"Pelan-pelan jalannya."
Aira berhenti kemudian lihat Griffin tidak pincang lagi. "Kakimu sudah sembuh."
"Ya, setelah jalan sangat jauh!"
"Kau tidur di pinggir laut? Apa itu masuk akal?" Aira tidak percaya.
"Aku memikirkan semua tentang hidupku dan tanpa sadar tertidur sampai pagi."
Aira memukul punggung Griffin. "Bagaimana kalau kau sakit?" omelnya.
"Kan ada kau. Dokter pribadiku." Griffin cengar-cengir supaya amarah Aira tidak berlanjut.
"Pulanglah. Kuncinya pasti ada di bawah keset depan rumah," ucap Aira.
"Kedengarannya kau mengusirku."
"Cepat pulang dan masak sesuatu untuk malam kalau kau menganggapku dokter pribadimu."
Griffin mengernyit bingung. "Apa hubungannya?"
"Kau harus membayar jasaku. Ingat, jangan sampai orang lain tahu kita serumah. Masuk diam-diam," ujar Aira setelah memberitahu kunci rumah.
"Jangan anggap aku maling."
"Ck."
"Baiklah, baiklah."
Tidak ada salahnya Griffin mengikuti pemilik rumah ketimbang diusir.
"Kau baik-baik saja? Temanmu sudah lihat aku."
Aira bisa lihat Riana memicingkan mata curiga minta penjelasan.
"Siapa suruh kau datang ke Pasar?"
"Aku mengikuti hatiku."
"Pulanglah."
Tempo hari Griffin menyindir Aira tentang kata hatinya yang ingin keluar bertemu orang-orang.
"Aira, apa aku terlihat seperti Pangeran Kuda Putih? Aku dengar pujian dari temanmu."
Kepercayaan diri Griffin mulai terbentuk dan mengesankan. Wajahnya bahkan merona ketika memadankan diri dengan seorang pangeran.
"Tidak sama sekali," bantah Aira.
Griffin menunduk lesu. "Ya sudah. Aku pulang." Dia berbalik pergi.
Aira terus menatap langkah Griffin yang semakin jauh.
Pria itu membuka jalur pertemanan dengan cara unik.
Mengingat Griffin ketiduran di pinggir laut, dia pasti sangat frustasi tidak mengingat apa pun bahkan nama atau keluarganya.
Aira yang tidak memiliki orangtua saja mengingat mereka setiap hari penuh rindu.
Aira penasaran bagaimana perasaan keluarga Griffin atas hilangnya dia. Secara mereka saling tidak tahu asal Griffin sampai dia ingat.
"Apa hubungan kalian?" tanya Riana begitu Aira datang.
"Sebaiknya kau tanya bagaimana kami saling kenal," usul Aira.
"Jelaskan padaku keduanya."
Aira duduk di sebelah Riana yang berdiri menunggu penjelasan.
"Namanya Griffin. Aku menemukannya di di tepi laut dalam kondisi terluka dan hilang ingatan," singkatnya memperkenalkan Griffin.
"Maksudmu Pangeran itu tenggelam dan terdampar pulau ini?"
"Aku berpikir hal yang sama. Nama Griffin juga bukan nama aslinya."
"Nama seburuk itu pasti kau yang berikan."
"Sangat buruk?"
"Uhm. Semestinya beri dia nama Lee Min Ho, Kim Nam Gil, Ji Sung, Hyun Bin--."
"Kau pikir drama televisi? Lagipula nama tidak begitu penting daripada kondisinya."
"Habisnya nama macam apa itu Griffin?" Riana menyayangkan pemberian Aira tidak ada keren-kerennya. "Jika tidak ingat nama, berarti memori otaknya kosong?"
"Griffin tidak bodoh. Dia cuma sangat polos." Atau tidak. Aira ingat betul Griffin mengumpat kata "sialan" saat berjuang menyalakan api.
"Hidupmu diberkati."
"Apanya?"
"Anggap saja begitu. Jadi, kalian tinggal bersama sudah lama... "
"Aku menampungnya."
"Mengapa? Griffin bisa tinggal bersama Deva, mereka sesama pria."
Aira mengalihkan pandangan ke sekitar untuk menyegarkan mata. Riana rupanya belum tahu situasi yang dia hadapi.
"Deva belum tahu rupanya!"
