Beranda / Romansa / Limerence / Memilih Mundur

Share

Limerence
Limerence
Penulis: Widii

Memilih Mundur

Penulis: Widii
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-01 19:17:43

"Ca, apa segitu darutatnya sampai harus pindah sekarang?" sindir Abian mengantar sang adik ke apartemen baru seakan-akan bencana akan terjadi kalau pindahnya ditunda.

Gadis yang dibalut kaus putih berlapis sweter berdecak. "Terus?" Ia melolot galak ke arah kakaknya. "Emang wajib nunggu Mas tunangan dulu sama Adelia?"

"Memang apa salahnya, enggak lama ini." Abian merapatkan pintu dengan sebelah tangan, satunya menarik koper cokelat besar memasuki ruangan dan menilai apartemen sederhana minim perabot yang dipilih adiknya, memastikan layak untuk ditempati Caca.

Perempuan itu, Camelia yang sejak kecil akrab dipanggil Caca sedang meletakkan kardus berisi buku-buku ke apartemen barunya. Dia sengaja bergerilya mencari tempat tinggal baru demi mengurangi frekuensi bertemu sang kakak.

"Kita udah bahas di rumah, ya, Mas. Udah Mas fokus saja sama Adelia."

"Mbak Adelia," koreksi Abian, berkali-kali mengingatkan kalau umur calon tunangannya lebih tua daripada Caca.

"Whatever, selisih umurku hanya dua tahun dengan Adelia!" Caca melirik sebal, dia kurang menyukai calon kakak iparnya. Ya, bukan semata-mata rasa cemburu, melainkan Adelia dinilai kurang layak menjadi pendamping Abian karena terlalu materialis dan menuntut.

Memang sedari mengenakan seragam abu-abu, Caca menyadari ada perasaan lebih pada sang kakak. Berulang kali menepis perasaan tersebut hingga dewasa, justru perasaannya makin bertumbuh. Puncaknya saat Abian mengumumkan akan membawa perempuan ke rumah sebagai calon tunangan. Dunia Caca seolah-olah berhenti berputar. Berharap semua hanya mimpi buruk dan ketika bangun keadaan masih baik-baik saja.

"Oh, ya, Mas jangan lupa besok antar semua kucingku." Caca menoleh ke Abian yang baru saja duduk di sofa ruang tamunya, meminta sang kakak memboyong empat kucing miliknya dari rumah lama.

Caca memelihara dua kucing berhidung pesek yang sangat manis, dan dua kucing kampung ditemukan di tepi jalan, lalu diadopsi sehingga menjelma cantik lantaran diurus dengan baik.

Abian mengerutkan kening. "Kamu akan mengubah apartemen menjadi panti kucing."

"Mas?" Caca menatap tajam dan menghentakkan kaki kesal.

Abian tertawa kecil. "Oke, Mas akan bawa sekalian kandangnya besok."

Caca tersenyum senang.

Sekarang hanya ada satu koper berisi baju dan kardus berisi buku. Caca tidak membutuhkan banyak barang apalagi sejibun koleksi tas, sepatu, atau make up lengkap. Gadis itu terbilang cuek soal penampilan, terbiasa menggunakan kaus kebesaran di rumah dan kalau pergi tinggal menyambar sweter atau kardigan. Beruntung Caca memiliki wajah cantik dari orok mewarisi mendiang sang mama.

"Kamu membuat Mama sedih, Ca."

Caca melirik sebentar laki-laki tampan yang duduk di sebelah. Alisnya melengkung sempurna, ada brewok tipis di dagu belum tersentuh pisau cukur, dia memiliki bahu lebar paling hangat dipeluk, dan rahangnya tegas.

Dulu papanya memperkenalkan Abian sebagai kakak tiri saat dirinya masih kelas enam. Dia senang memiliki kakak laki-laki seperti impiannya, ditambah mama baru yang tidak pernah membeda-bedakan. 

"Mas, di rumah masih ada Evaline."

Perempuan itu menyebut anak sang papa dengan mama tirinya yang masih sekolah dasar kelas empat. Sejak umur dua belas tahun, hubungan Caca dan Abian baik-baik saja. Memiliki kakak dan mama tiri bukanlah hal buruk sebelum perasaan aneh datang.

"Ca?"

"Udah, Mas. Aku cape." 

