Beranda / Romansa / Live with the CEO / Mempersulit Diri Sendiri

Share

Mempersulit Diri Sendiri

Penulis: KIKHAN
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-11 22:57:13

Griffin perhatikan Aira mudah sekali menyalakan api, tidak seheboh dia.

"Aku tadi berhasil." Griffin membela diri sendiri.

"Tapi?" 

"Aku sangat terkejut."

"Dan kayu yang basah harus diganti."

"Maaf. Apa yang harus kulakukan?" 

Aira berdiri melihat Griffin duduk selonjor di lantai. "Aku ingin menyuruhmu menjemur kayu, tapi sudahlah. Kakimu belum sembuh lagipula aku harus pergi."

Griffin bertumpu pada meja untuk bangun. "Tidak bisakah aku ikut?"

"Tidak bisa." Orang-orang bisa menyangka Aira menyembunyikan pria dari planet lain.

"Setelah sembuh?" tanya Griffin ragu.

"Tentu."

"Kau sudah janji ya."

"Iya."

*

Di sela-sela sepi pembeli, Aira mampir ke lapak sebelah. Semalam Novita dan Deva datang ke rumahnya namun kembali setelah membuat keributan.

"Kebetulan kau ke sini," kata Novita.

"Aku dengar semalam kalian ke rumahku. Maaf, Bu. Aku lelah sekali dan ketiduran."

"Tidak apa-apa. Deva memang suka mengganggumu istirahat. Anak itu mau mengajakmu bakar ikan tengah malam. Dia sudah gila!" 

Aira tidak tahu Deva ada di dalam jika dia tidak keluar membawakan dua buah apel, satu untuknya.

"Mengapa darah tinggi Ibu sering kumat belakangan ini? Perasaan Aira tidak merasa diganggu tuh!" sahut Deva.

Puk!

Novita memukul bokong putranya menggunakan kipas anyam miliknya.

Aira menggeleng supaya Deva tidak membuat Novita marah lagi. 

Deva kerap memicu amarah ibunya secara sengaja. Pria itu suka diomeli tapi kalau sudah ditempeleng atau dilempar barang, dia kabur.

"Bu, Aira kalau tidak diganggu bakal melakukan sesuatu yang aneh. Pernah kulihat hampir tengah malam dia berjalan sendirian di pinggir laut."

"Benarkah?" tanya Novita.

"Aku cuma mencari udara segar," dalih Aira.

Deva menggigit apel dan mengunyah santai. "Dia juga sering berdiri di bebatuan tinggi."

"Aku hanya berdiri, Bu."

Aira sejak tadi mengelak, Deva menunjuknya. "Aku tahu tidak ada penculik atau perampok di pulau ini. Tetapi apa kau lupa ada orang mati kedinginan?"

"Kau menyumpahi putriku?" cetus Novita. "Aira, jangan dengarkan dia."

"Nanti malam ayo bakar ikan," ajak Deva.

Nanti malam? Aira tidak bisa. "Bagaimana kalau besok?" tawarnya.

"Besok? Kau menyuruhku melaut lagi?"

Aira nyengir. Ikan yang baru ditangkap lebih enak disantap langsung atau dijual.

"Kau ditolak. Tidak paham?" sindir Riana.

"Diam kau," sahut Deva.

"Ada sesuatu yang harus aku lakukan malam ini." Aira tidak bisa menjabarkan lebih. Dia ingin memberitahu mereka tentang keberadaan Griffin, tapi selalu tidak siap.

"Tuh, Ibu dengar sendiri kan? Aira ini memiliki kebiasaan aneh."

"Lebih aneh dirimu, sayangnya kau tidak sadar." Riana mengatakan itu untuk kebaikan mereka. "Kita sudah besar dan punya kesibukan yang tidak bisa diceritakan. Jangan anggap kami anak kecil lagi, Deva."

Mendengar Riana bicara, Novita seperti mendengar isi hati Aira. "Riana benar. Makin besar kau juga harus cari pekerjaan tetap supaya pemasukan stabil. Jangan melaut sampai tua!"

