Pengalihan kepemilikan Freelist telah diresmikan. Ucapan selamat serta karangan bunga berdatangan di depan kantor utama Freelist.
Elisha adalah bintang utama. Elina berdiri di sisinya memasang wajah dengki. Yuna tentu bahagia salah satu putrinya mendapat bagian.Sementara itu Haris dan David bertemu para tamu di mana ada dewan direksi dan pemegang saham yang menyetujui Elisha sebagai Presdir Freelist.Elisha melihat Haris. Mereka saling senyum memiliki arti tersendiri."Kau pasti senang diberikan perusahaan besar oleh Haris. Kita lihat apa kau mampu mengatasi masalah yang kubuat," ucap Elina."Jaga ucapanmu. Banyak tamu di sini," tegur Yuna pada Elina.Elina abai jika didengar. Tujuannya hidup kan memang mengganggu mereka. "Haris pasti tidak asal memberimu jabatan, bukan? Dia tidak seperti pria gampangan yang aku temui di luar sana.""Urus hidupmu yang menyedihkan itu. Berapa pun masalah yang kau buat tidak akan membuat Haris menyukaimu.""Apa katamu barusan?""Hentikan." Yuna menyapa teman sosialitanya yang turut hadir memberi ucapan selamat dan buket bunga untuk Elisha.Elina mendelik tidak suka dari cara Elisha bersikap baik di depan David dan Haris namun sebenarnya bermuka tebal. Ingat saja untuk jaga-jaga, mereka kembar. Sifat yang dimiliki Elina, dimiliki Elisha. Berlaku sebaliknya.Selesai acara Haris siap-siap pergi ke Bandara Internasional Logan. Jadwalnya begitu padat. Dia bahkan lupa cara tidur nyenyak. Haris diantar sopir pribadi ditemani Elisha.Elisha tidak berniat mengobrol lantaran Haris terus menerima telepon bisnis bahkan ketika sampai di bandara.Elisha menunggu Haris selesai menelepon. Sebentar lagi dia akan check-in.Selesai mengurus bisnis, Haris berbalik menghadap Elisha. "Terima kasih sudah mengantarku.""Ya. Tidak perlu berterima kasih.""Semoga pekerjaanmu mulai besok dan seterusnya lancar. Bagaimana tanggapan Elina? Dia pasti tidak baik-baik saja."Haris dapat mudah membayangkan Elina mengamuk di dalam kamar menghancurkan benda sekitar dan mencabik-cabik bantal sampai isinya keluar."Aku tidak harus menanggapinya. Tapi, Elina terus mengatakan kau tidak semudah yang dibayangkan. Apa maksudnya?"Kepala Haris menunduk sesaat menyembunyikan senyum khusus. "Elina bilang begitu?""Benar."Raut wajah Haris lebih ke tidak menyangka Elina mengenal dirinya sejauh itu. "Rupanya Elina benar-benar menyukaiku."Atmosfer mereka mendadak berubah drastis. Elisha mengerutkan dahi tidak paham maksud dan hubungan perkataan Elina dengan jawaban Haris."Tentu saja aku tidak memberi Freelist semudah ini," jelas Haris."Apa?" Alis Elisha menyatu.***Di rumah, David melihat layar tablet yang tertera diagram lingkaran berwarna mengenai pemegang saham.Elina yang habis melampiaskan emosi dengan menghancurkan kamar lewat di belakang David hendak ambil air minum justru kebetulan lihat apa yang dilihat."Gila."David membalikkan layar tablet ke meja usai tawa Elina menggelegar."Memang seharusnya begini. Haris tidak mudah memberikan sesuatu apalagi pada wanita yang mencelakai sahabatnya," cetus Elina disertai decakan kagum tidak salah menyukai Haris."Masuk ke kamarmu!"Elina mengacak rambut menyesal. "Kalau tahu rencananya aku tidak perlu menghancurkan kamar. Ayah, aku mau renovasi kamar baru."