Abian paham sifat keras kepala adiknya, dia tidak akan mengubah keputusan semudah itu, sekalipun di rumah mamanya sudah memohon-mohon agar Caca tidak pindah. 

"Ya sudah kalau ada apa-apa, jangan lupa hubungi Mas." Abian menatap adiknya cukup lama, lalu membuang napas panjang. 

Caca mengangguk, berniat bangkit untuk memasukkan baju-baju ke lemari, tetapi tangan Abian menahannya.

"Biar Mas bantu beres-beres."

"Nggak perlu, Mas. Lagian cuma sedikit." 

Sejak mengenal Abian, ia terbiasa mendapatkan perhatian penuh. Sekarang dia harus merelakan Abian pada perempuan lain. Ia sadar perasannya hanya sepihak, Abian terlarang dicintai. Lagi pula mana mungkin hubungan mereka akan meningkat menjadi sepasang kekasih atau suami istri. Caca paham mimpinya terlalu tinggi.

Caca bergerak ke arah kamar, melewati ruang tengah yang cukup luas ada karpet bulu warna merah marun di depan televisi layar datar. Dia menarik koper cokelatnya pelan-pelan menuju satu-satunya kamar di ruangan bercat putih, memasukkan satu per satu baju ke lemari besar.

Kamarnya tidak buruk, ada ranjang ukuran queen, televisi, lemari di sisi kanan, dan balkon kamar yang langsung menghadap ke gedung-gedung bertingkat. Ada jendela kaca ukuran besar yang memungkinkan Caca melihat suasana luar dari dalam kamarnya. Caca biasa menulis sambil menatap pemandangan sekitar. Dia seorang gost writer sejak memasuki kuliah dan klien pertamanya adalah sang kakak sendiri.

Abian mengamati adiknya, tahu ada hal yang berusaha disimpan sendiri. "Kamu kalo ada masalah, cerita sama Mas."

'Mas nggak akan mengerti, aku mencintai Mas,' batin Caca tidak mampu mengatakan langsung. Dia tahu akan sia-sia, selain perasaannya tidak terbalas, papa dan mamanya akan sedih kalau mengetahui fakta ia mencintai kakak sendiri.

Caca menggeleng dan bergerak ke sisi ranjang usai memindahkan baju-baju ke koper. Abian membuka tutup botol air mineral dan mengulurkan tangan. 

"Nggak ada apa-apa, Mas." Caca duduk persis di sebelah sang kakak, meneguk cepat air mineral untuk membasahi kerongkongan. 

"Yakin?" tanya Abian cemas.

Caca pura-pura tersenyum. Lagi pula dia melakukan ini demi kebaikan agar bisa melupakan Abian secepatnya. Sulit merelakan Abian kalau masih melihat setiap hari. 

"Mas, aku udah dewasa."

"Bagi Mas, kamu tetap gadis kecil," tangan kekar Abian mampir ke puncak kepala Caca dan mengacak-acak rambutnya.

Suara ponsel di saku Abian menginterupsi, Abian cepat-cepat melihat siapa penelepon. Caca menggeser posisi mengintip nama sang mama berpendar di layar. Memang Arnita, mama tirinya tidak bisa ikut mengantar lantaran harus menghadiri acara sekolah Evaline, ada pentas seni mengharuskan papa dan mamanya hadir. Sementara Caca tidak mau mengulur waktu begitu mendapat apartemen kosong rekomendasi dari Malika, sahabat sejak masa putih abu-abu.

"Abian, nomor Caca susah banget dihubungi. Kalian gimana? Terus apartemennya nyaman nggak?" tanya suara di seberang terdengar cemas. Arnita sangat menyayangi Caca seperti anak kandung sendiri. 

"Iya, Ma. Caca bilang suka di sini." Abian melirik sang adik.

Seminggu lalu Caca merajuk ke papa dan mamanya agar diizinkan pindah ke apartemen. Alasannya ingin hidup mandiri, apalagi sebagai ghost writer dia memang membutuhkan ruang sendiri tanpa gangguan. Di rumah seringkali Evaline membuyarkan konsentrasi, apalagi kalau sudah merengek minta diajak jalan-jalan. Caca tidak bisa menolak keinginan adiknya, walaupun deadline di depan mata dan kliennya cukup bawel.

