Aiko dan Ivander tiba di kantor, tanpa memedulikan beberapa karyawan yang melihatnya turun bersama dari mobil. Tak sedikit karyawan yang berbisik bisik melihat kedekatan antara mereka berdua. Dan tentu saja fakta bahwa Aiko dan Ivander sudah bertunangan membuat para karyawan semakin heboh. Atasan yang biasanya hanya terlihat bermain main dengan banyak wanita ternyata bisa mengambil langkah besar dalam hidupnya. Cincin yang tersemat di jari manis Aiko membuat para karyawan yang melihatnya semakin tak terkendali, ternyata pemenang hati dari sang COO adalah asisten pribadinya. Ivander meminta Aiko untuk tidak ambil pusing dengan kata kata para karyawan yang telah sampai ke telinganya. Tak berapa lama kemudian Aiko dan Ivander telah sampai di lantai 27, Aiko singgah di mejanya dan Ivander masuk ke dalam ruangannya. Aiko mulai membuka ipad-nya, ada 43 email yang belum dibuka. Aiko memilih folder 'unread' dan membalasnya satu per satu. Di dalam ruangannya Ivander meminta pada orang kepe
New York City 11.30 AMAiko memperhatikan seorang pria yang sedang berbincang bincang dengan beberapa temannya. Mata Aiko tidak sedikitpun bergeser dari pria tersebut. Pria dengan sejuta pesona, namun mampu mematahkan hati wanita sebanyak yang dia mau.Cleosa Nicolas Ivander, pria dengan perawakan tinggi, tegap, gagah dan segala macam kesempurnaan ada padanya. Cukup banyak wanita yang rela bertekuk lutut demi mendapatkan perhatiannya. Namun Aiko cukup tahu diri siapa dirinya, perbedaan Aiko dengan Ivander bagaikan bumi dan langit, bagaikan hitam dan putih. Terlalu banyak hal yang membuat Aiko berkecil hati untuk bisa dekat dengan pria tersebut. Berbagai macam cara Aiko lakukan untuk menarik perhatian Ivander, namun semua hasilnya nihil. Aiko sudah memasuki tahun ketiga bekerja di perusahaan fashion milik keluarga Ivander, COO di perusahaan tersebut. Namun selama itu pula Aiko bagaikan butiran debu di mata Ivander, tidak dianggap. "YA! Berhenti menatapnya seperti itu! Kau seperti aka
Masih hening. Aiko merenungkan apa yang dikatakan Mic barusan. "Kau juga masih muda, pasti banyak pria di luar sana yang akan tertarik padamu, jika kau sedikit saja mengubah penampilanmu. Aku pikir sudah seharusnya kau meninggalkan kacamata burung hantu itu. Bagaimana kalau kita sedikit berbelanja besok?", Mic menatap Aiko dengan tatapan penuh harap. "Kau tahu jika minus-ku ini cukup mengganggu, aku tidak bisa meninggalkannya", Mic memutar bola matanya jengah mendengar kalimat yang Aiko ucapkan. "Kau bisa menggantinya dengan model yang baru, atau kau bisa menggunakan kontak lens. Bagaimana kau tahu kau bisa jika tidak mencobanya? Itu adalah kebiasaan burukmu", Mic mulai menyendokkan makanan ke piring lalu memberikannya pada Aiko dan dibalas dengan senyuman padanya. "Terima kasih Mic. Kau memang selalu yang paling mengerti. Aku mencintaimu", Aiko dengan gerakan tiba tiba mencium pipi Mic, membuatnya menghapus bekas ciuman tersebut dengan keras. Bagi Aiko kehadiran Mic sudah le