***"Apa katamu?" tanya Elisha lagi."Jika kau benar-benar ingin memiliki Freelist, mulai sekarang singkirkan keinginan itu." Haris tersenyum licik di depan rubah. "Pemegang saham terbesar Freelist adalah aku. Coba saja cari uang dari pekerjaanmu supaya bisa membeli saham Freelist juga. Baru kau bisa tersenyum bangga di depan orang-orang."Baru menjadi pimpinan sementara saja Elisha tersenyum lebar di depan para tamu yang datang.Elisha mendesah tak percaya bisa-bisanya Haris memasukkan dia ke lobangnya sendiri. "Ini alasanmu? Mau menyiksaku?""Ahh, bisa telat aku kalau bicara denganmu terus." Haris melirik jam tangan. "Jaga Freelist sampai aku pulang. Aku berencana mengakuisisi Freelist setelah kau punya tabungan pribadi untuk biaya hidup. Kau tidak selamanya tinggal dengan ayahku, bukan? Harus hengkang kapan saja.""Hengkang? Memang kau punya hak? Ayah menikahi ibuku. Rumah itu milik kami juga.""Itulah sifat kalian. Rakus. Berdoa saja aku betah bepergian sampai lupa mengusir kalian.""Beraninya kau."Haris berbalik menyerang Elisha dengan kalimat, "Lebih berani ibumu berharap menjadi nyonya dari pria kaya raya." Dia tersenyum melambaikan tangan. "Sampai jumpa. Jaga rumah ya!"Haris balik badan kemudian melangkah pergi. Elisha yang masih terpaku di tempat merasa disambar petir hingga tersenyum getir. "Aku pasti membunuhmu suatu saat nanti."*Di dalam kabin pesawat Haris menatap gelapnya malam sama dengan hatinya. Hidup akan baik-baik saja selama belum kehilangan seseorang.Hidup Haris sudah tidak baik-baik saja sesudah sahabatnya bunuh diri dan kematian ibu kandungnya di tahun yang sama.Haris pastikan Yuna, Elina, dan Elisha tidak bisa tertawa bahagia walau sesaat.Tiga manusia mengerikan itu lebih buruk dari yang kalian lihat.Sejak mereka masuk, keadaan keluarga menjadi tidak tenang bak diserang musuh.Sedang memikirkan rencana apa yang akan dilakukan untuk membalas perbuatan mereka, Haris beserta penumpang lain dikejutkan dengan guncangan beberapa saat."Apa yang terjadi?" batinnya hampir kena serangan jantung. Kilat petir di luar memang terlihat, hujan deras pula.Di dalam pesawat pilot dan co-pilot dihadapi situasi tak terduga dan cukup berisiko."Sir, the plane has an abnormal condition." Co-Pilot Yoga memberitahu apa yang terjadi pada Pilot Marteen."Europe FX-209, this is tower?" Marteen berkomunikasi dengan ATC Bandara Shanghai.Pihak ATC, pria menjawab, "Yeah, this is tower. What happened, Europe FX-209?""Plane Europe FX-209 has an abnormal condition," ungkap Yoga terus membantu mengendalikan pesawat."There is a problem on the left side of the machine and flight control," ujar Marteen menjawab adanya ketidakstabilan mesin sebelah kiri dan kendali penerbangan.Yoga dan Marteen membelalak maskapai mengalami penurunan ketinggian mendadak."Sudden drop!"Menara kontrol yang melihat adanya penurunan ketinggian secara mendadak memberi perintah pada pilot. "Europe FX-209, rise to 5000 feet position allowed.""5000 feet ride permit." Marteen menaikkan ketinggian pesawat sesuai instruksi ATC."Kerusakan mesinnya, bagaimana?" Yoga hendak merujuk memeriksa mesin sebelah kiri. Akan tetapi pesawat mengalami guncangan. "There's been a jolt in the plane, Sir!"Para penumpang terkejut terjadi guncangan dan dianjurkan tetap tenang di kursi masing-masing."Flight control in unstable, manual flight clereance!""Allowed to do manual flight. How's the plane?"Yoga memiliki firasat buruk dengan penerbangan kali ini. Dia melihat sisi kiri mesin terbakar akibat kenaikan tekanan."Sir, i don't think the elevation is right. There is an engine fire.""Shit!" umpat Haris. Mereka pasti tidak bisa selamat, pikirnya sudah