Riana memukuli pelan Aira berkali-kali.
"Kau bisa gila ternyata. Menyembunyikan Pangeran setampan Griffin di rumahmu? Itu keputusan yang tepat!" dukungnya sebagai sahabat.
Aira cukup kaget Riana tidak memarahinya. "Aku kira kau akan beritahu Deva."
"Kau tidak perlu kasih tahu Deva. Untung hari ini Novita tidak berjualan. Jadi rahasiamu aman."
Aira bersyukur Novita tidak melihat Griffin secara langsung. Bisa-bisa dia diusir dan hidupnya entah jadi apa dalam kondisi sulit seperti sekarang.
"Tapi, kau yakin Griffin bisa pulang? Katamu dia amnesia."
"Bukankah amnesia hanya lupa masa lalu?"
Griffin terengah-engah sampai rumah. Dia pikir napasnya bisa habis di tengah perjalanan. Perasaan Griffin mengatakan jarak dari pantai ke pasar tidak sejauh seperti dari pasar ke rumah."Apa hanya aku yang merasa hampir mati?"Griffin lihat masyarakat di pulau ini masih berjalan kaki baik jarak jauh sekali pun tanpa rasa letih.Selagi menormalkan pernapasan dan detak jantung Griffin duduk dahulu di teras, menyeka peluh keringat sebesar butir jagung sambil mengipas wajahnya dengan kerah depan kaosnya."Hah ... Hebat sekali pulau ini tanpa polusi." Setiap mendengarkan berita terkini di radio, Griffin selalu ingat suara kendaraan melaju tapi udaranya kurang baik akibat polusi.Di tempatnya hidup sekarang sepeda pun bisa dihitung sepanjang berjalan kaki dua rute.Sesudah letihnya berkurang, Griffin bangkit berpegangan gagang pintu. Saat gagang pintunya ke bawah, Griffin kaget pintu terbuka padahal sebelumnya terkunci."Kok?"Pria yang termakan berita menyeramkan mengenai pencurian dan p
Cklek!Deva memindai kamar Aira yang barusan dia buka."Tidak separah yang kukira."Kamar Deva lebih kacau dari Aira. Kalau sekadar kemasan makanan tergeletak di atas meja, handuk di atas kasur, dan bantal tidak tertata itu masih umum.Setelah rasa penasaran hilang, Deva menutup pintu."Semoga Aira tidak tahu sampai kapan pun."Deva keluar dari rumah Aira dan mengunci kembali pintu.Kriett! Cklik!Griffin membuka mata kemudian membalas ucapan Deva, "Tidak. Kau ketahuan."Demi menyelamatkan diri Griffin masuk lemari pakaian, ditelan gelap dan keheningan.Merasa kadar oksigen makin tipis, Griffin mendorong pintu lemari dan lompat keluar."Hahh! Hahh!"Akhirnya Griffin bebas dari kewaspadaan sebab Deva telah pergi."Siapa dia?"Suaranya terdengar tidak asing di telinga Griffin tapi dia tidak ingat di mana dan siapa.Semenjak amnesia Griffin bukan cuma melupakan masa lalu
"Wakil direktur?" tanya Elisha."Bawa dia masuk," sela Elina."Izinkan Mister Cullen masuk," perintah David.Asisten William membukakan pintu untuk Bradly Cullen.Pria yang kerap disapa Bradly oleh banyak kenalan sedang hadir mewakili sahabatnya di tengah badai.Sosok Bradly terlihat ramah dan karismatik bagi David padahal mereka bertemu baru tiga kali.Bradly memilih bekerja untuk Haris, orang pertama yang mendukungnya mendirikan Top Mirror dengan setia dan pantang mundur.Usia Bradly tahun ini 30 tahun, statusnya lajang. Daya tarik wajah asia-tiongkok Bradly lebih unggul dari para aktor Top Mirror.Kepribadian Haris dan Bradly adalah satu meskipun beda raga. Keduanya memiliki sisi misterius, tidak mudah ditebak oleh peramal sekali pun.Usai Bradly masuk, Asisten William keluar.Prok! Prok! Prok!Belum apa-apa Elina sudah heboh menyambut kedatangan Bradly.Bradly menunduk hormat pada Elina hingga gadis itu terpana. Baru kali ini Elina merasa dihormati selain oleh keluarganya sendiri.
