Kerajaan Sylvamoon
Elena mengerjapkan kedua matanya dengan perlahan.Pandangannya terlihat sedikit buram.Tampak semua orang mengelilinginya dengan raut wajah yang sangat cemas."Elena, kamu sudah sadar sayang?" tanya Mora sembari mengusap tangan Elena.Elena melihat Mora dengan kesadaran yang belum pulih."Kamu dari mana saja tadi?" kini giliran Selene yang bertanya, di mana ia duduk di samping kanan Elena.Elena berusaha untuk bangun, membuat Mora dan Selene membantu Elena untuk bersandar."Apa para vampir itu menyakitimu?" Elena mengangkat kepalanya, melihat Talamus dengan senyuman yang samar serta gelengan kepala.Talamus menghembuskan napas lega kala mendengar hal itu."Lain kali kamu jangan sembarangan pergi ya? Minta para guard untuk mendampingimu," beritahu Mora dengan wajah yang tak bisa menyembunyikan rasa cemas dan khawatirnya saat ini.Talamus memandangi lekat putrinya."Kamu sengaja keluar bukan?" tanya Talamus dengan nada suara yang kini terdengar menahan marah.Elena melihat Mora dan Selene sekilas."Elena tidak mau menikah dengan Levator ayah," ungkapnya dengan jujur membuat Mora merasa iba melihat hal itu.Sayang ia sendiri juga tidak bisa membantah keputusan suaminya.Talamus menatap datar Elena, mencoba menenangkan diri akan emosi yang begitu menggebu dalam diri."Ayah tidak menerima penolakanmu. Mau tidak mau kamu harus menikah dengan Levator, dan Moon Goddes juga sudah setuju akan hal itu," tegas Talamus membuat bahu Elena naik turun menahan marah.Elena memalingkan wajahnya marah dengan keputusan ayahnya."Jika kamu sudah merasa baikan, kembalilah ke ruanganmu. Para dayang akan mengantarkan beberapa gaun untuk kamu coba," pesannya sebelum melenggang pergi keluar dari kamar Elena.Elena menatap kecewa punggung ayahnya membuat Mora mengusap lembut punggung tangan putrinya."Ibu akan mencoba untuk berbicara dengan ayahmu," kata Mora yang bergegas menyusul Talamus keluar kamar.Kini hanya menyisakan Elena dan Selene."Apa kamu sungguh baik- baik saja? Para guard bilang jika kamu memasuki wilayah vampir," Selene terlihat amat khawatir dengan adiknya.Elena menggelengkan kepalanya lemah membuat Selene meneliti raut murung adiknya."Apa Moon Goddes sudah memutuskan dengan siapa kakak menikah nanti?" tanya Elena penasaran akan pasangan kakaknya.Selene diam sejenak, menelan air ludahnya sekilas dengan tatapan yang tak tega pada Elena."Aku sudah tahu jawabannya," gumam Elena sembari mengalihkan pandangannya.Selene menghela napas panjang, ikut bersandar di kepala ranjang."Moon Goddes bilang jika pasangan kakak mungkin juga vampir," Selene mulai buka suara membuat Elena perlahan menoleh melihat Selene.Keduanya saling bertatapan, seolah mengungkapkan rasa pasrah akan takdirnya."Sungguh?" Selene mengangguk membuat Elena melihat Selene dengan sendu."Kemarin saat pertemuan umum dengan Moon Goddes, Sean ada di sana," Selene menjeda ucapannya, mengingat bagaimana ia melihat Sean yang begitu acuh dengan dirinya."Terus Sean gimana pas dengar kalau kakak akan dinikahkan dengan bangsa vampir, protes tidak ke Moon Goddes? Kelihatan marah tidak?" tanya Elena dengan sangat antusias.Selene tersenyum samar hingga ia menggelengkan kepalanya pelan."Dia kelihatan acuh dan pergi begitu saja," jawab Selene dengan raut wajah yang terlihat sedih namun berusaha ia tutupi.Elena yang mendengar hal itu merasa sakit hati dan ingin menemui Sean.Ya Selene selalu menceritakan tentang Sean pada Elena, karena itu Elena tahu siapa Sean."Sudahlah, lagian Sean juga sudah tidak berkomunikasi lagi dengan kakak semenjak keributan tahun lalu karena ayah kita, mungkin Sean juga akan segera menikah dengan pilihan Moon Goddes, kakak tidak akan lagi mengharapkannya," katanya dengan pasrah dan menyerah atas Sean.Elena langsung memeluk kakaknya, mengusap pelan punggung Selene."Jangan membohongi diri kak, Elena tahu kakak masih mencintai Sean, jangan biarkan diri kakak jatuh pada orang yang salah," beritahu Elena pada kakaknya