Beranda / Pernikahan / Love And Marriage / Pertemuan Dua Keluarga

Share

Pertemuan Dua Keluarga

Malam harinya, sehabis sholat Isya’. Ayah Rozak dan Bunda Zahra mengajak Alea untuk makan malam di luar. Tanpa di kasih tau mereka, Alea tau pasti, ini adalah pertemuan dirinya dengan orang yang ingin di jodohkan dengannya. Dalam hati, Alea berharap jika orang yang akan di jodohkan dengannya menolak perjodohan ini. Jika Alea tak bisa menolaknya, semoga aja dia bisa. Seperti itulah yang Alea harapkan saat ini.

Sepanjang jalan, Alea hanya diam dan sibuk dengan Hpnya. Sampai detik ini, ia masih menjalani hubungan dengan Arga. Dan ia belum memberitahu Arga tentang dirinya yang akan di jodohkan oleh kedua orang tuanya. Alea tak berani mengatakan hal itu, karena itu pasti akan  menyakitkan buat Arga.

“Nak, Ayah harap saat sampai di resto nanti, kamu harus memasang wajah yang ceria ya. Jangan terlihat seperti orang tertekan,” ucap Ayah Rozak sambil fokus menyetir.

“Iya, Yah,” jawab Alea yang duduk di kursi belakang. Sedangkan Bunda Zahra, duduk di kursi depan samping suaminya.

“Ayah yakin, kamu pasti menyukainya. Dia itu laki-laki dewasa yang sabar dan juga penuh perhatian. Ayah pernah bertemu dengannya dan dia sangat sopan sekali, wajahnya juga sangat tampan, tak kalah dengan pacarmu itu. Kamu pasti bahagia jika menikah dengannya,” ujar Ayah Rozak memuji calon menantunya itu.

“Iya, Yah,” lagi-lagi Alea hanya mengatakan ‘Iya’. Karena ia sendiri bahkan tidak berniat untuk pergi makan malam di luar sana, apalagi bertemu dengan orang yang bahkan tidak ingin ia temui. Tapi demi ayah dan bundannya, mau gak mau, Alea hanya bisa mengalah, dan ia lakukan demi kedua orang tuanya.

“Dan jika kamu sudah menikah dengannya, Ayah harap kamu bisa putuskan hubungan kamu dengan pacarmu itu. Karena tak mungkin, kan. Kamu menikah tapi masih punya hubungan dengan laki-laki lain. Ayah tak pernah mengajari kamu menjadi seorang pengkhianat. Jadi, Ayah mohon, tolong putuskan hubungan kamu dengannya,” ucap Ayah Rozak dan kali ini Alea hanya bisa diam, ia belum bisa menjanjikan apapun. Karena hati dan cintanya masih untuk Arga, dan ia masih belum siap jika harus putus dengan Arga, terlebih jika sampai Arga tau apa yang terjadi saat ini.

Tak lama kemudian, mereka pun sampai di depan resto. Ayah Rozak langsung memarkirkan mobilnya. Lalu mereka bertiga turun dan langsung pergi menuju ruang VVIP.

“Ayo langsung ke atas, sahabat Ayah sudah menunggu di sana,” tutur Ayah Rozak. Bunda Zahra dan Alea pun hanya bisa mengikutinya dari belakang. Tak ada yang membuka suara, dan mereka seperti sibuk dengan fikiran mereka masing-masing.

Sesampai di lantai atas, mereka langsung menuju pintu nomer dua. Dan kebetulan pintu itu terbuka lebar dan tak di tutup, mungkin biar Ayah Rozak mudah mencari keberadaan sahabatnya itu.

“Assalamualaikum,” Ayah Rozak berjabat tangan dengan sahabatnya.

“Waalaikumsalam,” jawabnya sambil membalas jabat tangan Ayah Rozak. Bunda Zahra pun juga berjabat tangan dengan sahabatnya itu, yang bentar lagi akan jadi besannya.

Alea juga melakukan hal yang sama, ia mencium punggung tangan dua orang paruh baya yang merupakan sahabat kedua orang tuanya itu.

“Ayo duduk,” ujar laki-laki paruh baya.

Ayah Rozak, Bunda Zahra dan Alea pun duduk di kursi kosong yang sudah di siapkan.

“Aku gak menyangka, Alea sudah sebesar ini, cantik lagi,” puji wanita paruh baya yang duduk di dekat Bunda Zahra. Ia sangat senang melihat calon menantunya itu sangat cantik dan alim. Menggunakan gamis dan hijab panjang yang warnanya senada. Wajahnya juga teduh dan tak memakai make up tebal seperti kebanyakan anak zaman sekarang. Yang wajahnya pun penuh dengan bedak dan lipstik yang menyala, bikin dirinya jadi bergidik ngeri melihatnya.

“Iya, Bundannya kan cantik. Jadi anaknya juga pasti cantik, dong,” canda Bunda Zahra.

“Oh ya kenalin nama Tante itu, Tante Ratna. Maminya Fahri, sahabat kedua orang tua kamu. Dan ini Om Aldi, Papinya Fahri. Sahabat orang tua kamu juga,” ucap Mami Ratna memperkenalkan dirinya sendiri dan sang suami.