Riana sebal Deva masih menganggap dia dan Aira sahabat kecilnya yang tak bisa apa-apa.

*

Sepanjang hari Griffin menatap perapian dan jam dinding menunggu Aira pulang. Hingga kakinya sembuh entah kapan, Griffin bisa ikut ke mana pun Aira pergi.

Kreek!

Aira pulang membawa sayur-sayuran dan ubi rebus untuk mereka. Ketika dia melewati Griffin, pria itu terlihat mengumpulkan tenaga untuk duduk.

"Bagaimana harimu? Menyenangkan?" tanya Griffin basa-basi.

"Aku baru dengar pertanyaan semacam itu."

Aira memberi ubi rebus berukuran sekepal tangan kepada Griffin. "Kau lapar?" 

"Tidak terlalu."

"Ingatanmu bagaimana?"

"Menurutmu dalam semalam orang amnesia bisa langsung ingat?" pungkas Griffin.

"Haruskah aku pukul kepalamu?" candanya.

"Wahh ... Setelah kenal kau menunjukkan sifat asli."

"Aku tidak serius." Aira melihat perapian masih menyala. "Apa kau menyalakan api dari pagi tadi?" 

"Aku merasa dingin."

"Cepat sembuh. Kau harus mulai cari kayu." Persediaan kayu sudah menipis dan Aira senang bercanda dengan Griffin.

"Baiklah."

Aira gagal fokus dengan pakaian ayahnya yang dikenakan Griffin. Jika orang lain yang lihat pasti mengira dia ayahnya.

"Tapi aku merasa ada yang salah dengan diriku," ungkap Griffin.

"Apanya?" 

"Aku sadar mengalami amnesia, tapi aku tidak terlalu mau mengingatnya. Apa artinya kepalaku cedera parah?"

"Kau berpikiran begitu karena memang tidak ingat apa pun."

"Begitukah?"

"Atau ingatanmu dipenuhi kenangan buruk sampai kau tidak mau mengingatnya," gumam Aira.

Ubi rebus yang diberikan Riana sangat lezat, Aira ketagihan.

"Griffin, kau dalam masalah besar."

"Sekarang tidak terlalu buruk."

"Kakimu pincang, ingatanmu hilang, menyalakan api saja heboh satu kampung. Apa yang bisa kau lakukan untukku nanti?"

Haris mendecih. "Aku terlalu menganggapmu baik ternyata."

Aira tertawa. "Menyenangkan bisa meledek orang amnesia."

"Bagimu hal lucu benar, kan?"

Aira membenarkan kemudian menambah jatah ubi untuk Griffin. "Nanti malam aku mau ke laut, jalan-jalan."

Alis Griffin menyatu. "Apa itu kebiasaanmu?" Dia tidak melupakan bagaimana Aira menemukannya tengah malam di tepi laut sedang jalan-jalan pula.

"Semacam itulah."

"Aku tidak ikut. Kau sendiri menyuruhku cepat sembuh."

"Ya sudah."

Mereka makan malam seadanya. Griffin melirik jam dinding menunjukkan pukul 8 malam dan dia mulai mengantuk.

Aira mencuci piring dan gelas kotor sementara Griffin mencoba-coba menyalakan radio.

"Bisa tidak?" tanya Aira melihat upaya Griffin.

"Jangan menyepelekan aku karena tidak bisa menyalakan api ya."

"Siapa bilang?" 

Aira mengambil alih radio lantaran geram Griffin tidak bisa-bisa.

"Aku pergi sekarang ya."

Griffin berdeham menjawab Aira. Lagu yang diputar lumayan bagus.

***

"Sudah ada kabar Haris?" Elina bertanya pada David saat mereka senggang di Freelist.

David baru saja selesai menghubungi Direktur Europe Air yang merupakan sahabat lama. 

"Mereka masih melakukan pencarian."

"Aku bisa gila," desis Elina.

"Kau mengkhawatirkan Haris tanpa maksud lain?" 