yang selalu mengorbankan perasaannya demi ayahnya.Selene tersenyum tipis dan memeluk erat Elena.Selene menguraikan pelukan Elena dan melemparkan senyum manisnya."Siapa yang mengira jika adik kakak sudah sebesar ini," gumam Selene bangga kala melihat adiknya tumbuh dewasa.Elena terlihat berbinar dan senang kala mendengar ucapan Selene."Kakak hanya bisa berdoa yang terbaik untuk pernikahanmu besok," ujarnya sembari mengusap puncak kepala Elena.Elena yang mendengar hal itu kini kembali teringat pada Duke."Kalau gitu istirahatlah di sini lebih lama, jangan terburu kembali ke ruanganmu," pesan Selene yang mana ia lebih tak tega kala melihat adiknya di kurung sendirian di ruang gelap nan lembab di belakang kerajaan.Elena hanya mengangguk dan memberikan senyuman manis pada Selene."Kuharap besok ia datang dan membawaku pergi dari sini," gumamnya pelan kala Selene keluar dari kamarnya.•••Kerajaan LykantorAda Duke yang kini tengah duduk termenung di taman istana.Pikirannya sedang dipenuhi oleh Elena."Aku harap alpa tidak sedang memikirkan permintaan perempuan tadi," Duke menoleh, memutar bola matanya malas kala melihat Astra datang menganggu ketenangannya.Astra duduk di samping kanan Duke, memandangi bunga- bunga yang bermekaran."Menurutmu kenapa Talamus mengurungnya? Bahkan Talamus menyembunyikan putri keduanya dari semua orang? Bukankah itu sangat mencurigakan?" tanya Duke mencurahkan rasa penasarannya terhadap alasan Talamus mengurung putri keduanya.Astra membuang napasnya membuat Duke menoleh."Ada apa dengan napasmu? Sepertinya kamu tidak begitu mendukungku," sungut Duke kesal kala Astra memperlihatkan raut wajah yang tidak mendukung."Bukankah sudah kubilang untuk tidak ikut campur dengan Talamus? Ada apa denganmu? Tidak biasanya kamu suka ikut campur dengan urusan orang lain," tukas Astra yang heran dengan sikap ingin tahu Duke yang begitu menggebu.Kini giliran Duke yang membuang napas gusar kala mendengar olokan Astra."Kenapa aku merasa lebi baik mengobrol dengan Matteo dan Galen dibanding dengan dirimu?" gumam Duke membuat Astra menaikkan sebelah alisnya."Lalu bicaralah dengan mereka," suruhnya membuat Duke berdecak.Keduanya diam, sama- sama sibuk dengan pikirannya masing- masing."Apa sungguh bisa bangsa serigala menikah dengan vampir?" tanya Duke yang masih kekeh membahas Elena."ALPHA!" tekan Astra membuat Duke mendengus sebal dan bangkit dari duduknya.Astra melihat kepergian Duke dengan helaan napasnya."Kenapa ia begitu keras memikirkan tentang perempuan tidak jelas itu? Biasanya Matteo yang memiliki jiwa penasaran yang tinggi, apa mungkin jiwa mereka tertukar?" gumam Astra heran dengan sikap alphanya.Sedangkan itu Duke kini berjalan ke kamar ayahnya, ia ingin mencari jawaban dari semua rasa penasarannya.Duke membungkukkan tubuhnya, membuat Hagen yang tengah membaca buku langsung menutup buku coklat besar tersebut."Ada apa kamu datang kemari? Apa sesuatu menganggu pikiranmu?" tebak Hagen dengan tepat.Duke masih berdiri di tempatnya, sedikit berjarak dengan tempat Hagen duduk."Duke ingin menanyakan sesuatu pada ayah," Hagen mengangguk membuat Duke merasa senang akan hal itu."Apa ayah tahu tentang putri kedua Talamus?" tanya Duke langsung pada intinya.Hagen yang mendengar hal itu terlihat terkejut juga bingung."Bukankah putrinya hanya Selene? Sejak kapan Talamus mempunyai putri kedua?" Duke yang mendengar pernyataan ayahnya kini dibuat bingung.Duke diam, merasa bimbang untuk melanjutkan pertanyaannya."Ayah sungguh tidak tahu jika Talamus memiliki dua putri? Dia di kurung, bahkan disembunyikan identitasnya dari semua orang," jelas Duke pada Hagen.Hagen diam membeku, pikirannya sedang berkelana entah kemana, hingga ia mengatakan sesuatu yang membuat Duke semakin merasa penasaran begitu tinggi dengan siapa Elena."Apa mungkin dia," Hagen menjeda ucapannya, tatapannya terkunci pada Duke yang begitu menunggu jawaban darinya."Lotus!"Kerajaan VedericAda Levator yang sudah tidak