Lalu ingatan Aiko kembali pada kejadian dua hari yang lalu. Perasaannya jadi tidak enak, hal ini ada kaitannya dengan kejadian tersebut."Aku akan berusaha menyelesaikannya, semampuku. Permisi," Aiko mengumpulkan semua kertas yang ada di meja tersebut kemudian membawanya ke mejanya.***"Mic, maaf aku belum bisa pulang. Masih ada beberapa sketch lagi yang harus aku selesaikan. Iya, aku akan menceritakannya nanti. Bye," sambungan telepon Aiko dengan Mic mati, Aiko berusaha tidak membuat Mic khawatir, apalagi membuat wanita itu kembali datang ke kantor.Aiko tetap berusaha menyelesaikan pekerjaan yang diminta oleh Steve. Mata Aiko sudah mulai lelah, Aiko juga sudah melewatkan jam makan malam. Pikiran Aiko berkecamuk, antara menyerah dan melanjutkannya. Tapi jika Aiko menyerah dan dipecat, pasti akan sulit mencari pekerjaan lagi. "Tidak! Aku harus semangat, sisa sedikit lagi. Semangat Ai! Kau pasti bisa," Aiko berusaha menyemangati dirinya sendiri.Karena malam sudah larut, Aiko memutus
"Sebenarnya aku tidak berhak marah atau apapun, itu sama sekali bukan hakku. Tapi rasa sukaku padanya tiga tahun ini tidak dapat kuhapus begitu saja. Andai saja menghapus perasaanku padanya semudah membalikkan telapak tangan," Aiko mendesah pelan, rasanya menghapus perasannya pada Ivander begitu sulit. "Mic, maafkan aku karena masih berlaku kekanakan. Harusnya aku tidak seperti ini." "Ai, waktu tiga tahun bukan waktu yang sebentar. Aku mengerti itu, tapi aku berharap karena ini adalah kejadian kedua kau melihatnya bersama orang lain, aku ingin kau memutuskan langkahmu kedepannya. Semua keputusan itu ada padamu," Mic menatap Aiko dalam, astaga Aiko memang tidak bisa melepaskan teman sebaik Mic. Aiko mengangguk mendengarkan kata kata Mic, hatinya merasa lega karena Mic selalu ada untuknya. Akhirnya Aiko dan Mic keluar dari toilet dan kembali menuju mejanya. Berbagai bahan kain memenuhi ruangan tersebut. Aiko cukup takjub karena Mic sangat keren dalam melakukan pekerjaannya. Aiko
Dari sekian banyak SMS dan chat, Aiko tidak berniat membaca apalagi membalasnya. Aiko tidak jual mahal, Aiko hanya merasa ini adalah efek dari penampilan baruny. Mereka tidak benar benar serius pada Aiko. Aiko sudah menghapus 32 chat pagi ini, dan sepertinya hal ini akan menjadi rutinitas barunya setiap hari.Drrrtt drrrtt drrrtt.. Getaran handphone yang baru saja Aiko letakkan di meja membuatnya kaget, nama Mic muncul pada layar mini tersebut."Ai, apakah kau sibuk malam ini? Mau bergabung denganku ke klab bersama teman teman dari divisi pemasaran?" Aku mengerutkan keningku, jarang jarang Mic mengajakku ke klab."Tidak, aku mau di rumah saja. Jangan pulang terlalu larut Mic. Jangan terlalu banyak minum juga," Aiko bersiap menutup telepon sebelum Mic kembali bersuara."Baiklah, aku tidak akan pulang larut. Bye!" sambungan terputus dan Aiko kembali dibuat kaget ketika sepasang mata sinis menatapnya.Ivander berjalan mendekati Aiko dan membuat orang orang disekitar mereka berbisik bisik
Perjalanan Aiko dan Ivander diliputi keheningan, hanya sesekali Ivander bersenandung kecil mengikuti lagu yang diputar di radio. Karena bingung harus bagaimana, Aiko hanya bisa pura pura tidur untuk menikmati suara Ivander. Suaranya terdengar merdu, astaga maksudnya, suaranya tidak jelek.Aiko merasa mobil berhenti dan Ivander di sampingnya juga tertidur - astaga niat Aiko hanya pura pura tertidur sambil menikmati suaranya, tapi Aiko justru benar benar tertidur. Aiko memerhatikan sekeliling dan saat ini mereka berada di depan sebuah patisserie yang cukup unik.Aiko mengubah posisinya dan melihat wajah lelap Ivander yang sangat teduh dan manis.Aiko merutuki dirinya sendiri karena masih selalu jatuh pada pesona pria arogan ini."Kau sudah selesai mengagumi wajahku? Jika sudah, ayo kita turun, aku ingin membeli beberapa camilan," wajah Aiko terasa memanas, dirinya malu setengah mati.Aiko ikut turun setelah Ivander, membiarkan Ivander berjalan jauh di depannya. Aiko, kenapa kau selalu