Elina mendelik. "Aku tidak seperti Elisha. Dia pasti sangat senang kakak tirinya hilang ditelan laut."

"Keputusan Haris sudah tepat menjadikan Elisha penerus perusahaan."

"Tepat dari mana?" 

"Ayahmu ini sudah tua. Mengandalkanmu yang ada kami makin repot," cetus David.

"Lantas Ayah senang Haris tidak ada?"

"Mana ada seorang Ayah yang senang putranya hilang? Bicaramu makin tidak masuk akal."

Cklek!

Elisha datang ke ruangan David membawa satu map warna kuning. "Ini dokumen yang Ayah butuhkan."

"Ya, terima kasih."

Lantas saudara kembar tersebut saling pandang sesaat.

"Sedang apa kau di sini?" sinis Elisha.

"Mengapa kau bertanya begitu? Aku datang untuk bertemu ayah."

"Bukankah lebih baik kau tetap di rumah daripada berkeliaran membuat rumor tidak baik tentangku?" 

Elina cukup terkesan dituduh melakukan sesuatu yang belum dia inginkan. "Rumor apa?"

"Rumor bahwa aku merebut posisi Haris. Kau yang sebar?"

David masih sabar menyaksikan mereka.

"Apa keuntungan yang aku dapat?" 

"Kalau bukan kau siapa lagi?"

"Dengar ya. Aku dan Haris sangat ingin menjatuhkanmu, tapi bukan sekarang. Nikmati saja hidupmu sebagai CEO sebelum Haris kembali."

"Ayah dengar sendiri, kan? Haris punya maksud lain menaikkan jabatanku."

"Selain kami ada banyak yang mau menjatuhkanmu." Elina menyayangkan dugaan Elisha sangat sempit. "Omong kosong yang tersebar pun tidak salah. Kau tahu itu."

David mengelus dada sabar. "Kalau kalian masih mau bertengkar keluar dari sini sekarang. Ayah tidak mau dengar apa-apa."

"Jaga jabatanmu baik-baik," kata Elina sebelum pergi.

Bab terkait

  • Live with the CEO   Hilang dan Muncul Seenaknya

    Griffin masuk kamar mandi. Dia membuka kaki lebar-lebar supaya tidak kena air. Aira melarang lukanya basah selagi dia tidak ada atau mengganti balutan luka sendiri."Dia tahu aku tidak bisa apa-apa tanpanya."Bukan ingin memenuhi panggilan alam. Griffin mau cuci muka. Hampir 3 hari kondisi wajahnya kering. Jika dibiarkan bisa mengkerut lebih cepat.Griffin lihat ada wadah botol kecil dengan gambar wanita yang sedang cuci muka. Mumpung Aira tidak ada, Griffin pakai sedikit.Hatinya membaik begitu berkaca sambil mencuci wajah dengan gerakan memutar. Ada sensasi dingin. Griffin tersenyum lebar menikmati wangi dari busa wajahnya.*Aira bingung sepulangnya ke rumah Griffin tidak ada di ruang utama. "Ke mana Griffin?"Aira menilik kamar orangtua dan kamarnya, namun tidak ada. Krieett!Aira lihat Griffin memakai sabun wajah miliknya. "Sekarang kau tanpa izin menggunakan barang milikku?" Griffin belum sadar saking menikmati kegiatannya."Aira belum pulang, jadi tidak apa-apa.""Dia sudah

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19
  • Live with the CEO   Griffin, Pulanglah

