Home / Romansa / Live with the CEO / Punya Niat Pribadi

Share

Live with the CEO
Live with the CEO
Author: KIKHAN

Punya Niat Pribadi

Author: KIKHAN
last update Last Updated: 2022-09-11 22:49:20

Ruangan kerja didominasi warna hitam dan abu-abu. Terdapat seorang pria duduk di kursi sedang bicara melalui telepon. Benda-benda di dalam tertata rapi dan bersih tanpa noda, mencerminkan pemiliknya.

Papan nama akrilik terpajang kilau di meja tertera nama "Haris Liam", di bawah namanya pula jabatan yang didudukinya "Presdir of Top Mirror".

"Mereka bilang kapan?" 

Suara berat khas Haris hanya bisa dinikmati oleh orang tertentu. Dia cenderung tegas jika bicara sampai ditakuti karyawan bahkan keluarganya.

Helaan napas Haris mengisi satu ruangan. "Kenapa bisa mendadak?!" teriaknya di telepon.

Inilah Haris, dia dijuluki "Presdir Gila" karena temperamennya buruk. Di balik kegilaannya Haris mampu mendirikan perusahaan sendiri dengan modal pribadi. 

Usai menutup telepon cukup kasar, Haris berdiri di sisi kiri ruangan di mana bisa melihat pemandangan kota. 

Jadwal penerbangan ke China besok, lebih cepat dari prakiraan Haris dan terbilang mendadak. Gara-gara masalah yang dibuat adik tirinya, Haris yang harus menyelesaikan.

"Berengs*k itu!" 

Haris menyambar jaket kulit di kursi kemudian dipakai sambil berjalan keluar. Di tangan kanannya terdapat kunci mobil, dia akan pergi.

Karyawan yang melihat Haris menyapanya meskipun tidak dibalas senyum atau anggukan kepala apalagi memberi semangat. Sepertinya cuma Haris, presdir tanpa asisten yang mampu meng-handle segala yang terjadi di Top Mirror.

Haris malas mempekerjakan orang menjadi asisten atau sekretaris apalah itu sebab mereka kewalahan sebelum perang. 

Orang biasa mungkin tidak akan tahu Haris adalah presdir karena pakaiannya bukan jas keren berdasi. Haris memakai pakaian formal hanya jika menghadiri rapat, di luar itu dia lebih nyaman memakai kaos putih berlengan panjang dibalut jaket kulit atau denim dan dipasangkan celana Levis hitam atau putih. Singkatnya, Haris suka warna monokrom.

Usai masuk mobil baru yang dibeli tiga hari lalu, Haris tancap gas menuju rumah orangtuanya yang ditempati berbagai makhluk mengerikan.

Mereka bukan hantu. Haris sebut mereka makhluk mengerikan sebab harus dijauhi jika ingin hidup tanpa beban.

Haris tiba di rumah. Mobilnya melewati pancuran air tepat di depan rumah untuk memarkir kendaraan.

Markas keluarganya memiliki keamanan tinggi. Fasilitas di dalam sudah memakai teknologi meski masih butuh pekerja.

"Tuan Muda Haris datang."

Kedatangan Haris di acara makan siang keluarga tidak lagi mengejutkan mereka.

"Aku pikir Ayah sangat sibuk sampai Lucas yang menelepon." Haris duduk di kursi yang tersedia. "Ternyata tidak."

David adalah Ayah Haris. Lucas adalah asistennya. Mereka pasangan utama yang patuh peraturan walaupun sesekali menyebalkan.

Haris mengambil jeruk dan mengupas kulitnya sambil bertanya kepada Yuna. "Ibu tiriku tercinta hari ini senggang?" Dia menikmati rasa asam manis jeruk. "Biasanya sibuk arisan sosialita," sindirnya tersenyum padahal lagi mengunyah.

Yuna tidak menggubris Haris. Mereka belum memulai makan siang, namun dia sudah main comot jeruk.

"Makanan itu untuk dimakan, bukan cuma dilihat. Silakan makan," kata Haris.

