Beranda / Pernikahan / Love And Marriage / Nelfon Pacar Di Depan Calon Istri

Share

Nelfon Pacar Di Depan Calon Istri

Selesai makan, mereka melanjutkan percakapan mereka yang sempat tertunda tadi. Alea dan Fahri hanya diam aja mendengarkan percakapan orang tuanya itu. Hanya para orang tualah yang sangat antusias sekali, berbeda dengan Alea dan Fahri yang bahkan ingin cepat-cepat pulang karena sudah muak berada di tempat itu.

“Bagaimana jika pernikahan mereka di adakan dua Minggu lagi,” ucap Mami Ratna yang membuat Alea dan Fahri kaget. Tapi berbeda dengan Papi Aldi, Ayah Rozak dan Bunda Zahra yang malah setuju dengan pendapat Mami Ratna tadi.

“Bagus itu, lebih cepat, lebih baik. Iya kan, Zak?” tanya Papi Aldi ke Ayah Rozak. Ayah Rozak pun tersenyum sambil menganggukkan kepala.

“Iya, aku setuju,” jawab Ayah Rozak sambil menatap ke arah putrinya yang terlihat sendu itu.

“Apakah ini tidak terlalu terburu-buru, Mi?” tanya Fahri.

“Enggak, dong. Dua Minggu Mami rasa cukup untuk menyiapkan semuanya, kalian tidak usah mikir ini itu, biar masalah pesta dan yang lainnya, kami yang ngurus,” sahut Mami Ratna.

“Mi, bisahkah jika pernikahannya tak usah pakai pesta. Bukan apa-apa, aku kurang setuju dan merasa gak nyaman berada di tengah-tengah orang banyak, dan lagi aku ingin menikah dengan sederhana, dimana hanya cukup orang terdekat saja yang tau,” ujar Alea dan Fahri pun mendukung apa yang di ucapkan oleh Alea tadi.

“Aku setuju apa yang dikatakan oleh Alea tadi, Mi. Aku juga kurang suka kalau ada pesta gitu, bukankah yang penting sah secara agama dan negara, tak perlulah pakai pesta segala,” ucap Fahri mengungkapkan isi hatinya.

“Baiklah gak papa, tak ada pesta atau apapun. Yang penting kalian sudah setuju mau menikah,” tutur Papi Aldi, dan Alea pun menganggukkan kepala, begitupun dengan Fahri. Setidaknya itu lebih baik.

“Berarti sudah setuju, kan. Kalau pernikahan akan di adakan dua Minggu lagi?” tanya Papi Aldi memastikan.

“Iya, Pi,” jawab Alea dan Fahri kompak.

“Baiklah, nanti ini bisa kita bicarakan lagi. Kalian bisa pendekatan dulu selama dua Minggu sebelum kalian akhirnya resmi menjadi suami istri,” ujar Papi Aldi.

Lalu setelah itu, Papi Aldi dan Mami Ratna pun pamit untuk pulang lebih dulu karena masih ada urusan, begitupun dengan Ayah Rozak dan Bunda Zahra. Mereka seakan ingin memberikan waktu berdua untuk Alea dan Fahri agar bisa saling mengenal satu sama lain.

Setelah kepergian mereka, kini hanya tinggal Fahri dan Alea di ruangan itu. Mereka sama-sama diam hingga setengah jam lamanya, tak ada yang mau buka suara. Semuanya sibuk memainkan Hpnya.

Hingga tiba-tiba ada telfon masuk di HP Fahri, dan Fahri pun langsung mengangkatnya.

“Hallo, Sayang,”  ucapnya santai, tanpa merasa sungkan ke Alea yang mendengar ucapan Fahri itu. Padahal Alea adalah calon istrinya dan dua Minggu lagi, mereka akan menikah.

“Iya, aku masih sibuk, Maaf ya,” ujar Fahri. Sedangkan Alea hanya diam mendengarkan.

“Oke, besok aku jemput kamu, kita jalan bareng.”

“Iya, Sayang. Sudah jangan ngambek lagi dong, nanti cantiknya hilang loh.”