berprasangka buruk."Look that, Mom! Fire!" Bocah balita menunjuk api yang membakar sisi kiri sayap pesawat."What's wrong with this plane! Gosh!"Mereka keburu panik dan ricuh di dalam menyaksikan api berkobar dan pesawat dalam posisi mengarah ke daratan."What?" Marteen berusaha semaksimal mungkin mengendalikan pesawat agar terbang di posisi stabil."Can you repeat that, please?" Menara kontrol pun mengalami miskomunikasi sebentar karena sinyal buruk."The plane at an altitude of 15000 feet across the Pakat Sea," ucap Marteen."Sudden drop again!" Yoga dan Marteen mencoba mengontrol pesawat lantaran komunikasi dengan ATC setempat terhambat sinyal.Rute melewati Laut Pakat sebetulnya tidak dianjurkan oleh Pihak Bandara karena komunikasi dengan menara kontrol sering terputus."God! The engine stops completly! We go to the sea! We go to the sea!" teriak Marteen menarik kendali usai bagian depan pesawat mengarah ke laut."We plunged into the sea!"Haris bisa melihat luasnya laut sebelum pesawat menyelam paksa ke dalam air. Dia tidak bisa naik ke atas karena terjebak di dalam pesawat. Semakin masuk di kedalaman air, pesawat mengalami keretakan lalu terbelah menjadi dua dan berupa kepingan-kepingan.Dada Haris terasa dipenuhi air hingga kehabisan napas. Mereka terapung-apung di dalam air tanpa ada harapan hidup.*"Selamat malam, pesawat Europe FX209 tujuan Bandara Internasional Logan, Boston - Shanghai, China jatuh ke Laut Pakat malam pukul 23.12 malam hari waktu setempat. Pihak maskapai menyampaikan adanya kerusakan badan pesawat hingga kehilangan kendali sebelum kontak terputus dengan menara kontrol Bandara Shanghai."Prang!Gelas kaca yang dipegang David jatuh seketika ke lantai setelah melihat berita televisi. "Hubungi mereka!""Baik, Tuan." Lucas mulai mengeruk informasi Haris yang merupakan penumpang pesawat.Elina baru selesai mandi dan menyalakan televisi. Dia langsung mengeraskan volume suara berita terkini. Dilemparnya handuk secara asal lalu mencari-cari ponsel.Sebelum Haris berangkat ke Bandara, Elina sempat memotret tiket penerbangannya yang tergeletak di meja.Dia bergumam kaget, "Europe FX209."Benar. Itu pesawatnya. Haris lepas landas 2 jam yang lalu."David. Pesawat yang dinaiki Haris jatuh. Bagaimana sekarang?" Yuna asli panik tanpa dibuat-buat. Pertama kalinya dia mendengar berita pesawat jatuh dan korbannya adalah anak suaminya.Elisha menyeruput cokelat panasnya selagi menyaksikan berita yang menimpa Haris. "Aku berterima kasih pada alam telah membunuhnya tanpa mengotori tanganku sendiri.""Aira, ini kayu bakar untukmu." "Terima kasih." Kehidupan yang Aira jalani tidak membosankan. Tinggal di pulau kecil baginya penuh makna. Walau penghuni pulau tidak sebanyak kota besar, Aira bahagia selama masih punya teman-teman. Pulau Pakat jauh dari kata layak huni di era serba teknologi. Namun telah mengetahui fakta itu pun mereka enggan meninggalkan pulau bahkan saat tahun lalu pemerintah akan menjadikan Pulau Pakat sebagai destinasi wisata. Aira menyalakan perapian di dalam rumah menjelang matahari terbenam. Dia tinggal seorang diri, orangtuanya tiada sejak Aira lulus sekolah menengah, untuk bertahan hidup Aira bekerja di pasar membantu temannya menjual sayur hasil panen dan ikan. Orang yang memberi Aira kayu bakar tadi adalah Deva, sahabatnya dari kecil. Orangtua Deva adalah wali Aira setelah orangtuanya tiada. Mereka yang hidup di pulau terbiasa hidup berkecukupan asal bisa makan, minum, dan tidur dalam keadaan hangat. Sekarang Aira dan Deva menonton kartun favorit me