Mereka menatap David sebab dia kepala keluarga, yang memutuskan semua hal terkait rumah. 

David mengangguk satu kali, membiarkan obrolan di sela makan.

Haris melempar kulit jeruk ke arah adik tirinya yang pertama. "Tidak bisakah kau tidak membuat masalah satu kali saja? Atau diam saja tidak usah bernapas supaya aku tidak ke sana-sini menyelesaikan masalahmu." 

Elina melirik sampah yang dibuang Haris. "Tidak bisa. Aku hidup untuk mengusikmu." Sikapnya frontal dan keras kepala.

Kali ini masalah yang Elina buat adalah skandal dengan aktor dari Top Mirror. 

Haris tersenyum pahit kemudian menatap David untuk mengadukan perbuatannya. "Dia kencan dengan pria beristri. Hebat sekali." Ada nada meremehkan dari suaranya.

Elina sempat kaget. "Aku baru tahu kemarin, pas beritanya muncul. Kalau tahu dia sudah beristri aku juga tidak akan mendekatinya, Ayah."

"Sebenarnya akal pikiranmu masih ada atau tidak?" ketus Haris.

"Haris!" tegur David.

"Cobalah hidup seperti kembaranmu, Elisha." Haris menatap gadis di sebelah Elina yang tengah makan cukup tenang di tengah badai.

Elisha cuek. Haris bukan memuji, tapi menghina.

Haris sendiri malas mampir bertemu mereka di rumah sesak ini.

"Kudengar kau mau pergi ke China. Kapan?" tanya Yuna.

"Besok malam. Mau ikut?" tawar Haris. "Aku harus menyelesaikan masalah yang dibuat putrimu sampai pergi ke China." Ini karena aktor yang Elina kencani tengah menjalani syuting di China.

Top Mirror di China mengalami guncangan serius akibat berita kontroversi itu. Elina bukan hanya membuat skandal, tapi membuka privasi aktornya bahwa dia memiliki istri yang sudah dilindungi secara hukum tertulis di kontrak.

"Selesaikan dan cepat kembali dari China. Setelah itu Ayah ingin membahas sesuatu pada kalian semua," ujar David serius.

"Katakan sekarang saja biar sekalian selesai," jawab Haris.

"Tentang apa?" tanya Yuna.

"Jangan ikut campur," sela Haris pada ibu tirinya. "Ayahku pasti membahas bisnis. Tahu apa dirimu selain arisan," cibirnya.

"Kau keterlaluan!" sentak Yuna.

"Ibu! Tidak perlu teriak padanya." Elisha membela Haris.

"Haris, kalau kau tidak mau menggabungkan kepemilikan Freelist dengan Top Mirror bagaimana nasib Freelist ke depannya?"

Haris kehilangan nafsu makan. "Freelist kan punyamu. Top Mirror aku bangun dari nol. Kerjakan saja pekerjaan masing-masing. Aku tidak mau menguasai rumah. Berikan saja pada Elisha, asal jangan Elina."

"Apa katamu?" sahut David.

Haris tidak sengaja melihat Yuna tersenyum setelah dia menyebut salah satu anaknya diajukan mengambil alih Freelist. "Kau senang akhirnya ada yang meneruskan perusahaan? Aku mengajukan Elisha karena dia tanggap dan mudah belajar dari kesalahan. Bukan berarti lebih baik dari saudarinya."

Yuna membelalak atas alasan Haris. "Apa?!"

"Aku tidak mau mati kelelahan mengurus kalian bertiga. Anakmu juga harus tahu cara cari uang." Haris terus menyindir mereka secara langsung. 

*

Elisha menemui Haris di halaman belakang rumah dekat kolam renang setelah menerima pesan.

Malam hari terasa lebih dingin. Apalagi Elisha berhadapan dengan es balok. "Ada apa kau memanggilku?"

"Duduk." 

Usai Elisha duduk di sebelahnya, Haris langsung bicara ke inti. "Ambil alih Freelist. Ayah memberi amanah padaku. Aku percaya kau bisa memimpin Freelist."