Jasanya terkenal berkat sang kakak dan papa merekomendasikan ia pada teman-teman bisnisnya. Lama-lama namanya sudah dikenal para pejabat dan mendapat bayaran mahal.

"Mama mau bicara sama Caca."

Abian menoleh ke perempuan yang baru bergerak menata buku-buku ke rak. "Ca?"

Gerakan tangan Caca terhenti, dia menerima telepon genggam sang kakak. Memang baterai ponselnya habis dan lupa belum mengisi daya ponsel.

"Halo, Ma."

"Sayang, apa kamu serius akan betah di sana? Kamu pulang, ya." Ada nada tidak rela dari seberang. 

"Mama, kita masih satu kota, lho. Gimana kalau Caca pindah ke luar Negeri," kekeh Caca mencoba menghibur sang mama. Dia ingat mamanya sampai menangis mengizinkan ia jauh dari pengawasan orangtua. 

"Mana mungkin Mama izinkan kamu ke luar Negeri. Pokoknya jangan sampai telat makan, terus kalau perlu sesuatu telepon ke rumah. Mama bakal kangen sama kamu, Sayang."

Caca tersenyum geli, dia baru saja berpisah belum ada 24 jam. Akan tetapi, sang mama seakan-akan sudah melepas anaknya berbulan-bulan.

"Mama ini, besok juga Caca pulang pas acaranya Mas."

Caca merasa dadanya seolah ditikam benda tajam, ada rasa pedih bertubi-tubi mengingat Minggu besok kakaknya akan menyematkan cincin ke jari perempuan lain. 

Selama ini dia pikir kakaknya tidak memiliki hubungan dengan siap pun, sampai malam itu mengatakan sudah menemukan tambatan hati.

Terdengar helaan napas panjang di seberang. "Oke, Mama maunya kamu menginap, ya."

"Semoga Caca bisa ya, Ma," ujar Caca mulai merasa tidak nyaman.

Caca ingin menyudahi topik paling menyakitkan ini. Mana mungkin siap melihat kakaknya tertawa bersama perempuan lain hingga usai acara. Niatnya hanya akan setor muka, terus pulang secepatnya.

"Sayang kamu harus ingat, Mama selalu ada kapanpun Caca butuh. Jaga diri baik-baik di sana, nanti sepulang acara Evaline kita mampir. Ya sudah, Mama balik ke Papa kamu dulu, ya."

"Oke, Ma."

"See you, Sayang."

"See you."

Usai sambungan telepon diputus. Caca mengembalikan ponsel pada pemiliknya yang sejak tadi bersedekap mengawasi. 

"Kamu boleh berubah pikiran, belum terlambat, Ca. Mas akan masukkan lagi barang-barang kamu ke koper." 

Abian memegang kedua bahu sang adik, dia bisa melihat ekspresi sedih di wajah adiknya. Abian yakin Caca berat meninggalkan rumah dan memilih hidup sendiri di apartemen minimalis yang hanya ada satu kamar. Seolah-olah Caca sengaja agar dia tidak menginap menemani adiknya.

Tidak bisa, Caca tidak mau kalah oleh perasaan sendiri. Dia sudah bertekad menghapus nama Abian yang sudah menempati bagian terdalam. Abian tidak tahu, bahwa ia lelah mencintai seorang diri. 

Tadinya dia pikir tidak masalah kakak tiri, toh mereka tidak memiliki hubungan darah. Dia merasa ada harapan menjalani hubungan dengan Abian dan berusaha merebut perhatian Abian setiap saat. 

Namun, kenyataan pahit harus ditelan. Abian tidak menunjukkan reaksi seperti laki-laki yang mengharapkan dirinya. Ternyata Abian sudah memiliki tambatan hati.

Caca sendiri tidak yakin bisa melupakan Abian. Selama ini ia sudah berusaha keras menepis perasaan yang berbelok terlampau jauh. Tidak seharusnya melibatkan cinta berlebihan dalam hubungan kakak adik.

"Tidak, Mas. Aku sudah nyaman di sini."

Abian menautkan alis dalam. "Kamu yakin?"

Caca mengangguk mantap. "Mas, biarkan aku mandiri."

Abian tidak punya pilihan lain. Tahu betapa keras adiknya, dia hanya menghela napas panjang. "Baiklah, asal kamu harus janji sering pulang. Jangan lupa datang tepat waktu ke acara Mas. Pokoknya Mas nggak akan melanjutkan acara kalau kamu sampai lupa hari penting Mas."