“Oke. I love you.”

Dan setelah itu, Fahri mematikan Hpnya. Ia menoleh ke arah Alea yang masih sibuk chatan dengan seseorang.

“Kamu gak tanya, itu siapa?” tanya Fahri mengajak Alea ngobrol.

“Pacar kamu, kan?” tebak Alea.

“Iya, itu pacar aku,” jawab Fahri.

“Lalu kenapa, gak menolak perjodohan ini kalau sudah punya pacar?” tanya Alea sambil menatap ke arah Fahri.

“Andai aku bisa, sudah aku tolak sejak kemarin. Sayangnya aku gak bisa, karena Papi dan Mami mengancamku, dan aku pun juga tak mau dianggap anak durhaka,” balas Fahri.

“Aku mengerti, karena aku juga ada di posisi yang sama. Ingin rasanya aku menolak perjodohan ini, tapi aku gak bisa,” tutur Alea sedih.

“Kamu juga punya pacar?” tanya Fahri kaget, tak menyangka jika Alea ternyata sudah punya kekasih, sama seperti dirinya.

Alea menganggukkan kepala. “Iya aku punya, dan aku menjalin hubungan dengannya itu sudah dua tahun. Bahkan kami juga sepakat mau menikah tahun depan,” sahut Alea jujur dan terbuka.

“Hmm … kenapa ya hidup ini dibuat sulit kayak gini. Padahal aku dan kamu sudah punya orang yang kita cintai, sayangnya orang tua kita tak ada yang mau mengerti. Mereka memaksakan kehendak mereka yang ingin menjodohkan putra-putri mereka tanpa mau memikirkan perasaan kita,” ucap Fahri dan Alea setuju dengan apa yang di ucapkan oleh Fahri.

“Bagaimana jika kita buat perjanjian?” tanya Fahri.

“Setelah kita menikah, kita akan tinggal di rumah aku. Kebetulan aku punya rumah yang aku beli tahun lalu dan belum pernah di pakai. Dan di sana juga ada Bibi Fatimah yang mengurus rumah itu,” kata Fahri menjelaskan.

“Terus?” tanya Alea.

“Ya setelah kita menikah, kita pisah kamar. Kamu setuju gak? Dan kita tetap menjalani hubungan dengan kekasih kita masing-masing. Jadi, kalau di dalam rumah itu, kita suami istri tapi gak perlu hubungan badan segala, tapi jika di luar rumah anggap aja kita itu kayak saudara atau teman. Terserah kamu mau anggap aku apa. Yang penting di antara kita tak boleh ada yang marah saat tau, aku atau kamu jalan dengan orang lain,” ujar Fahri mengutarakan ide konyolnya. Namun ide itu malah di sambut gembira oleh Alea.

“Baiklah aku setuju. Kita jalani pernikahan ini, tapi kita tetap menjalani hubungan dengan pacar kita. Tapi Mas Fahri gak boleh sampai menikahinya. Mas Fahri boleh menikahinya, setelah Mas Fahri resmi cerai sama aku,” ucap Alea polos dan itu membuat Fahri tersenyum geli.

“Kita bahkan belum nikah, sudah bahas cerai,” ujar Fahri tertawa dan Alea pun ikut tertawa akan kebodohannya.

“Tapi aku setuju sama syarat kamu itu, aku janji, aku gak akan menikah dengan pacarku, kecuali kita sudah tak ada hubungan apa-apa lagi,” lanjut Fahri.

“Janji ya, walaupun kita tak saling cinta, tetap aja pantang buat aku punya seorang madu,” ujar Alea dan Fahri pun menganggukkan kepala.

“Iya, aku janji.”

“Baiklah aku pegang janji Mas Fahri. Dan mulai sekarang, anggap aja aku adiknya Mas Fahri. Bukankah umur kita selisih tujuh tahun,” ujarnya.

“Iya, kita selisih tujuh tahun,” jawab Fahri.

“Oh ya ngomong-ngomong pacar Mas Fahri siapa?” tanya Alea kepo.