Aira menemui Haris dan terlibat adu pandang. Aira masih bergeming. Ragu mau membukakan pintu atau tidak.Di luar Deva mengetuk pintu sampai tangannya pegal. "Dia pasti kelayapan. Dasar perempuan aneh! Suka jalan-jalan sendiri di pinggir laut cuma lihat langit seperti tidak bisa lihat besok!" gerutunya persis emak-emak.Plak!"Siapa lagi yang memukul kepalaku!" Deva mengusap kasar kepalanya, ketika berbalik melihat pelakunya dia mengulum bibir. "Eh, Ibu.""Ibu?" bisik Aira berubah pikiran."Ibumu?" tanya Haris.Aira menyuruh Haris diam dengan meletakkan telunjuk di depan mulut. "Ssutt, diam dulu."Haris menyantap bubur dengan polos menatap kebingungan Aira. "Jam berapa sekarang? Pulang dari laut harusnya kau ke rumah orangtuamu dulu! Bukan malah ke rumah Aira!" omel Novita. "Ini lagi," tunjuknya ke ember yang ditenteng Deva."Milik Ibu sudah aku pisahkan, tapi besok baru aku bawa ke pasar. Jangan pukul kepalaku lagi. Bagaimana kalau aku amnesia dan lupa dengan jasa-jasamu?" ancam Deva
Griffin perhatikan Aira mudah sekali menyalakan api, tidak seheboh dia."Aku tadi berhasil." Griffin membela diri sendiri."Tapi?" "Aku sangat terkejut.""Dan kayu yang basah harus diganti.""Maaf. Apa yang harus kulakukan?" Aira berdiri melihat Griffin duduk selonjor di lantai. "Aku ingin menyuruhmu menjemur kayu, tapi sudahlah. Kakimu belum sembuh lagipula aku harus pergi."Griffin bertumpu pada meja untuk bangun. "Tidak bisakah aku ikut?""Tidak bisa." Orang-orang bisa menyangka Aira menyembunyikan pria dari planet lain."Setelah sembuh?" tanya Griffin ragu."Tentu.""Kau sudah janji ya.""Iya."*Di sela-sela sepi pembeli, Aira mampir ke lapak sebelah. Semalam Novita dan Deva datang ke rumahnya namun kembali setelah membuat keributan."Kebetulan kau ke sini," kata Novita."Aku dengar semalam kalian ke rumahku. Maaf, Bu. Aku lelah sekali dan ketiduran.""Tidak apa-apa. Deva memang suka mengganggumu istirahat. Anak itu mau mengajakmu bakar ikan tengah malam. Dia sudah gila!" Aira
Griffin masuk kamar mandi. Dia membuka kaki lebar-lebar supaya tidak kena air. Aira melarang lukanya basah selagi dia tidak ada atau mengganti balutan luka sendiri."Dia tahu aku tidak bisa apa-apa tanpanya."Bukan ingin memenuhi panggilan alam. Griffin mau cuci muka. Hampir 3 hari kondisi wajahnya kering. Jika dibiarkan bisa mengkerut lebih cepat.Griffin lihat ada wadah botol kecil dengan gambar wanita yang sedang cuci muka. Mumpung Aira tidak ada, Griffin pakai sedikit.Hatinya membaik begitu berkaca sambil mencuci wajah dengan gerakan memutar. Ada sensasi dingin. Griffin tersenyum lebar menikmati wangi dari busa wajahnya.*Aira bingung sepulangnya ke rumah Griffin tidak ada di ruang utama. "Ke mana Griffin?"Aira menilik kamar orangtua dan kamarnya, namun tidak ada. Krieett!Aira lihat Griffin memakai sabun wajah miliknya. "Sekarang kau tanpa izin menggunakan barang milikku?" Griffin belum sadar saking menikmati kegiatannya."Aira belum pulang, jadi tidak apa-apa.""Dia sudah