Caca tersenyum getir. Iya, dia tahu Adelia merupakan sosok spesial untuk Abian. Caca paham mengapa harinya begitu penting. Namun, Abian tidak tahu kalau itu hari terburuk sepanjang hidup Caca. Hatinya panas dan ingin berteriak kencang.

"Mas tenang saja." Caca pura-pura tersenyum.

"Dandan secantik mungkin, ya."

Caca mengangguk. Abian meraih tubuh sang adik ke dada bidangnya. Lagi-lagi Caca merasakan pelukan Abian adalah obat segala luka. Kepalanya terbenam ke dada bidang sang kakak, tangannya mempererat pelukan. Seakan-akan dia tak mau melepaskan satu detik pun.

"Aku sayang kakak," ungkap Caca menahan air mata yang mendesak keluar.

Abian tahu, dia mengusap-usap helai rambut sang adik penuh kasih sayang. "Ya, Mas juga sayang banget sama Caca."

'Mas, lihat aku sebagai perempuan yang pantas dicintai,' batin Caca sebelum makin mengeratkan pelukan. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mikha Geka
Lanjut penasaran sama kelanjutannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Limerence   Acara Pertunangan

    Caca pikir tidak akan menangis melihat sang kakak menyematkan cincin ke jari manis perempuan lain. Dia sudah menyiapkan mental sekuat baja selagi di apartemen, mengatur pernapasan berkali-kali agar bisa menghadapi dengan senyuman. Tapi, sudut matanya tetap basah melihat interaksi keduanya dari kejauhan. Seolah ada belati menikam tepat di ulu hati. Caca mengusap air mata dengan punggung tangan, lalu bergerak ke sisi ballroom menepikan diri dari keramaian. Mama dan papanya sedang menanggapi tamu serta terlihat menunjukkan ekspresi bahagia. Evaline menyusuri meja-meja prasmanan diikuti Bibi. Tidak tanggung-tanggung, acara pertunangan dilaksanakan di ballroom hotel berbintang dengan tamu cukup banyak mulai dari rekan bisnis sang papa dan teman-teman Adelia. Acaranya terus disorot kamera mengingat calon istri sang kakak merupakan model terkenal. "Ca, Mama cari-cari, lho. Kenapa malah di sini?" Arnita berdecak lega berhasil menemukan anak perempuannya. Dia

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • Limerence   Patah Hati Akut

    Bagus mengamati Caca yang terus menatap lurus ke depan seakan-akan jiwanya sedang melalang buana. Aroma menggoda dari kue, segelas lemon tea, yang diambil Bagus dari kulkas tidak membuat Caca menoleh. Padahal Bagus meyakini belum ada secuil makan pun melewati kerongkongan serta mengisi perutnya di acara pertunangan tadi. "Caca, kamu makan atau minum dulu." Bagus menyentuh bahu Caca seraya menghadapkan ke arahnya. Sebaliknya, Caca mengabaikan niat baik Bagus. Sedikit heran kenapa temannya membawa pulang ke apartemen bukan cari tempat untuk meluapkan rasa sakitnya. Mau ke mana saja, bar sekalipun khusus hari ini Caca tidak menolak. "Ini bukan Caca yang aku kenal." Ia menyapu rambut rapinya ke belakang sedikit frustrasi. "Please ...." Bagus menggenggam tangan Caca yang terasa dingin. "Gus ...." Bibir dipulas lipstik nude bergetar dan mata bulatnya kembali berkaca-kaca. Perempuan itu masih mengenakan gaun peach sepanjang mata kaki. Model gaun

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-11
  • Limerence   Pura-pura Baik

    Di Starbucks, Adelia menatap ponselnya dengan kesal usai menerima telepon dari Abian. Pasalnya mereka janjian berdua setelah berhari-hari sibuk dengan pekerjaan. Adelia sibuk pemotretan sana-sini, sedangkan Abian sedang fokus merancang desain untuk mal besar yang akan dibangun. "Hari ini aku bawa Evaline soalnya tadi maksa ikut. Kamu keberatan nggak kalo kita pindah ke McD aja? Ini Evaline minta es krim sundae." Kalimat Abian yang membuat kekesalan Adelia naik berkali lipat, sudah berganti lokasi, ditambah ada anak kecil. Dari awal memang Adelia kurang suka dengan kedua adik tunangannya, terutama Caca yang seakan ingin melahapnya hidup-hidup setiap beradu pandang. Adelia juga bisa merasakan kalau Caca berusaha memisahkan dirinya dengan Abian, entah apa motifnya. Di samping itu, Adelia juga ingin menguasai Abian sendiri. Dia paham secinta apa Abian pada dirinya yang merupakan teman masa kecil. Terpisah puluhan tahun ternyata tidak membuat Abian melupakan

