminta orang untuk membersihkannya." Ivander menyentuh perlahan rak buku
Aiko sudah menetap di kediaman Ivander sejak keluar dari rumah sakit kemarin. Hanya beberapa pakaian, sepatu, album foto dan buku sketch saja yang Aiko bawa. Aiko merasa cukup sedih karena harus meninggalkan apart tersebut, dan tentu saja harus meninggalkan Mic. Sahabat yang bahkan terasa lebih dekat dari seorang saudara. Walaupun pada kenyataannya Aiko tidak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki saudara kandung yang bisa berbagi hal apapun. "Kau melamun?" Ivander bergabung bersama Aiko duduk di sofa ruang tamu. Aiko menyandarkan kepalanya sesaat Ivander duduk di sampingnya. "Aku hanya berpikir, apakah aku akan bisa menjadi istri yang baik untukmu? Apakah aku akan bisa menjadi ibu yang baik untuk anak anak kita nanti?" Aiko menggenggam tangan Ivander dan memainkan jarinya di sana. "Aku sama khawatirnya denganmu Ai. Aku tidak menyembunyikannya, hanya saja, aku akan berusaha sebaik mungkin, agar kau tidak akan pernah berpikir sedikitpun telah menyesal dan mengambil jalan ini
Ivander melihat Aiko yang tertunduk dan merasakan tubuhnya seolah gemetar. "Apa kau kedinginan? Aku akan menyelesaikannya dengan cepat." Ivander membasuh paha dalam Aiko yang masih terbalut pakaian dalam. Aiko menahan tangan Ivander yang bergerak menuju betisnya, sentuhan Ivander di sana memberinya gelenyar aneh. Rasa panas memenuhi tubuhnya, apakah ada yang salah dengan dirinya? Ivander menatap Aiko bingung karena tatapannya yang tidak biasa. "Sayang, duduk di sini." Aiko berdiri dari duduknya, lalu menarik pelan tangan Ivander agar berdiri dan menggantikan posisi Aiko untuk duduk. Saat Ivander duduk, Aiko dengan gerakan sedikit sensual naik ke atas pangkuan Ivander, duduk tepat di atas inti tubuh Ivander. Aiko sudah memikirkannya dengan matang, selama ini Ivander telah menahan dirinya sebisa mungkin. Bukan hal yang salah jika Aiko memberikan hal yang paling berharga dari dirinya pada Ivander, calon suaminya. "Apa aku boleh menciummu?" Aiko meminta ijin sebelum mendekatkan bibi
Polisi berhasil menggagalkan usaha Grace untuk kabur setelah mengetahui 2 anggotanya yang lain telah tertangkap sore tadi. Ivander dengan ekpresinya yang sulit ditebak menatap tajam pada Grace yang menutupi wajahnya dengan sebuah syal. Ivander dan Aiko diminta untuk ikut ke kantor polisi agar bisa memberikan keterangan pada pihak kepolisian. Ivander dan Aiko diantar oleh Peter menuju kantor polisi. Peter memberikan semua bukti bukti yang ditemukannya pada pihak kepolisian untuk mendukung proses pemeriksaannya. Grace telah dimasukkan ke dalam ruangan investigasi. Ivander meminta tolong pada pihak kepolisian agar dirinya dan Aiko bisa masuk ke dalam ruang investigasi tersebut. Ivander dan Aiko masuk ke dalam ruang investigasi ditemani oleh seorang polisi. Ivander dan Aiko duduk tepat di depan Grace, ingin melihat ekspresi wanita tersebut. "Kau tidak pernah berubah, selalu mengambil jalan yang membahayakan dan merugikan orang lain. Aku berharap tindakanmu kali ini benar benar menda
"Grace. Dia adalah Grace, mantan kekasihku selama 1 tahun. Kami menjalin hubungan yang tidak sehat. Dan aku menyadari setiap ingin mengkakhiri hubungan dengannya, Grace akan mencoba segala cara agar aku bisa kembali padanya, salah satunya adalah dengan mencelakakan dirinya sendiri. Grace akan membuatku hidup dengan rasa bersalah karena meninggalkannya. Puncaknya saat aku memutus semua kontak dan akses dengannya." Ivander mencoba mengatur nafasnya saat semua hal yang menurutnya kelam harus dibuka kembali. "Dalam beberapa kesempatan saat kami berhubungan, Grace diam diam merekamnya dan mengirimkannya padaku. Awalnya aku tidak merasa itu hal yang aneh, namun lama kelamaan Grace terang terangan merekam aktivitas kami. Aku mulai menjaga jarak darinya, sambil menyiapkan mental dan melaporkan hal ini pada pihak kepolisian bahwa aku merasa terancam dan tertekan. Aku berusaha terlihat normal saat semua kejadian tersebut terjadi padaku. Maafkan aku karena tidak jujur mengenai hal ini Ai. Aku