"Aku ingin Elina mengelola Top Mirror.""Uhuk! Uhuk!" Elina tersedak minumannya sendiri usai mendengar Haris. "Aku? Coba diulang!"Bradly mengulang kembali ucapan Haris."Aku ingin Elina mengelola Top Mirror.""Kalian dengar? Haris memilih aku!" Elina sangat bahagia melihat tatapan sinis Elisha sekarang.Bradly melanjutkan videonya."Dengan syarat selama Elina mengelola Top Mirror, pekerjaannya dalam pengawasan Bradly. Jaga Top Mirror dengan baik."Elina melirik Bradly. "Kau harus mengawasiku ya?" "Sesuai yang disampaikan Pimpinan," jawab Bradly."Haris menitipkan Top Mirror ke Elina? Tuan Bradly, kau mungkin tidak tahu. Elina ini tidak bisa apa-apa. Bagaimana dia mampu mengelola perusahaan besar? Jika Top Mirror hancur-- ""Ayah! Aku bahkan belum mulai!" protes Elina.Elisha sedekap dada. "Tetap saja kau disuruh mengganti peran tanpa dapat apa-apa.""Saya harap Nona Elisha tidak salah paham." Haris merahasiakan sesuatu dari keluarganya yang dia ketahui. "Delapan persen aset Pimpinan
"Sedang apa dia?" tanya Riana setelah memerhatikan Deva duduk menyendiri di bebatuan sambil makan ikan bakar."Tidak tahu," jawab Aira yang ada di sebelahnya.Riana memikirkan segala hal yang tidak penting setiap berkumpul dengan mereka."Lain kali jangan turuti Deva!"Mereka bertiga harusnya duduk melingkar di tengah api unggung menikmati ikan bakar bersama sambil bersenda gurau seperti di film-film."Anehnya aku tidak bisa menolak," jawab Aira."Itu dia masalahmu," cicit Riana.Meskipun mereka tidak mendongeng seperti biasanya, kali ini pandangan ketiganya terpaku pada kerlap-kerlip lampu jauh di seberang pulau.Riana menghembuskan napas panjang. "Kapan aku bisa pergi ke Kota?" Pertanyaan tiba-tiba yang mewakili isi hati Aira itu memiliki banyak harapan yang tak pernah putus."Mungkin beberapa tahun lagi?" "Aku tidak akan bisa ke sana. Uang dari mana."Lupakan saja bermimpi pergi ke kota besar. Uang saja cukup buat makan besok."Pasti ramai sekali di sana saat malam hari. Itukah a
"Pria yang dijelaskan Riana tadi. Nama khayalannya Griffin," alibi Aira.Riana mengangguk santai walaupun ragu Deva percaya begitu saja. "Ya. Aku tidak menyukai nama pria yang aku sukai. Griffin nama yang bagus.""Ibuku yang memberi nama Deva. Protes saja padanya kalau kau tidak suka," kata Deva."Aku tidak bilang suka padamu!" kesal Riana.Deva menertawakan Riana yang tidak mengakui perasaannya."Kalian tidak berniat jadi pasangan? Aku bosan setiap hari jadi penengah." Aira berkata jujur."Aku?" Deva menunjuk wajahnya. "Dia cuma mengagumiku, mana bisa aku jadi pasangannya.""Dengar dia Riana," adu Aira."Riana masih terjebak saat aku menyelamatkannya dari gempa bumi. Aku ingat betul tatapannya padaku saat itu. Dia-- hmph!" Riana yang geram menyumpal mulut Deva dengan ikan bakarnya."Hei!" "Apa!" teriak Riana. "Bicara lagi kalau berani. Aku sumpal mulutmu dengan pasir laut!" ancamnya tak bercanda."Aku menyelamatkanmu karena butuh pertolongan. Tidak bisa menjadi alasan menyukaiku.