    "Pelan-pelan jalannya."Aira berhenti kemudian lihat Griffin tidak pincang lagi. "Kakimu sudah sembuh.""Ya, setelah jalan sangat jauh!" "Kau tidur di pinggir laut? Apa itu masuk akal?" Aira tidak percaya."Aku memikirkan semua tentang hidupku dan tanpa sadar tertidur sampai pagi."Aira memukul punggung Griffin. "Bagaimana kalau kau sakit?" omelnya."Kan ada kau. Dokter pribadiku." Griffin cengar-cengir supaya amarah Aira tidak berlanjut."Pulanglah. Kuncinya pasti ada di bawah keset depan rumah," ucap Aira."Kedengarannya kau mengusirku.""Cepat pulang dan masak sesuatu untuk malam kalau kau menganggapku dokter pribadimu."Griffin mengernyit bingung. "Apa hubungannya?" "Kau harus membayar jasaku. Ingat, jangan sampai orang lain tahu kita serumah. Masuk diam-diam," ujar Aira setelah memberitahu kunci rumah."Jangan anggap aku maling.""Ck.""Baiklah, baiklah."Tidak ada salahnya Griffin mengikuti pemilik rumah ketimbang diusir."Kau baik-baik saja? Temanmu sudah lihat aku."Aira bis

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-22
  • Live with the CEO   Dua Pria di Rumah Aira

    Griffin terengah-engah sampai rumah. Dia pikir napasnya bisa habis di tengah perjalanan. Perasaan Griffin mengatakan jarak dari pantai ke pasar tidak sejauh seperti dari pasar ke rumah."Apa hanya aku yang merasa hampir mati?"Griffin lihat masyarakat di pulau ini masih berjalan kaki baik jarak jauh sekali pun tanpa rasa letih.Selagi menormalkan pernapasan dan detak jantung Griffin duduk dahulu di teras, menyeka peluh keringat sebesar butir jagung sambil mengipas wajahnya dengan kerah depan kaosnya."Hah ... Hebat sekali pulau ini tanpa polusi." Setiap mendengarkan berita terkini di radio, Griffin selalu ingat suara kendaraan melaju tapi udaranya kurang baik akibat polusi.Di tempatnya hidup sekarang sepeda pun bisa dihitung sepanjang berjalan kaki dua rute.Sesudah letihnya berkurang, Griffin bangkit berpegangan gagang pintu. Saat gagang pintunya ke bawah, Griffin kaget pintu terbuka padahal sebelumnya terkunci."Kok?"Pria yang termakan berita menyeramkan mengenai pencurian dan p

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-25
  • Live with the CEO   Datang Tanpa Diundang

    Cklek!Deva memindai kamar Aira yang barusan dia buka."Tidak separah yang kukira."Kamar Deva lebih kacau dari Aira. Kalau sekadar kemasan makanan tergeletak di atas meja, handuk di atas kasur, dan bantal tidak tertata itu masih umum.Setelah rasa penasaran hilang, Deva menutup pintu."Semoga Aira tidak tahu sampai kapan pun."Deva keluar dari rumah Aira dan mengunci kembali pintu.Kriett! Cklik!Griffin membuka mata kemudian membalas ucapan Deva, "Tidak. Kau ketahuan."Demi menyelamatkan diri Griffin masuk lemari pakaian, ditelan gelap dan keheningan.Merasa kadar oksigen makin tipis, Griffin mendorong pintu lemari dan lompat keluar."Hahh! Hahh!"Akhirnya Griffin bebas dari kewaspadaan sebab Deva telah pergi."Siapa dia?"Suaranya terdengar tidak asing di telinga Griffin tapi dia tidak ingat di mana dan siapa.Semenjak amnesia Griffin bukan cuma melupakan masa lalu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Live with the CEO   Siapa yang Mengelola Top Mirror?

    "Wakil direktur?" tanya Elisha."Bawa dia masuk," sela Elina."Izinkan Mister Cullen masuk," perintah David.Asisten William membukakan pintu untuk Bradly Cullen.Pria yang kerap disapa Bradly oleh banyak kenalan sedang hadir mewakili sahabatnya di tengah badai.Sosok Bradly terlihat ramah dan karismatik bagi David padahal mereka bertemu baru tiga kali.Bradly memilih bekerja untuk Haris, orang pertama yang mendukungnya mendirikan Top Mirror dengan setia dan pantang mundur.Usia Bradly tahun ini 30 tahun, statusnya lajang. Daya tarik wajah asia-tiongkok Bradly lebih unggul dari para aktor Top Mirror.Kepribadian Haris dan Bradly adalah satu meskipun beda raga. Keduanya memiliki sisi misterius, tidak mudah ditebak oleh peramal sekali pun.Usai Bradly masuk, Asisten William keluar.Prok! Prok! Prok!Belum apa-apa Elina sudah heboh menyambut kedatangan Bradly.Bradly menunduk hormat pada Elina hingga gadis itu terpana. Baru kali ini Elina merasa dihormati selain oleh keluarganya sendiri.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Live with the CEO   Ajang Pembalasan