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • Limerence   Hari Anniversary

    Malam ini merupakan anniversary papa dan mamanya yang ke sebelas. Mau tak mau, Caca hadir ke acara sederhana yang dihadiri keluarga besarnya. Caca juga sudah jauh-jauh hari membeli tiket liburan untuk kado pernikahan mama dan papanya agar meluangkan waktu berdua. "Mama dan Papa selamat, ya?" Caca memeluk tubuh ramping sang mama yang dibalut long dress putih. Kemudian beralih ke sang papa yang terlihat tampan diusia tak muda lagi. "Makasih, Sayang. Mama kira kamu lupa saking sibuknya. Mama kangen kamu nggak datang-datang, tiap Mama mau ke sana kamu bilang akan pergi ketemu klien." Mamanya merajuk. Kadang-kadang Arnita bertingkah seperti anak kecil menyindir Caca jarang sekali pulang. Mamanya paling tidak bisa melihat formasi anaknya tidak lengkap dan belum merelakan anak gadisnya tinggal terpisah. Caca tersenyum memeluk lagi mamanya sebentar. "Mana mungkin aku lupa, selalu berlebihan deh, Mama." "Yang penting sekarang anak kita berkumpul, Ma."

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • Limerence   Masalah Prioritas

    "Are you okay?" tanya Bagus berkali-kali melirik Caca yang sedang menyandarkan bahu lelah ke kursi mobilnya. "Memang aku kenapa?" Caca pura-pura terkekeh, padahal hatinya menjerit. Caca memang patah hati melihat interaksi Adelia dan orang yang dicintai. Apalagi saat keduanya dansa berdua, dan Caca terpaksa dansa dengan Bagus sehingga laki-laki berwajah baby face itu senang sekali. Tapi, Caca memutuskan akan lebih kuat. Apalagi saat mendengar Adelia dengan sombong mengingatkan posisinya di hati Abian. Caca tidak mau terlihat lemah, dia menahan diri agar tidak tersulut emosi. Barulah saat Adelia hendak mengejeknya lagi, dengan gerakan santai Caca menumpahkan sisa cocktailnya ke gaun merah marun yang membalut tubuh ideal Adelia sampai perempuan itu hendak memaki. "Sorry, aku nggak sengaja," ucap Caca tadi bertepatan dengan mamanya datang. Arnita langsung meminta maaf, sedangkan Adelia kembali memasang ekspresi sok baik. Adelia

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-05
  • Limerence   Dinding Pembatas

    Abian tidak mau memaksa adiknya ikut, hanya ingat dulu Caca suka merajuk minta ditemani menikmati ikan bakar dengan olesan bumbu gurih di restoran dekat kantornya. "Mas kangen sama kamu, Ca," gumamnya. Abian menarik napas panjang, dia sudah memasuki lift dan akan turun ke lantai dasar. Di dalam lift kepalanya dipenuhi nama Caca, yang berubah akhir-akhir ini. Sekarang adiknya seakan membangun dinding pembatas. Setelah sampai di lantai dasar, Abian segera melangkah ke arah mobil hitam yang terparkir di luar. Senyumnya mengembang selagi berpapasan dengan karyawan, memang Abian ramah pada siapa pun. Tidak heran orang-orang nyaman berada di dekat Abian. Lima belas menit berlalu, dia sudah sampai di restoran seafood dan menemukan perempuan yang dicintainya duduk sendiri. Wajahnya terlihat kesal saat melihat Abian datang. Namun, kecantikannya tidak pudar apalagi dipoles make up mahal. Sekarang Abian menghampiri dan hendak mengusap pipi yang dit

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-17
  • Limerence   Efek Cemburu