Sambil membawa obor untuk penerangan jalan, Aira mempercepat langkah.Begitu mendekati rumah Aira memperjelas penglihatannya barangkali halusinasi.Sedang apa Griffin duduk memeluk lutut di teras sendirian?"Kenapa kau di sini bukannya masuk rumah?"Griffin menunggu Aira pulang seperti anak kecil."Menunggumu."Aira melihat ke atas langit karena Griffin mendongak cukup lama. Sinar bulan memang tak ada tandingan.Griffin berdiri menepuk bokongnya barangkali kotor sehabis duduk."Acara kalian sudah selesai? Katanya sampai pagi.""Kecuali listrik padam. Ayo masuk, banyak nyamuk di luar."Griffin tanpa sadar mengizinkan nyamuk menghisap darahnya akibat serius lihat bulan purnama."Kulitku jadi merah semua," cicit Griffin menggaruk lengan bergantian supaya nyamuk yang hinggap pergi.Bak melewati kegelapan tanpa batas, Aira melangkah pelan-pelan mencari lilin."Kau tidak takut gelap, kan?"Griffin mengikuti suara Aira takut ketinggalan. "Tentu saja."Aira berhenti di depan pintu kamar, teta
Bruk!Bradly memberi tumpukan berkas pada pimpinan baru."Selesaikan hari ini. Baca dengan teliti."Elina mendelik tak suka. "Kau pasti sudah baca. Namaku tidak dipajang, untuk apa berusaha keras menyelesaikan semua dengan cepat?""Memang benar." Bradly mengakui.Papan nama Haris tidak diganti nama Elina meskipun peranya dialihkan sementara."Bradly, jujur semua pekerjaan Haris bisa diselesaikan olehmu tanpa aku, kan?" Elina meletakkan pulpen yang sejak 3 jam lalu digunakan menandatangani dokumen."Benar.""Jawab selain kata 'benar', 'iya', 'memang', 'hm' !""Haris memintamu secara langsung. Aku bisa apa?"Elina mendengus. "Lihat dirimu. Kemarin di depan ayahku menyebut Tuan Muda Haris, sekarang namanya saja.""Kami terbiasa bicara santai, seperti teman."Mereka berdua sama-sama menyebalkan dan membosankan. Entah mengapa Elina harus hidup di sekitar mereka selagi bisa bersenang-senang di luar sana. Ya, jika punya banyak uang setelah bekerja sambilan di Top Mirror pasti dia pergi."Kem
Bak melihat meteor berjatuhan. Pekerja di rumah David Liam menganga tatkala mobil menerobos pemeriksaan dan berhenti menimbulkan decit rem mobil. Terlebih lagi setelah tahu siapa yang keluar dari mobil pors*he. Dialah putra tunggal majikan mereka yang cukup lama hilang. Tukang kebun yang sedang menyiram tanaman gagal fokus menyirami teman sendiri. Sapu yang digunakan menyapu daun kering jatuh saking terkejutnya mereka. "Tuan Muda telah kembali!" Mereka terharu sama-sama berbahagia. Haris bukanlah pria yang peduli atas reaksi orang lain. Dia krisis kepedulian. Dibukanya pintu rumah lebar-lebar hingga cahaya matahari masuk dengan bebas. Nampan berisi semangkuk bubur dan air putih di tangan Yuna jatuh usai menoleh tempat adanya bayangan pria yang semakin jelas kemudian membelalakkan mata. "Ha-Haris?" "Tuan Muda!" Pembantu di hadapan Nyonya Yuna membungkuk sembilan puluh derajat menyaksikan kedatangan tuannya. Pria itu sebetulnya tak ingin munafik menyapa penuh kerinduan apalagi
Bradly mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Melihat tubuhnya berada di lantai, dia segera bangun dan merapikan bantal serta selimut milik Haris. Ditambah ingatan semalam menghantui pikirannya. Bradly menampar wajahnya sendiri sampai sakitnya tak terasa. "Kau gila, Bradly." Bradly mengucapkan omong kosong, tetapi beruntung tidak mencaci Haris. "Kau sudah sadar?" Haris keluar dari kamar mandi dengan rambut basah memakai kimono menghampiri Bradly. "Ya. Sepenuhnya." Bradly lantas minta maaf. "Maaf semalam aku mengatakan yang tidak-tidak padamu." Haris tidak masalah. "Jangan pikirkan hal itu. Aku baik-baik saja. Setelah melewati banyak hal aku menerima semua perkataan dan perbuatan orang, yang buruk sekali pun." Bradly tetap merasa bersalah. "Aku minta maaf, Haris." "Tidak, tidak. Namun, kau mudah mabuk sekarang. Semalam cuma minum segelas meracaumu sudah ke mana-mana." Gelas bekas mereka minum semalam bahkan masih di atas meja, belum dibersihkan. "Aku