    "Aku ingin Elina mengelola Top Mirror.""Uhuk! Uhuk!" Elina tersedak minumannya sendiri usai mendengar Haris. "Aku? Coba diulang!"Bradly mengulang kembali ucapan Haris."Aku ingin Elina mengelola Top Mirror.""Kalian dengar? Haris memilih aku!" Elina sangat bahagia melihat tatapan sinis Elisha sekarang.Bradly melanjutkan videonya."Dengan syarat selama Elina mengelola Top Mirror, pekerjaannya dalam pengawasan Bradly. Jaga Top Mirror dengan baik."Elina melirik Bradly. "Kau harus mengawasiku ya?" "Sesuai yang disampaikan Pimpinan," jawab Bradly."Haris menitipkan Top Mirror ke Elina? Tuan Bradly, kau mungkin tidak tahu. Elina ini tidak bisa apa-apa. Bagaimana dia mampu mengelola perusahaan besar? Jika Top Mirror hancur-- ""Ayah! Aku bahkan belum mulai!" protes Elina.Elisha sedekap dada. "Tetap saja kau disuruh mengganti peran tanpa dapat apa-apa.""Saya harap Nona Elisha tidak salah paham." Haris merahasiakan sesuatu dari keluarganya yang dia ketahui. "Delapan persen aset Pimpinan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Live with the CEO   Siapa yang Mereka Bahas?

    "Sedang apa dia?" tanya Riana setelah memerhatikan Deva duduk menyendiri di bebatuan sambil makan ikan bakar."Tidak tahu," jawab Aira yang ada di sebelahnya.Riana memikirkan segala hal yang tidak penting setiap berkumpul dengan mereka."Lain kali jangan turuti Deva!"Mereka bertiga harusnya duduk melingkar di tengah api unggung menikmati ikan bakar bersama sambil bersenda gurau seperti di film-film."Anehnya aku tidak bisa menolak," jawab Aira."Itu dia masalahmu," cicit Riana.Meskipun mereka tidak mendongeng seperti biasanya, kali ini pandangan ketiganya terpaku pada kerlap-kerlip lampu jauh di seberang pulau.Riana menghembuskan napas panjang. "Kapan aku bisa pergi ke Kota?" Pertanyaan tiba-tiba yang mewakili isi hati Aira itu memiliki banyak harapan yang tak pernah putus."Mungkin beberapa tahun lagi?" "Aku tidak akan bisa ke sana. Uang dari mana."Lupakan saja bermimpi pergi ke kota besar. Uang saja cukup buat makan besok."Pasti ramai sekali di sana saat malam hari. Itukah a

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-28
  • Live with the CEO   Keributan Riana dan Deva

    "Pria yang dijelaskan Riana tadi. Nama khayalannya Griffin," alibi Aira.Riana mengangguk santai walaupun ragu Deva percaya begitu saja. "Ya. Aku tidak menyukai nama pria yang aku sukai. Griffin nama yang bagus.""Ibuku yang memberi nama Deva. Protes saja padanya kalau kau tidak suka," kata Deva."Aku tidak bilang suka padamu!" kesal Riana.Deva menertawakan Riana yang tidak mengakui perasaannya."Kalian tidak berniat jadi pasangan? Aku bosan setiap hari jadi penengah." Aira berkata jujur."Aku?" Deva menunjuk wajahnya. "Dia cuma mengagumiku, mana bisa aku jadi pasangannya.""Dengar dia Riana," adu Aira."Riana masih terjebak saat aku menyelamatkannya dari gempa bumi. Aku ingat betul tatapannya padaku saat itu. Dia-- hmph!" Riana yang geram menyumpal mulut Deva dengan ikan bakarnya."Hei!" "Apa!" teriak Riana. "Bicara lagi kalau berani. Aku sumpal mulutmu dengan pasir laut!" ancamnya tak bercanda."Aku menyelamatkanmu karena butuh pertolongan. Tidak bisa menjadi alasan menyukaiku.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-29