Elisha kira tentang apa. "Kau lebih mampu."

"Besok kontrak pengalihan Freelist akan diterbitkan. Tanda tangani saja, kau bisa belajar dari nol."

"Kenapa tidak kau saja? Ayah yang mendirikan Freelist. Apa alasanmu tidak mau menggabungkan dengan Top Mirror?" 

"Top Mirror milikku." Biarkan Haris memegang miliknya dengan erat.

Elisha menghembuskan napas pasrah. "Setelah pengalihan disetujui aku harus bagaimana menghadapi Elina? Dia sangat memimpikan hal ini."

"Jangan pedulikan Elina. Paling mulutnya berisik." Haris memang tidak dekat dengan adik-adiknya. 

"Top Mirror tidak akan pindah tangan. Buat dia sadar posisinya tidak penting. Aku memanfaatkanmu."

Elisha tidak bisa pungkiri seberapa banyak usaha Haris menyelesaikan masalah Elina. "Kau keras padanya karena masa lalu?"

"Yang mana? Saat Elina menyukaiku?"

"Ya."

"Anak itu tidak sadar menyukai orang yang lebih kejam dan keras dari dirinya sendiri."

Elisha menatap sendu mereka. "Elina melakukan semua ini karena terjebak perasaan menyukaimu."

"Kembali istirahat. Aku ingin sendirian."

Elisha beranjak meninggalkan Haris bergulat dengan pikirannya. Dia mengerti Haris melalui banyak hal. Hubungan mereka bertiga akan baik-baik saja jika Elina tidak menyukai Haris lebih dari saudara.

Haris mendecih. Pikir Elina karena mereka saudara tiri cinta bisa berlayar?

"Jangankan hatiku. Bahkan 1% hartaku tidak akan bisa kau miliki."

Elisha masih bisa mendengar dari tempatnya berdiri. "Bodoh."

Related chapters

  • Live with the CEO   Menyimpang dari Rencana

    Pengalihan kepemilikan Freelist telah diresmikan. Ucapan selamat serta karangan bunga berdatangan di depan kantor utama Freelist. Elisha adalah bintang utama. Elina berdiri di sisinya memasang wajah dengki. Yuna tentu bahagia salah satu putrinya mendapat bagian. Sementara itu Haris dan David bertemu para tamu di mana ada dewan direksi dan pemegang saham yang menyetujui Elisha sebagai Presdir Freelist. Elisha melihat Haris. Mereka saling senyum memiliki arti tersendiri. "Kau pasti senang diberikan perusahaan besar oleh Haris. Kita lihat apa kau mampu mengatasi masalah yang kubuat," ucap Elina. "Jaga ucapanmu. Banyak tamu di sini," tegur Yuna pada Elina. Elina abai jika didengar. Tujuannya hidup kan memang mengganggu mereka. "Haris pasti tidak asal memberimu jabatan, bukan? Dia tidak seperti pria gampangan yang aku temui di luar sana." "Urus hidupmu yang menyedihkan itu. Berapa pun masalah yang kau buat tidak akan membuat Haris menyukaimu." "Apa katamu barusan?" "Hentikan." Yuna

    Last Updated : 2022-09-11
  • Live with the CEO   Menolong Tidak Perlu Alasan

    "Aira, ini kayu bakar untukmu." "Terima kasih." Kehidupan yang Aira jalani tidak membosankan. Tinggal di pulau kecil baginya penuh makna. Walau penghuni pulau tidak sebanyak kota besar, Aira bahagia selama masih punya teman-teman. Pulau Pakat jauh dari kata layak huni di era serba teknologi. Namun telah mengetahui fakta itu pun mereka enggan meninggalkan pulau bahkan saat tahun lalu pemerintah akan menjadikan Pulau Pakat sebagai destinasi wisata. Aira menyalakan perapian di dalam rumah menjelang matahari terbenam. Dia tinggal seorang diri, orangtuanya tiada sejak Aira lulus sekolah menengah, untuk bertahan hidup Aira bekerja di pasar membantu temannya menjual sayur hasil panen dan ikan. Orang yang memberi Aira kayu bakar tadi adalah Deva, sahabatnya dari kecil. Orangtua Deva adalah wali Aira setelah orangtuanya tiada. Mereka yang hidup di pulau terbiasa hidup berkecukupan asal bisa makan, minum, dan tidur dalam keadaan hangat. Sekarang Aira dan Deva menonton kartun favorit me