#PresdirTopMirrorHidupKembali40,5k Likes10k comments @karyawanmagangTM : Tuhan memberkati @harisliam_tm. Dia hidup! @gagahy68 : Kalau tidak salah adik tirinya menggembor-gemborkan doa bersama atas kematiannya. Apa ini? Dia senang kakaknya mati padahal masih hidup? Wanita jalang. Enyah kau! @khrkn_lee : @gagahy68 Benar. Aku karyawan Top Mirror menjadi saksi ketidaksopanannya. Dia membuat keributan lalu menjambak presdir baru kami @elinaa.liam kemudian pihak @elinaa.liam meminta maaf. @elisha.liam234 harusnya kau berlutut pada adikmu! @jeremythim : Skandal keluarga apa lagi ini... belum tamat kah? Tidak satu pun dari mereka mendukung perdamaian dunia. @hpbee : @elisha.liam234 yang mengumumkan foto Tuan Haris. Kalian tidak tahu, kan? Jangan seenaknya menghina bos kami! @khrkn_lee : hahaha dasar konyol @hpbee. Perangai buruk bosmu diketahui satu negeri. @tianmori : Siapa wanita di sampingnya? Hoho, apa kekasih baru @harisliam_tm? Semoga dijawab. @fansharis : Mungkin, iya. Mereka
Elisha langsung gemetar diancam langsung oleh Haris, tetapi menutupinya. "Selagi aku bersedia, silakan." **Haris menaruh kasar ponsel di meja lantas menyambar kunci mobil. "Kau mau ke mana?" sahut Aira mencegahnya pergi. "Aku akan membunuhnya kali ini." Bukan omong kosong belaka. Dia bisa membunuh Elisha sekarang supaya memuaskan keinginannya sejak dulu. Mata Haris sangat berapi-api dikuasai amarah. "Temani aku makan dulu!" Entah kenapa Aira bilang begitu selagi berniat mencegah Haris pergi. Aira menahan malu menambahkan, "A-aku jujur be-belum punya uang. Kau punya banyak." Haris menghembuskan napas mengartikan tidak bisa menjawab lagi. "Kau sendiri yang bilang mau mengganti total biaya yang aku keluarkan selama merawatmu." Aira terus usaha membujuk pria itu. "Ayo, aku temani." Aira mengusap pipinya yang sedikit basah dan bisa langsung ceria berhasil meredam kemarahan Haris. Aira memesan burger, pizza, dan soda. Sementara Haris tidak, dia masih kenyang. "Dia tidak akan p
"Sudah temukan Haris?" "Belum. Maaf, Nona." Digenggam pena dengan erat mendengar jawaban asisten tak berguna. Kenzy mengimbuhkan hasil pencarian sehari penuh, "Hanya kartu kreditnya yang terlacak di pusat perbelanjaan kemarin. Sepertinya Tuan Haris disembunyikan oleh seseorang." Tangan perempuan itu bergerak cepat meraih gelas dan melempar ke lantai mengakibatkan pecahan kaca memantul menggores tulang pipinya. Kenzy tidak bergerak sedikit pun. Luka segaris tidak berarti baginya. "Cari lagi!" bentak Elisha. "Baik." Kenzy keluar dari ruangan presdirnya. Sementara Elisha mengobrak-abrik meja yang dipenuhi berkas penting. "Arrrgh!" Dia teriak frustasi. Dalam kecemasan ini Elisha masih butuh jawaban kembarannya. "Elina." Intonasi suaranya melunak. "Apa ini? Berani sekali kau menghubungiku," jawab Elina di seberang sana. "Aku sibuk. Jangan ganggu- " "Aku lihat Haris. Dia sungguh hidup? Dia kembali?" "Kau melihatnya?" Senyum Elina menghiasi wajahnya. "Bagaimana perasaanmu? Kau