Bab terbaru

  • Live with the CEO   Prioritas Utama

    Bak melihat meteor berjatuhan. Pekerja di rumah David Liam menganga tatkala mobil menerobos pemeriksaan dan berhenti menimbulkan decit rem mobil. Terlebih lagi setelah tahu siapa yang keluar dari mobil pors*he. Dialah putra tunggal majikan mereka yang cukup lama hilang. Tukang kebun yang sedang menyiram tanaman gagal fokus menyirami teman sendiri. Sapu yang digunakan menyapu daun kering jatuh saking terkejutnya mereka. "Tuan Muda telah kembali!" Mereka terharu sama-sama berbahagia. Haris bukanlah pria yang peduli atas reaksi orang lain. Dia krisis kepedulian. Dibukanya pintu rumah lebar-lebar hingga cahaya matahari masuk dengan bebas. Nampan berisi semangkuk bubur dan air putih di tangan Yuna jatuh usai menoleh tempat adanya bayangan pria yang semakin jelas kemudian membelalakkan mata. "Ha-Haris?" "Tuan Muda!" Pembantu di hadapan Nyonya Yuna membungkuk sembilan puluh derajat menyaksikan kedatangan tuannya. Pria itu sebetulnya tak ingin munafik menyapa penuh kerinduan apalagi

  • Live with the CEO   Dua Sisi Seorang Haris

    Bradly mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Melihat tubuhnya berada di lantai, dia segera bangun dan merapikan bantal serta selimut milik Haris. Ditambah ingatan semalam menghantui pikirannya. Bradly menampar wajahnya sendiri sampai sakitnya tak terasa. "Kau gila, Bradly." Bradly mengucapkan omong kosong, tetapi beruntung tidak mencaci Haris. "Kau sudah sadar?" Haris keluar dari kamar mandi dengan rambut basah memakai kimono menghampiri Bradly. "Ya. Sepenuhnya." Bradly lantas minta maaf. "Maaf semalam aku mengatakan yang tidak-tidak padamu." Haris tidak masalah. "Jangan pikirkan hal itu. Aku baik-baik saja. Setelah melewati banyak hal aku menerima semua perkataan dan perbuatan orang, yang buruk sekali pun." Bradly tetap merasa bersalah. "Aku minta maaf, Haris." "Tidak, tidak. Namun, kau mudah mabuk sekarang. Semalam cuma minum segelas meracaumu sudah ke mana-mana." Gelas bekas mereka minum semalam bahkan masih di atas meja, belum dibersihkan. "Aku

  • Live with the CEO   Akibat Minum

    #PresdirTopMirrorHidupKembali40,5k Likes10k comments @karyawanmagangTM : Tuhan memberkati @harisliam_tm. Dia hidup! @gagahy68 : Kalau tidak salah adik tirinya menggembor-gemborkan doa bersama atas kematiannya. Apa ini? Dia senang kakaknya mati padahal masih hidup? Wanita jalang. Enyah kau! @khrkn_lee : @gagahy68 Benar. Aku karyawan Top Mirror menjadi saksi ketidaksopanannya. Dia membuat keributan lalu menjambak presdir baru kami @elinaa.liam kemudian pihak @elinaa.liam meminta maaf. @elisha.liam234 harusnya kau berlutut pada adikmu! @jeremythim : Skandal keluarga apa lagi ini... belum tamat kah? Tidak satu pun dari mereka mendukung perdamaian dunia. @hpbee : @elisha.liam234 yang mengumumkan foto Tuan Haris. Kalian tidak tahu, kan? Jangan seenaknya menghina bos kami! @khrkn_lee : hahaha dasar konyol @hpbee. Perangai buruk bosmu diketahui satu negeri. @tianmori : Siapa wanita di sampingnya? Hoho, apa kekasih baru @harisliam_tm? Semoga dijawab. @fansharis : Mungkin, iya. Mereka