    Last Updated : 2022-09-11
  • Live with the CEO   Kebiasaan Tak Pernah Hilang

    Aira menemui Haris dan terlibat adu pandang. Aira masih bergeming. Ragu mau membukakan pintu atau tidak.Di luar Deva mengetuk pintu sampai tangannya pegal. "Dia pasti kelayapan. Dasar perempuan aneh! Suka jalan-jalan sendiri di pinggir laut cuma lihat langit seperti tidak bisa lihat besok!" gerutunya persis emak-emak.Plak!"Siapa lagi yang memukul kepalaku!" Deva mengusap kasar kepalanya, ketika berbalik melihat pelakunya dia mengulum bibir. "Eh, Ibu.""Ibu?" bisik Aira berubah pikiran."Ibumu?" tanya Haris.Aira menyuruh Haris diam dengan meletakkan telunjuk di depan mulut. "Ssutt, diam dulu."Haris menyantap bubur dengan polos menatap kebingungan Aira. "Jam berapa sekarang? Pulang dari laut harusnya kau ke rumah orangtuamu dulu! Bukan malah ke rumah Aira!" omel Novita. "Ini lagi," tunjuknya ke ember yang ditenteng Deva."Milik Ibu sudah aku pisahkan, tapi besok baru aku bawa ke pasar. Jangan pukul kepalaku lagi. Bagaimana kalau aku amnesia dan lupa dengan jasa-jasamu?" ancam Deva

    Last Updated : 2022-09-11
  • Live with the CEO   Mempersulit Diri Sendiri

    Griffin perhatikan Aira mudah sekali menyalakan api, tidak seheboh dia."Aku tadi berhasil." Griffin membela diri sendiri."Tapi?" "Aku sangat terkejut.""Dan kayu yang basah harus diganti.""Maaf. Apa yang harus kulakukan?" Aira berdiri melihat Griffin duduk selonjor di lantai. "Aku ingin menyuruhmu menjemur kayu, tapi sudahlah. Kakimu belum sembuh lagipula aku harus pergi."Griffin bertumpu pada meja untuk bangun. "Tidak bisakah aku ikut?""Tidak bisa." Orang-orang bisa menyangka Aira menyembunyikan pria dari planet lain."Setelah sembuh?" tanya Griffin ragu."Tentu.""Kau sudah janji ya.""Iya."*Di sela-sela sepi pembeli, Aira mampir ke lapak sebelah. Semalam Novita dan Deva datang ke rumahnya namun kembali setelah membuat keributan."Kebetulan kau ke sini," kata Novita."Aku dengar semalam kalian ke rumahku. Maaf, Bu. Aku lelah sekali dan ketiduran.""Tidak apa-apa. Deva memang suka mengganggumu istirahat. Anak itu mau mengajakmu bakar ikan tengah malam. Dia sudah gila!" Aira

    Last Updated : 2022-09-11
  • Live with the CEO   Hilang dan Muncul Seenaknya

    Griffin masuk kamar mandi. Dia membuka kaki lebar-lebar supaya tidak kena air. Aira melarang lukanya basah selagi dia tidak ada atau mengganti balutan luka sendiri."Dia tahu aku tidak bisa apa-apa tanpanya."Bukan ingin memenuhi panggilan alam. Griffin mau cuci muka. Hampir 3 hari kondisi wajahnya kering. Jika dibiarkan bisa mengkerut lebih cepat.Griffin lihat ada wadah botol kecil dengan gambar wanita yang sedang cuci muka. Mumpung Aira tidak ada, Griffin pakai sedikit.Hatinya membaik begitu berkaca sambil mencuci wajah dengan gerakan memutar. Ada sensasi dingin. Griffin tersenyum lebar menikmati wangi dari busa wajahnya.*Aira bingung sepulangnya ke rumah Griffin tidak ada di ruang utama. "Ke mana Griffin?"Aira menilik kamar orangtua dan kamarnya, namun tidak ada. Krieett!Aira lihat Griffin memakai sabun wajah miliknya. "Sekarang kau tanpa izin menggunakan barang milikku?" Griffin belum sadar saking menikmati kegiatannya."Aira belum pulang, jadi tidak apa-apa.""Dia sudah