“Namanya Nabila Cahya Ayuningtyas, umurnya 26 tahun. Dia dosen Akuntansi di kampus Universitas Terbuka di Surabaya.”

“Oh ya, aku juga kuliah di Universitas Terbuka. Hanya saja aku ambil jurusan Sastra Indonesia,” ucap Alea.

“Pacar kamu siapa?” tanya Fahri dan Alea pun terenyum.

“Namanya Kak Arga dia pemilik PT ArgaFood Indonesia,” jawab Alea malu-malu.

“’Wow, aku gak nyangka loh. Kalau pacar kamu seorang pengusaha yang cukup sukses dan masuk tujuh Crazy Rich di Indonesia,” ujar Fahri yang menganggumi pacar Alea. Tak menyangka jika Alea pacaran dengan pemuda itu.

“Iya, aku pun gak nyangka sih awalnya. Aku bisa pacaran sama Kak Arga,” ucap Alea yang kadang merasa gak pantas punya kekasih Arga, pasalnya ia dan Arga itu bagai langit dan bumi. Jauh banget perbedaannya.

“Terus apakah kamu akan ngasih tau pacar kamu kalau kamu mau nikah?” tanya Fahri.

“Enggak, makanya tadi aku minta pernikahan kita di rahasiakan. Pasalnya aku masih berusaha memperjuangkan Kak Arga. Bagaimanapun aku sangat menyayangi dan mencintainya dan aku berharap, dialah jodoh aku,” sahut Alea jujur, ia tak mau membohongi Fahri.

“Sama, aku juga berharap Nabila lah yang menjadi pendamping aku dan menjadi ibu dari anak-anak aku kelak,” ujar Fahri tak mau kalah.

“Andai aja, orang kita mau mengerti. Mungkin kita gak akan ada di posisi seperti ini,”

“Ya sudahlah, jangan mengeluh. Kita jalani aja dulu sambil mikir ke depannya gimana,”

“Iya. Aku harap, kita akan berakhir bahagia dengan pasangan kita masing-masing.”

“Aamiiinn. Semoga aja. Aku minta maaf ya,”

“Soal apa?” tanya Alea.

“Tentang tadi yang mengatakan kamu pengangguran, aku hanya kesel aja sama perjodohan kita,”

“Gak papa, santai aja,” jawab Alea tersenyum.

“Walaupun nanti kita nikah dan tak menjalani rumah tangga layaknya orang lain. Tapi aku janji, aku akan memberikan kamu uang bulanan, walaupun tak sebanyak Papi sih, soalnya aku harus nabung buat diri aku sendiri dan juga buat pacar aku,” ucap Fahri.

“Enggak usah, mending uangnya Mas Fahri tabung aja, jangan fikirkan aku. InsyaAllah aku bisa menghidupi diri aku sendiri,”

“Loh bagaimana bisa, kamu kan gak kerja, lalu dari mana kamu dapat uang? Aku gak mau jika kamu sampai minta ke orang tua kamu lagi, nanti mereka pasti mengira, aku ini bukan laki-laki yang bertanggung jawab, aku malu,”

“Aku punya penghasilan kok, walaupun gak kerja. Lumayanlah kalau buat kehidupan sehari-hari sama buat nabung,”

“Oh ya? Emang kamu dapat dari mana, kamu investasi dan mendapatkan keuntungan tiap bulannya?” tebak Fahri. Dan Alea pun menggelengkan kepalanya.

“Enggak, kok. Aku gak ikut investasi apapun dan uang aku ini halal. Jadi jangan khawatir,”

“Ya sudah gak papa, kalau kamu gak cerita. Tapi tiap bulan, aku tetap akan memberikan kamu uang,” ujar Fahri dan Alea pun menganggukkan kepalanya karena ia gak mau debat lagi.

“Iya sudah, aku antar kamu pulang ya, ini sudah mau nutup soalnya restonya,” ucap Fahri dan Alea pun setuju. Lagian ini sudah hampir jam sepuluh malam.

Akhirnya mereka pun pulang berdua, untungnya tadi Fahri ke resto bawa mobil sendiri, sehingga ia bisa mengantarkan Alea sampai rumahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status