Luar biasa! Meeting ini benar benar menguras energi. Meeting dimulai pukul sebelas dan baru selesai pukul enam sore. Yah tentu saja karena Aiko dan Ivander meeting dengan beberapa klien. Dan sejauh ini, para klien sangat puas dengan hasil kerja team mereka.Saat ini meeting telah selesai, tapi Ivander masih berbincang santai dengan beberapa kenalannya. Aiko mengecek handphonenya dan ada beberapa panggilan tidak terjawab dan pesan dari Mic."Kau sulit sekali dihubungi. Hubungi kembali jika sudah ada waktu luang yah," Aiko melirik sekilas Ivander yang masih asik berbincang, dan Aiko segera melakukan panggilan dengan Mic.Seperi biasa Mic selalu antusias jika menyangkut tentang Aiko dan Ivander. Pertanyaan yang dilontarkan Mic walaupun lewat telepon tidak ada habisnya. Aiko hanya tersenyum sesekali menanggapi kata katanya, walaupun Mic tidak bisa melihat ekspresinya."Kita akan makan malam sebelum ke hotel," Ivander jalan mendekati Aiko kemudian berdiri di belakangnya. Aiko mendongak mel
Aiko dan Ivander tiba di kantor, tanpa memedulikan beberapa karyawan yang melihatnya turun bersama dari mobil. Tak sedikit karyawan yang berbisik bisik melihat kedekatan antara mereka berdua. Dan tentu saja fakta bahwa Aiko dan Ivander sudah bertunangan membuat para karyawan semakin heboh. Atasan yang biasanya hanya terlihat bermain main dengan banyak wanita ternyata bisa mengambil langkah besar dalam hidupnya. Cincin yang tersemat di jari manis Aiko membuat para karyawan yang melihatnya semakin tak terkendali, ternyata pemenang hati dari sang COO adalah asisten pribadinya. Ivander meminta Aiko untuk tidak ambil pusing dengan kata kata para karyawan yang telah sampai ke telinganya. Tak berapa lama kemudian Aiko dan Ivander telah sampai di lantai 27, Aiko singgah di mejanya dan Ivander masuk ke dalam ruangannya. Aiko mulai membuka ipad-nya, ada 43 email yang belum dibuka. Aiko memilih folder 'unread' dan membalasnya satu per satu. Di dalam ruangannya Ivander meminta pada orang kepe
Ivander meninggalkan ibunya dan Aiko. Seberdirinya Ivander, lampu di sekitar mereka mati dan hanya beberapa lampu yang menyala. Ivander berjalan menuju piano dengan gagahnya. Pandangan mata Aiko tidak lepas darinya dan disambut candaan dari ibu Ivander di sampingnya. "Kau bisa mengulitinya jika tidak berhenti menatapnya," Aiko menunduk malu, ketahuan. Ibu Ivander menanggapinya dengan tertawa ringan. Ivander duduk tepat di depan piano, mengatur letak mic yang berada di atas piano. "Hari ini merupakan hari yang spesial bagiku, karena aku bisa makan malam bersama dengan 2 wanita yang berarti dalam hidupku. Aku ingin mempersembahkan lagu ini untuk Aiko, wanita yang membuatku yakin bahwa aku bisa menjadi pria yang lebih baik." Ivander menatap Aiko dalam, dan mulai memainkan pianonya. Aiko menyaksikan bagaimana Ivander memainkan piano dengan sangat lihai. "Ivander pandai bermain piano karena kakeknya yang mengajarinya. Namun setelah beliau meninggal, Ivander sudah tidak pernah memaink