    Last Updated : 2022-09-19
  • Live with the CEO   Griffin, Pulanglah

    "Pelan-pelan jalannya."Aira berhenti kemudian lihat Griffin tidak pincang lagi. "Kakimu sudah sembuh.""Ya, setelah jalan sangat jauh!" "Kau tidur di pinggir laut? Apa itu masuk akal?" Aira tidak percaya."Aku memikirkan semua tentang hidupku dan tanpa sadar tertidur sampai pagi."Aira memukul punggung Griffin. "Bagaimana kalau kau sakit?" omelnya."Kan ada kau. Dokter pribadiku." Griffin cengar-cengir supaya amarah Aira tidak berlanjut."Pulanglah. Kuncinya pasti ada di bawah keset depan rumah," ucap Aira."Kedengarannya kau mengusirku.""Cepat pulang dan masak sesuatu untuk malam kalau kau menganggapku dokter pribadimu."Griffin mengernyit bingung. "Apa hubungannya?" "Kau harus membayar jasaku. Ingat, jangan sampai orang lain tahu kita serumah. Masuk diam-diam," ujar Aira setelah memberitahu kunci rumah."Jangan anggap aku maling.""Ck.""Baiklah, baiklah."Tidak ada salahnya Griffin mengikuti pemilik rumah ketimbang diusir."Kau baik-baik saja? Temanmu sudah lihat aku."Aira bis

    Last Updated : 2022-09-22
  • Live with the CEO   Dua Pria di Rumah Aira

    Griffin terengah-engah sampai rumah. Dia pikir napasnya bisa habis di tengah perjalanan. Perasaan Griffin mengatakan jarak dari pantai ke pasar tidak sejauh seperti dari pasar ke rumah."Apa hanya aku yang merasa hampir mati?"Griffin lihat masyarakat di pulau ini masih berjalan kaki baik jarak jauh sekali pun tanpa rasa letih.Selagi menormalkan pernapasan dan detak jantung Griffin duduk dahulu di teras, menyeka peluh keringat sebesar butir jagung sambil mengipas wajahnya dengan kerah depan kaosnya."Hah ... Hebat sekali pulau ini tanpa polusi." Setiap mendengarkan berita terkini di radio, Griffin selalu ingat suara kendaraan melaju tapi udaranya kurang baik akibat polusi.Di tempatnya hidup sekarang sepeda pun bisa dihitung sepanjang berjalan kaki dua rute.Sesudah letihnya berkurang, Griffin bangkit berpegangan gagang pintu. Saat gagang pintunya ke bawah, Griffin kaget pintu terbuka padahal sebelumnya terkunci."Kok?"Pria yang termakan berita menyeramkan mengenai pencurian dan p

    Last Updated : 2022-09-25
  • Live with the CEO   Datang Tanpa Diundang

    Cklek!Deva memindai kamar Aira yang barusan dia buka."Tidak separah yang kukira."Kamar Deva lebih kacau dari Aira. Kalau sekadar kemasan makanan tergeletak di atas meja, handuk di atas kasur, dan bantal tidak tertata itu masih umum.Setelah rasa penasaran hilang, Deva menutup pintu."Semoga Aira tidak tahu sampai kapan pun."Deva keluar dari rumah Aira dan mengunci kembali pintu.Kriett! Cklik!Griffin membuka mata kemudian membalas ucapan Deva, "Tidak. Kau ketahuan."Demi menyelamatkan diri Griffin masuk lemari pakaian, ditelan gelap dan keheningan.Merasa kadar oksigen makin tipis, Griffin mendorong pintu lemari dan lompat keluar."Hahh! Hahh!"Akhirnya Griffin bebas dari kewaspadaan sebab Deva telah pergi."Siapa dia?"Suaranya terdengar tidak asing di telinga Griffin tapi dia tidak ingat di mana dan siapa.Semenjak amnesia Griffin bukan cuma melupakan masa lalu