"Pelan-pelan jalannya."Aira berhenti kemudian lihat Griffin tidak pincang lagi. "Kakimu sudah sembuh.""Ya, setelah jalan sangat jauh!" "Kau tidur di pinggir laut? Apa itu masuk akal?" Aira tidak percaya."Aku memikirkan semua tentang hidupku dan tanpa sadar tertidur sampai pagi."Aira memukul punggung Griffin. "Bagaimana kalau kau sakit?" omelnya."Kan ada kau. Dokter pribadiku." Griffin cengar-cengir supaya amarah Aira tidak berlanjut."Pulanglah. Kuncinya pasti ada di bawah keset depan rumah," ucap Aira."Kedengarannya kau mengusirku.""Cepat pulang dan masak sesuatu untuk malam kalau kau menganggapku dokter pribadimu."Griffin mengernyit bingung. "Apa hubungannya?" "Kau harus membayar jasaku. Ingat, jangan sampai orang lain tahu kita serumah. Masuk diam-diam," ujar Aira setelah memberitahu kunci rumah."Jangan anggap aku maling.""Ck.""Baiklah, baiklah."Tidak ada salahnya Griffin mengikuti pemilik rumah ketimbang diusir."Kau baik-baik saja? Temanmu sudah lihat aku."Aira bis
Griffin terengah-engah sampai rumah. Dia pikir napasnya bisa habis di tengah perjalanan. Perasaan Griffin mengatakan jarak dari pantai ke pasar tidak sejauh seperti dari pasar ke rumah."Apa hanya aku yang merasa hampir mati?"Griffin lihat masyarakat di pulau ini masih berjalan kaki baik jarak jauh sekali pun tanpa rasa letih.Selagi menormalkan pernapasan dan detak jantung Griffin duduk dahulu di teras, menyeka peluh keringat sebesar butir jagung sambil mengipas wajahnya dengan kerah depan kaosnya."Hah ... Hebat sekali pulau ini tanpa polusi." Setiap mendengarkan berita terkini di radio, Griffin selalu ingat suara kendaraan melaju tapi udaranya kurang baik akibat polusi.Di tempatnya hidup sekarang sepeda pun bisa dihitung sepanjang berjalan kaki dua rute.Sesudah letihnya berkurang, Griffin bangkit berpegangan gagang pintu. Saat gagang pintunya ke bawah, Griffin kaget pintu terbuka padahal sebelumnya terkunci."Kok?"Pria yang termakan berita menyeramkan mengenai pencurian dan p
Cklek!Deva memindai kamar Aira yang barusan dia buka."Tidak separah yang kukira."Kamar Deva lebih kacau dari Aira. Kalau sekadar kemasan makanan tergeletak di atas meja, handuk di atas kasur, dan bantal tidak tertata itu masih umum.Setelah rasa penasaran hilang, Deva menutup pintu."Semoga Aira tidak tahu sampai kapan pun."Deva keluar dari rumah Aira dan mengunci kembali pintu.Kriett! Cklik!Griffin membuka mata kemudian membalas ucapan Deva, "Tidak. Kau ketahuan."Demi menyelamatkan diri Griffin masuk lemari pakaian, ditelan gelap dan keheningan.Merasa kadar oksigen makin tipis, Griffin mendorong pintu lemari dan lompat keluar."Hahh! Hahh!"Akhirnya Griffin bebas dari kewaspadaan sebab Deva telah pergi."Siapa dia?"Suaranya terdengar tidak asing di telinga Griffin tapi dia tidak ingat di mana dan siapa.Semenjak amnesia Griffin bukan cuma melupakan masa lalu
"Wakil direktur?" tanya Elisha."Bawa dia masuk," sela Elina."Izinkan Mister Cullen masuk," perintah David.Asisten William membukakan pintu untuk Bradly Cullen.Pria yang kerap disapa Bradly oleh banyak kenalan sedang hadir mewakili sahabatnya di tengah badai.Sosok Bradly terlihat ramah dan karismatik bagi David padahal mereka bertemu baru tiga kali.Bradly memilih bekerja untuk Haris, orang pertama yang mendukungnya mendirikan Top Mirror dengan setia dan pantang mundur.Usia Bradly tahun ini 30 tahun, statusnya lajang. Daya tarik wajah asia-tiongkok Bradly lebih unggul dari para aktor Top Mirror.Kepribadian Haris dan Bradly adalah satu meskipun beda raga. Keduanya memiliki sisi misterius, tidak mudah ditebak oleh peramal sekali pun.Usai Bradly masuk, Asisten William keluar.Prok! Prok! Prok!Belum apa-apa Elina sudah heboh menyambut kedatangan Bradly.Bradly menunduk hormat pada Elina hingga gadis itu terpana. Baru kali ini Elina merasa dihormati selain oleh keluarganya sendiri.