Aiko tidak menemukan Ivander di kantor, dan tujuan terakhirnya adalah apartnya di Manhattan. Aiko kembali diantar oleh driver yang sebelumnya sudah menunggunya. Aiko merasa sangat khawatir saat ini, karena sama sekali belum ada respon dari Ivander. Tak sampai setengah jam Aiko telah sampai di apart Ivander, Aiko awalnya menekan bell berharap ada seseorang yang menyambutnya. Namun karena tidak ada tanggapan, Aiko akhirnya menekan kode pintu yang sebelumnya sudah diinformasikan oleh Ivander pada Aiko. Gelap, kesan pertama saat Aiko masuk ke dalam apart Ivander. Tanpa berpikir panjang, Aiko berjalan menuju kamar Ivander, sama gelapnya, bahkan hanya sedikit cahaya lampu yang masuk ke dalam kamar tersebut. Aiko menyalakan senter dari handphonenya, dan melihat Ivander yang terbaring dengan kondisi yang bisa dibilang cukup menyedihkan. Kamar yang berantakan, berbeda dengan terakhir Aiko datang beberapa jam yang lalu. Aiko naik ke kasur dan menepuk pelan pipi Ivander, tak ada respon, t
Aiko keluar dari kamar setelah memastikan dirinya terlihat menarik walaupun hanya mengenakan baju kaos oblong kebesaran milik Ivander. Aiko bisa melihat Ivander menata meja makan, dan segelas susu hangat sudah tersaji di meja. "Minumlah dulu susunya, mumpung masih hangat. Aku khawatir kau kedinginan," Ivander menarik kursi yang akan ditempati untuk Aiko dan mempersilahkannya duduk. "Maafkan aku. Aku hanya berendam sambil melamun, jadi tidak menyangka bahwa aku sudah selama itu di kamar mandi," Aiko mengelus lembut punggung tangan Ivander, merasa bersalah. Ivander menanggapinya dengan anggukan kepala diikuti senyuman manisnya. Aiko dan Ivander kembali mengobrol mengenai beberapa hal tentang pekerjaan dan charity event yang akan berlangsung dua pekan lagi, sambil menikmati makan malam yang sudah dipesan oleh Ivander. "Apa pria tadi mantan kekasihmu?" Aiko melihat Ivander yang dipenuhi dengan rasa penasaran. Aiko kaget karena Ivander tiba tiba membahasnya. "Hm, sebenarnya J
"Cleosa Nicolas Ivander." Aiko meraih tangan Ivander dan menggenggamnya dengan erat. Aiko menatap Ivander dalam, Aiko tidak pernah menyangka bahwa Ivander benar benar menjadi kekasihnya saat ini. "Jika sekali lagi aku mendengarmu memanggilku dengan sebutan Anda, maka aku akan menghukummu," Ivander mengubah posisinya menghadap kemudi lalu menstater mobilnya. Aiko menahan tangan Ivander, membuatnya menoleh pada Aiko. Dengan gerakan cepat Aiko mengecup ringan bibir Ivander dan tersenyum kecil. "Ivander, aku mencintaimu," entah bagaimana Ivander menenangkan detak jantungnya yang dibuat berdebar kencang oleh Aiko dengan kata kata dan ekpresinya yang menggemaskan. Ivander selalu berusaha membuat Aiko merasa sangat dicintai. Aiko sadar bahwa rasa percaya dirinya yang rendah selama menjalin hubungan dengan Ivander bukan hal yang bisa menjadi penghalang bagi dirinya untuk memperlakukan Ivander layaknya Ivander memperlakukan dirinya. Setelah mengatakan kata kata tadi, Ivander tidak berhe
Ivander menemani Aiko kembali ke apartmentnya, dan siap menerima berbagai macam pertanyaan yang tentu saja sudah disiapkan oleh Mic. Aiko bisa merasakan bahwa Ivander sedikit gugup, Aiko tahu bahwa Mic adalah orang yang tegas dan berani. Tapi Mic tidak mungkin tidak setuju dengan hubungan Aiko dan Ivander saat ini - begitulah pikiran Aiko. Saat pintu lift terbuka, Aiko mengeratkan genggaman tangannya pada Ivander dan tersenyum tipis. Rasanya seperti Aiko dan Ivander melakukan kesalahan dan tertangkap basah oleh Mic. Saat sampai di depan kamar apartnya, Aiko menekan kode angka dan pintu pun terbuka. Aiko dan Ivander melangkah masuk bersama. Aroma makanan yang nenggiurkan membuat Aiko dan Ivander saling bertatapan. "Mic?" Aiko menghampiri Mic yang masih serius di dapur dan tak menyadari kedatangan dirinya. Mic menoleh pada sumber suara dan berhambur memeluk Aiko. "Aku merindukanmu Ai," Mic dengan erat memeluk Aiko dan melirik Ivander sekilas. "Aku memasak beberapa makanan. Aku