sabar untuk pergi ke kerajaan Sylvamoon.Di mana hari ini ia akan menikah dengan Elena, putri kedua dari Talamus yang memiliki kecantikan tiada tandingannya."Aku sungguh akan merasa begitu bahagia dan sejahtera setelah menikah dengannya," gumamnya dengan senang kala mengingat pertemuan pertamanya kemarin dengan Elena.Levator terus menyunggingkan bibirnya dengan manis kala mengingat betapa cantiknya Elena.Levator menoleh kala pintu diketuk.Terlihat Federic berjalan menghampirinya."Kau terlihat senang sekali putraku," ujar Federic yang bisa melihat betapa bahagianya Levator."Iya ayah, Levator sangat bahagia sekali hari ini. Di mana Levator akan menikah dengan Elena, putri kerajaan tercantik yang pernah Levator temui," akuinya yang beberapa kali memuji dan mengagumi kecantikan Elena.Federic tertawa mendengar pengakuan putranya."Ya, ayah rasa Elena sangat cocok denganmu. Setelah menikah nanti kalian akan menjadi penguasa pack yang pali
"Ayo keluar!"Elena menoleh kala mendengar suara serak tersebut, keningnya berkerut kala melihat pria tinggi nan tampan. Astra langsung masuk ke dalam ruangan, mendekati Elena. "Kamu pria waktu itu?" Astra mengangguk membuat Elena melihat ke belakang, berharap melihat Duke. Astra yang memiliki pendengaran yang tajam, bisa mendengarkan langkah kaki yang mendekat. "Ayo ikut denganku jika kamu ingin keluar dari sini," ajak Astra dengan singkat yang mana hal itu langsung diangguki oleh Elena. Elena langsung beranjak dari kursi, berjalan di belakang Astra. Keduanya lewat belakang, sebelum tepergok Talamus. Di tempat lain ada Talamus dan Duke yang tengah berjalan menuju ruangan Elena. "Kamu pasti merasa sangat senang bukan karena bisa bebas dari ruangan terkutuk yang telah mengurungmu selama 5 tahun ini? Bukankah kamu seharusnya berterima kasih padaku? Berkat aku kamu bisa keluar dan bebas untuk menghirup udara segar," tanya Talamus dengan nada yang mengejek membuat Duke yang berjal
•••Duke dan Elena kini sedang berjalan- jalan di sekitar taman. "Bagaimana dengan kondisi kerajaan?" tanya Elena ingin tahu.Duke melihat bunga yang semi dengan ayunan kepalanya, "Ayahmu terlihat cemas dan panik."Elena kini merasa sedikit bersalah, namun ia sendiri juga tidak bisa menerima pernikahan tersebut.Duke yang bisa memahami pikiran Elena sontak melontarkan sesuatu, "Jangan merasa bersalah, tidak semua orang tua bisa memaksakan kehendaknya."Elena melihat Duke dari samping, "Menurutmu tindakanku tidak salah?" tanya Elena yang diangguki oleh Duke."Bukankah kamu bisa menolaknya? Tidak semua perintah orang tua bisa kita lakukan," beritahunya pada Elena.Elena berhenti berjalan, berpikir sejenak akan komentar Duke barusan, "Benar juga, aku bisa menolak jika tidak menyukainya."Duke manggut- manggut setuju akan ucapan Elena barusan."Apa kamu akan ke kerajaan sekarang?" tanya Elena saat melihat Duke yang hendak pergi."Duke mengangguk, melihat Elena,"Tenang saja, mereka tidak a
Kerajaan Slyvamoon"Jadi kita batalkan pernikahan ini?" tanya Federic dengan nada dingin dan picingan mata yang begitu sinis. "Jangan marah dulu. Para guard sedang mencari putriku!"Levator memalingkan muka menunjukkan rasa jengkel dan kecewa. "Ayo kita pulang saja, tidak ada gunanya di sini."Levator langsung beranjak dari kursi, bersamaan dengan Duke yang baru saja masuk ke dalam ruang singgasana. "Bagaimana Duke, kamu menemukan putriku?" Duke menggelengkan kepalanya, "Saya tidak bisa menemukannya."Talamus yang mendengar hal itu terlihat begitu marah, ia langsung berdiri, menatap sengit Duke, "Bagaimana bisa, bukankah aku telah memberimu benang emas?" tekan Talamus dengan emosi. Mora dan Selena menatap Duke dengan penuh harap. Duke menelisik mereka satu persatu dengan napas yang sedikit tersengal. "Itu kenyataannya. Saya tidak bisa menemukannya."Talamus membuang napas besar, menarik rambutnya frustasi. Mendengar hal itu, Federic langsung bangkit dari kursinya, "Sepertinya d