  • Live with the CEO   Sisi Baik Sang Presdir dan Keputusannya

    Elisha langsung gemetar diancam langsung oleh Haris, tetapi menutupinya. "Selagi aku bersedia, silakan." **Haris menaruh kasar ponsel di meja lantas menyambar kunci mobil. "Kau mau ke mana?" sahut Aira mencegahnya pergi. "Aku akan membunuhnya kali ini." Bukan omong kosong belaka. Dia bisa membunuh Elisha sekarang supaya memuaskan keinginannya sejak dulu. Mata Haris sangat berapi-api dikuasai amarah. "Temani aku makan dulu!" Entah kenapa Aira bilang begitu selagi berniat mencegah Haris pergi. Aira menahan malu menambahkan, "A-aku jujur be-belum punya uang. Kau punya banyak." Haris menghembuskan napas mengartikan tidak bisa menjawab lagi. "Kau sendiri yang bilang mau mengganti total biaya yang aku keluarkan selama merawatmu." Aira terus usaha membujuk pria itu. "Ayo, aku temani." Aira mengusap pipinya yang sedikit basah dan bisa langsung ceria berhasil meredam kemarahan Haris. Aira memesan burger, pizza, dan soda. Sementara Haris tidak, dia masih kenyang. "Dia tidak akan p

  • Live with the CEO   Elisha Menghubungi Haris

    "Sudah temukan Haris?" "Belum. Maaf, Nona." Digenggam pena dengan erat mendengar jawaban asisten tak berguna. Kenzy mengimbuhkan hasil pencarian sehari penuh, "Hanya kartu kreditnya yang terlacak di pusat perbelanjaan kemarin. Sepertinya Tuan Haris disembunyikan oleh seseorang." Tangan perempuan itu bergerak cepat meraih gelas dan melempar ke lantai mengakibatkan pecahan kaca memantul menggores tulang pipinya. Kenzy tidak bergerak sedikit pun. Luka segaris tidak berarti baginya. "Cari lagi!" bentak Elisha. "Baik." Kenzy keluar dari ruangan presdirnya. Sementara Elisha mengobrak-abrik meja yang dipenuhi berkas penting. "Arrrgh!" Dia teriak frustasi. Dalam kecemasan ini Elisha masih butuh jawaban kembarannya. "Elina." Intonasi suaranya melunak. "Apa ini? Berani sekali kau menghubungiku," jawab Elina di seberang sana. "Aku sibuk. Jangan ganggu- " "Aku lihat Haris. Dia sungguh hidup? Dia kembali?" "Kau melihatnya?" Senyum Elina menghiasi wajahnya. "Bagaimana perasaanmu? Kau

  • Live with the CEO   Pergi Berbelanja

    Aira sedikit kurang nyaman dipandang banyak orang gara-gara outfit yang dikenakan Haris lebih mirip penculik. Haris memakai pakaian dan aksesoris serba hitam. Topi, jaket kulit, masker, celana, bahkan sepatu. "Kau yakin mereka tidak curiga?" bisik Aira. "Keturunan konglomerat harus maksimal dalam penyamaran," jawab Haris merasa baik dan nyaman. "Bukan itu." Aira juga tidak tahu dari kapan tangan mereka gandengan. "Kau lebih mirip penjahat yang menculik seorang gadis." "Aku memang menculikmu." Pria itu sama sekali tidak tersinggung malah bangga disebut penculik. "Benar Deva bilang kepalanya belum sembuh," lirih Aira memalingkan muka sekejap. "Apa yang harus kita beli?" "Pertama! Kita ubah penampilanmu dulu. Setuju?" Haris berdecak pelan. "Hei, aku selalu menawan pakai apa pun. Tidak mau. Kalau ada yang mengenaliku di sini bagaimana? Mau tanggung jawab?" "Katamu kau orang kaya." Aira berani mencibir. Haris berkacak pinggang mengira pergaulan Aira sudah tercemar oleh Elina da