    Last Updated : 2022-09-26

Latest chapter

  • Live with the CEO   Prioritas Utama

    Bak melihat meteor berjatuhan. Pekerja di rumah David Liam menganga tatkala mobil menerobos pemeriksaan dan berhenti menimbulkan decit rem mobil. Terlebih lagi setelah tahu siapa yang keluar dari mobil pors*he. Dialah putra tunggal majikan mereka yang cukup lama hilang. Tukang kebun yang sedang menyiram tanaman gagal fokus menyirami teman sendiri. Sapu yang digunakan menyapu daun kering jatuh saking terkejutnya mereka. "Tuan Muda telah kembali!" Mereka terharu sama-sama berbahagia. Haris bukanlah pria yang peduli atas reaksi orang lain. Dia krisis kepedulian. Dibukanya pintu rumah lebar-lebar hingga cahaya matahari masuk dengan bebas. Nampan berisi semangkuk bubur dan air putih di tangan Yuna jatuh usai menoleh tempat adanya bayangan pria yang semakin jelas kemudian membelalakkan mata. "Ha-Haris?" "Tuan Muda!" Pembantu di hadapan Nyonya Yuna membungkuk sembilan puluh derajat menyaksikan kedatangan tuannya. Pria itu sebetulnya tak ingin munafik menyapa penuh kerinduan apalagi

  • Live with the CEO   Dua Sisi Seorang Haris

    Bradly mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Melihat tubuhnya berada di lantai, dia segera bangun dan merapikan bantal serta selimut milik Haris. Ditambah ingatan semalam menghantui pikirannya. Bradly menampar wajahnya sendiri sampai sakitnya tak terasa. "Kau gila, Bradly." Bradly mengucapkan omong kosong, tetapi beruntung tidak mencaci Haris. "Kau sudah sadar?" Haris keluar dari kamar mandi dengan rambut basah memakai kimono menghampiri Bradly. "Ya. Sepenuhnya." Bradly lantas minta maaf. "Maaf semalam aku mengatakan yang tidak-tidak padamu." Haris tidak masalah. "Jangan pikirkan hal itu. Aku baik-baik saja. Setelah melewati banyak hal aku menerima semua perkataan dan perbuatan orang, yang buruk sekali pun." Bradly tetap merasa bersalah. "Aku minta maaf, Haris." "Tidak, tidak. Namun, kau mudah mabuk sekarang. Semalam cuma minum segelas meracaumu sudah ke mana-mana." Gelas bekas mereka minum semalam bahkan masih di atas meja, belum dibersihkan. "Aku

  • Live with the CEO   Akibat Minum

    #PresdirTopMirrorHidupKembali40,5k Likes10k comments @karyawanmagangTM : Tuhan memberkati @harisliam_tm. Dia hidup! @gagahy68 : Kalau tidak salah adik tirinya menggembor-gemborkan doa bersama atas kematiannya. Apa ini? Dia senang kakaknya mati padahal masih hidup? Wanita jalang. Enyah kau! @khrkn_lee : @gagahy68 Benar. Aku karyawan Top Mirror menjadi saksi ketidaksopanannya. Dia membuat keributan lalu menjambak presdir baru kami @elinaa.liam kemudian pihak @elinaa.liam meminta maaf. @elisha.liam234 harusnya kau berlutut pada adikmu! @jeremythim : Skandal keluarga apa lagi ini... belum tamat kah? Tidak satu pun dari mereka mendukung perdamaian dunia. @hpbee : @elisha.liam234 yang mengumumkan foto Tuan Haris. Kalian tidak tahu, kan? Jangan seenaknya menghina bos kami! @khrkn_lee : hahaha dasar konyol @hpbee. Perangai buruk bosmu diketahui satu negeri. @tianmori : Siapa wanita di sampingnya? Hoho, apa kekasih baru @harisliam_tm? Semoga dijawab. @fansharis : Mungkin, iya. Mereka