Kerajaan NocturniaAda Manos yang sedang duduk di kursi singgasananya. Ia terlihat diam merenung. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Rasa- rasanya dia seperti sedang memikirkan sesuatu. "Ayah!" Manos menoleh dan terlihat putranya berjalan menghampirinya. Dia adalah Octavian. "Ada apa?"Manos membenarkan bajunya sekilas. "Apa yang ayah pikirkan?"Octavian duduk di kursi yang lebih rendah dari Manos. Manos menghembuskan napas panjang. "Kamu sudah dengar berita?" tanya Manos membuat Octavian mengernyitkan keningnya. "Berita apa?" tanya Octavian yang ternyata belum tahu apa- apa. "Duke sudah dikeluarkan. Dia dijadikan penjaga keamanan kehutanan oleh Talamus."Octavian terlihat begitu terkejut sekali mendengar berita tentang sepupunya. "Ayah serius?" tanya Octavian tak percaya, "Bagaimana mungkin paman mengeluarkan Duke? Bukankah itu akan membawa masalah buat kita semua? Apa yang dipikirkan oleh paman Hagen hingga mengeluarkan Duke."Manos kembali menghela napas, "Tapi ada ben
Beberapa hari kemudianAda Elena yang sedang membantu paman Hoba di dapur.Ia terlihat begitu senang dan antusias dalam membantu memasak.Padahal ia tidak seharusnya melakukan hal itu bukan?Tapi mengingat ia begitu senang melakukan hal- hal kecil membuat paman Hoba mengajari Elena untuk memasak.Dari arah luar ada Astra dan sikembar yang hendak menemui paman Hoba.Mereka bertiga berhenti di ambang pintu kala melihat paman Hoba sedang melakukan pelatihan pada Elena."Paman Hoba sedang melakukan pendidikan pada Elena?"Matteo terlihat seperti cemas dan takut saat ini."Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya nanti."Galen mengusap tengkuk belakangnya dengan sedikit merinding kala membayangkan masakan paman Hoba yang selalu asin, pahit atau terkadang hambar.Astra menelan ludahnya kembali, "Apa kita batalkan saja untuk menemui paman Hoba?" tanyanya pada mereka berdua.Matteo melihat ke samping, "Semua orang tahu jika kau tidak pernah takut dengan hal apapun, siapa yang tahu jika k
Elena tampak duduk termenung di bangku taman.Ia memikirkan apa yang terjadi dengan Duke barusan.Elena terus kepikiran tentang apa yang sebenarnya terjadi.Ia begitu mencemaskan Duke sekarang.Elena tak sengaja melihat Astra berjalan menuju dapur membuatnya dengan cepat langsung bangkit dari kursi dan mengejarnya. "Astra!"Astra menoleh, dengan raut wajah yang kesal terpaksa berhenti sejenak. "Kamu mau kemana?"Elena bertanya dengan pelan dan hati- hati. "Kenapa?" tanya balik Astra dengan dingin. Elena meremas gaunnya dengan sedikit cemas. "Bagaimana dengan keadaan Duke? Apa dia terluka parah?" Astra menghembuskan napas gusarnya, "Kenapa bertanya padaku? Tanya sendiri pada ayahmu."Elena menatap takut Astra, "Apa ayah yang melakukan semua itu?" Astra berdecak pelan. "Sebaiknya kembalilah ke kerajaanmu. Bukankah pernikahanmu sudah dibatalkan? Tolong jangan bebani alpha kami dengan keberadaanmu di sini. Ia melakukan segalanya untukmu."Elena yang mendengar hal itu sedikit merasak
Kerajaan VedericTerdapat Levator yang tampak diam di kamarnya.Ia terlihat marah kala sudah beberapa hari ini, tidak ada kabar apapun dari Talamus."Apa yang sedang ia perbuat? Tidakkah dia tahu jika aku menunggu."Levator langsung beranjak dari ranjangnya, pergi untuk menemui ayahnya.Levator tidak bisa menemukan ayahnya di ruang singgasana.Kemana ayahnya?Levator langsung mencarinya ke tempat lain.Terlihat Federic tengah berbicara dengan penasehat kerajaan."Ayah."Federic menoleh sekilas, segera mengakhiri obrolannya dengan penasehat kerajaan."Apa yang sedang ayah bicarakan?" tanya Levator terus terang.Federic hanya diam, duduk di kursi dekat taman sembari menikmati teh hijaunya."Kamu belum mendengar soal Talamus?" Levator menggelengkan kepalanya, "Memangnya apa yang terjadi dengan Talamus?" tanya Levator karena penasaran.Federic menghela napas pelan, "Dia mendapatkan kembali wilayah timurnya."Levator terlihat sangat terkejut, "Sungguh?" Federic mengangguk membuat Levator m