  • Live with the CEO   Disadap Haris

    Tas branded milik wanita pemarah itu dilempar ke kursi begitu saja usai menghadiri rapat direksi. "Sudah kubilang berkali-kali. Top Mirror tidak akan menerima Elisha bahkan bau tubuhnya sekali pun!" "Sekarang Elisha orang berpengaruh di Logan. Saham Freelist naik dua kali lipat. Kali ini terima saja kunjungannya karena jajaran direksi meminta. Lain waktu Haris pasti turun tangan." "Apa cuma Haris yang mereka takuti?" Luapan amarah Elina mencapai batasnya. "Tidak akan pernah aku izinkan Elina menginjakkan kaki selama aku di sini!" "Lalu, kau mau turun jabatan?" "Lebih baik begitu." "Harga dirimu sangat tinggi, Nona." Bradly akui Elina sangat konsisten dengan keputusannya. "Cepat desak Haris kembali ke kursi itu lagi!" Elina menunjuk kursi bertuliskan nama beserta jabatan Haris yang lama kosong. "Aku muak bekerja keras." Pria itu mengangguk, paham betapa bosan dan ada begitu banyak pertentangan antara pekerjaan dengan hati nurani Elina. Semua orang tahu Elina terpaksa mengganti

  • Live with the CEO   Deva Tidak Menyukai Haris

    Bradly meletakkan dus gawai baru di meja kerja Elina sebagai bentuk kepeduliannya. Waktu itu Elina melempar ponsel sampai terpecah belah. Semua data yang dibuat sebelumnya telah dipindahkan guna memudahkannya. Bradly sedikit mencemaskan Elina sewaktu berada di rumah. Sikapnya dengan Elisha sama buruk. Mungkinkah Haris muncul lebih cepat dari prakiraan? Secara emosional Elina tak ingin kalah dari saudarinya. Berapa kali mereka mencegahnya buka suara, di sana Bradly yakin dia sudah mengumbar pertemuan dengan Haris. "Apa yang harus aku perbuat sekarang?" Selagi memikirkan langkah ke depannya, Bradly dikagetkan dengan suara Elina. "Apa ini? Kau masuk kamar wanita sendirian." Kunci kamarnya ada dua. Satu padanya, satu lagi dipegang Haris. Elina melangkah tanpa alas kaki. Heels yang dipakai saat berangkat berakhir ditenteng. "Wajahmu mengartikan terjadi sesuatu yang kurang baik." Bradly masih berpikir positif barangkali penglihatannya salah. Elina melempar sepatunya dekat tembok

  • Live with the CEO   Perintah Membawa Haris Pulang

    Dalam penantian yang ditunggu akhirnya datang juga. "Nona Elina datang." Penyambutan dari asisten rumah tangga merupakan pertanda Elina memasuki ruang makan keluarga. Tentu ada David sang ayah, Yuna sang ibu, dan Elisha si menyebalkan turut hadir memeriahkan suasana. "Masih ingat rumah rupanya," sindir Elisha. Elina memberi senyum singkat terhadap saudarinya yang berbisik keras juga tak lupa menyapa orang tuanya yang cukup lama ditinggalkan. "Setelah membeli unit apartemen kurasa lebih baik tinggal sendiri sambil bekerja dengan nyaman." "Kalian belum sarapan, bukan? Ayo makan. Masih pagi tunda dulu keributan kalian." David sangat jujur dia ingin makan sampai kenyang, bukan kenyang dulu setelah mereka berdebat. "Baik, Ayah." Elina pandai membaca situasi yang mengharuskannya berperilaku baik. David mengetahui kartu yang dia simpan. Sebelum bocor ke Elisha melalui siapa pun, sebisa mungkin Elina mencegah sang ayah. Kepulangan Haris belum boleh diketahui mereka. Bukan sampai in

DMCA.com Protection Status