  • Live with the CEO   Sisi Baik Sang Presdir dan Keputusannya

    Elisha langsung gemetar diancam langsung oleh Haris, tetapi menutupinya. "Selagi aku bersedia, silakan." **Haris menaruh kasar ponsel di meja lantas menyambar kunci mobil. "Kau mau ke mana?" sahut Aira mencegahnya pergi. "Aku akan membunuhnya kali ini." Bukan omong kosong belaka. Dia bisa membunuh Elisha sekarang supaya memuaskan keinginannya sejak dulu. Mata Haris sangat berapi-api dikuasai amarah. "Temani aku makan dulu!" Entah kenapa Aira bilang begitu selagi berniat mencegah Haris pergi. Aira menahan malu menambahkan, "A-aku jujur be-belum punya uang. Kau punya banyak." Haris menghembuskan napas mengartikan tidak bisa menjawab lagi. "Kau sendiri yang bilang mau mengganti total biaya yang aku keluarkan selama merawatmu." Aira terus usaha membujuk pria itu. "Ayo, aku temani." Aira mengusap pipinya yang sedikit basah dan bisa langsung ceria berhasil meredam kemarahan Haris. Aira memesan burger, pizza, dan soda. Sementara Haris tidak, dia masih kenyang. "Dia tidak akan p

  • Live with the CEO   Elisha Menghubungi Haris

    "Sudah temukan Haris?" "Belum. Maaf, Nona." Digenggam pena dengan erat mendengar jawaban asisten tak berguna. Kenzy mengimbuhkan hasil pencarian sehari penuh, "Hanya kartu kreditnya yang terlacak di pusat perbelanjaan kemarin. Sepertinya Tuan Haris disembunyikan oleh seseorang." Tangan perempuan itu bergerak cepat meraih gelas dan melempar ke lantai mengakibatkan pecahan kaca memantul menggores tulang pipinya. Kenzy tidak bergerak sedikit pun. Luka segaris tidak berarti baginya. "Cari lagi!" bentak Elisha. "Baik." Kenzy keluar dari ruangan presdirnya. Sementara Elisha mengobrak-abrik meja yang dipenuhi berkas penting. "Arrrgh!" Dia teriak frustasi. Dalam kecemasan ini Elisha masih butuh jawaban kembarannya. "Elina." Intonasi suaranya melunak. "Apa ini? Berani sekali kau menghubungiku," jawab Elina di seberang sana. "Aku sibuk. Jangan ganggu- " "Aku lihat Haris. Dia sungguh hidup? Dia kembali?" "Kau melihatnya?" Senyum Elina menghiasi wajahnya. "Bagaimana perasaanmu? Kau

  • Live with the CEO   Pergi Berbelanja

    Aira sedikit kurang nyaman dipandang banyak orang gara-gara outfit yang dikenakan Haris lebih mirip penculik. Haris memakai pakaian dan aksesoris serba hitam. Topi, jaket kulit, masker, celana, bahkan sepatu. "Kau yakin mereka tidak curiga?" bisik Aira. "Keturunan konglomerat harus maksimal dalam penyamaran," jawab Haris merasa baik dan nyaman. "Bukan itu." Aira juga tidak tahu dari kapan tangan mereka gandengan. "Kau lebih mirip penjahat yang menculik seorang gadis." "Aku memang menculikmu." Pria itu sama sekali tidak tersinggung malah bangga disebut penculik. "Benar Deva bilang kepalanya belum sembuh," lirih Aira memalingkan muka sekejap. "Apa yang harus kita beli?" "Pertama! Kita ubah penampilanmu dulu. Setuju?" Haris berdecak pelan. "Hei, aku selalu menawan pakai apa pun. Tidak mau. Kalau ada yang mengenaliku di sini bagaimana? Mau tanggung jawab?" "Katamu kau orang kaya." Aira berani mencibir. Haris berkacak pinggang mengira pergaulan Aira sudah tercemar oleh Elina da