Bak melihat meteor berjatuhan. Pekerja di rumah David Liam menganga tatkala mobil menerobos pemeriksaan dan berhenti menimbulkan decit rem mobil. Terlebih lagi setelah tahu siapa yang keluar dari mobil pors*he. Dialah putra tunggal majikan mereka yang cukup lama hilang. Tukang kebun yang sedang menyiram tanaman gagal fokus menyirami teman sendiri. Sapu yang digunakan menyapu daun kering jatuh saking terkejutnya mereka. "Tuan Muda telah kembali!" Mereka terharu sama-sama berbahagia. Haris bukanlah pria yang peduli atas reaksi orang lain. Dia krisis kepedulian. Dibukanya pintu rumah lebar-lebar hingga cahaya matahari masuk dengan bebas. Nampan berisi semangkuk bubur dan air putih di tangan Yuna jatuh usai menoleh tempat adanya bayangan pria yang semakin jelas kemudian membelalakkan mata. "Ha-Haris?" "Tuan Muda!" Pembantu di hadapan Nyonya Yuna membungkuk sembilan puluh derajat menyaksikan kedatangan tuannya. Pria itu sebetulnya tak ingin munafik menyapa penuh kerinduan apalagi
Bradly mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Melihat tubuhnya berada di lantai, dia segera bangun dan merapikan bantal serta selimut milik Haris. Ditambah ingatan semalam menghantui pikirannya. Bradly menampar wajahnya sendiri sampai sakitnya tak terasa. "Kau gila, Bradly." Bradly mengucapkan omong kosong, tetapi beruntung tidak mencaci Haris. "Kau sudah sadar?" Haris keluar dari kamar mandi dengan rambut basah memakai kimono menghampiri Bradly. "Ya. Sepenuhnya." Bradly lantas minta maaf. "Maaf semalam aku mengatakan yang tidak-tidak padamu." Haris tidak masalah. "Jangan pikirkan hal itu. Aku baik-baik saja. Setelah melewati banyak hal aku menerima semua perkataan dan perbuatan orang, yang buruk sekali pun." Bradly tetap merasa bersalah. "Aku minta maaf, Haris." "Tidak, tidak. Namun, kau mudah mabuk sekarang. Semalam cuma minum segelas meracaumu sudah ke mana-mana." Gelas bekas mereka minum semalam bahkan masih di atas meja, belum dibersihkan. "Aku
#PresdirTopMirrorHidupKembali40,5k Likes10k comments @karyawanmagangTM : Tuhan memberkati @harisliam_tm. Dia hidup! @gagahy68 : Kalau tidak salah adik tirinya menggembor-gemborkan doa bersama atas kematiannya. Apa ini? Dia senang kakaknya mati padahal masih hidup? Wanita jalang. Enyah kau! @khrkn_lee : @gagahy68 Benar. Aku karyawan Top Mirror menjadi saksi ketidaksopanannya. Dia membuat keributan lalu menjambak presdir baru kami @elinaa.liam kemudian pihak @elinaa.liam meminta maaf. @elisha.liam234 harusnya kau berlutut pada adikmu! @jeremythim : Skandal keluarga apa lagi ini... belum tamat kah? Tidak satu pun dari mereka mendukung perdamaian dunia. @hpbee : @elisha.liam234 yang mengumumkan foto Tuan Haris. Kalian tidak tahu, kan? Jangan seenaknya menghina bos kami! @khrkn_lee : hahaha dasar konyol @hpbee. Perangai buruk bosmu diketahui satu negeri. @tianmori : Siapa wanita di sampingnya? Hoho, apa kekasih baru @harisliam_tm? Semoga dijawab. @fansharis : Mungkin, iya. Mereka