Aira sedikit kurang nyaman dipandang banyak orang gara-gara outfit yang dikenakan Haris lebih mirip penculik. Haris memakai pakaian dan aksesoris serba hitam. Topi, jaket kulit, masker, celana, bahkan sepatu. "Kau yakin mereka tidak curiga?" bisik Aira. "Keturunan konglomerat harus maksimal dalam penyamaran," jawab Haris merasa baik dan nyaman. "Bukan itu." Aira juga tidak tahu dari kapan tangan mereka gandengan. "Kau lebih mirip penjahat yang menculik seorang gadis." "Aku memang menculikmu." Pria itu sama sekali tidak tersinggung malah bangga disebut penculik. "Benar Deva bilang kepalanya belum sembuh," lirih Aira memalingkan muka sekejap. "Apa yang harus kita beli?" "Pertama! Kita ubah penampilanmu dulu. Setuju?" Haris berdecak pelan. "Hei, aku selalu menawan pakai apa pun. Tidak mau. Kalau ada yang mengenaliku di sini bagaimana? Mau tanggung jawab?" "Katamu kau orang kaya." Aira berani mencibir. Haris berkacak pinggang mengira pergaulan Aira sudah tercemar oleh Elina da
Tas branded milik wanita pemarah itu dilempar ke kursi begitu saja usai menghadiri rapat direksi. "Sudah kubilang berkali-kali. Top Mirror tidak akan menerima Elisha bahkan bau tubuhnya sekali pun!" "Sekarang Elisha orang berpengaruh di Logan. Saham Freelist naik dua kali lipat. Kali ini terima saja kunjungannya karena jajaran direksi meminta. Lain waktu Haris pasti turun tangan." "Apa cuma Haris yang mereka takuti?" Luapan amarah Elina mencapai batasnya. "Tidak akan pernah aku izinkan Elina menginjakkan kaki selama aku di sini!" "Lalu, kau mau turun jabatan?" "Lebih baik begitu." "Harga dirimu sangat tinggi, Nona." Bradly akui Elina sangat konsisten dengan keputusannya. "Cepat desak Haris kembali ke kursi itu lagi!" Elina menunjuk kursi bertuliskan nama beserta jabatan Haris yang lama kosong. "Aku muak bekerja keras." Pria itu mengangguk, paham betapa bosan dan ada begitu banyak pertentangan antara pekerjaan dengan hati nurani Elina. Semua orang tahu Elina terpaksa mengganti
Bradly meletakkan dus gawai baru di meja kerja Elina sebagai bentuk kepeduliannya. Waktu itu Elina melempar ponsel sampai terpecah belah. Semua data yang dibuat sebelumnya telah dipindahkan guna memudahkannya. Bradly sedikit mencemaskan Elina sewaktu berada di rumah. Sikapnya dengan Elisha sama buruk. Mungkinkah Haris muncul lebih cepat dari prakiraan? Secara emosional Elina tak ingin kalah dari saudarinya. Berapa kali mereka mencegahnya buka suara, di sana Bradly yakin dia sudah mengumbar pertemuan dengan Haris. "Apa yang harus aku perbuat sekarang?" Selagi memikirkan langkah ke depannya, Bradly dikagetkan dengan suara Elina. "Apa ini? Kau masuk kamar wanita sendirian." Kunci kamarnya ada dua. Satu padanya, satu lagi dipegang Haris. Elina melangkah tanpa alas kaki. Heels yang dipakai saat berangkat berakhir ditenteng. "Wajahmu mengartikan terjadi sesuatu yang kurang baik." Bradly masih berpikir positif barangkali penglihatannya salah. Elina melempar sepatunya dekat tembok
Dalam penantian yang ditunggu akhirnya datang juga. "Nona Elina datang." Penyambutan dari asisten rumah tangga merupakan pertanda Elina memasuki ruang makan keluarga. Tentu ada David sang ayah, Yuna sang ibu, dan Elisha si menyebalkan turut hadir memeriahkan suasana. "Masih ingat rumah rupanya," sindir Elisha. Elina memberi senyum singkat terhadap saudarinya yang berbisik keras juga tak lupa menyapa orang tuanya yang cukup lama ditinggalkan. "Setelah membeli unit apartemen kurasa lebih baik tinggal sendiri sambil bekerja dengan nyaman." "Kalian belum sarapan, bukan? Ayo makan. Masih pagi tunda dulu keributan kalian." David sangat jujur dia ingin makan sampai kenyang, bukan kenyang dulu setelah mereka berdebat. "Baik, Ayah." Elina pandai membaca situasi yang mengharuskannya berperilaku baik. David mengetahui kartu yang dia simpan. Sebelum bocor ke Elisha melalui siapa pun, sebisa mungkin Elina mencegah sang ayah. Kepulangan Haris belum boleh diketahui mereka. Bukan sampai in