    Bagus baru saja merebahkan tubuh ke sofa empuk warna marun pilihan maminya. Tidak ada orang yang menyambut untuk menawarkan teh seperti di rumah. Bagus terbiasa sendiri asalkan bisa berdekatan dengan Caca.Kemeja biru, dasi, dan sepatu pantofel sudah terlepas. Sekarang hanya ada kaus putih membalut otot-otot memesona. Seharian Bagus lelah menghadapi karyawan perempuan yang menargetkan dirinya sampai meminta bolak-balik untuk modus.Risiko orang ganteng, begitu pikirnya.Bagus menatap layar ponsel di genggaman yang menyala, menggulir gawainya untuk melihat chat masuk. Sementara badannya masih bertumpu pada sandaran sofa.Chessy : Pulang belum?Melihat pengirim pesan, dalam pikirannya sudah menebak kalau perempuan yang hobi merepotkan akan merecoki hidupnya. Saking lelahnya, Bagus meletakkan ponsel ke meja tanpa berniat membalas chat tidak penting.Chessy : GusChessy : PChessy : Balik belum sih? Aku dari siang di tempat C

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • Limerence   Calon Suami Chessy

    Chessy melangkah lebar menyusuri koridor apartemen di lantai sebelas, menuju ke unit 118 tempat sahabatnya tinggal dengan empat ekor kucing. Kadang-kadang Chessy heran, Camelia mau menghabiskan waktu mudanya merawat kucing-kucing.Tangannya merogoh ponsel di tas clutch begitu mendengar alunan lagu 'My love', setengah mengumpat menebak orang yang menelepon."Chessy. Mas nggak bisa antar kamu ketemu Arsa," ujar suara di seberang.Rambut melewati bahu yang baru dicat cokelat mengentak-entak selagi langkahnya terayun. Chessy berdecak kesal melirik dress putih selutut dan merias wajahnya sehingga terkesan niat banget menemui orang asing, paksaan sang mama dengan ceramah panjang lebar. "Oke, lagian aku malas bertemu.""Chessy, Mas nggak mau terlibat kalau kamu diusir dari rumah," sahut suara di ujung telepon tanpa rasa iba. Padahal sendirinya puluhan kali menolak perempuan yang disodorkan mamanya.Chessy berpikir sejenak, dia bisa saja

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02

Bab terbaru

  • Limerence   Klien di Bogor

    Caca mengecek pesan-pesan yang masuk ke gawainya, salah satunya dari klien di Bogor mengajak bertemu di jam makan siang. Sebelum jari-jari lentiknya tergerak membalas pesan, ia sempat-sempatnya mengambil ikat rambut di meja dan menguncir tinggi-tinggi agar angin di balkon semakin menyentuh leher jenjangnya. Pesan masuk terus beruntun, terakhir dari fotografer yang mengingatkan jadwal pemotretan. Perempuan yang kini duduk manis balkon kamar ditemani laptop serta satu mug cokelat hangat buru-buru meneruskan pesan ke modelnya. Ya, sekalipun yakin kalau Chessy besok bisa lupa. Selain menjadi ghost writer juga merangkap menjadi asisten model sekaligus artis yang sepi job. Siapa lagi kalau bukan gadis menyusahkan yang harus diakui sahabat. Caca mencatat ke note yang tergeletak di sebelah laptop. Lalu matanya mengedar ke pemandangan hijau yang menenangkan di depan. Kelopak matanya terpejam sesaat selagi menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk meme

  • Limerence   Kondangan

    Caca mematut di depan cermin mengenakan gaun yang akan dipakai ke pernikahan Chessy. Sejak kemarin Malika serta Bagus heboh mengajak ke mal mencari gaun baru. Caca menolak dengan alasan koleksi yang jarang dipakai masih memenuhi isi lemari. Setelah dipikir-pikir jodoh tidak bisa ditebak. Sahabatnya yang memiliki sederet list kelakuan minus dan gagal move on sejak dilepehkan sadis oleh sang mantan. Tiba-tiba menyebar undangan akan dinikahi pria ganteng sekaligus kaya. Lamunan terjeda oleh ponsel yang bergetar bergetar sebentar, memunculkan pesan masuk dari Bagus. Tangannya terulur menggeser posisi smartphone yang ada di meja. Bagus : Sepuluh menit lagi aku tunggu di pintu. Caca : Oke. Dia meraih tas clutch untuk menjejalkan ponsel ke dalamnya. Lalu kembali menatap cermin lanjut merias tipis-tipis wajahnya agar tidak malu-maluin dibawa ke kondangan. Kelar merias wajah, mengenakan jam tangan guess, lalu meraih heels yang sudah dise