Elisha langsung gemetar diancam langsung oleh Haris, tetapi menutupinya. "Selagi aku bersedia, silakan." **Haris menaruh kasar ponsel di meja lantas menyambar kunci mobil. "Kau mau ke mana?" sahut Aira mencegahnya pergi. "Aku akan membunuhnya kali ini." Bukan omong kosong belaka. Dia bisa membunuh Elisha sekarang supaya memuaskan keinginannya sejak dulu. Mata Haris sangat berapi-api dikuasai amarah. "Temani aku makan dulu!" Entah kenapa Aira bilang begitu selagi berniat mencegah Haris pergi. Aira menahan malu menambahkan, "A-aku jujur be-belum punya uang. Kau punya banyak." Haris menghembuskan napas mengartikan tidak bisa menjawab lagi. "Kau sendiri yang bilang mau mengganti total biaya yang aku keluarkan selama merawatmu." Aira terus usaha membujuk pria itu. "Ayo, aku temani." Aira mengusap pipinya yang sedikit basah dan bisa langsung ceria berhasil meredam kemarahan Haris. Aira memesan burger, pizza, dan soda. Sementara Haris tidak, dia masih kenyang. "Dia tidak akan p
"Sudah temukan Haris?" "Belum. Maaf, Nona." Digenggam pena dengan erat mendengar jawaban asisten tak berguna. Kenzy mengimbuhkan hasil pencarian sehari penuh, "Hanya kartu kreditnya yang terlacak di pusat perbelanjaan kemarin. Sepertinya Tuan Haris disembunyikan oleh seseorang." Tangan perempuan itu bergerak cepat meraih gelas dan melempar ke lantai mengakibatkan pecahan kaca memantul menggores tulang pipinya. Kenzy tidak bergerak sedikit pun. Luka segaris tidak berarti baginya. "Cari lagi!" bentak Elisha. "Baik." Kenzy keluar dari ruangan presdirnya. Sementara Elisha mengobrak-abrik meja yang dipenuhi berkas penting. "Arrrgh!" Dia teriak frustasi. Dalam kecemasan ini Elisha masih butuh jawaban kembarannya. "Elina." Intonasi suaranya melunak. "Apa ini? Berani sekali kau menghubungiku," jawab Elina di seberang sana. "Aku sibuk. Jangan ganggu- " "Aku lihat Haris. Dia sungguh hidup? Dia kembali?" "Kau melihatnya?" Senyum Elina menghiasi wajahnya. "Bagaimana perasaanmu? Kau
Aira sedikit kurang nyaman dipandang banyak orang gara-gara outfit yang dikenakan Haris lebih mirip penculik. Haris memakai pakaian dan aksesoris serba hitam. Topi, jaket kulit, masker, celana, bahkan sepatu. "Kau yakin mereka tidak curiga?" bisik Aira. "Keturunan konglomerat harus maksimal dalam penyamaran," jawab Haris merasa baik dan nyaman. "Bukan itu." Aira juga tidak tahu dari kapan tangan mereka gandengan. "Kau lebih mirip penjahat yang menculik seorang gadis." "Aku memang menculikmu." Pria itu sama sekali tidak tersinggung malah bangga disebut penculik. "Benar Deva bilang kepalanya belum sembuh," lirih Aira memalingkan muka sekejap. "Apa yang harus kita beli?" "Pertama! Kita ubah penampilanmu dulu. Setuju?" Haris berdecak pelan. "Hei, aku selalu menawan pakai apa pun. Tidak mau. Kalau ada yang mengenaliku di sini bagaimana? Mau tanggung jawab?" "Katamu kau orang kaya." Aira berani mencibir. Haris berkacak pinggang mengira pergaulan Aira sudah tercemar oleh Elina da