  • Live with the CEO   Disadap Haris

    Tas branded milik wanita pemarah itu dilempar ke kursi begitu saja usai menghadiri rapat direksi. "Sudah kubilang berkali-kali. Top Mirror tidak akan menerima Elisha bahkan bau tubuhnya sekali pun!" "Sekarang Elisha orang berpengaruh di Logan. Saham Freelist naik dua kali lipat. Kali ini terima saja kunjungannya karena jajaran direksi meminta. Lain waktu Haris pasti turun tangan." "Apa cuma Haris yang mereka takuti?" Luapan amarah Elina mencapai batasnya. "Tidak akan pernah aku izinkan Elina menginjakkan kaki selama aku di sini!" "Lalu, kau mau turun jabatan?" "Lebih baik begitu." "Harga dirimu sangat tinggi, Nona." Bradly akui Elina sangat konsisten dengan keputusannya. "Cepat desak Haris kembali ke kursi itu lagi!" Elina menunjuk kursi bertuliskan nama beserta jabatan Haris yang lama kosong. "Aku muak bekerja keras." Pria itu mengangguk, paham betapa bosan dan ada begitu banyak pertentangan antara pekerjaan dengan hati nurani Elina. Semua orang tahu Elina terpaksa mengganti

  • Live with the CEO   Deva Tidak Menyukai Haris

    Bradly meletakkan dus gawai baru di meja kerja Elina sebagai bentuk kepeduliannya. Waktu itu Elina melempar ponsel sampai terpecah belah. Semua data yang dibuat sebelumnya telah dipindahkan guna memudahkannya. Bradly sedikit mencemaskan Elina sewaktu berada di rumah. Sikapnya dengan Elisha sama buruk. Mungkinkah Haris muncul lebih cepat dari prakiraan? Secara emosional Elina tak ingin kalah dari saudarinya. Berapa kali mereka mencegahnya buka suara, di sana Bradly yakin dia sudah mengumbar pertemuan dengan Haris. "Apa yang harus aku perbuat sekarang?" Selagi memikirkan langkah ke depannya, Bradly dikagetkan dengan suara Elina. "Apa ini? Kau masuk kamar wanita sendirian." Kunci kamarnya ada dua. Satu padanya, satu lagi dipegang Haris. Elina melangkah tanpa alas kaki. Heels yang dipakai saat berangkat berakhir ditenteng. "Wajahmu mengartikan terjadi sesuatu yang kurang baik." Bradly masih berpikir positif barangkali penglihatannya salah. Elina melempar sepatunya dekat tembok

  • Live with the CEO   Perintah Membawa Haris Pulang

    Dalam penantian yang ditunggu akhirnya datang juga. "Nona Elina datang." Penyambutan dari asisten rumah tangga merupakan pertanda Elina memasuki ruang makan keluarga. Tentu ada David sang ayah, Yuna sang ibu, dan Elisha si menyebalkan turut hadir memeriahkan suasana. "Masih ingat rumah rupanya," sindir Elisha. Elina memberi senyum singkat terhadap saudarinya yang berbisik keras juga tak lupa menyapa orang tuanya yang cukup lama ditinggalkan. "Setelah membeli unit apartemen kurasa lebih baik tinggal sendiri sambil bekerja dengan nyaman." "Kalian belum sarapan, bukan? Ayo makan. Masih pagi tunda dulu keributan kalian." David sangat jujur dia ingin makan sampai kenyang, bukan kenyang dulu setelah mereka berdebat. "Baik, Ayah." Elina pandai membaca situasi yang mengharuskannya berperilaku baik. David mengetahui kartu yang dia simpan. Sebelum bocor ke Elisha melalui siapa pun, sebisa mungkin Elina mencegah sang ayah. Kepulangan Haris belum boleh diketahui mereka. Bukan sampai in

DMCA.com Protection Status