“Jangan panggil Tante dan Om dong, Mi.  Kan bentar lagi, Alea mau jadi menantu kita, lebih baik manggil kita Mami Papi aja, sama kayak Fahri,” ujar Papi Aldi.

“Ah ya benar, biar makin akrab juga, mau kan?” tanya Mami Ratna dan Alea pun menganggukkan kepala.

“Iya, Mi,” sahut Alea tersenyum, karena sedari tadi Ayah Rozak sudah menatap dirinya dan itu membuat Alea akhirnya menebar senyuman seperti yang ayahnya inginkan.

“Duh suaranya juga merdu,” ucap Mami Ratna yang tak menyangka, kalau Alea punya suara semerdu gitu.

“Oh ya, anakmu mana?” tanya Ayah Rozak.

“Masih di kamar mandi, sakit perut katanya,” jawab Papi Aldi. Namun tak lama kemudian, seseorang masuk ke ruangan itu.

“Lah ini anakku. Fahri, sapa dulu calon menantu Papa ini. Lihat, cantik, kan?” tanya Papa Aldi dan Fahri pun menganggukkan kepala.

Fahri menyapa Ayah Rozak dan Bunda Zahra, tak lupa ia juga menyapa Alea.

“Ayo duduk sini dekat, Alea. Biar makin akrab,” ujar Mami Ratna dengan sangat antusias sekali.

“Nah ini anaknya Mami. Namanya Aldebaran Al Fahri, di panggilnya Fahri. Umurnya sudah dua puluh delapan tahun dan bekerja di Bank Sejati Milik Pemerintah, dan Alhamdulillah jabatannya sebagai manajer di sana,” ucap Mami Ratna memperkenalkan putranya itu.

“Fahri, ayo ngomong dong, jangan Mami terus,” ujar Mami Ratna kesal, karena  Fahri hanya diam aja, tanpa mau buka suara.

“Nama kamu siapa?” tanya Fahri dengan wajah datar.

“Alea Putri Az-Zahra, nama panggilan Alea,” jawab Alea, ingin rasanya ia juga menampakkan wajah datarnya itu, hanya saja, ia takut akan tatapan Ayahnya.

“Umurmu berapa?” tanya Fahri lagi, karena ia bingung mau nanya apalagi.

“Dua puluh satu tahun,” jawabnya, entah kenapa Alea malah merasa seperti sedang di introgasi dan jujur Alea kurang suka itu. Tapi apalah daya, ia hanya bisa diam dan menjawab jika ada yang bertanya.

“Oh, masih kuliah?” tanyanya lagi.

“Sudah lulus dan baru di wisuda bulan lalu,” jawab Alea. Sedangkan yang lain hanya diam dan membiarkan Fahri dan Alea melakukan  pendekatan.

“Ambil jurusan apa?” tanya Fahri lagi.

“Sastra Indonesia.”

“Oh, sudah punya pekerjaan?” tanyanya.

“Enggak, aku cuma diam di rumah aja,” jawabnya, Alea sengaja menyembunyikan identitasnya yang merupakan seorang penulis. Biarlah semua orang taunya, dirinya hanyalah seorang pengangguran, itu lebih baik dari pada terkenal dan menjadi perbincangan orang lain. Bahkan kedua orang tuanya juga tak ada yang tau, jika Alea seorang penulis bahkan sudah punya penghasilan ratusan juta perbulannya dan kini ia bahkan sudah punya tabungan sebesar dua miliar lebih.

Alea emang pintar dalam hal menyembunyikan sesuatu, bahkan ketika Alea sibuk dengan Hp dan laptopnya, orang tuanya hanya mengira jika Alea sibuk main game atau mengerjakan tugas kuliah.

“Oh, pengangguran toh?” tanya Fahri yang langsung di cubit oleh Mami Ratna.

“Enggak boleh ngomong gitu, lagian seorang wanita itu emang lebih baik di rumah, sama kayak Mami. Toh nanti ada suami yang kerja, yang akan mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya kelak,” ucap Mami Ratna yang tak enak hati ke Alea dan orang tuanya, karena putranya seperti menyindir Alea.

“Iya, maaf,” ujar Fahri dan Alea pun hanya geleng-geleng kepala. Entah bagaimana bisa, Ayahnya mengatakan Fahri begitu sopan. Hari ini aja, padahal baru ketemu langsung mengatakan hal demikian. Untungnya, Alea tak mempermasalahkan. Andai dia punya peraaan yang sensitive. Pasti, kata-kata itu akan menyakiti dirinya.

“Iya sudah, lebih baik kita makan dulu yuk, ini sudah dari tadi loh, takutnya makin dingin, makin gak enak,” tutur Papi Aldi mencairkan suasana.

Sebelum Alea dan kedua orang tuanya datang, memang Papi Aldi sudah memesan lebih dulu makanan dan minuman untuk mereka. Sehinga kini, mereka tinggal makan tanpa harus memesan dan menunggu lagi.

“Iya udah, ayo.” Ayah Rozak pun menyetujuiinya, akhirnya mereka pun makan bareng sebelum melanjutkan pembicaran tentang perjodohan putra-putri mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status