Tas branded milik wanita pemarah itu dilempar ke kursi begitu saja usai menghadiri rapat direksi. "Sudah kubilang berkali-kali. Top Mirror tidak akan menerima Elisha bahkan bau tubuhnya sekali pun!" "Sekarang Elisha orang berpengaruh di Logan. Saham Freelist naik dua kali lipat. Kali ini terima saja kunjungannya karena jajaran direksi meminta. Lain waktu Haris pasti turun tangan." "Apa cuma Haris yang mereka takuti?" Luapan amarah Elina mencapai batasnya. "Tidak akan pernah aku izinkan Elina menginjakkan kaki selama aku di sini!" "Lalu, kau mau turun jabatan?" "Lebih baik begitu." "Harga dirimu sangat tinggi, Nona." Bradly akui Elina sangat konsisten dengan keputusannya. "Cepat desak Haris kembali ke kursi itu lagi!" Elina menunjuk kursi bertuliskan nama beserta jabatan Haris yang lama kosong. "Aku muak bekerja keras." Pria itu mengangguk, paham betapa bosan dan ada begitu banyak pertentangan antara pekerjaan dengan hati nurani Elina. Semua orang tahu Elina terpaksa mengganti
Bradly meletakkan dus gawai baru di meja kerja Elina sebagai bentuk kepeduliannya. Waktu itu Elina melempar ponsel sampai terpecah belah. Semua data yang dibuat sebelumnya telah dipindahkan guna memudahkannya. Bradly sedikit mencemaskan Elina sewaktu berada di rumah. Sikapnya dengan Elisha sama buruk. Mungkinkah Haris muncul lebih cepat dari prakiraan? Secara emosional Elina tak ingin kalah dari saudarinya. Berapa kali mereka mencegahnya buka suara, di sana Bradly yakin dia sudah mengumbar pertemuan dengan Haris. "Apa yang harus aku perbuat sekarang?" Selagi memikirkan langkah ke depannya, Bradly dikagetkan dengan suara Elina. "Apa ini? Kau masuk kamar wanita sendirian." Kunci kamarnya ada dua. Satu padanya, satu lagi dipegang Haris. Elina melangkah tanpa alas kaki. Heels yang dipakai saat berangkat berakhir ditenteng. "Wajahmu mengartikan terjadi sesuatu yang kurang baik." Bradly masih berpikir positif barangkali penglihatannya salah. Elina melempar sepatunya dekat tembok
Dalam penantian yang ditunggu akhirnya datang juga. "Nona Elina datang." Penyambutan dari asisten rumah tangga merupakan pertanda Elina memasuki ruang makan keluarga. Tentu ada David sang ayah, Yuna sang ibu, dan Elisha si menyebalkan turut hadir memeriahkan suasana. "Masih ingat rumah rupanya," sindir Elisha. Elina memberi senyum singkat terhadap saudarinya yang berbisik keras juga tak lupa menyapa orang tuanya yang cukup lama ditinggalkan. "Setelah membeli unit apartemen kurasa lebih baik tinggal sendiri sambil bekerja dengan nyaman." "Kalian belum sarapan, bukan? Ayo makan. Masih pagi tunda dulu keributan kalian." David sangat jujur dia ingin makan sampai kenyang, bukan kenyang dulu setelah mereka berdebat. "Baik, Ayah." Elina pandai membaca situasi yang mengharuskannya berperilaku baik. David mengetahui kartu yang dia simpan. Sebelum bocor ke Elisha melalui siapa pun, sebisa mungkin Elina mencegah sang ayah. Kepulangan Haris belum boleh diketahui mereka. Bukan sampai in