  • Limerence   Aroma Perselingkuhan

    "Jadi kamu mau liburan demi melupakan Abian. Percaya sama aku pasti sia-sia."Caca mengangkat bahu, tangannya mengaduk-aduk jus jambu dengan sedotan lalu menyesap perlahan. Mata beningnya melirik ke jam tangan guess berulangkali. "Lama, ya?""Sebentar lagi paling, maklum dia pejabat pasti sibuk banget." Malika tadinya menemani Edgar bertemu temannya, kebetulan melihat Caca duduk sendirian. Sebagai sahabat yang baik memilih menemani Caca daripada diabaikan Edgar pasti sibuk mengobrol apa saja dengan teman kuliahnya. "Kamu jadi liburan?" ulangnya.Caca menaikkan alis. "Mau saja dibohongi Bagus, aku ada klien di Bogor jadi sekalian menginap di puncak itung-itung refreshing otak.""Jadi Bagus bohong bilang kamu liburan mau melupakan Abian?" tampang Malika terlihat geram. "Sialan."Gadis yang dibalut kemeja cokelat mengangguk, menyesap lagi jus jambu sampai kerongkongan benar-benar basah. Alasan mengenakan kemeja karena kliennya bukan orang sembarangan.

  • Limerence   Mewawancarai Calon Pengantin

    Bunyi nyaring ponsel mengejutkan Caca, dia terpaksa mengeluarkan ponsel dari tas mungil yang biasa dibawa keluar. Caca baru saja pulang dari rumah menuruti rengekan mamanya persis anak kecil meminta anaknya pulang. Jadilah Caca menginap satu hari. "Kenapa?" Caca malas-malasan menjawab. "Kamu sudah balik ke apartemen belum? Lupa kalau ada janji bertemu calon pengantin?" Caca mengerutkan kening cukup dalam. "Calon pengantin?" Bagus tertawa. "Ah, jadi kamu sudah pikun. Kita mau ketemu Chessy." Caca menghempaskan tubuh ke sofa memanjang di ruang tamu, dia lupa kalau Chessy baru tunangan, hanya mengundang keluarga besarnya. Padahal Caca yang heboh mengabarkan beritanya ke Malika serta Bagus. Mendadak ketularan sifat pelupa Chessy. Efek bertemu Abian masih tersisa. "Aku sudah di apartemen," ujarnya sebelum memutus sambungan telepon, tapi suara bel apartemen langsung terdengar. Dengan malas-malasan Caca membuka pintu, lalu mendengkus se

  • Limerence   Calon Suami Chessy

    Chessy melangkah lebar menyusuri koridor apartemen di lantai sebelas, menuju ke unit 118 tempat sahabatnya tinggal dengan empat ekor kucing. Kadang-kadang Chessy heran, Camelia mau menghabiskan waktu mudanya merawat kucing-kucing.Tangannya merogoh ponsel di tas clutch begitu mendengar alunan lagu 'My love', setengah mengumpat menebak orang yang menelepon."Chessy. Mas nggak bisa antar kamu ketemu Arsa," ujar suara di seberang.Rambut melewati bahu yang baru dicat cokelat mengentak-entak selagi langkahnya terayun. Chessy berdecak kesal melirik dress putih selutut dan merias wajahnya sehingga terkesan niat banget menemui orang asing, paksaan sang mama dengan ceramah panjang lebar. "Oke, lagian aku malas bertemu.""Chessy, Mas nggak mau terlibat kalau kamu diusir dari rumah," sahut suara di ujung telepon tanpa rasa iba. Padahal sendirinya puluhan kali menolak perempuan yang disodorkan mamanya.Chessy berpikir sejenak, dia bisa saja