Matahari sudah benar benar tenggelam, namun Aiko dan Ivander masih menikmati waktu mereka bersama. Bagaimana Ivander mendengarkan cerita tentang waktu yang dilalui Aiko bersama Mic. Hingga akhirnya bisa bekerja di Lemme Fashion. "Apa kau tidak lapar?" Ivander melirik jam tangannya, sudah jam tujuh malam. Tangan Ivander begitu nyaman mengelus tangan Aiko yang begitu kecil di dalam genggamannya. Ini bukan kali pertama Ivander menggengam tangan Aiko, namun baru kali ini Ivander sadar bahwa Aiko begitu rapuh. "Hm, aku sedikit lapar. Bagaimana kalau beli makanan cepat saji?" Aiko balas menatap Ivander yang fokus melihat genggaman tangan mereka. "Tanganmu kecil sekali. Kau harus banyak makan." Ivander menarik Aiko dari duduknya, lalu kembali bergandengan tangan menuju parkiran mobil. Aiko merasa berterima kasih pada Ivander karena sudah mewujudkan keinginannya untuk berjalan jalan di pantai. "Mulai sekarang, apapun yang kau inginkan, kau harus memberitahukannya padaku. Aku bisa mewuju
Aiko berusaha mengabaikan setiap perkataan orang orang yang membicarakannya. Toh, Aiko tidak berhak menahan orang lain untuk berasumsi apapun tentang dirinya. Aiko kembali fokus melihat Ivander yang ternyata memilih olahraga basket bersama tim divisi keamanan. Sorak sorai para penonton yang didominasi kaum hawa membuat suasana hall semakin meriah. Para penonton dari kursi belakang maju ke kursi depan untuk memastikan bisa melihat Ivander yang sebentar lagi akan bermain. Aiko yang pada dasarnya tidak begitu suka keramaian merasa tertekan. Namun Aiko tidak mungkin meninggalkan tempat ini dan membuat Ivander kepikiran, lalu menghentikan permainan dan membuat dirinya dalam masalah. Membayangkan bagaimana wanita wanita itu akan marah dan melemparkan tatapan tidak suka padanya membuat bulu kuduk Aiko berdiri. Tak berapa lama kemudian, pertandingan pun dimulai. Tim yang solid membuat tim Ivander unggul beberapa poin dari tim marketing. Aiko sesekali mengkespresikan kegembiraannya saat Iva
Aiko menyetel penghangat ruangan, melepaskan kaos kaki dan jam tangan Ivander. Aiko berpikir untuk mengganti kemeja Ivander, namun Aiko mengurungkan niatnya. Aiko akhirnya membersihkan wajah dan tangan Ivander dengan air hangat menggunakan handuk kecil. Setelah memastikan kondisi Ivander nyaman, Aiko mengambil pakaian gantinya, dan berjalan menuju kamar Mic. Saat berbaring di kamar Mic, Aiko merasa sudah sangat lelah, tidak perlu waktu lama untuk membuat dirinya terlelap. *** Bak ada alarm otomatis, Aiko terbangun karena mengingat ada Ivander di kamarnya. Weekend seperti ini sebenarnya sangat nyaman untuk bermalas malasan. Tapi sekarang, saat ini Ivander sedang ada di kamarnya, Aiko tidak mungkin tidak membuat sarapan untuk mereka berdua. Jam sembilan nanti akan ada jadwal untuk kompetisi beberapa cabang olahraga untuk para karyawan pria. Aiko sudah siap di dapur dengan berbagai bahan bahan sederhananya. Aiko hanya berencana membuat telur orak arik, roti panggang dan salad s