  • Limerence   Efek Cemburu

    Bagus baru saja merebahkan tubuh ke sofa empuk warna marun pilihan maminya. Tidak ada orang yang menyambut untuk menawarkan teh seperti di rumah. Bagus terbiasa sendiri asalkan bisa berdekatan dengan Caca.Kemeja biru, dasi, dan sepatu pantofel sudah terlepas. Sekarang hanya ada kaus putih membalut otot-otot memesona. Seharian Bagus lelah menghadapi karyawan perempuan yang menargetkan dirinya sampai meminta bolak-balik untuk modus.Risiko orang ganteng, begitu pikirnya.Bagus menatap layar ponsel di genggaman yang menyala, menggulir gawainya untuk melihat chat masuk. Sementara badannya masih bertumpu pada sandaran sofa.Chessy : Pulang belum?Melihat pengirim pesan, dalam pikirannya sudah menebak kalau perempuan yang hobi merepotkan akan merecoki hidupnya. Saking lelahnya, Bagus meletakkan ponsel ke meja tanpa berniat membalas chat tidak penting.Chessy : GusChessy : PChessy : Balik belum sih? Aku dari siang di tempat C

  • Limerence   Dinding Pembatas

    Abian tidak mau memaksa adiknya ikut, hanya ingat dulu Caca suka merajuk minta ditemani menikmati ikan bakar dengan olesan bumbu gurih di restoran dekat kantornya. "Mas kangen sama kamu, Ca," gumamnya. Abian menarik napas panjang, dia sudah memasuki lift dan akan turun ke lantai dasar. Di dalam lift kepalanya dipenuhi nama Caca, yang berubah akhir-akhir ini. Sekarang adiknya seakan membangun dinding pembatas. Setelah sampai di lantai dasar, Abian segera melangkah ke arah mobil hitam yang terparkir di luar. Senyumnya mengembang selagi berpapasan dengan karyawan, memang Abian ramah pada siapa pun. Tidak heran orang-orang nyaman berada di dekat Abian. Lima belas menit berlalu, dia sudah sampai di restoran seafood dan menemukan perempuan yang dicintainya duduk sendiri. Wajahnya terlihat kesal saat melihat Abian datang. Namun, kecantikannya tidak pudar apalagi dipoles make up mahal. Sekarang Abian menghampiri dan hendak mengusap pipi yang dit

  • Limerence   Masalah Prioritas

    "Are you okay?" tanya Bagus berkali-kali melirik Caca yang sedang menyandarkan bahu lelah ke kursi mobilnya. "Memang aku kenapa?" Caca pura-pura terkekeh, padahal hatinya menjerit. Caca memang patah hati melihat interaksi Adelia dan orang yang dicintai. Apalagi saat keduanya dansa berdua, dan Caca terpaksa dansa dengan Bagus sehingga laki-laki berwajah baby face itu senang sekali. Tapi, Caca memutuskan akan lebih kuat. Apalagi saat mendengar Adelia dengan sombong mengingatkan posisinya di hati Abian. Caca tidak mau terlihat lemah, dia menahan diri agar tidak tersulut emosi. Barulah saat Adelia hendak mengejeknya lagi, dengan gerakan santai Caca menumpahkan sisa cocktailnya ke gaun merah marun yang membalut tubuh ideal Adelia sampai perempuan itu hendak memaki. "Sorry, aku nggak sengaja," ucap Caca tadi bertepatan dengan mamanya datang. Arnita langsung meminta maaf, sedangkan Adelia kembali memasang ekspresi sok baik. Adelia

  • Limerence   Hari Anniversary

    Malam ini merupakan anniversary papa dan mamanya yang ke sebelas. Mau tak mau, Caca hadir ke acara sederhana yang dihadiri keluarga besarnya. Caca juga sudah jauh-jauh hari membeli tiket liburan untuk kado pernikahan mama dan papanya agar meluangkan waktu berdua. "Mama dan Papa selamat, ya?" Caca memeluk tubuh ramping sang mama yang dibalut long dress putih. Kemudian beralih ke sang papa yang terlihat tampan diusia tak muda lagi. "Makasih, Sayang. Mama kira kamu lupa saking sibuknya. Mama kangen kamu nggak datang-datang, tiap Mama mau ke sana kamu bilang akan pergi ketemu klien." Mamanya merajuk. Kadang-kadang Arnita bertingkah seperti anak kecil menyindir Caca jarang sekali pulang. Mamanya paling tidak bisa melihat formasi anaknya tidak lengkap dan belum merelakan anak gadisnya tinggal terpisah. Caca tersenyum memeluk lagi mamanya sebentar. "Mana mungkin aku lupa, selalu berlebihan deh, Mama." "Yang penting sekarang anak kita berkumpul, Ma."

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status